The Agnis

7.2K 393 17
                                    

Sky’s POV

Waktu cepat berlalu. Tahu – tahu sudah Senin kembali.

Seminggu telah berlalu dari pertama kali Wolfie muncul kembali. Dan selama seminggu ini hampir setiap sore dia datang untuk sekedar melihatku ataupun mendengarkan curhatanku tentang berbagai hal. Dari tugas yang sudah mulai menumpuk bagaikan gunung sampai perasaanku pada Eric. Yah, menurutku lebih aman mengatakan pada Wolfie dari pada Evie yang selalu meledekku.

Berbicara tentang Eric, aku bertanya – tanya apakah setiap malam selama seminggu ini dia tidur terus denganku. He, aku bukan mau ge-er, tapi pada kenyataannya, aku hanya bisa tidur nyeyak hampir tanpa mimpi saat Eric berada dekat denganku. Well, entah benar atau tidak ( hanya Eric dan tuhan yang tahu ) aku berterima kasih karena aku sudah tidak dihantui mimpi itu lagi.

Oke, mari kita lupakan mimpiku. Aku sudah bosan membicarakannya.

“ Amber!”

Ups! Sepertinya waktu kita sudah habis. Pangeranku yang paling ganteng sudah memanggilku. Hihi.

I’m Comin’!” balas-teriakku.

Sekali lagi aku memastikan barang – barangku sudah masuk semua dan make-upku tetap rapi. Hari ini aku memakai faded jeans dan jumper berwarna abu – abu gelap. Pagi ini cukup dingin kalau hanya memakai kaos seperti biasanya.

Setengah berlari aku menuruni anak tangga menuju dapur yang berada di ujung belakang rumah. Ish, kenapa dapurnya ga dibagian tengah aja dekat tangga? Kan jadi jauh!

Anehnya, walaupun mengeluh seperti itu senyumku tetap terkembang dengan setiap anak tangga yang aku turuni. Aku tidak tahu, tapi aku punya perasaan sesuatu akan terjadi dan tentunya menyenangkan. Mudah – mudahan itu sesuatu yang berhubungan dengan Eric.

Dobroye utro*!” Sapaku riang saat memasuki dapur.

Kalau kalian bertanya tadi aku pakai bahasa apa, itu adalah bahasa Rusia. Aku punya darah Rusia dari ayahku, lebih tepatnya nenekku. Dari sisi kakekku aku juga punya darah Yunani yang sudah tercampur aduk karena sudah terlalu jauh jaraknya. Sementara ibuku punya darah latin dan darah asli orang sini. Jadi, bisa dibilang aku benar – benar kaya es campur.

Kali̱méra, agapi̱̱ mou.**” Balas Eric sambil tersenyum kecil yang menampakkan lesung pipinya.

Setiap kali dia mengucapkan itu, ada perasaan bahagia aneh di relung hatiku. Selama seminggu ini, dia selalu menyapaku seperti itu. Sejujurnya aku tidak tahu dia menggunakan bahasa apa karena bahasanya aneh dan dialek yang dipakainya juga sedikit susah dimengerti. Kalau kutebak sepertinya itu bahasa Yunani.

Yah, aku memang punya darah Yunani. Sayangnya darahku tidak terlalu kental dan kakekku sudah lama meninggal sebelum aku lahir. Jadi, tidak ada yang pernah mengajariku bahasa Yunani. Sementara, bahasa Rusia sudah menjadi bahasa keduaku setelah bahasa asli sini. Karena nenekku masih tinggal denganku sampai umurku 5 tahun.

Aku mengambil sepotong sandwich yang sudah tersaji di atas meja dan memakannya langsung sambil duduk di kursi tinggi depan Eric. Eric memberikanku senyuman kecilnya sebelum menyeruput kopinya.

Tak lama setelah aku selesai menghabiskan sandwichku Eric melihat jam tangannya.

“ Sudah siap?”

Aku mengiyakan dengan sebuah anggukan. Aku mengambil semua piring dan cangkir kosong, lalu menaruhnya di bak cuci piring. Seperti biasa, Eric selalu keluar dapur duluan untuk mengambil mobilnya dan kami bertemu di pintu depan.

My Silver Winged DemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang