Wattpad Original
Ada 8 bab gratis lagi

Bab 3

80.2K 10.8K 1.1K
                                    

ALANA

Aku mengedikkan bahu sambil melanjutkan sarapanku. "Kamu tahu sejauh mana." Aku memang cukup sering curhat padanya tentang hubunganku dengan Mas Riyan atau pacar-pacarku sebelumnya.

"Serius? Setelah menginap semalam hubungan kalian masih sebatas ciuman?" tanyanya dengan wajah tak percaya.

Aku menghela napas, lalu mengangguk. Kenapa begitu sulit untuk dipercaya? Menginap bukan berarti aku akan melepas keperawananku begitu saja, kan? Mungkin benar kata Daddy, pikiran laki-laki selalu tentang seks, padahal aku nggak pernah sampai sejauh itu dengan pacar-pacarku.

Memang beberapa kali, saat aku dan Mas Riyan berciuman cukup panas tangannya mulai nakal merayap ke payudaraku, tapi aku selalu menepisnya. Rasanya nggak nyaman ada tangan orang lain menjamahku di sana, walaupun itu tangan laki-laki yang aku cintai. Mungkin nanti setelah kami menikah rasanya akan berbeda.

"Wow, hebat juga dia." Elang manggut-manggut dengan wajah kagum yang membuatku melotot gemas. Memangnya dia pikir semua laki-laki seperti dia? Aku orang yang paling paham tentang petualangan cintanya. Gaya pacarannya jelas lebih parah dariku, terbukti dari bercak-bercak merah samar yang saat ini terlihat di leher dan dadanya.

Aku menatap curiga pada pintu kamarnya yang tertutup rapat. Aku berani bertaruh di dalam sana ada Sania, mahasisiwi baru tercantik di jurusan psikologi yang sudah dua bulan ini jadi pacar terbaru Elang.

Kadang aku heran kenapa masih saja ada gadis-gadis yang mau jadi pacarnya. Ya, ya, dia memang ganteng dan kalau niat bisa sangat charming, tapi track record-nya dengan perempuan benar-benar nggak bisa dibanggakan.

Walau kadang menyebalkan, Elang adalah teman yang sangat baik. Namun, dia sudah pasti bukan pacar yang baik. Tahun ini saja sudah beberapa kali pacarnya ganti. Harusnya para perempuan itu lari sekencang-kencangnya kalau Elang sudah mulai mendekat. Bukan berarti dia sering mendekati perempuan. Dari yang kulihat selama ini, perempuan yang lebih sering mengejar-ngejarnya. Aku nggak habis pikir kenapa mereka mau dengan sukarela masuk ke kandang buaya.

"Mas Riyan itu orangnya sangat dewasa. Kami pacaran serius dengan niat untuk menikah, bukan untuk memuaskan hawa nafsu. Selama ini aku nggak pernah berpikir tentang seks kalau sedang di dekatnya."

Elang tersenyum geli mendengar ceramahku. "Kamu tahu kalau kalian nikah nanti seks termasuk di dalamnya, kan?" ledeknya membuat bola mataku berputar.

"For your information, seks bukan segalanya dalam sebuah hubungan. Kami saling mencintai, saling menghormati, saling memahami, dan selalu berkomitmen untuk setia satu sama lain. Itu yang terpenting. Nafsu dan seks adalah pondasi paling lemah dalam sebuah hubungan. Contohnya kamu, tahun ini aja udah berapa kali pacarmu ganti?" dengkusku.

Elang terkekeh sambil menandaskan potongan waffle terakhirnya. "Entah, aku nggak ngitung. And for your information, nafsu dan seks bukan satu-satunya pondasiku dalam menjalin hubungan. Kamu tahu aku juga nggak pernah sampai sejauh itu. Cuma aku heran aja bagaimana bisa dalam sebuah hubungan nggak ada nafsu. I mean bagaimana kalian bisa nikah kalau ciumannya nggak bikin kamu basah."

Aku melongo mendengar ucapannya yang vulgar. Bocah satu ini kalau ngomong kadang memang nggak difilter. "Aku ... aku ...."

Aku bahkan nggak bisa berkata apa-apa untuk membalas ucapannya. Hatiku selalu hangat dan berbunga-bunga tiap kali Mas Riyan menciumku. Namun, basah? Memangnya ciuman bisa bikin basah? Aku bergidik membayangkannya.

"Kamu serius belum pernah berhubungan seks sama pacar-pacar kamu?" Akhirnya aku mengalihkan pembicaraan. Elang memang selalu bilang gaya pacarannya nggak sampai sejauh itu, tapi rasanya sulit untuk percaya kalau melihat deretan pacar yang selalu dibawanya masuk ke kamar.

Friends Don't KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang