How to Move on ─ Taeyong

De ikangdoyi

22.3K 3.9K 3.9K

"Sadar, lo cuma sekedar kakak ipar, bukan pacar." How to Move on ft. Taeyong and Doyoung x OC. Mais

[HTMO] 01 - cast?
[HTMO] 02 - prolog
[HTMO] 03 - Stuck With You
[HTMO] 04 - Ineffable
[HTMO] 05 - My Failed Future
[HTMO] 06 - Hopeless
[HTMO] 07 - Move on and Turn on
[HTMO] 08 - Another story
[HTMO] 09 - Annoying
[HTMO] 10 - Nagging Boy!
[HTMO] 11 - Truly
[HTMO] 12 - un-awkward
[HTMO] 13 - Unpredictable
[HTMO] 14 - Among Us
[HTMO] 15 - position
[HTMO] 16 - Rival.
[HTMO] 17 - Take off to get.
[HTMO] 18 - The Truth is Coming Out.
[HTMO] 19 - Another Things Happen
[HTMO] 20 - Hide to behave
[HTMO] 21 - To Heaven
[HTMO] 22 - Unconscious Feeling
[HTMO] 23 - Best thing I need
[HTMO] 24 - Paper scars.
[HTMO] 26 - Sunkissed
[HTMO] 27 - The day after
[HTMO] 28 - Heart Sync
[HTMO] 29 - Date
[HTMO] 30 - Home
[HTMO] 31 - Jealous
[HTMO] 32 - Aira Notes
[HTMO] 33 - Feeding My Ego

[HTMO] 25 - Quit

405 96 41
De ikangdoyi

"Before you quit, remember why you started."


Sepasang cokelat panas sudah tersedia di ruang tamu, yang satu penuh dengan air panas, cokelat satu lagi terisi air yang lebih sedikit dan teksturnya terlihat mengental dari cangkir yang ada tepat disebelahnya. Uap hangat menguarkan harum cokelat yang manis dan membuat siapapun yang menyesapinya menjadi candu atas aroma manis itu.

Dinan mengangkat satu cangkir yang ada di depannya bersama dengan tatakan cangkir mungil itu. Miliknya memiliki air panas lebih banyak dari gelas yang sebelahnya.

Sisa remasan tisu berserakan di antara mereka.

Tercetak bekasan wajah Biya yang usai menangis di pundak Dinan. Tapi kini mereka sudah sama sama lebih tenang, terutama Biya.

"Aku malu."

Rintih Biya, dia meremas lagi kuat kuat tisu yang ada di genggamannya. Membuang tatapan itu jauh jauh, sesungguhnya dia benar benar tak tahu .. di mana letak persis wajahnya berada.

Tak ada celah, tapi tak rapat juga. Begitulah posisi duduk Biya dan Dinan. Rekatan itu perlahan melepas saat Biya jadi lebih tenang beberapa saat. Mungkin dia tahu, Dinan tak punya baju ganti .. karena kini baju lelaki itu basah dan lusuh olehnya.

Dinan melirik kilas rambut rambut tipis yang berjatuhan dan membelainya perlahan, dia ingin melihat wajah itu tanpa guliran air mata yang terjatuh sedari tadi.

"Apakah mencintai itu sebuah kejahatan?"

Biya mengangkat kepalanya setengah. Dinan menjadi atensinya sekarang setelah Dinan menguraikan sebuah bentuk kalimat yang cukup menggentarkan untuknya.

"Kamu nggak perlu minta maaf, kalau kamu bisa mencintai seseorang,"

"orang itu memberikan kamu satu titik nyaman di hatinya."

Tatapan gusar melingkupinya, pada kenyataanya Biya tidak setuju atas semua pengutaraan lelaki itu. Karena terdapat semua fakta yang tidak bisa dia terima, oleh nalar maupun takdir semesta.

"Buat apa dia kasih sebuah rasa nyaman, sedangkan kenyamanan seutuhnya dia ada di diri orang lain?
Kamu tahu .. aku suka sama suami kakakku sendiri,"

"Kamu bahkan tahu sendiri, kamu hanya nggak bisa kontrol." Intonasi Dinan cukup tenang dan mencoba menetralkan Biya yang tergesa mengucapkan kalimatnya.

"Kontrol? kamu bisa kontrol kalo kamu lagi mencintai seseorang? Apakah seorang suami istri bisa mengurangi atau melebihi kadar rasa suka mereka? Enggak!"

"Gimana kamu tau kamu bisa jadi bagian dari dirinya?" Tanya Dinan cukup menantang. Biya mengalah.

Karena pada dasarnya, dia cukup mengerti, dia masuk ke dalam satu hubungan yang sudah terdiri dari sepasang insan yang sudah saling terhubung atas nama pernikahan.

Biya menggeleng. Mencoba membersihkan semua keraguannya, serta kenyataan yang tersisa.

"Kalau kamu ngerasa itu adalah satu hal yang salah, kamu jangan mau cari alasannya, kenapa."

"Karena di dunia ini ada banyak hal yang nggak harus kita tau jawabannya."

"Beberapa jawaban itu bisa menyakitkan dan membunuh raga kita secara perlahan, mengungkit kedalamannya nggak cukup satu kali, dua kali atau berkali kali."

"Yang bikin kamu cinta sama dia, karena kamu selalu mencari alasan, kenapa kamu bisa mencintainya sesulit apapun kamu berjuang."

Biya mengenggam tangan satunya yang lain. Mencoba menguatkan dirinya, sekuat apapun dia mencoba. Pada kenyataanya, bukan cengkraman tangannya yang menggetar. Namun hatinya yang tak imbang mendengarkan apa yang Dinan katakan sebelum maupun setelahnya.

