Wattpad Original
There are 6 more free parts

Bab 5

70.9K 10.8K 629
                                    

ALANA

Seperti sudah kuduga, Elang berdiri di hadapanku begitu aku membuka pintu. Dia mengenakan celana training abu-abu dan kaus hitam polos. Berbeda dengan Mas Riyan yang selalu terlihat necis dengan kemeja slimfit-nya, aku hampir nggak pernah melihat Elang memakai kemeja. Pakaiannya terdiri dari kaus oblong, kaus polo, dan hoodie, yang warnanya berkisar antara hitam, putih, dan abu-abu. Sangat tidak fashionable.

"Kenapa, El? Gula kamu habis lagi?" Sindiranku membuatnya menyeringai.

"Tepat sekali. Kayaknya sekarang kamu punya indra keenam," jawabnya sambil menyelinap masuk tanpa diundang.

"Malam, Mas." Elang menyapa Mas Riyan sopan, walau aku mendengar jelas dia menekankan kata 'malam'. Tampaknya Mas Riyan juga menyadari karena ia hanya mengangguk kaku, lalu berdiri.

"Aku balik ke hotel dulu ya, Sayang. Besok pagi aku balik ke Jakarta. I'll miss you, Baby," pamitnya sambil memelukku.

"I'll miss you too." Aku membalas pelukannya erat.

"Jangan lupa pikirkan jawaban untuk pertanyaanku tadi," bisiknya di telingaku.

"Pertanyaan yang mana?" tanyaku bingung.

"Apa kamu ingin lamaran yang romantis? Karena kalau iya, aku akan mempersiapkan lamaran yang paling spektakuler," godanya membuatku mencubit lengannya, sementara wajahku menghangat. Mas Riyan terkekeh, lalu mencium pipiku. Ia hendak melangkah keluar, tapi langkahnya terhenti di ambang pintu. Ia menoleh ke arah Elang dengan alis terangkat.

"Kamu nggak balik?" tanyanya. Elang mengedikkan bahu ringan, lalu ikut melangkah ke luar.

"Nggak jadi minta gula?" sindir Mas Riyan yang dibalas seringai Elang. Bergegas aku lari ke dapur untuk mengambil stoples gula dan menyerahkannya pada Elang. Biar dia ambil sekalian sama stoplesnya jadi nggak ada lagi alasan kehabisan gula.

Aku menutup pintu apartemen, lalu menghela napas lega saat dua sosok itu tak lagi terlihat. Menghadapi mereka berdua bersamaan itu melelahkan. Aku baru saja hendak ke kamar untuk mengganti pakaian saat bel pintu kembali berbunyi. Aku membukanya dan lagi-lagi melihat Elang berdiri di sana, sementara sosok Mas Riyan nggak lagi terlihat.

"Apa lagi?" decakku gemas.

"Mau balikin ini." Ia mengangsurkan stoples gulaku. Aku mengambilnya, lalu melangkah masuk, sementara dia mengikuti di belakangku.

"Daddy telepon kamu lagi?" tanyaku sambil meletakkan gula di lemari dapur.

"Berkali-kali, bentar paling telepon lagi," jawabnya. Dan benar saja, handphone Elang berdering nyaring saat itu juga. Elang menunjukkan layar handphone-nya padaku dan ada nama Om Tama tertera di layar. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Punya Daddy over protektif ternyata susah juga.

"Jawab. Bilang semuanya beres," titahku.

Elang mengangkat teleponnya lalu bicara dengan Daddy. "Iya, Om. Udah pulang kok Mas Riyan-nya, nggak nginep. Iya pasti. Nggak bohong, ngapain juga aku bohong." Aku mendengar Elang berusaha meyakinkan Daddy. Sesaat kemudian akhirnya pembicaraan mereka selesai.

"Udah beres. Aku pulang dulu," ucapnya sambil beranjak menuju pintu.

"Wait." Aku menahannya. Elang menoleh dengan alis terangkat.

"Apa lagi?"

"Sania nginep?" tanyaku. Elang hanya menjawab dengan gelengan pelan.

"Ya udah kalau gitu di sini dulu, ada yang mau aku ceritakan," ucapku dengan mata berbinar.

Friends Don't KissWhere stories live. Discover now