"Human cannot escape death... It's the fact." Seberapa pun kamu mengindarinya, mereka [death] tetap akan mengejarmu seperti maling yang mencuri nyawamu diam-diam. Setiap malam kata itu [death] selalu mengiang dikepalaku dengan tinta merah. Itu membuatku selalu bermimpi buruk. Pada akhirnya kedua orang tuaku memanggil psikiatris, berharap satu-satunya anak perempuan mereka sembuh. Tapi sampai umurku dewasa pun, masih belum dapat disembuhkan. Berita kematian tunanganku sama sekali tidak kuketahui karena waktu itu aku dalam keadaan koma. Bahkan orang tuaku bersikeras untuk menyembunyikannya. Hingga suatu malam, mereka memanggilku ke ruang tengah. Seluruh keluarga berkumpul, tak terkecuali kakak laki-laki dan kedua adik laki-lakiku yang sering keluar rumah pun ada. Dengan gugup mereka mengatakan, bahwa pertunanganku dibatalkan. Mereka mengira aku akan shock, tapi aku hanya diam saja. Pada akhirnya diputuskan bahwa untuk sementara waktu, aku tidak memiliki tunangan. Tidak sampai 'dia' masuk ke dalam kehidupanku secara paksa.