Alvey Diansa [Terbit]

By ayuusaa

198K 23.5K 8.3K

[ Brothership, Friendship, Sicklit ] Sejujurnya, Alvey tidak pernah berkeinginan untuk mencampuri masalah ora... More

2 - 'Alvey mana?'
3 - 'Budi'
4 - 'Telat'
5 - 'Pacar'
6 - 'Drop'
7 - 'Wakil'
8 - 'Teman'
9 - 'Ancaman'
10 - 'Beralih?'
11 - 'Sakit'
12 - 'Overthinking'
13 - 'Menjauh'
14 - 'Club'
15 - 'Belum selesai'
16 - 'Tulus'
17 - 'Tuduhan'
18 - 'Perseteruan'
19 - 'Tumbang'
20 - 'Maaf'
21 - 'Menjenguk'
22 - 'Berbaikan'
23 - 'Mahesa-Nata'
24 - 'Takut'
25 - 'Bad Feeling'
26 - 'Akhir cerita?'
Alvey Diansa
Vote Cover [Closed]
Cara memesan Alvey Diansa versi cetak

1 - 'Zoom'

19.8K 1.3K 172
By ayuusaa

***


"Alvey, coba tunjukkin muka kamu, ini hari terakhir nge-zoom loh, sampe sekarang Bapak belum tau muka kamu kayak gimana," ungkap seorang guru dengan jenggotnya yang mulai menebal.

"Vey, itu Bapak nanya, jawab."

"Lo gak dengerin ya? Wah parah, Alvey kasih alpa aja, Pak. Percuma ikutan zoom tapi orangnya gak ada."

"Jangan dengerin Ahmad, Pak. Kali aja Alveynya lagi ke wc. Lagian entar pas masuk sekolah juga bakal tau muka Alvey kayak gimana."

"Budi, belain Alvey mulu."

"Bukan belain, ucok! Biasanya kan Alvey yang bisa. Anaknya ngilang nih."

"Alvey woy, kali-kali tunjukkin muka lo, dong. Penasaran gue, kameranya di non-aktifin mulu tiap zoom."

"Teresa, udah gue bilang Alvey itu selain pinter, dia juga baik plesples ganteng. Senin kan masuk sekolah, waktu itu tiba lo puas-puasin noh liatin mukanya."

"Sudah-sudah. Alveynya mungkin memang lagi ke wc, kita lanjut saja ya ...."

Tara memasuki rumah setelah pulang dari kampusnya. Ia membuka masker dan menyimpan tas di sofa ruang keluarga. Atensinya teralihkan saat mendengar percakapan orang-orang yang menyebut nama adiknya.

Rupanya, sumber suara itu berasal dari ponsel sang adik yang menyala, tengah mengadakan zoom dengan seorang guru dan teman sekelasnya.

Sedangkan adiknya sendiri--Alvey--sibuk menggandrungi mimpi, tertidur dengan posisi duduknya dengan kepala yang bertumpu pada kedua lengan di atas meja.

Tara inisiatif mengambil ponselnya lantas mengaktifkan kamera, membuat heboh orang yang ada di layar sana.

"Eh, Alvey ngaktifin kameranya, hai Alvey."

"Ih kok keren? Mana ganteng lagi."

"Udah mau enam bulan kita nge-zoom baru nampilin muka lo. Sok jual mahal."

"Wah Nak Alvey, ternyata gini muka kamu? Bapak juga baru liat."

"Maaf buat Bapak dan teman-teman sekalian, itu bukan Alvey, itu Bang Tara, Abang pertama Alvey. Monmaap Bang, Alveynya ke mana, ya? Jangan-jangan Abang yang sedaritadi hadir."

Tara terkekeh pelan mendengarnya. "Nggak kok, Bud. Sebelumnya maaf ya, Pak. Saya Kakaknya Alvey. Adek saya ketiduran nih, kecapekan kayaknya. Tapi bukannya capek ikutin pelajaran Bapak, ya, jangan salah paham. Adek saya sedari malem sakit soalnya. Jadi, jangan dialpain ya," pinta Tara.

"Oh gitu, pantes dipanggil gak nyaut-nyaut. Yaudah, gak apa-apa, Alvey saya kasih keterangan hadir kok. Nanti yang lain kasih tau Alvey ya, persiapan mpls buat senin apa aja."

"Kak, kak! Liatin muka Alvey yang lagi tidur dong, hihi, Kakak aja ganteng gimana Alvey?"

"Putri inget Tono, inget Tono ya. Kasian nanti dia mojok cembokur."

Tara lagi-lagi tersenyum. Teman-teman adiknya ini memang lucu. "Gak usah, Dek. Alvey kalo lagi sakit mukanya jelek. Jadi lain kali aja ya. Makasih banyak Pak, kalo gitu saya tutup, assalamualaikum."

Setelah itu, Tara keluar dari aplikasi zoom tersebut dan berjongkok di pinggir Alvey. "Al, bangun. Jangan tidur di sini, pindah ke kamar," titahnya sembari menyimpan ponsel itu ke tempat asalnya.