"Semakin kamu menggali lebih dalam, kamu akan semakin sulit keluar dari kedalaman itu. Karena menggalinya aja kamu butuh melewati banyak air mata yang kamu buang, banyak perasaan yang mungkin bisa kamu kasih buat orang yang lebih pantas buat kamu."

"Kamu bukan butuh dia yang bisa memantaskan kamu,"

"Tapi kamu butuh sosok laki - laki, yang pantas buat kamu Bi,"

Biya tergagu. Dia diam. Dinan menerjangnya penuh atas semua perkataanya. Dia tertampar akan kenyataan dan semua rasa lelah atas segala perjuangannya untuk melupakan Mas Taranya itu. Sedikit harapan dari Biya untuk dirinya, agar bisa kembali menjadi dirinya yang utuh, berdiri tanpa bayang bayang yang mampu memberikan kebahagiaan semua untuknya.

"Aku semu, atas semua kebahagiaanku."

***

nabiya_


Jika dua orang ditakdirkan bersama, Maka dari sudut bumi manapun mereka berasal, mereka pasti bertemu. -someone.



*

**




"Bi, main ke pantai yuk?"

Voice note yang Dinan kirimkan sampai kepada penerima. Biya mendengarkan voice yang durasinya beberapa detik itu dengan seksama. Seakan menemukan suatu kebiasaanya. Ya, kebiasaanya bersama Dinan

"Mau berenang?"

Tak mau kalah, ia juga membalas voice note Dinan.

"Jalan - jalan aja, sambil mengakrabkan diri."

"Maksudnya?"

Terakhir, Dinan tidak membalas melainkan langsung pergi ke rumah Biya dengan menggunakan pakaian santai yang terdiri dari celana jeans, dan kemeja neck V yang selalu menjadi kebangaannya itu. Jika terkena angin, kemejanya akan terbang dan menampilkan bidang dadanya yang cukup terbentuk akibat gym yang dia ikuti bersama Jemmi.

Biya menarik kerah kemeja Dinan sigap saat angin membentang ke seluruh permukaan tubuhnya.

"Lo di kerok mau? Besok gak bisa masuk kerja, kerjaan lo nanti gue yang tanggung Dinan!" Decak Biya. Biya mengancingkan kemeja Dinan sampai ke atas. Namun Dinan menepisnya dan membalutnya dengan rekatan tubuh yang semakin menempel diantara mereka.

"Gue seneng lihat Biya yang kayak gini."

Wajah datar Biya masih belum membentuk sepenuhnya, namun senyum bahagianya mulai terpancar, walau masih sangat sedikit.

"Gue seneng lihat Biya yang doyan ngomel kayak dulu, nggak yang kayak kemarin kerjaanya nangis mulu. Lo nggak tau gue beli baju di mana kan? Laundrynya juga mahal!" Balas Dinan yang ikut mendecak sebal.

"Lo beli baju bisa, ngelaundrynya gak mampu, dasar MISKIN!" Teriak Biya di telinga Dinan. Mereka semakin menjauh dari kerumunan. Dinan beserta Biya mencari tempat yang cukup tenang untuk mereka berdua. Menikmati hangatnya karang yang terpancar oleh sinar matahari, dan air yang mengulas kaki kaki kecil mereka berlarian maupun bersandar di hamparan pasir halus yang mengelilingi seluruh pijakan mereka.

"Miskin .. miskin.. bakal kaget aja lo kalo gue nikahin bakal gue kasih mahar apaan."

Biya menarik sudut bibirnya sedikit. "Emang mahar apa tuh?"

Dinan melipat kedua tangannya penuh. Menekuk kedua alisnya bersamaan. "Mau dulu nggak?"

Biya yang kebingungan menyentak kaki kecilnya ke sekitarnya sehingga cipratan air memenuhi mereka berdua.

"Mau apa sih?"

"... mau dinikahin?"

Tatap sendu satu sama lain menggaris bawahi bagaimana kedua insan itu saling mengakrabkan diri satu sama lain. Dinan tau, yang Biya butuhkan hanya waktu - waktu kebersamaam untuk mereka agar saling mengenal satu sama lain, Dinan tau, apa yang dia inginkan, dan apa yang wanitanya butuhkan.

Mengarungi cakrawala yang begitu hangat, bersembunyi, dan menorehkan lapisan warna warni di antaranya. Dinan menangkup seluruh permukaan wajah yang disaksikannya bersamaan dengan tengelamnya sang penghantar kehangatan yang menemani sepanjang hari.

Keintiman itu makin terasa mendekat, kala Dinan dengan seluruh kewarasannya mencoba menjangkau kedua pergelangan tangan Biya. Menariknya pelan. Menjamahnya penuh kelembutan. Jari jemarinya menyapu dengan halus seakan kain sutra menggulung sapuan dari permukaan telapak tangannya yang menerpa.

Saat Biya membuka pejaman matanya, cengkraman kuat memegangi pundaknya. Seakan terkaan itu menghinggapi indra perasanya. Decap bibir yang kaku, perasaan yang menggenapkan seluruh kebimbangan hati.

Suara lelaki yang mengalun lamban berbisik.

"I've done opened mine, her belong to"



















Guys, Dinannya masih malu malu pengen tuh haha.



Ketemu lagi secepatnya ya♡
Selamat malam!

Continue lendo

Você também vai gostar

492K 5.2K 87
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
51.1K 6.6K 42
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
1M 86.1K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
45.2K 397 5
well, y'know? gue fetish sama pipis dan gue lesbian, eh gue sekarang sepertinya bi, kontol dan memek ternyata NYUMS NYUMS Apa ya rasanya Mommy? juju...