Prolog

140 9 0
                                    

Quviel, Sundria, 13 Januari 2000 ...

Pagi itu takkan pernah dilupakan oleh Tof Ruthie. Kendaraan-kendaraan berat bagaikan monster itu datang ke Sundria untuk membumi hanguskan Quviel. Mereka seakan baru merangkak keluar dari bawah neraka, dan memanggang kota yang tertutup gurun ini dengan ledakan-ledakan bom. Tubuh terbongkar tertimpa peluru sebesar buah kelapa, darah merembes di atas tanah berdebu emas. Saat matahari menyingsing, Quviel sudah bersujud di hadapan monster-monster besi itu.

Seorang pria kulit putih dengan mata kecil yang licik naik ke atas tank, mencari perhatian dari orang-orang Sundria yang masih hidup setelah invasi.

"Selamat siang, Sundria! Aku yakin saat ini kalian sedang beristirahat siang dan bersantai di rumah bersama anak-anak... mohon maaf bila kedatangan kami mengganggu kalian. Aku Jensen dari Eshara, sebuah negeri indah di utara Sundria, bertandang kemari untuk mencari sesuatu yang mungkin diketahui oleh salah satu atau beberapa dari kalian. Dan sekarang, aku minta kalian para lelaki menggali lubang besar berukuran 10x10 dengan kedalaman 12 kaki. Bagi yang menolak atau bersungut-sungut, akan segera dibunuh!"Jensen mengatakan semua itu tanpa membuyarkan senyum optimis di wajahnya, seakan membunuh adalah hal wajar baginya, atau dimatanya semua manusia tak beda dengan unggas.

"Siapa kau, datang-datang sudah mengacau!!" seru seorang lelaki gagah dengan marah.

Jensen tertawa. "Salah, pak, pertanyaannya adalah siapa kau berani membentakku?"

Jensen pun segera menembak orang itu tepat di dahi.

"Simpan mayatnya, siapa tahu bisa dimanfaatkan para wanita untuk memasak makanan."

Para tentara Eshara menyeret jasadnya dan menggeletakkannya begitu saja di tepi jalan.

Seorang lelaki berlutut memohon ampun sambil menangis-nangis di kaki Jensen, "tolong, aku memiliki seorang putra yang baru bisa merangkak dan seorang istri yang akan melahirkan, mereka butuh aku untuk mencari makan.."

"Mereka bisa makan dagingmu," kata Jensen, kemudian menembak orang itu sampai mati.

"Taruh dia bersama dengan orang yang mati sebelumnya," perintah Jensen pada pasukannya.

Setelah itu tak ada yang berani berkata apapun.

Jensen memberikan mereka sekop satu orang satu untuk menggali tanah yang diperintahkannya.

Ia memaksa mereka bekerja tanpa kenal istirahat sehingga beberapa orang jadi pingsan karena kelelahan. Dan setelah dijalani, entah karena Jensen tidak bisa matematika atau memang disengaja, lubang yang harus dibuat bukan lagi berukuran 10x10. Tapi mungkin bisa menjadi dua kali lipatnya lebih.

Terik matahari di siang bolong, dan hari itu tak ada awan sedikitpun di langit, membuat para pria yang sedang membuat lubang itu menjadi kewalahan. Terlebih saat itu jam makan siang, dan mereka belum makan. Yang beristirahat ditembak mati, dan yang pingsan akan disiram air hingga bangun kembali dan disuruh melanjutkan bekerja. Setelah akhirnya lubang tersebut selesai dibuat, Jensen menyuruh mereka berbaris satu persatu membentuk antrean panjang menuju mulut lubang tersebut.

"Aku akan membuat permainan untuk kalian. Kalian harus bermain dengan baik. Karena aku benci kebohongan, maka kita akan bermain jujur-jujuran. Kalau ada yang berbohong, maka ia akan ditembak di mata dan harus masuk ke dalam lubang tersebut, tidak boleh keluar lagi."

Para lelaki tersebut mengutuki dan menyesali kedatangan Jensen ke tanah mereka.

"Aku hanya punya satu pertanyaan pembukaan yang mesti kalian jawab. Bila benar, maka kalian dan keluarga kalian akan hidup sejahtera," kata Jensen sambil menarik pelatuk pistolnya.

War of Asgares LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang