Wattpad Original
There are 10 more free parts

Bab 1

97.8K 11.3K 863
                                    

ALANA

Aku membuka mata yang terasa sangat berat saat dering nyaring suara handphone menembus gendang telingaku. Desah kesal meluncur dari bibirku saat gelembung mimpi indah yang menghias lelapku menghilang begitu saja tanpa akhir yang jelas.

Dengan malas aku meraih handphone di meja nakas dan melihat layarnya. Baru jam enam pagi. Buat apa Daddy menelepon sepagi ini? Deringan yang semakin nyaring membuatku buru-buru menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan itu.

"Yes, Daddy?" sapaku dengan suara mengantuk.

"Kamu ajak pacarmu nginep di apartemen, Al? Seriously? Setelah segala janji yang kamu ucapkan hingga Daddy akhirnya mengizinkan kamu kuliah di Surabaya, you still do this to me?" Suara geram Daddy terdengar di seberang panggilan telepon.

Aku langsung terduduk dengan wajah waspada. Siapa yang memberi tahunya? Nggak mungkin Daddy tahu kalau nggak ada orang yang mengadu. Sebentuk wajah tampan dengan senyum miringnya yang menyebalkan langsung terbayang.

Sepasang mataku menyipit kesal. Sudah pasti itu ulahnya. Ulah tetangga sebelah apartemenku yang selalu suka ikut campur urusan orang lain. Well, urusanku lebih tepatnya. Sayangnya, dia juga tangan kanan Daddy, orang kepercayaannya untuk mengawasi segala tindak-tandukku selama kuliah di Surabaya.

"Mas Riyan cuma nginep, Dad, kami—"

"Cuma kata kamu?" Suara tajam Daddy memotong kata-kataku. Aku menghela napas sambil memijat keningku yang tiba-tiba terasa pening.

"Kami nggak ngapa-ngapain. Trust me. Aku tidur di kamarku dan Mas Riyan tidur di kamar sebelah. Kami cuma ngobrol sampai larut malam dan Mas Riyan belum booking hotel, jadi aku pikir nggak apa-apa dia nginep di sini semalam aja." Aku berusaha menjelaskan.

"Alana, Daddy nggak akan bisa tenang kalau kamu sama pacar kamu itu tidur di satu atap. I trust you, tapi Daddy nggak bisa percaya sama pacar kamu itu."

"But why? Dia nggak pernah macam-macam sama aku, kok."

"Dia laki-laki dewasa, Al. Berapa umurnya? 28? Laki-laki seumuran itu pikirannya nggak jauh-jauh dari ...." Suara Daddy terhenti, tapi aku tahu pasti apa kelanjutan kalimatnya.

"Daddy nggak ngerti kenapa kamu harus pacaran sama laki-laki yang umurnya beda jauh sama kamu," lanjutnya kesal.

Aku menghela napas lelah. Lagi-lagi pembahasan ini. Umurku 22 tahun, jadi beda umurku dan Mas Riyan cuma 6 tahun. Nggak percaya rasanya harus mendengar ceramah tentang umur beda jauh ini dari Daddy. "But you and Mom beda umurnya malah lebih jauh," balasku sambil memutar bola mata.

Umur Daddy 31 tahun ketika menikahi Mommy yang umurnya baru 23 tahun. Dan mereka adalah pasangan serasi yang masih selalu terlihat mesra, bahkan sampai detik ini. Tumbuh besar dengan melihat cinta mereka yang seakan tak pernah padam membuatku sangat mengidolakan mereka.

Aku ingin punya pasangan seperti Daddy. Perbedaan usia malah membuat mereka bisa saling melengkapi. Aku merasa umurnya yang lebih matang membuat Daddy bisa sangat memahami Mommy. Daddy juga sosok yang sangat kuat, dewasa, selalu melindungi, dan menyayangi keluarga. He's my hero. My first love. Dia sosok yang akan selalu jadi pembanding kalau aku pacaran dengan seseorang.

Sejak mulai mengenal pacaran, nggak pernah sekalipun aku tertarik pada laki-laki yang sepantaran, apalagi yang lebih muda. Usia pacarku selalu beberapa tahun lebih tua. Aku berharap bisa menemukan sosok Daddy dalam diri mereka. Sayangnya, aku belum berhasil. Well, Mas Riyan hampir mendekati. Dia tampan, dewasa, dan juga seorang arsitek, sama seperti Daddy.

Mas Riyan alumni kampusku. Dia adalah salah seorang alumni yang cukup sukses di bidangnya. Kami berkenalan saat kampusku mengadakan acara temu alumni. Dia jadi salah seorang pembicara, sementara aku waktu itu jadi panitia. Singkat cerita, kami akhirnya pacaran dan sekarang sudah berjalan hampir satu tahun.

