Me vs Papi

By Wenianzari

39.8K 5.4K 1.6K

Kisah sederhana namun rumit dari mereka yang menjadi satu-satunya. Tentang Asterion Helios yang menjadi orang... More

Pulang
Satu April
Peluk Untuk Pelik
Sebuah Harap
Ketika Durenes Baper
Minggu Manis
Kenapa - Karena
Hari Bahagia
Pundak Ternyaman Kedua
Dua Pagi
Menjenguk
Jealousy
Tujuan
Kencan
Don't Leave Me
Moment Langka Rion
Dinner
His Everything
Telling a Secret
Pengakuan
Bitter - Sweet
Perasaan Membingungkan
Karena Papi Berhak
Hallo Om Ganteng
Double Date?
Lost Control
Promise me
Terima Kasih dan Maaf
Morning Drive
Ketakutan Terbesar
Don't Mess With My Daughter
Crying Sobbing
Last Chapter; Me vs Papi
Bonus; Belum Terbiasa

Welcome to My House

761 146 67
By Wenianzari

"Noushin..."

"Tolong bangun. Tolong... Tolong jangan tinggalkan saya."

"Tolong buka mata kamu, lihat saya, saya disini, buat kamu."

"Jadi tolong, buka mata kamu, Noushin."

"Tolong,"

Sayup-sayup Noushin mendengar suara itu saat kesadaran nya mulai kembali. Lalu pelan-pelan dia membuka matanya, mengedarkan pandangan, dilihatnya ada selang infus yang mengalir pada tubuhnya. Dia mengernyit, bingung sendiri kenapa dirinya bisa diinfus.

"Noushin, tolong buka mata kamu." Ah suara itu lagi, itu memang nyata, pikir Noushin. Lalu, dia menoleh pada sumber suara dan sedikit terkejut saat mendapati sosok laki-laki yang tak lain adalah bos nya sendiri, sedang menunduk lesu seraya mengelus lembut tangan kanan nya yang diperban.

Noushin mengernyit lagi. Ada selang infus ditangan kirinya, ada perban ditangan kanan nya, dan pak bos nya... mengkhawatirkanya. Sebenarnya dia kenapa, pikirnya lagi.

Sampai kemudian, dia menggeliat kecil hingga Rion langsung bereaksi berlebihan. Pria itu mendongak dan langsung menatap tepat pada manik cokelat Noushin yang terbuka sepenuhnya.

"Noushin! Syukurlah.... Kamu udah sadar. Sebentar saya panggil dokter---"

"Pak Rion," Cegat Noushin dengan cepat.

"Ya?"

"Saya... kenapa? Kenapa harus panggil dokter?" Agaknya Noushin masih belum sadar dengan kondisinya yang sekarang.

"Sebentar ya, saya panggil dokter dulu." Titah Rion dengan lembut hingga Noushin mengangguk.

Lantas Rion pun bergegas memanggil dokter. Hingga tak berapa lama kemudian, yang dipanggil datang lalu memeriksa kondisi Noushin.

"Jadi gimana dok, apa dia baik-baik aja?" Tanya Rion sedikit panik.

"Kondisinya sudah membaik. Semuanya sudah normal kembali. Hanya tinggal menunggu luka bakar kering saja. Itu gampang lah, tinggal di rawat, ganti perban setiap hari. Jadi... Istri bapak bisa pulang sekarang."

Istri.

Mendengarnya membuat Rion tertegun seketika. Begitu pun dengan Noushin. Mereka jadi saling pandang, hingga membuat sang dokter bertanya-tanya.

"Uhm... Maaf, kalian memang suami istri kan?"

"Hah? Oh... nggak Dok, belum. Masih jadi calon. Doain aja Dok, biar secepatnya jadi istri." Dokter hanya terkekeh seraya manggut-manggut.

"Saya doain, biar secepatnya sah. Lagian, kalian serasi banget." Duh, Rion jadi lupa sama kesedihan dan kekhawatiran nya tadi. Ah mungkin karena sekarang dia lega pasalnya kondisi Noushin sudah baik-baik aja, meskipun sempat tidak sadarkan diri cukup lama karena terlalu banyak menghirup asap.

"Yasudah, saya permisi." Sang dokter pun berlalu. Kini hanya tinggal mereka berdua.

Rion duduk di kursi yang tersedia, menatap Noushin dengan lekat. Sebelum kemudian berdeham.

"Kamu udah ingat dengan apa yang terjadi?" Tanya Rion yang kemudian diangguku Noushin pelan. Itu karena Noushin melihat perban yang ada di tangan kanan nya, yang membangkitkan kembali ingatan nya pada beberapa jam lalu.

Saat Noushin masuk ke unit apartment nya, sebenarnya dia sudah mencium bau gosong dari unit sebelah. Tapi, karena saat itu Noushin kebelet buang air besar, jadinya dia acuh saja. Dia langsung menuju kamar mandi tanpa melepas tas selempang nya karena lupa.

Well, Noushin itu kalau di kamar mandi cukup lama meskipun apa yang dia keluarkan sudah tidak keluar lagi. Sampai kemudian bunyi ledakan terdengar disusul asap yang juga mulai menyebar kemana-mana. Kontan saja Noushin langsung panik, dia pun segera menyelesaikan urusan nya di kamar mandi lalu keluar dengan tergesa.

Matanya membelalak dengan sempurna ketika melihat ada api merambat ke ruang keluarga, mengobar sofa dan bufet yang ada. Tanpa memedulikan apapun selain nyawa nya, dia mencoba keluar untuk menyelamatkan diri meskipun sedikit demi sedikit pandangan nya sudah kabur dan napasnya yang mulai tidak teratur karena asap yang menguar. Sampai dia tidak sadar kalau tangan nya menyentuh sesuatu yang terbakar---lemari kaca--yang dia pegang sebagai tumpuan, namun ternyata malah melukainya.

Saat itu Noushin terus-terusan mensugestikan dirinya supaya sadar hingga pada akhirnya dia berhasil keluar dari unit apartment nya ketika petugas pemadam kebakaran datang menyelamatkan nya. Setelah itu, Noushin tidak tahu apa lagi yang terjadi karena dia sudah tidak sadarkan diri.

"Saya turut prihatin."

"Apartment saya, apa masih ada yang tersisa Pak?" Tanya Noushin ragu-ragu dengan raut sendu memenuhi wajahnya.

"Saya akan cari tahu, nanti. Sekarang, saya cuma mau fokusin diri saya ke kamu."

"Ah iya, untuk sementara... Kamu mau tinggal dimana?"

Pertanyaan itu langsung membuat wajah Noushin murung seketika. Bagaimana tidak, apartment itu adalah bukti perjuangan nya selama ini. Tapi karena kecerobohan seseorang, si jago merah menyambar tanpa permisi, hingga beberapa orang termasuk Noushin menjadi korban keganasan nya. Noushin tidak tahu setelah ini harus kemana. Dia tidak punya siapa-siapa selain dirinya sendiri, di Jakarta. Keluarga besarnya ada di Bandung semua, baik dari pihak mendiang Mama maupun Papa nya.

Wanita itu menghela napas panjang sebelum kemudian menggeleng pelan.

"Kamu.... Masih punya keluarga kan?"

"Masih. Dan satu-satunya yang terisisa cuma adik saya yang di Bali." Rion langsung menyesali pertanyaan yang sudah dia layangkan pada wanita itu.

"Maaf, saya--"

"It's okay."

Lalu hening. Sampai kemudian Rion mengulum bibirnya saat ide bagus melintasi kepala. Dia berdeham sejenak.

"Yaudah, gimana kalo sementara ini kamu tinggal di rumah saya?" Tanya Rion menawarkan.

"Hah?"

"Rumah saya besar dan punya banyak kamar kosong." Katanya lagi mempromosikan rumah nya.

"Tapi--"

"Kamu takut kalo Tea nggak ngebolehin ya?"

"Hng..."

"Tenang aja, saya jamin seratus persen, Tea bakal senang kalo kamu tinggal disana."

"Apalagi... Kalo kamu tinggal disana untuk selamanya."

Permodusan dimulai meskipun katanya... duda satu itu tidak suka modus-modusan.

"Itu sih maunya Pak Rion." Cibir Noushin.

"Emang kamu nggak mau?"

"Nggak tau?"

"Mau aja lah, dari pada jadi gelandangan."

"Pak!"

"Bercanda... hehe."

"Nggak lucu."

"Emang. Saya kan ganteng, seksi lagi. Kurang apa coba?"

"Terserah Pak Rion aja."

"Oke, berarti kamu setuju. Yuk,"

"Kemana?"

"Pulang lah. Kamu kan udah setuju tinggal di rumah saya."

"Kata siapa?"

"Tadi bilang terserah. Dan itu saya anggap setuju." Pamungkas Rion kemudian dia berdiri.

"Bukan gitu maksudnya--"

"Mau jalan sendiri atau saya gendong?"

"Pak--"

"Saya hitung sampai tiga. Kalo nggak bangkit juga, kamu saya gendong."

"Satu, dua, ti---" Hitungan terhenti saat Rion melihat Noushin buru-buru bangkit dari posisi tiduran nya.

"Pintar..." Kata Rion seraya mengacak rambut Noushin yang persis seperti dia mengacak rambut anak gadisnya usai melakukan sesuatu yang hebat.

***

Bagi beberapa siswa, pelajaran olahraga adalah pelajaran kesukaan. Terlebih, kalo gurunya Pak Oris yang super asik juga sedap dipandang meskipun sudah menginjak usia kepala empat dan punya dua buntut.

Namun sayangnya, Tea bukan termasuk dari golongan siswa itu. Dia lebih suka sesuatu yang rumit yang mesti diselesaikan dengan berpikir keras, daripada terjun panas-panasan di lapangan. Tapi, namanya pelajaran, ya tetap tidak bisa dihindari kalo nggak mau ditulis alpha oleh guru yang bersangkutan.

Tapi untungnya, materi kali ini renang. Jadi... Tea sedikit suka karena tidak perlu panas-panasan. Cewek itu baru aja keluar dari kamar mandi setelah mengganti seragam nya dengan baju renang. Lalu, menyusul Radha yang beberapa meter ada di depan nya, hingga kini mereka berjalan beriringan.

"Tumben semangat, biasanya loyo banget kalo pelajaran olahraga." Ucap Radha hingga Tea nyengir lebar.

"Kan nggak panas-panasan."

"Enakan panas-panasan kali, dari pada basah-basahan."

"Lo tuh, emang nggak pernah sejalan sama gue meskipun udah dua tahun satu bangku juga."

"Ya lo nya aneh."

"Gue tuh antimainstream ya!"

"Iya... Antimainstream, tapi kalo pujaan hati tetep milih yang mainstream." Sindir Radha soal pilihan hati Tea yang jatuh pada Sean, yang disukai banyak cewek. Karena menurut Radha, yang seperti Sean itu mainstream banget. Banyak ditemui di luar sana, apalagi di dunia oren yang kadang-kadang bikin Radha jadi suka halu.

"Ya namanya juga hati, nggak bisa bohong, Dha. Kaya lo misalnya, kemaren-kemaren musuh banget sama si Jeno. Sekarang jadi bucin kan?" Kali ini giliran Radha yang nyengir.

"Iya sih. Gue aja heran. Bisa-bisa nya gue mau bekas lo." Canda Radha sambil menyenggol bahu Tea.

"Tenang aja, belum gue apa-apain. Baru pegang-pegang aja sih. Tapi pegang banyak. Tangan, kepala, perut waktu boncengan, pipi---"

"Stop! Gue nggak mau denger lagi."

"Hahahaha lo bisa cemburu juga, Dha?!" Tea terbahak membuat Radha mendengus.

Awalnya banyak yang menyangka, kalau Tea sama Radha  bakal musuhan waktu tau Radha dan Jeno berlayar. Tapi nyatanya, nggak sama sekali. Mereka makin akrab. Malahan Radha sering nanya-nanya Tea gimana Jeno yang sebenarnya. Soalnya mereka kan pernah sedekat itu dulu, waktu kelas sepuluh.

Meskipun Tea sempat nangis-nangis karena nolak Jeno, tapi pada akhirnya Tea sadar, kalo cowok yang seperti Jeno itu memang harus banget dilepasin.

Karena prinsip Tea itu begini; kalau benar-benar sayang, tanpa adanya status pun tidak masalah. Yang penting sama-sama tau kalau hati memang saling suka.

Dan sekarang, Tea sudah menemukan apa yang dia mau pada Sean.

"Eh cowok lo tuh, Te." Kebetulan, yang sedang Tea pikirkan ada beberapa meter didepan nya, sedang berjalan santai sambil memasukkan kedua tangan nya disaku celana.

Kontan saja senyuman Tea langsung terbit. Dia pun segera memanggil nya.

"Sean!" Cowok itu pun menoleh lalu menyunggingkan senyum nya seraya melambaikan tangan pada Tea, sebelum kemudian menghampirinya.

"Well, Tea gue duluan ya." Radha sadar diri sebelum diusir nantinya.

"Ih, Dha--"

"Awas jangan diapa-apain temen gue nya!"

"Tenang, paling disayang. Iya, nggak?" Goda Sean sambil menaik-turun kan alisnya, membuat Tea merona seketika.

"Hadeh, yaudah karep mu bae lah. Jangan lama-lama Tea, bentar lagi Pak Oris datang."

"Iyaaa." Radha pun pergi. Kini tinggal Tea dan Sean yang sedang saling pandang.

"Kamu mau renang ya?" Tanya Sean basa-basi yang kemudian diangguki Tea.

"Kamu... Ngapain keluar kelas? Bolos ya?"

"Hahaha nggak lah. Aku mau ke toilet. Tapi... nemu bidadari disini. Jadi nanti aja deh ke toilet nya."

"Gombal aja terus."

"Nggak, itu fakta kok. Kamu kan bidadari yang Tuhan kirim buat aku."

"Terserah deh. Oh iya, soal kemaren... Sekali lagi, aku minta maaf ya? Aku---"

"Kan aku udah bilang nggak apa-apa, babe." Well, mereka sedang membicarakan insiden hari jum'at itu. Tea masih merasa bersalah karena meninggalkan Sean begitu saja. Tapi Sean paham kenapa Tea begitu. Disana ada Papi nya yang sedang mengawasi.

Tea menunduk malu, telinga nya masih belum terbiasa dengan panggilan sayang yang Sean ucapkan. Lantas cewek itu berdeham.

"Kamu nanti pulang sama Bang Javas lagi ya?"

"Nggak tahu. Javas udah dibebasin tugas sama Papi buat antar-jemput aku." Sean manggut-manggut.

"Kalo Bang Javas nggak bisa jemput, telepon aku ya?"

"Kenapa?"

"Biar aku yang anterin pulang."

"Nanti ngerepotin gimana?"

"Nggak apa-apa. Aku suka merepotkan diri cuma buat kamu." Tea terkekeh pelan seraya geleng-geleng kepala. Heran banget sama Sean, ada aja gitu bahan buat gombal nya.

"Yaudah, aku duluan ya takut Pak Oris datang."

"Hm, hati-hati ya renang nya. Semangat calon masa depan."

"Hahahaha, oke. Dahh..."

"Dah..."

***

"Rijuka... Makan sayang, kamu lagi nyusuin Sakura, ayo makan yang banyak." Melanie tidak habis pikir dengan tingkah laku suaminya yang sedang bucin dengan sapi betina peliharaannya.

Iya jadi mereka lagi ada di kandang sapi buat nengokin Rijuka dan anaknya Sakura, yang sudah mulai aktif.

"Udah dong Pa... Rijuka mulu yang diperhatiin. Mama nya kapan?!"

"Rijuka kan lagi menyusui Ma, lagi perlu banyak perhatian. Mama juga waktu menyusui Rion dikasih perhatian penuh sama Papa kan? Jangan cemburu gitu dong Ma, malu sama cucu yang udah punya pacar." Jelas Antoni seraya terus memberi rumput untuk Rijuka.

"Emang Tea udah punya pacar?"

"Harusnya sih udah. Cucu kesayangan kita kan cantiknya nggak tertandingi, mustahil bgt kalo nggak jadi rebutan cowok."

"Yaudah nanti Mama tanya langsung deh. Besok Mama ke Jakarta, males banget sama Papa yang ngomongin Rijuka sama Sakura mulu!"

"Ya jangan dong, Ma. Nanti siapa yang nemenin Papa bobo?"

"Bobo aja sama Rijuka!" Seru Melanie kemudian bergegas pergi dari kandang sapi.

"Udah punya cucu juga masih tetep cemburuan. Aneh emang emaknya Rion, untung sayang."

"MAMA SERIUS YA PA MAU KE JAKARTA!" Seru Melanie lagi dari kejauhan.

"YAUDAH, NANTI PAPA SURUH RIJUKA TIDUR DIKASUR, GANTIIN MAMA."

"TERSERAH!!"

Semenjak berduaan terus kaya gini, Melanie dan Antoni jadi kaya dulu lagi, sama kaya waktu masih jaman nya pacaran. Sering berantem gemes, terus nggak lama baikan. Gitu-gitu aja, mentang-mentang cuma berdua, nggak punya beban ngurus anak atau pun cucu kaya dulu.

***

"Oke anak-anak, pelajaran olahraga kali ini cukup sampai disini. Kalian semua sudah bagus banget tadi. Nggak heran sih, dirumah nya pada punya kolam renang semua kan?" Gurau Oris hingga membuat murid-murid yang berbaris di tepi kolam renang tergelak.

"Kalo renang sih gampang, Pak. Naklukin hati gebetan yang susah," sahut salah satu murid.

"Wah... Kalo itu sih pasti. Anak Bapak aja susah banget naklukin gebetan nya. Makanya jomblo terus." Oris terkikik mengingat anak sulung nya yang masih jomblo. Heran aja, waktu Oris seusia Rendy, gebetan dia udah banyak banget. Tapi Rendy malah kebalikan nya.

"Rendy lagi gebet siapa, Pak?" Tukas Jeno mulai kepo.

Oris nyengir seraya melirik Tea diam-diam. "Ada, lah... Kamu nggak perlu tahu."

Sedangkan, yang di tatap Oris malah mengerutkan kening. Bingung kenapa dengan gurunya.

"Oke, sekarang kita sudahi pelajaran hari ini. Minggu depan... kita nggak dilapangan, kita belajar di kelas tentang bab terakhir semester satu."

"Yahhh Paa.... Seru di lapangan..." Protes anak cowok, Jeno yang paling mendominasi.

"Ya mau gimana lagi, orang materi di lapangan nya udah habis. Oke, kalian belajar yang bener, bentar lagi UAS. Jaga kesehatan ya, see you."

"See you Pak..." Kemudian anak-anak 11 IPA 3 pun bubar. Ada yang dengan geng masing-masing, ada juga yang sendiri. Kalau Tea, dia dengan Radha. Best friend banget emang.

"Adrastea." Tea menoleh ke belakang saat nama nya di panggil, dan ternyata yang memanggil nya Pak Oris.

"Iya, Pak?"

"Saya hampir lupa, ini, dari Rendy." Ujar Oris seraya memberikan ultramilk strawberry yang diselingi dengan senyuman jahil nya.

Tea mengerutkan kening. "Rendy?"

"Iya, kata Rendy 'ini minuman favorite Adras, titip ya Yah, biar dia semangat renang nya.' Gitu." Jawab Oris hingga membuat Radha yang ada disamping Tea manggut-manggut paham.

"Yakin Pak dari Rendy?"

"Kamu nggak percaya? Coba deh, chat dia nanti."

"Yaudah, makasih, Pak. Kalo gitu--"

"Nggak ada pesan buat Rendy yang perlu Bapak sampein?"

"Hng.... Yaudah kalo gitu tolong bilangin, makasih, lain kali nggak usah ngerepotin, gitu Pak."

"Siap! Di minum ya." Tea cuma mengangguk.

"Kalo gitu... Saya pamit Pak,"

"Oh iya, silahkan." Tea dan Radha pun bergegas, namun ketika sampai diambang pintu, Radha berbalik.

"Pak Oris!"

"Iya, Radha?"

"Semangat! Bilangin Rendy, aku tim dia." Ucap Radha sambil mengepalkan kedua tangan nya ke udara. Oris langsung paham maksud dari pembicaraan muridnya itu. Maka dia menyunggingkan senyum nya lalu ikut mengepalkan tangan ke atas.

"Siap!! Thank you, Radha!"

Tea yang hanya menyimak, menanggapinya dengan geleng-geleng kepala, aneh aja, kenapa dengan mereka berdua.

"Lo paham nggak, Te?"

"Apaan? Lo sama Pak Oris tadi?"

"Iya."

"Hng... Nyemangit Rendy buat kompetisi nanti? Kan ada dua tim tuh, Rendy sama--"

"Duh, polos banget. Iyain aja deh."

"Kenapa sih, Dha?"

"Nggak, udah buruan. Bentar lagi bel ganti pelajaran. Nyai Miranda kan selalu on time." Well Miranda adalah guru fisika mereka yang menyeramkan. Mantap banget nggak tuh, habis capek-capek olahraga disambut fisika.

***

Javas menganga lebar-lebar ketika membuka pintu utama dan mendapati Om nya berdampingan dengan seorang wanita. Jadi, sejak kepergian Om nya yang tergesa-gesa tadi, Javas memilih untuk kembali ke rumah Om nya dari pada stay di kantor nggak ngapa-ngapain bikin bete aja.

"Om--"

"Bisa geser? Om mau masuk."

"Ah iya, silahkan." Lalu cowo itu bergeser kesamping, mempersilahkan dua orang dewasa itu untuk masuk.

"Ayo." Ajak Rion seraya menggandeng wanita itu.

Beneran, Javas bingung banget. Wanita itu siapa, kenapa bisa sama Om nya, dan kenapa... mereka nampak akrab, juga serasi? Duh Javas jadi mikir yang nggak-nggak.

"Oh iya, Javas?"

"Hah, kenapa Om?"

"Kamu nanti jemput Tea."

"Oh oke."

"Good. Nanti kalo ada orang-orang dari Mall kesini, suruh masuk aja ke lantai dua di kamar tamu."

"Iya Om." Usai mengatakan itu, Rion langsung membimbing Noushin naik ke lantai dua untuk menunjukkan kamar yang akan wanita itu tempati sementara, di kamar tamu. Letak nya paling dekat dengan tangga.

Sesampainya disana, Rion langsung membuka pintu seraya mengucapkan, "Welcome to my house, and this is your room."

"Tapi untuk sementara aja ya kamu di kamar ini,"

"Saya juga tahu diri Pak, saya disini kan cuma---"

"Bukan gitu, maksudnya... Kan nanti kamar kamu yang di sana," Ujar Rion sambil menunjuk kamarnya sendiri.

"Maksud nya, nanti pindah lagi gitu?"

"Iyalah, kalo kamu udah jadi istri saya, kamu pindah ke kamar saya. Nanti kita satu kamar, disana, luas banget loh, mau liat nggak?" Goda Rion yang membuat Noushin langsung membuang muka ke sembarang arah. Takut ketahuan kalo mukanya merah.

Noushin berdeham. "Nggak usah."

"Yaudah, biar surprise aja ya?"

"Pak, ini saya boleh masuk nggak?"

"Oh boleh dong, yaudah sana masuk, istirahat ya, nanti saya suruh Bi Martem buatin sesuatu."

"Nggak usah Pak--" Ucapan Noushin terpaksa harus terhenti gara-gara bunyi perut nya yang kelaparan. Dan itu sontak membuat Rion langsung terkekeh pelan hingga Noushin kembali dibuat bersemu karena malu.

"Cacing diperut kamu udah ngode loh. Yakin nggak mau dibuatin sesuatu?"

"Terserah, saya mau masuk Pak."

"Yaudah, nanti habis makan istirahat ya, saya kerja dulu."

"Hm, hati-hati, Pak."

Duh, hati Rion tersentuh mendengarnya. Rasanya kaya... dia beneran punya istri yang harus dia tinggalkan dirumah demi mencari nafkah.

"Iya, calon istri." Pamungkas nya seraya mengacak rambut Noushin dengan gemas, lantas bergegas pergi untuk kembali ke kantor.

***

Javas tuh beneran kepo banget sama wanita yang dibawa Om nya. Ada hubungan apa gitu mereka berdua sampe kaya deket banget. Makanya dia pelan-pelan melangkah manaiki tangga untuk menguping, siapa tahu saja dapat jawaban nya.

"Cacing diperut kamu udah ngode loh. Yakin nggak mau dibuatin sesuatu?" Saat sudah berada dekat dengan dua orang itu, kalimat itulaj yang dapat Javas dengar pertama kalinya.

"Terserah, saya mau masuk Pak."

"Yaudah, nanti habis makan istirahat ya, saya kerja dulu."

"Wanjirr perhatian banget si Om." Komentar Javas dengan pelan.

"Hm, hati-hati, Pak." Ada jeda sejenak yang Javas dengar sebelum kemudian dia dibuat shock berat.

"Iya, calon istri."

"LORD!! FINALLY--" Javas segera menutup mulutnya rapat-rapat sewaktu menyadari dia berujar agak kencang.

"Tea mau punya Mami, Om Rion mau kawin... Anjirrrrr... Eh, kabur deh kabur keburu ketahuan." Langsung aja dia buru-buru turun lalu sembunyi di dapur, dan segera mengambil cola di kulkas lalu menenggaknya. Pura-pura aja sih, biar bisa nguping lagi nantinya.

Tak lama kemudian Rion datang untuk menemui Bi Martem. Dia nggak tau kalo Javas ada disana juga. "Bi, nanti buatin makan buat Noushin ya?"

"Siap, Pak."

"Yaudah, titip dia ya Bi saya berangkat."

"Iya Pak Bos, hati-hati." Usai kepergian Rion, Javas pun segera menghampiri Bi Martem.

"Bibi kenal sama wanita itu?" Tanya Javas mengagetkan Bi Martem.

"Kamu iki, ngagetin Bibi loh, Den."

"Ya maaf Bi, jadi kenal nggak?"

"Ya kenal lah, dia sering kesini. Dia sekrestaris pribadi nya Pak Bos, dia juga yang kemaren ngerawat Non Tea, masa Aden nggak ingat."

"Oh... Jadi itu wanita yang sama?"

"Iya, emang nya kenapa sih, Den?"

"Cocok ya, Bi?"

"Banget, Den. Non Tea juga kaya nya suka sama Mbak Noushin."

"Wahhh bakal jadi hot news buat Mama nih."

"Apa nya, Den?"

"Nggak Bi, yaudah lanjutin. Javas mau ngegame."

***

Noushin duduk termenung di kamar tamu yang ada di rumah Bos nya. Dia sedih, tapi tidak bisa menangis. Itu benar-benar menyiksa. Emosinya tidak bisa tersampaikan. Padahal dia sangat ingin menangis. Dia terancam kehilangan hunian nya akibat kecerobohan seseorang. Setelah ini, Noushin tidak tahu harus bagaimana. Seandainya masih ada kedua orang tuanya, dia bisa mengadu pada mereka atau sekedar meminta peluk hangat. Namun, kenyataan kembali memukul nya. Dia bahkan sudah kehilangan kedua orang tuanya sejak usia enam belas tahun.

Usia nya terlalu muda saat itu, tapi dia sudah menghadapi kenyataan yang pahit. Dunia memang benar-benar kejam.

"Ma... Pa... Noushin kangen." Rasa rindu itu bahkan masih tetap ada meskipun sepuluh tahun sudah berhasil dilewati dengan penuh perjuangan.

Sampai kemudian terdengar suara ketokan pintu, membuat Noushin sadar kembali dengan dunia nyaya. Dia menghela napas sejenak lalu bangkit untuk membuka pintu.

Seketika Noushin mematung saat dilihatnya ada bebera orang yang membawa banyak rak gantung baju yang dipenuhi baju-baju modis dengan berbagai macam jenis.

Tidak hanya itu, ada juga yang membawa kardus-kardus yang Noushin yakini isinya sepatu dan semacam nya. Juga yang membawa tas-tas branded dan make up beserta alat dan tempatnya.

Noushin jelas bingung dibuatnya.

"Selamat siang, kami dari Helios Mall. Kami ditugaskan untuk mengantarkan barang-barang ini untuk Nyonya Noushin Lovandra."

"Saya? Saya nggak pernah pesan itu semua, Mbak."

"Iya, Anda. Ini atas perintah Pak Asterion. Boleh kami masuk untuk menaruh barang-barang ini?"

"Tapi--"

"Ini perintah! Begitu kata Pak Asterion. Permisi Nyonya..."

Maka langsung saja orang-orang itu masuk kedalam kamar Noushin untuk menaruh barang-barang itu pada tempat yang sudah disediakan.

***

"Tau lo yang jemput, mending gue pulang bareng Sean, Je." Seru Tea ketika dia sudah masuk ke dalam mobil yang disupiri Javas.

"Yaudah sono turun aja,"

"Nggak ah, harga diri gue tuh mahal. Udah nolak masa mau ngemis-ngemis."

"Bagus, cewek emang harus gitu. Eh Tea,"

"Apa?"

"Papi lo bawa wanita ke rumah."

"SUMPAH?! SIAPA?!"

"Itu yang kemaren ngerawat lo."

"DEMI APA JEEE?!!"

"Demi Tuhannnnn. Kayak nya bakal tinggal disana deh,"

"MASA?! BOHONG LO. NGGAK MUNGKIN!"

"YA NGGAK USAH NGEGAS! GUE SERIUS, MAU TARUHAN NGGAK?!"

"NGGAK. MENDING LO NGEBUT, CEPETANNNN!!!"

"Emang babu banget deh gue disini." Javas sewot.

"Nggak, lo bukan babu. Tapi Abang gue yang paling ganteng. Jadi ayok cepetan NGEBUTTTT."

"Okay, ready?"

"YES!"

"GO!

"WOOHOO JAVASSSSS KEREN BANGET LO!"

***

"Tanteeee..."

"Tante Noushiinnn..."

"Tante where are youuu?"

Samar-samar Noushin mendengar teriakan itu. Iya, siapa lagi kalau bukan Adrastea. Cuma gadis itu yang memanggil nya Tante. Lantas Noushin yang semula sedang merebahkan diri usai menghabiskan makan siang nya, segera bergegas untuk keluar kamar.

"Tante!"

"Adrastea?"

Iya, ketika Noushin membuka pintu, ternyata Tea ada di depan kamarnya. Maka langsung saja Tea menghambur dalam pelukan wanita itu yang sudah sangat dia rindukan.

"Aku kangen banget sama Tante...." Ujar Tea dalam pelukan Noushin. Itu membuat Noushin mengulas senyuman nya seraya membalas pelukan Tea.

"Tante juga udah kangen banget sama kamu."

"Oh iya, Tante kok bisa ada di kamar tamu?" Tanya Tea memancing. Tea nggak mau langsung to the point, soalnya takut Tante Noushin tersinggung.

"Hng.... Tante jelasin di dalam ya?"

"Oke. Aku ganti baju dulu nggak?"

"Bagus nya sih ganti,"

"Yaudah, tunggu bentar. Nanti aku langsung masuk aja ya, Tante?"

"Iya. Tante tunggu di dalam." Jawab Noushin disertai dengan mengelus lembut kepala Tea dengan tangan kirinya yang tidak terluka.

"Oke." Setelah itu Tea segera berlari menuju kamar nya yang tak jauh dari kamar tamu.

Tak lama kemudian, Noushin mendengar suara ketokan pintu lagi, disusul dengan sosok Tea yang kemudian masuk. Gadis itu udah ganti baju, memakai jumpsuit warna pink yang super lucu banget, cocok untuk Tea yang imut dan mungil.

"Sini, duduk." Titah Noushin sambil menepuk-nepuk sisi kasur yang ada di sebelahnya kirinya.

Tea pun menurut, tapi sebelum dia duduk, matanya menangkap tangan kanan Noushin yang diperban.

"Tangan Tante kenapa diperban?" Tanya Tea panik.

"Well, ini lah alasan kenapa Tante disini."

"Maksudnya?"

Kemudian Noushin pun menceritakan semuanya pada Tea sejak awal. Hingga ketika selesai bercerita, Tea langsung merengkuh tubuh wanita itu dengan penuh sayang.

