Part 12 - I'll Missing You

3.8K 234 21
                                    

Cerita ini dibuat bulan November 2014.

.

Alredho's POV

Sudah sekitar dua bulanan, gadis pendek itu bekerja di kantorku. Sekarang dia mulai aktif bekerja, mulai dari menyusun jadwalku, mengatur semua bahan presentasiku dan terkadang menemani rapat ataupun makan siang dengan klien. Tetapi jika rapat itu berkaitan dengan Dimas, mantan nya itu, aku lebih memilih Janna atau Leni buat menemaniku. Aku tidak mau mereka bertemu dan si pria sok manis itu tahu kalau Dira bekerja disini. Dia bahkan sering menanyaiku tentang Dira, tetapi selalu ku alihkan ke pembicaraan lain. Aku tidak suka saja jika mereka masih berhubungan. Mengingat gadis itu menjadi tunanganku yang sah. Tunggu dulu.

Apakah aku terlalu bodoh menjadikan gadis tidak peka itu menjadi tunanganku? Bahkan sampai detik ini pun dia tidak tahu perihal cincin yang selalu melingkar manis di jarinya itu. Dia juga tidak menangkap sinyal-sinyal dariku, seperti saat aku mengajaknya makan malam atau menjemputnya bekerja, dia sangat tidak peka. Aku sampai geram melihatnya. Ah satu lagi, aku tidak pernah mendengar dia memanggil namaku. Mungkin suatu kesalahan besar menjadikannya tunanganku, tapi jauh di dalam hatiku, aku juga menginginkannya. Saat pertama kali aku bertemu mata nya,seketika tubuhku menghangat dan merasa nyaman. Matanya dan perilaku tidak sopannya itu seperti seseorang yang sangat ku kenal. Tapi aku lupa siapa.

"Pak Direktur.."

Lihat, dia tidak akan memanggilku Redho atau Pak Redho. Yang benar saja.

Aku mendongak dan melihat ia sedang seperti orang gelisah dan raut wajahnya sendu.

"Ada apa?" tanyaku datar. Tidak di pungkiri aku juga khawatir karena baru pertama kali dia segelisah ini.

"Aku mau minta cuti seminggu, please.."

"Apa kau bilang?"

"Cuti seminggu, pak. Aku mau ke Jepang sebentar, please..aku mohon.." ujarnya dan lalu dengan cepat menyatukan kedua tangannya menjadi satu ke arah wajahku.

"Kau baru bekerja disini dan langsung minta cuti, memangnya kantor ini punyamu hah !" ucapku kasar, dia sedikit terkejut tetapi terus memohon ditambah pula dengan puppy eyes-nya yang baru kulihat kali ini. Dia lucu sekali.

Aku berdiri dan hendak berjalan keluar, ingin melihat reaksi apa lagi yang ia lakukan untuk meminta cuti dariku. Sebenarnya aku tahu alasan dia mau cuti, saat ia sedang menelpon temannya di Jepang menggunakan telepon kantor, tinggal sekali klik , aku langsung bisa mendengar apa saja yang mereka bicarakan.

"Pak.. Aku mohon seminggu saja.."

Dia menghadang jalanku dan kembali memohon seperti tadi. "Ada masalah di studio fotoku di Jepang, dan hanya aku yang bisa menyelesaikannya, please..."

Dia semakin menundukkan kepalanya dan menaikkan kedua tangannya di atas kepala. Aku terkekeh pelan.

"Bagaimana ya.."

Dia mendongak ke arahku dan menatapku dalam.

"Aku akan melakukan apa saja asal kau beri aku cuti seminggu." ucapnya sungguh-sungguh.

"Baiklah ada tiga syarat."

Terbesit pikiran jahil di otakku. Setidaknya aku harus menjadikan kesempatan ini tidak sia-sia kan. Kapan lagi coba.

"Apa apa?" tanya Dira tak sabaran.

"Yang pertama, panggil namaku." jawabku santai. Ku dengar dia tersedak seperti ingin tertawa. Wajahnya konyol, menyebalkan.

"Hah itu saja? Aku sudah memanggilmu saat tidur kemarin."

Demi apapun, aku akui dia sangat sangat menyebalkan.

"Ulangi, aku tidak dengar !"

"Ehm ehm, baiklah Pak Redho.." ucapnya seperti sedang main-main. Aku melihat nya garang, dan dia tersentak melihat responku.

"Apalagi, Pak. Alredho. Sanjaya?" Dia sengaja menekankan suaranya saat menyebut namaku.

"Hilangkan kata pak." ucapku tak peduli. Dia mengernyitkan dahi sejenak lalu ku lihat ia mendadak gugup.

"Ah itu.." ucapnya tertahan. "Aku tidak bisa.." dia menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak gatal.

"Kenapa?" tanyaku tidak mengerti.

"Soalnya......"

"Apa sih???"tanyaku lagi aku tidak sabar.

"Nama mu seperti nama sopirku di rumah." ejeknya dengan mata berkilat geli.

Oh! Gadis ini benar-benar membuatku jengkel.

Aku mencubit pipi sebelah kirinya kuat dan ia meringis kesakitan seperti orang bodoh. Heh rasakan kau gadis bodoh tidak peka !

"Sa.. Sakit!! Cepat katakan apa yang kedua dan ketiga." gerutu nya tak sabar dan melepaskan tanganku kasar.

"Baiklah, kau cuma boleh bilang 'Ya' dan aku tidak mau mendengar penolakan apapun."

"Ya."

"Bukan sekarang, bodoh."

"Ya."

"Bisakah kau berhenti sekarang?!"

"Ya."

"Kau ini, diam!? Bikin kesal saja!?"

"Ya."

Dengan wajah innoncent nya yang semakin menyebalkan itu, aku pun mengecup bibirnya sekilas. Dia membulatkan matanya besar, wajahnya memerah dan bibirnya yang separuh terbuka, mematung di tempat seolah tombol penggeraknya di matikan.

Aku pun mendekat dan membisikkan sesuatu di telinganya.

"Syarat kedua dan ketiga akan aku kasitahu saat kau pulang dari Jepang, dan aku hanya ingin jawaban 'Ya'. Kau boleh cuti sekarang."

Aku pun berjalan keluar dari ruangan ku, karena tidak tahan melihat tampang bodoh gadis itu yang seakan masih terbius dengan ucapanku tadi.

Baiklah mungkin satu minggu kedepan, aku tidak bisa melihat wajah menyebalkannya dan mendengar suara cempreng gadis itu seperti biasa, tetapi terdapat rasa kepuasan di relung hatiku bahwa saat gadis itu kembali, gadis itu akan menjadi milikku seorang.


Tbc

Perfect Moments [HIATUS]Where stories live. Discover now