|| 𝗧𝗢𝗚 || The Lost Disgrace

By ElisaVertgi_

10.6K 2K 657

Anak laki-laki yang terlahir dari dua darah terkuat, memiliki garis keturunan langsung dari Khun Edahn dengan... More

⁂Distrik Merah
⁂Namanya, Eliano
⁂Aneh?
⁂Linglung
⁂Ran, si jenius kecil
⁂Siapa?
⁂Terimakasih
⁂Tempat para regular
⁂Sengit
⁂Reuni
⁂Distorsi Ruang?!
⁂Rahasia yang tak lagi terjaga

⁂ Awal spekulasi

668 147 81
By ElisaVertgi_

• • •
• • •

Sudah empat bulan semenjak kejadian di taman, Eliano kini berjalan menuju lapangan. Manik ungu itu melirik ke sekeliling yang ramai akan orang yang berlalu-lalang.

"Eliano!"

Seseorang memanggil, sontak ia menoleh ke sumber suara itu. Senyum cerah terlukis sesaat di wajah tampannya, "Aguero!" Panggil Eliano sambil berjalan mendekatinya.

Aguero merangkul pundak anak laki-laki itu lalu mengajaknya ke tempat yang lain.
Di perjalanan, mereka menelusuri tempat yang ramai akan anak-anak perempuan keluarga Khun. Eliano menoleh ke kanan kiri, terlihat beberapa sedang melakukan tes dan menonton pertandingan.

"Sekarang penilaian untuk pemilihan Putri Zahard. Kau baru sekali melihat ini bukan?" Ujar Aguero yang terlihat melirik sekitar. Eliano lalu mengangguk, "Benar. Jadi begini, ya..pemilihan para Putri." Ucap si manik ungu yang terlihat sedikit takjub.

Mata biru lautnya yang tadi diarahkan ke sekeliling kini berhenti, Aguero mengangkat tangan untuk melambai pada seorang perempuan.

"MARIA!"

Aguero berlari menjemput Maria yang tengah mendekatinya juga. Mereka terlihat berbincang dengan baik, dan juga terlihat dekat. Aguero bahkan terlihat santai tak seperti biasanya. Eliano yang melihat dari jauh lalu menopang dagu, tiba-tiba kedua alisnya terangkat begitu sesuatu memecahkan lamunan nya.

"Lihat mereka,"

"Aguero itu.."

"Bisa-bisanya menyukai Maria."

Suara suara berputar di belakangnya. Tak berbalik pun Ia tahu benar seperti apa tatapan mereka pada anak laki-laki dari keluarga Agnes itu.

"Menjijikkan!"

Eliano sontak berbalik mencari sumber suara yang terdengar lebih dekat. Dahinya berkerut begitu melihat siapa orangnya. Itu mereka, anak-anak yang mendorongnya dari lantai 4 beberapa bulan silam. 

Mereka berempat pun ikut melirik Eliano yang baru saja berbalik, satu anak lantas mengangkat alisnya, "Lihat apa kau?" Tanyanya sambil mengatupkan gigi geram.

"Kau..si manja, Elian-

Temannya menyikut pelan, manik ungu itu lantas menoleh ke arahnya. Mereka tiba-tiba maju sambil merangkul Eliano pergi dari keramaian itu.

Eliano mencuri pandang ke belakang, lalu melirik tajam si jeonsulsa yang membawanya pergi.

"Kemana kau membawaku?"

Anak bernama Ryeka itu tertawa pelan dan berhenti untuk memasukkan kedua tangannya di lengan baju yang besar, "Kau berteman dengan Aguero, ya? Jauhi dia. Anak itu tak waras." Ucap laki-laki itu terang-terangan. Ryeka membuka kedua matanya kemudian mengulurkan tangan.

"Oh, benar. Namaku Ryeka." 

Eliano lantas menatap sinis membuat Ryeka langsung mendengus, "Kau bilang mau punya teman, tapi tak menjawab ucapanku?" Jeonsulsa itu tersenyum sembari kembali menutup matanya, "Sudahlah, Ryeka. Kau juga sudah tau namanya bukan?" Anak berkulit pucat berjalan mendekat untuk menepuk pundak Ryeka, menoleh pada Eliano dengan mata sayunya.

"Aku Xera, yang ini Laren, dan di sebelahnya itu Popo. Kami tak ada maksud apa-apa dan hanya ingin berteman denganmu." 

Eliano melirik satu persatu dari mereka dalam diam, tak lama kemudian tersenyum sembari mengangkat tangannya hendak menjabat tangan Xera di depan.

*Wushh*

Seseorang tiba-tiba menghantam keras permukaan, sontak mereka mundur karena kerusakannya. Petir menyambar keluar dari asap yang menggumpal. Ran kini berdiri di tengah-tengah sana, ia menoleh pelan, menatap Eliano yang masih terkejut akan serangannya yang tiba-tiba.