"Tante... Aku turut berduka ya."

"Nggak apa-apa sayang, Tante baik-baik aja."

"Bohong banget. Mana ada orang yang baik-baik aja kalo kehilangan."

Noushin berhasil tersentil.

Benar kata Tea, mana ada orang yang baik-baik saja ketika kehilangan. Kalau pun ada, itu adalah kebohongan besar. Seperti yang Noushin sedang lakukan sekarang. Dia membohongi banyak orang, agar terlihat kuat. Tapi nyatanya, dia rapuh.

"Tante?" Tea berujar tanpa melepas pelukan nya.

"Hm?"

"Jangan terlalu memaksa. Manusia nggak sekuat baja. Kalo mau nangis, nangis aja. Jangan ditahan, nanti jadi penyakit."

"Tante--"

"Adrastea,"

"Ya?"

"Jangan lepasin pelukan kamu ya?"

"Sure. Don't to worry." Ujar Tea seraya mempererat pelukan nya.

Dan kemudian, entah bagaimana bisa, air mata yang sejak tadi Noushin susah keluar kan, sekarang meluruh dengan sendirinya tanpa diminta.

Dia terisak.

Mungkin karena pelukan yang Adrastea berikan kepadanya, atau mungkin... Karena tubuhnya benar-benar sudah lelah buat terlihat baik-baik aja.

Yang jelas, hari ini Noushin menangis banyak dalam pelukan Adrastea yang sepuluh tahun lebih muda darinya. Dalam hal memberikan dukungan moral, usia memang tidak dipelukan. Yang terpenting, ketulusan hati nya.

***

Bounus 01:

asterionhelios

noushinlova and 1123 others

asterionhelios rahasia ganteng...

Ps: ini direkomendasiin anak gadis😍

View all 567 comments

jenitalakeswasara idihhh sok narsis lo
asterionhelios fakta jen, bukan narsis, sirik aja lo mentang2 gagal kawin sama gue @jenitalakeswasara
evanderlakeswara kirain rahasia ganteng lo gegara kesepian awokawokwok
adrasteahelios unch bapakku😚
gaby.laks pantesan papa ga seganteng Papi Rion ya ma, gapernah skinkeran @jenitalakeswasara
evanderlakeswara mau dicoret dari KK, sayang?😊 @gaby.laks
adrasteahelios coret aja pa, nanti biar papi yang ngadopsi Gaby😄

***

Bonus 02:

Pagi-pagi sekali ketika Oris baru saja sampai di sekolah, dia dikejutkan dengan kedatangan putra sulung nya diruang guru.

"Yah,"

"Loh, ngapain kamu disini?"

"Ini Ayah lupa bawa bekel dari Bunda." Ucap Rendy seraya menyodorkan kotak bekal buatan Bundanya.

"Oh iya... Thanks my son."

"Sama ini," Kemudian Rendy menyodorkan susu ultramilk strawberry.

"Buat Ayah?"

"Ya bukan lah!"

"Terus?"

"Adras. Ayah ngajar ke kelas dia kan?" Bukan nya menjawab, Oris malah langsung berdiri lalu merangkul putra sulung nya dengan erat.

"Woahhhh sebuah kemajuan!! Bagus Jun! Ini baru anak Ayah!!" Teriaknya begitu girang seraya menepuk-nepuk tubuh Rendy.

"Sakit Yah!"

"Sorry-sorry."

"Awas ya jangan ngomong macem-macem. Kasih aja, terus bilangin suruh diminum."

"Siap!"

"Yaudah, aku balik ke kelas."

"Good luck my son!"






Catatan Weni

Haiiii...
Lama ya? Wkwk
Soryy gue lg struggle sama real life. Yaudah kasih cinta banyak-banyak ya buat merekaaa...
Love u semuanyaaaa
Makasih buat yang udah mau baca cerita aku, especially yang setia nungguin, makasih banyakkk💚💚💚

See you soon...

Oh iya, akhirnya aku memutuskan visual Javas yang ini:

Javas Arizona Bachtiar

Tea's Dad and Javas&Jeensy's Dad

One more...

Sean sama Rendy
MODE AKUR GUYSSSS
HAHAHAHA





Dibawah langit, 08 Desember 2020.

Continue Reading

You'll Also Like

571K 10.1K 19
suka suka saya.
308K 15.2K 38
"GW TRANSMIGRASI? YANG BENER AJA?" ... "Klo gw transmigrasi,minimal jangan di peran antagonis lah asw,orang mah di figuran gitu,masa iya gw harus mat...
168K 14.6K 105
bertahan walau sekujur tubuh penuh luka. senyum ku, selalu ku persembahkan untuknya. untuk dia yang berjuang untuk diri ku tanpa memperdulikan sebera...
421K 577 4
21+