Wattpad Original
There are 9 more free parts

Bab 2

86.5K 11.4K 758
                                    

ALANA

Kata Mommy, aku bahkan sudah mengenalnya sejak dia lahir. Namun, aku nggak terlalu ingat karena waktu itu umurku baru dua tahun.

Sekarang dia memang bukan lagi bocah ingusan dengan tubuh kerempeng, entah sejak kapan tubuhnya jadi berotot dan menjulang tinggi jauh di atasku. Tinggiku yang 160 cm hanya mencapai pundaknya, sungguh mengesalkan.

"Kamu nggak lihat ini jam berapa, Al?" Suara beratnya terdengar diiringi sepasang mata yang menyipit kesal. Aku mengedikkan bahu, lalu melangkah masuk tanpa menunggu dipersilakan.

"Kamu mengadu ke Daddy kalau Mas Riyan nginep, El? What are you? Five?" decakku sambil menghempaskan tubuh di sofa. Elang menghela napas panjang panjang, lalu menutup pintu.

"Aku ditanya, aku jawab. Itu namanya bukan mengadu." Ia melangkah mendekat, lalu duduk di sebelahku.

"Kamu bisa jawab kalau kamu nggak tahu."

"Kamu tahu jawaban itu nggak akan memuaskan Om Tama. Kemarin malam dia suruh aku gedor pintu kamu untuk memastikan pacar kamu nginep atau nggak."

"Karena itu kamu ke apartemenku tengah malam pura-pura minta gula karena gula kamu habis?"

Itu adalah alasan paling nggak masuk akal yang pernah kudengar. Pertama, Elang adalah orang yang sangat mengerti tentang asupan nutrisi yang baik untuk tubuh. Dia nggak akan mengkonsumsi gula tengah malam buta.

Kedua, Elang nggak mungkin kehabisan gula. Dia orang yang sangat perfeksionis tentang isi dapurnya. Kulkas dan lemari dapurnya selalu penuh dengan bahan makanan. Nggak seperti kulkas dan lemari dapurku yang selalu kosong melompong.

"Yeah, dan semalam aku bohong sama Om Tama, bilang kamu nggak bukakan pintu karena mungkin udah tidur."

"Terus kenapa Daddy bisa tahu kalau Mas Riyan nginep?" Keningku berkerut penasaran. Elang menyugar rambutnya yang berantakan hingga jadi semakin berantakan. Beberapa helai jatuh menutupi sepasang matanya yang sepekat malam.

"Tadi subuh-subuh Om Tama telepon lagi. Aku masih setengah sadar, jadi mungkin kelepasan ngomong," jelasnya dengan wajah tak bersalah yang membuatku sebal. Aku mencubit lengannya kuat hingga ia meringis kesakitan.

"Astaga, kalian berdua bikin aku gila. Pagi-pagi buta Daddy kamu ganggu tidurku karena teleponnya yang nggak berhenti-berhenti. Dan baru saja aku lanjut tidur, kamu muncul tekan bel berkali-kali sampai telingaku rasanya mau pecah. Kalian berdua benar-benar mirip tahu nggak?" desahnya dengan wajah frustrasi.

Sudut bibirku tertarik membentuk senyum geli. Memang banyak yang bilang sifatku sangat mirip Daddy, walau wajahku mirip Mommy. Kami sama-sama keras kepala, nggak sabaran, dan susah dihalangi kalau sudah punya keinginan. Aku bisa membayangkan sulitnya posisi Elang berada di tengah-tengah kami.

"Ok, aku maafkan kamu kali ini," ucapku tegas yang malah membuat bola mata Elang berputar.

"Aku nggak ingat pernah minta maaf, Al," decaknya sambil berdiri, lalu berjalan menuju dapurnya yang bersih mengkilap tanpa noda. "Mau sarapan nggak?"

Senyumku terkembang semakin lebar mendengar tawarannya. Sarapan buatan Elang itu menurutku nggak ada tandingannya. Apa pun yang dimasak Elang selalu bisa membuat perutku meronta. Dia punya gift dengan rasa, ditambah passion-nya di bidang kuliner yang sudah terlihat sejak masih bocah.

Awalnya, dia hanya suka mengambil foto-foto makanan dengan kameranya. Ayah Elang adalah seorang fotografer profesional, jadi sejak kecil Elang sudah mengenal dunia fotografi. Menginjak remaja dia mulai mencoba memasak sendiri, mengambil fotonya, lalu mengirimnya ke Instagram.

Friends Don't KissWhere stories live. Discover now