"Jangan berteman dengan mereka."

Ran berbalik, menunjuk 4 orang anak yang tadinya mengenalkan diri. Ryeka tertawa sumringah sedangkan yang lainnya berjaga-jaga. Eliano memiringkan kepala dan melirik Ran yang tengah menatap tajam pada mereka.

"Kenapa?"

Ran menghela nafas, ia meregangkan otot lehernya, lalu berjalan mendekati Eliano untuk memegang pundaknya.

"Pertama..Mereka lemah. Kedua, mereka sombong."

"....."

"Ketiga, mereka itu jahat." Ujarnya sebelum berjalan pergi. Eliano tersenyum canggung kemudian mengulurkan tangan.

"Namaku Eliano, salam kenal." Ujar anak laki-laki itu yang sontak membuat Ran terhenti dan berbalik badan.

"Apa? Kau..Bodoh, ya?"

Eliano tertawa pelan mendengarnya. Ia melirik dari ujung mata kemudian mengidikkan bahu.

"Sepertinya benar,"

Ran menatap jijik ketika melihat Eliano tertawa. Anak laki-laki itu kembali berbalik dan melanjutkan jalannya.

Si pemilik manik ungu bernafas lega, ia tersenyum tipis lalu berbalik menghadap 4 orang anak yang terlihat menatap kesal pada Ran, "Benar juga.." Ujar Eliano membuat mereka menoleh kearahnya.

"Apa maksud kalian tentang Aguero tadi?"

Mereka saling menoleh kebingungan, Popo lalu berjalan menghampiri Eliano, memutar badan kecilnya untuk menghadap Aguero dari jauh.

"Kau lihat? Lihat Itu. Bukankah menjijikkan melihat saudara yang menyukai saudarinya sendiri? Ah maksudku..Kau tak tau? Aguero itu bahkan membantu Maria untuk mengalahkan kakaknya."

Eliano menatap Aguero dan Maria melalui kedua manik ungu miliknya. Memang benar kalau Aguero pernah mengatakan akan membantu Maria. Tapi jika menyangkut kakaknya, saudari kandung Aguero..

Aguero terlihat menoleh lalu melambai kecil pada Eliano.

"Eliano! Kemari!" Panggilnya dari jauh.

Eliano lalu mengangguk, ia berjalan dari tempatnya, namun tiba-tiba Popo memegang pundaknya membuat ia terhenti dan menoleh ke arahnya, "Eliano, ingat perkataan kami. Jangan terlalu dekat dengannya." Bisik Popo padanya.

Eliano menarik tangannya dengan agak kasar, diam dan tak menanggapi mereka seraya berjalan menuju tempat Aguero berada kini.

"Hei, mereka bilang apa tadi?" Tanya Aguero melirik Popo dan yang lain. Eliano pun  mengidikkan bahu. "Entahlah." Jawabnya.

Aguero mengangguk mengerti, ia lalu menepuk pundak Eliano untuk menghadap ke arah Maria.

"Dia Eliano, anak yang tinggal di istana utama." Ujar Aguero, terkekeh pelan. Maria lalu melirik Eliano dan mereka saling menatap untuk waktu yang cukup lama.

"Ah, dia yang kau katakan orang penting itu?" Tanya Maria sambil menoleh pada Aguero. Laki-laki itu mengangguk dan terkekeh.

"Rencana ku tak pernah disiapkan setengah-setengah."

Aguero lalu melanjutkan pembicaraannya dengan Maria. Eliano tertegun sesaat. Dahinya berkerut karena memikirkan ucapan Aguero tadi, ia pun kemudian membatin dalam hati.

'Aku..Bagian dari rencana nya?'

Disaat Eliano mulai berpikir cepat, Maria kini menoleh ke arahnya, "Eliano, adikku.." Panggil gadis itu.

"Apa kau bisa mengenalkan aku pada Ayah?" Ujar nya sambil tersenyum. Kedua alis Eliano terangkat, mulut nya setengah terbuka. Termangu seperti baru saja menyadari sesuatu. 

"Bisa-

"Ahahaha! jangan terburu-buru, Maria." Timpal Aguero, ia lalu menoleh pada Eliano yang lebih pendek darinya, "Kau mau kemana El? Mau keliling? Biar aku antarkan." Usulnya sambil tersenyum. Pemilik manik ungu itu tak menjawab, ia hanya ikut mengekori Aguero di depan. Aguero yang sadar akan tingkah aneh anak yang lebih muda darinya itu lalu mengernyit heran.

"Ada apa? Akhir-akhir ini kau jadi pendiam." 

Eliano menggeleng, "Tidak ada, aku hanya..Mencoba berpikir positif." Ucapnya.

Di tengah kecanggungan itu terlihat seorang berlari menerobos kerumunan,  ia melangkahkan kaki dengan sangat cepat dan tak peduli pada orang orang yang tersenggol olehnya.

Aguero, Maria dan Eliano menoleh serentak, 

"Ah! Siapa itu?!"

--------


Eliano berlari melewati kerumunan itu. Ia mengangkat kepalanya, menatap ke depan pada seorang yang menariknya pergi.

"NANA!"

Gadis itu yang tiba-tiba berlari dan menarik tangannya pergi. Eliano sendiri terlihat susah karena mengatur nafasnya yang hampir habis. Sementara sang gadis malah tertawa kencang.

"Kau mau membawa ku kemana??"

Anak laki-laki itu berteriak, mencoba membuat gadis di depan mendengarnya.

"Tentu saja..Main!"

Mereka berlari memutari istana luas itu. Melewati orang-orang yang menatap heran pada mereka dan akhirnya sampai di sebuah deretan pohon besar di belakang istana.

Elena melepas tangan Eliano, berlari duluan sambil berputar dengan gaun indahnya. Sementara si manik ungu terlihat takjub akan tempat yang didatanginya. Anak laki-laki itu berjalan lambat, menegadah untuk melihat ranting-ranting tinggi berdaun lebat.

"Hei!"

Suara Elena berhasil memecahkan lamunannya. Ia lalu menoleh, menghadap pada anak perempuan di depannya.

"Kau itu bodoh-!!"

Matanya melebar karena mendengar perkataan gadis itu.

"Kenapa mau berteman dengan orang yang hampir saja membunuhmu? Segitunya kau mengemis untuk mendapat teman?" Lanjutnya. Mendengar itu, bukannya marah, Eliano malah tersenyum tipis.

"..Aku bahkan tak peduli. Aku hanya peduli pada perubahan yang dapat membawa semua orang bahagia."

Elena sempat tertegun namun sesaat kemudian mengernyit melihat pemuda di depannya, " Yang kau maksud perubahan itu..Apa?" 

Eliano terkekeh pelan sambil mengidikkan bahunya.

"Entahlah?"

*Duagh*

Satu pukulan melayang di wajah tampan laki-laki itu. Eliano yang tadinya tersungkur lalu bangkit untuk duduk. Menyeka pipinya yang memerah karena serangan itu.

"Kau lihat? Kau bodoh! Kenapa tak menghindar? Kenapa tak membalas? Apa kau terbiasa di bully?"

Eliano memejamkan matanya kemudian berdiri sambil menyeka tanah di bajunya.

"Pertama, karena kau saudara perempuan ku. Kedua, karena aku memang bodoh. Ketiga, karena aku mengerti maksudmu menyerangku. Dan terakhir, aku tak akan pernah membalas dendam pada saudara ku."

"Kau tau El? Pemikiranmu yang terlalu baik itu bisa saja membahayakanmu di masa mendatang. Sebenarnya kenapa kau bisa berpikir begitu?"

Poni terkibar karena angin sepoi, kedua mata itu lalu menyipit, Eliano yang sempat termangu kini mengukir senyuman di wajahnya. 

"Kau mau tau?"

-----------


Elena diam saja ketika mendengar ceritanya. Gadis yang bergelayutan di atas pohon itu lalu ber-oh ria.

*Krasakk*

Saat hendak berjalan di atas ranting pohon yang ia naiki, ia tak sengaja menginjak lumut hingga tiba-tiba jatuh ke dalam semak. Eliano yang melihat dari jauh pun terkejut, ia berlari menghampiri anak perempuan yang terjatuh itu.

"Nana!?"

Ia melihat ke balik semak-semak, Elena jatuh dan terduduk sembari menutup mulut dengan kedua tangan. Eliano mendekat lalu menangkup wajah Elena untuk menghadapnya.

"Kau-

Eliano melebarkan mata begitu mendapati darah yang keluar dari mulut dan hidung Elena yang tadi ia tutup dengan kedua tangan. Anak laki-laki itu sempat terdiam dan kemudian bertanya dengan ragu,

"Kau jatuh.. Wajah duluan??!"

*Krak*

Bunyi retakan terdengar jelas, manik ungu melihat ke sekeliling. Meraba saku celananya yang jadi sumber terdekat. Kristal bunga cantik dikeluarkan dari sana. Retakan kecil merambat dari tengah kristal itu. Anak itu panik, ia menoleh pada temannya. Beberapakali menoleh bergantian pada keduanya.

"Kristal ini.."

"Takkan menghilang."

Eliano beralih pada Elena, gadis itu kembali duduk bersimpuh di hadapannya. Elena menoleh, tangan yang menutupi mulutnya tadi diangkat. Darah yang mengalir itu lalu menguap seperti asap begitu saja.

"Aku baik-baik saja."

Laki-laki itu justru mengernyit saat memperlihatkan kristal itu padanya. Anak perempuan itu lantas terkekeh dan memegang kristal di tangan Eliano itu.

*Kssshhhkk*

Celah pada retakan itu perlahan kembali menyatu, membentuk kristal yang lebih indah dan bercahaya di banding sebelumnya.

"Lihat? Ini perihal mudah. Kristal itu kuat. Tak akan mudah pecah."

Eliano terdiam menatapi kristal indah itu. Cahaya terpantul dari sisi tepinya. Wajah pun tergambar di baliknya. Kagum, Eliano kini mengangkat kepalanya.

"Nana?"

Tiba-tiba ia terdiam karena di hadapannya kini tak lagi berdiri siapa-siapa. Ia menyimpan kristal itu ke saku, berjalan menelusuri hutan itu. Menoleh ke kanan kiri, mencari keberadaan temannya yang selalu suka mengerjainya.

"Nana! Kau meninggalkanku?!"

Perlahan kaki itu melangkah lebih cepat, menelusuri luasnya hutan dengan sepasang kaki mungil. Terus melirik ke kanan kiri mencari sosok temannya tadi.

"NANAA!!"

*Bwusshhh*

Tiba-tiba 2 batang kayu besar jatuh dari atas. Eliano mendelik kaget. Ia mengatupkan gigi, memperkuat kuda-kuda pada kaki. Namun saat ingin melompat pergi, tiba-tiba akar merambat ke kedua kaki. Membuatnya tercegat dan terdesak oleh 2 batang kayu besar yang jatuh,

*Bzzzttt*Krrrrkkkk

Es merambat dari belakang, membentuk sebuah perisai lalu membuat ujungnya jadi tajam di depan. Belum sempat Eliano menyerang, es itu berhasil membelah kedua batang kayu besar itu menjadi beberapa bagian. Eliano pun segera menoleh ke belakang.

"Nana!" Seru nya.

Elena keluar dari balik pohon besar dengan nafas yang tersengal-sengal. Ia bersandar dengan satu tangan yang menopang pada dahan. Kedua matanya yang terlihat lelah saat menatap ke Eliano, "Kenapa kau meninggalkan ku sendiri?" Ujar Eliano sedikit kesal. Ia mengeluarkan petir dari jarinya, memotong akar yang menahan kedua kakinya.

Eliano menuju tempat Elena sambil sedikit berlari kecil, "Kau yang mengerjaiku dengan serangan-serangan itu? Itu tidak lucu-!!" Ketus anak laki-laki itu. Namun Elena tak merespon, matanya hanya melirik ke sekitar seperti mencari sesuatu.

"Kau tau El? Tak semua menyukaimu seperti hal nya aku. Kedepannya bahkan lebih berat juga lebih sulit. Sedikit saja kau lengah maka kau akan kehilangan semuanya."

Anak laki laki itu hanya diam tak menanggapi ucapan Elena, tiba tiba lonceng berbunyi. Suaranya begitu kencang sampai-sampai Eliano dan Elena di dalam hutan tepian istana pun mendengarnya. 

"Itu tanda bahwa ujian selanjutnya akan dimulai. Biasanya diiringi dengan pertarungan anak laki-laki yang sudah berumur 10 tahun ke atas."

Eliano lalu mengedip beberapakali, "Pertarungan?" Tanya nya.

Elena mengangguk, ia lalu berjalan duluan meninggalkan si surai biru ikal. "Itu pertempuran bagi mereka yang ingin mendapat pengakuan ayah. Cepat jalan, kita kembali ke sana." 

Mereka kembali menuju istana itu. Beberapa orang terlihat bersiap dengan senjata masing masing. Bahkan 4 orang anak yang baru saja berkenalan dengan Eliano tadinya ikut, si pemilik manik ungu pun berhenti untuk menyaksikan pertarungan mereka.

*Duash*
*Wussh*
*Duar*

Lonceng di sisi lapangan kembali berbunyi, ronde pertama telah selesai.
Peserta selanjutnya lalu memasuki lapangan sesuai urutan yang diberikan.

Eliano mengalihkan pandangannya, dan kembali menelusuri jalan ramai tersebut.

"Aku bertaruh untuk Maria."

"Ha? Kau gila? Kakak nya Aguero lebih berbakat."

"Sstt! Diam. Kau belum tau ya?"

Manik ungunya menelusuri setiap sudut tempat, semua saling membicarakan berita yang masih hangat. Terkadang ia juga mendengar versi lain dari cerita itu. Seperti biasa, ada saja orang yang melebih-lebihkan nya.

"Baiklah! Tes akan dilanjutkan besok! Beristirahatlah dengan baik!"

Eliano melirik ke sumber suara, itu Asensio yang sedang memegang pengeras suara. Setelah ia mengumumkan hal itu, semua orang kembali berhamburan dari sana. 

Di tengah tengah arus itu, Eliano berdiri menatap beberapa wajah. Sebagian orang pulang dengan wajah cerah, dan sebagian orang pulang dengan wajah suram. Manik ungu itu perlahan melebar, ia pun kemudian mengepal tangan.

"Hanya aku. Hanya aku yang berbeda."

"El!" 

Suara familiar memanggil, manik ungu itu lalu melirik. Dari jauh terlihat pria berambut biru gelap melambaikan tangannya. Anak laki-laki itu lalu melangkahkan kaki.

"Kau jadi pengurus ya, kak? pasti susah." Ujar Eliano yang kini sudah berdiri di samping Asensio. Laki-laki tampan itu lalu mengangkat bahu, "Yah, tak terlalu susah karena yang lain juga membantuku." Jawabnya.

Eliano mengangguk mengerti dan kembali mengalihkan pandangannya ke bawah dimana terlihat jelas orang-orang yang masih berhamburan pergi.

Si pria tampan melirik arah pandang Eliano, lalu mengusap tengkuk miliknya.

"Kau mau ikut tes, nya?" Mendengar itu, Eliano langsung menoleh, "Kau mau ikut kan?" Tanya  Asensio memastikan. Eliano lalu menatap ke bawah, "Walau aku jawab iya, memangnya ayah akan mengizinkanku? Dia itu keras kepala."

Asensio sejenak termangu sebelum akhirnya terkekeh mendengarnya, 'Aku harus membeli sebuah kaca..' Pikir nya dalam hati.

"Ah-hahaha..Hufft..." Asensio menghela nafas, lalu duduk di kursi sebelah Eliano.
Ia meraih segelas teh di samping, lalu memberikannya pada anak laki laki itu, "Aku jarang melihatmu akhir-akhir ini. Kau main kemana?" Tanya Asensio.

Eliano yang baru saja meneguk teh nya lalu menoleh, "Tadi aku dapat 4 orang teman," Balasnya.

"Wah? Bagus. Siapa mereka?"

"Um.." Eliano melihat ke langit-langit sejenak, lalu kembali menyeruput teh nya. "Rahasia." Balas Eliano kemudian.

"Ah, kau sekarang main rahasia rahasia-an, ya. Apa yang kau sembunyikan, huh?" Asensio bertanya, tubuhnya dicondongkan menandakan ketertarikan terhadap topik pembicaraan.

"Rahasia."

Perempatan mengeras di pelipisnya. Asensio mendecak lambat karena Keingintahuan. Beberapakali ia mendesak bahkan mencoba memancing dengan pertanyaan menjebak, namun anehnya adiknya itu tetap kukuh merahasiakannya.

"Asensio,"

Seseorang memanggil dari belakang mereka, dengan serentak mereka pun menoleh ke belakang. Satu orang laki-laki membawa beberapa selembaran kertas, memberikannya ke pria berambut biru gelap.

"Bagaimana menurutmu? Diantara kandidat putri Zahard setelah beberapa tahun berlalu, kurasa kali ini terasa aneh dan juga sengit di saat bersamaan. Terdapat dua orang yang menonjol di bidang masing-masing. Contohnya Maria."

Asensio menopang dagu, membaca lengkap semua isinya.
"Ah, Maria memang ulet. Namun yang satunya lebih berbakat. Siapa namanya..Ah! benar, dia kan saudari kandung Aguero." Ujar Asensio mengembalikan selembaran itu sambil tersenyum. Pemuda di belakang itu kembali melirik Asensio setelah menerima kertasnya.

"Dia terlihat dingin juga penyendiri. Aku berani bertaruh ia telah latihan mati-matian sendiri. Namun yang membuatku bingung adalah adiknya Aguero. Ia terlihat dekat dengan Maria, beberapa gosip beredar bahwa mereka saling jatuh cinta. Aku bertanya-tanya apakah ia nanti akan-

"Aku tak yakin, namun aku ingat sekali Aguero bilang punya suatu rencana," Eliano memotong pembicaraan, ia akhirnya membuka suara setelah mendengar percakapan singkat di antara ranker dari keluarga Khun itu. Asensio lantas mendelik kaget, "Ah, rencana apa yang ia pikirkan? Apa kau tau?" 

Eliano terdiam sejenak, kemudian beralih memerhatikan putaran air di dalam gelasnya.

"Apapun itu, walau aku mengetahuinya nanti..Aku harap itu bukan seperti yang aku perkirakan."

-------

 
Pagi itu Eliano membuka matanya. Rintik hujan terdengar keras dari luar sana, namun anehnya keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Kemeja berlengan panjang yang bahkan sudah dibuka 2 kancing di atasnya basah karena semua keringat itu.

Dengan terengah-engah ia bangun lalu duduk di tepi kasur. Menyisir poni ke belakang sambil menatap ke bawah lantai yang terlihat berputar.

Keningnya dikerutkan, dengan jarinya yang kini memijat pangkal hidungnya.

"Langit sedang bersedih,"

Manik ungu terbuka lebar, kepalanya diarahkan untuk mencari sumber suara. Di bingkai jendela terlihat seorang anak laki-laki berambut kuning sedang duduk mengayunkan kakinya menatap pada langit mendung yang menurunkan airnya.

"Kau...anak yang berubah jadi burung.."

Si surai kuning menoleh dengan termangu, ia pun beranjak berdiri sambil menunjuk diri dengan bangga di bingkai jendela besar itu.

"Aku ini manusia! Salah satu dari mereka yang telah menjelajahi setiap sudut di menara!"

Eliano termangu mendengar ucapan laki-laki itu. Kepalanya yang masih pusing dipaksa segera sembuh. Ia berdiri dari kasur dan menghadap si surai kuning.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Surai kuning itu langsung terdiam dan melempar pandangan kosong pada Eliano di depan. Ia kemudian melompat dan berjalan memutari Eliano yang berdiri diam.

"Aku mengikuti arah tali takdir, dan menuntun mereka yang kupilih agar tak tersesat di tali yang bercabang."

Manik ungu milik anak laki-laki itu melirik dari ujung mata, "Jadi.."

"Aku pun bertemu denganmu. Anak laki-laki yang memiliki darah yang agung, namun mempunyai takdir yang menyedihkan."

Eliano tak terkejut, namun ia mengepal tangan sambil sedikit menundukkan kepala.

"..Sepertinya dewa selalu memperhatikanku," Ia tersenyum kikuk, kemudian kembali menoleh pada si surai kuning, "Terimakasih atas niatmu.. tapi aku tak mau."

Si surai kuning lantas mendelik. Ia mengarahkan tangan ke depan dadanya dan menatap Eliano dengan tampang kaget.

"Kau..tak mau? Tak mau menerima bantuan dariku? Padahal aku mengabaikan gadis yang datang dari luar dan lebih memilih untuk mendatangimu."

"Tidak..aku tak mau,"

"Kalau begitu biarku peringatkan satu hal saja. Kau yang membuang mereka akan kehilangan sesuatu, dan itu mempengaruhi sebagian hidupmu,"

Kedua alisnya terangkat, Eliano termangu mendengar ucapan laki-laki itu, "Kehilangan sesuatu..? Apa...siapa-"

"Berhati-hatilah dalam memilih jalan, wahai kau yang dipilih takdir. Semoga ujung jalan itu berubah dengan tanganmu."

Surai kuning itu menatap sendu dari kedua mata yang selama ini tertutup oleh poninya. Perlahan tubuh itu berubah menjadi beberapa ekor burung yang terbang dari ruangan dan menembus hujan deras di luar, membuat Eliano berlari menuju bingkai jendela untuk melihat ia yang telah pergi. 

Manik ungu itu menatap cemas, tangannya pun mengusap gusar wajah miliknya. 

"Kehilangan..apa?"

Setelah mandi, Eliano segera mengenakan kancingnya dengan cepat, mengambil roti sandwich yang sudah disiapkan Faschal di samping pintu lalu berlari keluar. Ia menelusuri koridor panjang dan menuruni anak tangga dengan hati-hati. Setelah berada di lapangan, Eliano pun  mengunyah sandwich nya. 

Ia melirik ke sekeliling sana, niat mencari Asensio, namun ia malah bertemu Aguero. Disana Aguero terlihat ditemui oleh seorang ranker yang sempat berbicara dengan Asensio kemarin.

Percakapannya terlihat terhenti, Aguero tersenyum sekilas lalu hendak berbalik arah, namun ia berhenti ketika melihat Eliano yang juga tengah memerhatikannya. Aguero pun melambai kecil.

Eliano berjalan mendekatinya, hingga berpapasan dengan laki-laki yang berbincang dengan Aguero tadi, di tengah jalan.

"Aneh sekali, berdasarkan umurnya..Sudah seharusnya ia mengikuti test, namun ia menolak walau aku sudah membujuknya. Kasihan sekali, padahal ia berbakat seperti kakaknya."

Eliano melirik dari ujung matanya, ranker laki-laki itu berbincang dengan seseorang di pocket nya. Sekali lagi Eliano kembali mengetahui hal lain secara tak sengaja.

"Hei, Eliano! Apa kabarmu, hm? Kemarin kau pergi begitu saja.." Aguero tersenyum sambil berkacak pinggang. "Kemarin seseorang mengajakku jalan-jalan." Jawab Eliano kemudian.

"Ah, siapa itu? Ran? Hei, hei! Kemari!" Aguero bersorak dari tempatnya, Ran yang berdiri tak jauh lalu menghampiri mereka. Ran memakai tudung jaketnya, walau hujan begitu lebat, namun anehnya tak seorangpun memakai payung di sana.

"Ada apa?" 

"Kalian kan sudah saling kenal, seharunya kalian sering-sering bermain bersama." Aguero mendorong punggung Eliano dan juga Ran, namun Ran mendecak lalu menepis tangan Aguero.

"Aku tak ingin berteman dengannya."

Perkataan Ran seketika membuat mata Aguero membulat, "Lho, kenapa?" Ran memalingkan wajahnya lalu mendecih, "Dia berteman dengan tim Popo." Jawab anak laki laki itu.

Aguero yang mendengar sontak menoleh pada si pemilik manik ungu yang terlihat diam saja. "Mereka kan..yang memukulmu hari itu? Kau juga nyaris jatuh dari lantai 4. Apa yang membuatmu tiba-tiba berbaikan dengan mereka?" Aguero bertanya dengan tampang kaku, terlihat tak percaya dengan apa yang didengarnya dari Ran dan mencoba mengintrogasi Eliano.

"Mereka mengajakku berteman, jadi-

"Astaga.. Aku tau kau baik-  maksudku, terlalu baik. Kau tau? Ah, bagaimana menjelaskannya ya... Aku pikir terlalu aneh bila seseorang ingin berteman dengan orang yang berniat membunuhnya."

Aguero memejamkan matanya, dahinya terlihat berkerut lalu kembali melirik anak laki-laki yang sedang ia ceramahi, namun Eliano yang sedari tadi terlihat kalut kini hanya tersenyum tipis.

"Aku pikir.. Itu sama anehnya dengan orang yang ingin berteman dengan seseorang yang berniat memanfaatkan nya,"

Eliano bersuara, Ran dan Aguero seketika mendelik. Kerutan kemudian menghiasi dahi si anak laki-laki berhoddie. Ia berbalik untuk menghadap Eliano lalu menatap tajam, "Bajingan. Kau sedang membicarakan siapa?" Ran mengeluarkan satu tangannya dari saku hoddienya, lalu menarik krah baju Eliano di hadapannya.

"....."

*Ctarr*

Baru saja Ran hendak memicu petirnya, tiba-tiba arena di hadapan mereka terbelah karena pertarungan salah satu peserta.

Sebuah layar canggih bergulir di udara, melihatkan nama dan juga score pemenang di arena.

[Khun Ryeka]

Semua orang mulai berbisik melihat angka luar biasa. Eliano melirik dari ujung mata pada mereka yang sedang memuji nama itu.

"Anak itu mendapatkan nilai tinggi di semua babak, tapi selalu gagal di babak terakhir, akademi. Padahal aku pernah berbicara dengannya sebentar dan langsung tahu bahwa Ryeka itu orang yang cerdas. Dia sudah mengulang 3x semenjak pertama kali mengikuti ujian di umur 9 tahun, entah apa yang ditunggu olehnya selama itu."

Anak yang digosipkan kini berdiri sendiri di atas arena memijaki kepala lawan setelah berhasil membunuhnya, melirik ke arah mereka bertiga dengan senyuman yang justru membuat Aguero menggeram pelan.

Di sisi lain, mereka ikut terkejut karena hasil test calon Putri Zahard telah diumumkan. Papan canggih tembus pandang keluar dari sebuah alat di dekat Asensio. mereka pun menoleh ke papan itu, nama nama langsung bergulir mengisinya.

*Pyash*

Seperti biasa, setelah beberapa tes yang diberikan selama rentang waktu 3 bulan, kakak Aguero lah yang menduduki peringkat pertama.

Semua bersorak mendapati hal itu, anak perempuan dari Agnes berhasil menduduki peringkat pertama di hasil test untuk para calon Putri Zahard.

Untuk saat itu, keluarga Agnes sedang berada di puncaknya.

"Ahh..Dia memang hebat." Aguero bersuara, ia lalu melipat tangannya.
Si pemilik manik ungu pun menarik tangan Ran yang masih bersarang bajunya. "Kau punya kakak yang luar biasa, Aguero. Aku penasaran apa rencanamu setelah ia terpilih nanti." Ujar Eliano yang membuat Aguero melirik, "Aku belum memikirkannya, aku terlalu fokus pada rencana yang lain." 

Eliano mengangguk tanda mengerti lalu berbalik meninggalkan Aguero dan Ran.

"Tunggu! Aku lupa mengatakan sesuatu padamu. Kau ingat Maria bukan? Gadis yang kemarin sempat aku kenalkan-

*Sreett*

Seseorang tiba-tiba datang merangkul pundak Eliano dari belakang. Saat ia hendak menegadah, Popo melangkah maju ke tempat Aguero,  "Yo! Aguero." Sapa Popo sambil mengangkat telapak tangannya, kedua alis Aguero kini terangkat, "Hai." Jawabnya.

Popo kemudian berjalan memutar, "Bagaimana kabar hubunganmu dengan Maria?" Ejek laki-laki itu.

"Apa maksudmu?"

Popo pun tergelak, "Ahhh... Kau kira kami tak tau? Semua orang sudah tau! Jangan mengelak Aguero. Katakan saja pada kami bagaimana hubunganmu dengan calon Tuan Putri kita, Maria." Aguero melirik sinis, menatap Popo yang masih berjalan memutarinya.

"Bagaimana bisa kalian menyimpulkan begitu? Memangnya kalian tau apa yang sebenarnya jadi tujuanku?"

Popo menepuk tangannya sekali lalu menunjuk Aguero di hadapannya.
"Tentu saja aku tau! Tujuanmu adalah membuat Maria lolos dengan mudah, dengan membantunya mengalahkan kakakmu sendiri!" Jelas Popo yang lantas dibantah Aguero dengan menggelengkan kepalanya, laki-laki itu justru malah terkekeh pelan.

"Ahahaha! Kalian benar benar tak tau-

"Untuk mewujudkan harapan itu, kau harus memiliki sebuah pasak untuk menahan mu tetap berada disini walau nantinya keluargamu akan dibuang karena 'Gagal'. Dan satu satunya pasak yang paling pas untuk itu adalah..."

*Ctarr*

"Eliano."

Petir bersahutan bergantian. Asensio datang mengeringkan rambut seorang anak laki-laki yang kebasahan karena hujan. Dengan kepala tertunduk dan juga bercak darah yang sudah mengering di wajahnya yang berusaha ia sembunyikan.

"Kenapa kau berkelahi? Apa mereka berusaha menyakitimu lagi?" Asensio mengangkat wajah anak itu, namun Eliano menggeleng dengan wajah yang mengelak ke samping,

"Bukan, aku yang memulainya duluan."

Pria berambut biru gelap itu mendelik lalu bertanya dengan nada agak tinggi.

"Kau? Kenapa?"

Eliano berjalan mengambil kain kasa kemudian membersihkan lukanya sambil berkaca di depan cermin. Menatap pantulan dirinya yang terlihat kacau disana. Semenjak anak berambut kuning mengatakan sesuatu yang selalu menghantui pikirannya, Eliano selalu merasa ragu pada jalan yang ia pilih kini.

"Ini bukan Hal yang bisa membuat seseorang bahagia. Tak seorang pun"

•  •  •  •
•  •  •  •
•  •  •  •

𝗔𝗻𝗷𝗮𝘆, 𝗗𝗮𝗵 𝗯𝗲𝗿𝗮𝗽𝗮 𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗻𝗶𝗵... 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗯𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗽𝘁𝗲𝗺𝗯𝗲𝗿 𝗴𝗮 𝗽𝗼𝘀𝘁.

𝗗𝗮𝗵𝗹𝗮𝗵, 𝗠𝗼 𝗻𝗴𝗲𝗷𝗮𝗿 𝗦𝗼𝗺𝗲𝘁𝗵𝗶𝗻𝗴 𝗹𝗼𝘀𝘁 𝗱𝘂𝗹𝘂–

𝗢𝗶𝘆𝗮, 𝗔𝗱𝗮 𝗳𝗮𝗻𝗮𝗿𝘁 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗘𝗹 𝗻𝗶𝗵𝗵𝗵😭✨

𝗜𝗻𝗶 𝗗𝗮𝗿𝗶 Maymeeyy


𝗜𝗻𝗶 𝗱𝗮𝗿𝗶 eehee_


𝗢𝗸𝗲𝗲𝗲 𝗺𝗮𝗸𝗮𝘀𝗶𝗶 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮𝗮 😭❤️

___________
_____________

Continue Reading

You'll Also Like

235K 25.6K 17
[Brothership] [Re-birth] [Not bl] Singkatnya tentang Ersya dan kehidupan keduanya. Terdengar mustahil tapi ini lah yang dialami oleh Ersya. Hidup kem...
442K 44.8K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
36K 3.5K 40
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
278K 28.8K 31
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...