Beberapa detik kemudian, Alvey terbangun lantas menguap. Ia mulai menggeliat, melihat sekilas pada Tara yang menyalakan TV kemudian menghidupkan ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. "Kayak ada yang kelupaan tapi apa ya?" gumamnya. Setelah mengumpulkan nyawanya seperkian detik, ia pun tersadar.

"Loh, gue ketiduran apa gimana barusan?! Perasaan tadi udah gabung zoom sama Pak Yanto. Kok bisa sampe ke close gini sih?" ribut Alvey panik mengecek ponselnya yang sudah menunjukkan layar beranda.

"Udah kelar barusan. Gue udah sampein ke guru lo kalo lo sakit, makannya diizinin keluar duluan. Udah bobo lagi sana."

"Elo liatin muka?"

"Liatin dong, muka ganteng gini mubazir kalo gak dipamerin." Alvey merotasikan mata mendengarnya, sedangkan Tara lanjut bicara. "Tadi pada nanyain keberadaan elo noh, yang udah kayak hilang ditelan bumi. Tapi kalem aja, udah gue jawab kok kalo lo ketiduran, lagi sakit. Udah itu clear, langsung get out dari sana."

Alvey melirik Tara lantas berujar, "Lo ngapain pake boong segala? Siapa yang sakit? Gue gak kenapa-napa, embe! Argh, malu-maluin lo."

"Malu kenapa?" tanya Tara dengan nada yang berbeda dari sebelumnya, sedikit kesal.

"Ya malu. Malu sama temen-temen gue, kalo gue dibilang lebay gimana?" Alvey kemudian menutup mukanya dengan bantal sofa.

"Nah ini nih, ini. Dosa lu nambah barusan gara-gara suudzon ama orang. Temen-temen lo gak komen apa-apa tuh, b aja," timpal Tara.

"Sok-sokan bilang temen. Temen lo aja cuman si Budi," sahut seseorang yang tengah menuruni tangga dan menghampiri kedua cowok itu.

"Jing, kalo ngomong suka bener. Tos dulu kuy," kata Tara seraya bertos ria dengan Jingga, adik pertamanya, kakak kedua Alvey, anak tengah keluarga Ramadesca.

"Lebay gimana sih? Lagian Bang Tara bener kok. Tadi malem siapa yang bikin orang panik gegara lo bengek, hah? Si Otan?"

Alvey langsung menimpuk Jingga dengan bantal. "Sindiran lo gak enak di denger, Bang! Dah lah, gue lanjut tidur aja."

"Eh, jangan ngambek dong." Jingga menahan kepergian Alvey. "Bobonya entaran aja, anter gue beli boba dulu, skuy," pinta Jingga.

"Siang-siang gini panas, Jing. Udah tau Adek lo lagi sakit," tukas Tara.

"Tadi katanya gak kenapa-napa. Jadi yang bener yang mana?" tanya Jingga. "Kemaren kan gue temenin lo nge-mi ayam. Sekarang gantian dong, ayo!" Alvey berdecak sebal pasrah saat Jingga menyeretnya keluar rumah.

"Jing, gue nitip satu ya," teriak Tara dari dalam rumah.

"Yoi, Bang," balas Jingga.

Alvey dengan malas menerima helm yang diberikan oleh Jingga dan segera memakainya. Alvey duduk di belakang dan memegang bahu Jingga, berpegangan agar tak jatuh. Setelahnya, motor matic tersebut mulai melaju membelah jalanan. "Mau beli yang di mana?"

"Yang deket sekolah lo, pengen nyobain, baru dibuka, 'kan?"

"Iya. Btw, lo bawa duit lebih enggak, Bang?"

"Kenapa? Pengen juga?"

"Enggak. Gue enggak terlalu demen sama boba."

"Ohiya lupa. Elo, 'kan, demennya yang murah kayak teh risri, atau gak jusjus."

"Teh risri seger ya, jangan salah."

"Iyaiya, terserah!"

• • •

Main Cast + Visualisasi :
(Skip jika kamu punya bayangan sendiri)













***

***

ALVEY DIANSA

Written by ©ayuusaa
Copyright 2021


Continue Reading

You'll Also Like

19.2K 2.6K 27
Seharusnya Juan menyerah pada semesta tapi sisi lain pada dirinya menolak dia juga berhak untuk dilihat untuk diakui. Juan Devano Harchie adik kandun...
56.1K 5.5K 24
Nero adalah anak baik. Nero rela melakukan apa saja hanya agar Ayah bangga padanya. Nero rela bersujud hanya agar Ibu mengakui kehadirannya. Bahkan j...
Pathetic ✓ By sa

Teen Fiction

155K 4.5K 7
Banyak orang yang mengatakan hidup Ibran menyedihkan, tetapi selama ini Ibran tahu kalau ia hidup bukan dari perkataan orang lain.
41.2K 4.5K 35
Luca tak meminta banyak hal, ia hanya ingin hidup dengan tenang. Namun sayangnya, ia harus dihadapi dengan berbagai masalah yang tidak membiarkannya...