Sejauh ini semuanya lancar. Nggak pernah ada masalah yang besar, walau jarak memisahkan. Yup, dia kerja di Jakarta sementara aku masih kuliah di Surabaya. Namun, tahun ini aku lulus dan rencananya akan menyusulnya berkarir di Jakarta.

"Al, jangan selalu jadikan itu patokan. Kamu nggak harus punya pacar yang usianya jauh dari kamu hanya karena beda usia Daddy sama Mommy jauh."

"Iya aku ngerti. But I love him, dan usia dia juga nggak jauh-jauh amat dari aku, kok. Daddy nggak usah khawatir, aku bisa jaga diri." Aku berusaha menenangkannya. Desahan berat Daddy di seberang sana membuatku tersenyum. Aku bisa membayangkan wajah tampannya yang muram karena khawatir.

"Nggak ada acara nginep-nginepan lagi, Al." Suara tegasnya kembali terdengar

"Iya, iya, nanti siang Mas Riyan pindah ke hotel kok, dan besok dia udah balik ke Jakarta," jelasku.

Tiap weekend, Mas Riyan memang selalu mengunjungiku di Surabaya. Biasanya dia menginap di hotel. Hanya saja semalam pesawatnya delay, sudah larut dia baru tiba di Surabaya. Kami makan malam sambil mengobrol di apartemenku. Nggak terasa sudah hampir tengah malam, jadi aku menyarankannya untuk menginap.

"Ya sudah, jangan diulangi lagi. Daddy hampir berangkat ke Surabaya waktu dengar pacar kamu nginap," decaknya.

"Dengar dari siapa?" Aku sudah bisa menebak jawabannya, hanya ingin memastikan saja.

"Adalah, nggak penting itu." Jawaban Daddy membuatku mendengkus.

"Elang?" tanyaku lagi. Daddy terdiam, yang artinya jawabannya iya. Memang dasar Elang sialan.

"Jangan salahkan dia. Daddy yang tiap weekend selalu telepon dia tanya-tanya tentang pacar kamu. Daddy cuma khawatir kamu kenapa-kenapa."

"I'm twenty two, Dad, bukan anak kecil lagi yang harus selalu diawasi."

Di seberang sana Daddy menghela napas berat. "To me you're always my baby girl, Alana," ucapnya lembut. Seulas senyum sendu terukir di bibirku. Daddy memang sangat menyayangiku. Dia bisa sangat protektif kalau sudah menyangkut aku, putri satu-satunya.

"I love you, Dad," bisikku lirih.

"Love you too, Princess."

Aku menutup telepon, lalu bangkit dari tempat tidur, dan melangkah menuju kamar mandi. Aku mencuci muka dan menyikat gigi, lalu menatap sosok yang balas menatapku dari cermin besar yang ada di kamar mandi.

Alana Prisha Antasena adalah sosok cantik dengan rambut panjang hitam sepunggung dan tubuh ramping yang berlekuk di tempat-tempat yang tepat. Aku selalu tahu kalau aku cantik, bukan bermaksud sombong, cuma kenyataannya memang begitu.

Sejak kecil, pujian itu sudah terlalu sering kudengar. Well, My Mom, Hana adalah perempuan yang sangat cantik dan My Dad, Tama, adalah laki-laki yang sangat tampan. Aku cukup beruntung mewarisi tekstur rupawan wajah mereka.

Aku menggelung rambutku ke atas, lalu menunduk mengamati tank top pink, dan celana piama longgar yang membalut tubuhku. Masih cukup sopan untuk kunjungan dadakan ke tetangga sebelah. Lagipula, buat apa berdandan cuma untuk menemui si bocah ingusan tukang mengadu.

Aku beranjak keluar kamar, suasana masih sepi yang artinya Mas Riyan masih terlelap. Perlahan aku membuka pintu depan, lalu melangkah menuju unit apartemen tepat di sebelah unitku. Aku menekan bel berkali-kali tanpa jeda hingga akhirnya pintu abu-abu itu terbuka.

Sosok jangkung dengan wajah tampan yang terlihat mengantuk berdiri bersandar di kusen pintu. Rambut pendek sehitam arangnya berantakan, alis lebatnya bertaut, dan mata kelamnya menatapku tajam. Dia terlihat kesal, tapi tanpa gentar daguku terangkat sementara sepasang mataku membalas tatapannya.

Dia hanya mengenakan celana jeans belel biru pudar tanpa atasan, mempertontonkan dadanya yang bidang, dan berhias tato elang. Sesuai dengan namanya, Elang Shankara Surya, sahabatku sejak masih balita. 

Friends Don't KissWhere stories live. Discover now