[✔️HYUCKREN] Fall For You

By dusk813

112K 11.7K 1.5K

[ COMPLETED ; March 2021 ] "Tentang rahasia dan kebohongan yang melahirkan ketulusan cinta dan pengorbanan ha... More

The Main Cast
Video Trailer (NEW VERSION)
01. Prolog: 看在眼里
02. Robin Hood
03. Day Dream
04. 낭만적 인 가을
05. About You
06. The Black Rose
07. Because of a Secret
08. Näher Kommen
09. Full of Revenge
10. Between Truth and Lie
12. 겨울비
13. 하얀 희망
14. Unreasonable Longing
15. Untold Stories
16. Dark & Light
17. Orange
18. Black Mist
19. 相信
20. Make a Wish
The Ending of Something
21. The Revealed
22. Love and Crime
23. Something Unexpected
24. The Monster's Inside
25. That's (Not) Me
26. Fall For You
27. Let Me In
28. Break The Fate
29. The Last Chance
30.1 The Barriers
30.2 Begin and End
Fall For You: Special Part (Epilog + Note)

11. Next, Stand By Me

2.8K 369 27
By dusk813

"Dia yang tulus mencintaimu takkan berjalan di depanmu, atau tertinggal di belakangmu. Dia akan selalu berjalan di sampingmu."

WARNING!!! 18+

Lee Haechan mengernyit, sinar mentari dari  balik tirai yang tipis membangunkannya. Perlahan ia membuka matanya, rasanya pening dan masih terasa berat. Perlahan juga ia bangkit dengan tumpuan lengan kirinya, sementara tangan kanannya mengusap bagian belakang kepalanya. Begitu terduduk, ia sadar bahwa dirinya terbangun diatas ranjang tidur ㅡentah milik siapa.

Pakaian yang ia kenakan masih sama, kaus yang ia kenakan semalam dan celana jeans denim. Lalu ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, sangat rapi dan bersih, ia juga menemukan slogan dengan aksara pinyin. Memikirkan bahwa kamar ini adalah milik Huang Renjun, tapi bagaimana pria itu bisa menemukannya?
Setelah sadar sepenuhnya, ia berusaha bangkit dan keluar dari kamar tersebut, mencari pemilik apartemen tentunya.

Dan disanalah sosok yang ia cari, di ruangan yang penuh dengan perabot masak dan sosok itu tengah memunggunginya. Haechan berjalan kearahnya sambil memandangi tubuh mungilnya, tampak pas jika ia memeluknya dari belakang. Sepertinya Renjun sadar seseorang yang tengah berjalan dibelakangnya, "Lee Haechan ?!"

Kemudian, ia menghentikan sejenak kegiatannya ㅡmemotong sayur-mayur membantu Haechan duduk di kursi meja makannya. "Kau sedang berada di apartemenku." Renjun juga duduk berhadapan dengan Haechan, "Kenapa kau bisa pingsan disana?"

"Entahlah. Aku tidak ingat." Ucapnya sambil mengusap bagian belakang kepalanya, "Mereka memukul kepalaku, danㅡ"

"Dan?" Renjun mengangkat kedua alisnya, ia penasaran dengan kalimat selanjutnya.

"Dan, aku tidak ingat." Renjun membalasnya dengan ber-oh kecil.

"Kau ada air?"

"Tentu." Lantas, Renjun segera mengambil segelas air putih dan diberikannya pada pria itu. Haechan meminumnya sekali tegukan.

"Leher dan kepalamu baik-baik saja?" Tanya Renjun cemas. Ia mengusap kepala bagian belakangnya dan merenggangkannya, "Masih sedikit pegal."
Renjun berdiri dari duduknya dan beralih ke sebelah Haechan, ia mengulurkan tangannya ke arah leher belakangnya, "Ap- apa yang akan kau lakukan ?!" Tentu saja pria tan itu refleks menyentak tangan Renjun. "Aku diajari nenekku memijat leher yang sakit, jadi aku ingin memijat lehermu."

Haechan diam sejenak, "Setelahnya kau akan mematahkan leherku?"

"Ya!! Kau pikir aku seorang psikopat?" Renjun seakan tahu dari ekspresi yang ditampilkan pria itu, dia tidak suka disentuh orang lain. "Maaf, aku rasa kau tidak suka disentuh, ya. Tapi aku pastikan setelah ini lehermu akan merasa lebih baik."

Haechan terkejut dalam diam, bagaimana bisa Renjun tau apa yang tidak ia suka hanya dengan membaca ekspresinya, ia berpikir sejenak sebelum akhirnya membelakangi Renjun membiarkan pria China itu melakukan pijatan ringan pada lehernya.

"Maaf."

Renjun mulai memijat leher Haechan secara telaten dan ringan, Ia bukan hanya memijat area leher Haechan tapi juga hingga punggung dan lengan atasnya. Lewat sentuhannya ia dapat merasakan suara-suara samar dari persendian pria tan tersebut, ia tidak yakin  pekerjaan berat apa yang dilakukannya hingga persendian dan tulangnya mengeluarkan suara yang mengerikan.

Haechan sesekali merintih saat Renjun dengan lancang merenggangkan otot dan persendiannya, rasanya ia ingin mengumpat saat itu juga, sungguh sakit dan nyeri.


Setelah selesai memijat Haechan, Renjun melanjutkan kembali acara memasaknya. Sup daging dan nasi rumput laut itulah yang bisa Renjun masak hari ini serta kimchi dan buah potongan.





"Kau merokok?"

Ya, Haechan terlihat sedang mengapit tembakau yang dibungkus kertas di bibirnya, menghisapnya lalu membuat asap di udara. Ia melakukannya di balkon apartemen Renjun, jika ia melakukannya di dalam tidak yakin pemiliknya akan marah dan udara di dalam akan tercemar.

"Kau tidak suka melihatku merokok?" Tanyanya setelah membuang asap ke udara tanpa melihat Renjun sama sekali. "Bukan tidak suka, merokok menganggu kesehatanmu. Aku juga melihat banyak bungkus rokok di tempat sampah apartemenmu."

"Siapa yang peduli dengan kesehatanku."

Renjun berucap, "Jangan begitu. Lee Jeno pasti khawatir padamu." Seraya dirinya mendekati Haechan. Berdiri dengan menjaga jarak, lengannya menumpu pada pegangan balkon dan memandangi bangunan tinggi di depan apartemennya.

Lee Haechan diam-diam memperhatikan side profile Huang Renjun. Sangat mempesona. Bulu mata cantik yang beradu saat memejamkan mata, hidungnya yang mancung dan pipinya yang merona karena dingin serta rambut hitam di depan keningnya yang terbang kebelakang tertiup angin. Tampaknya bumi akan memasuki musim dingin, Haechan juga sebenarnya bergidik saat sepoinya angin menerpa tubuhnya yang dibalut kaus tipis.


Rasanya menyukai seseorang adalah kau ingin melindunginya, tidak ingin ia terluka sedikitpun.

Kau dibesarkan sebagai monster oleh iblis, itulah takdirmu. Kau tak bisa kembali menjadi manusia normal.


Ucapan Lee Jeno dan Kim Doyoung menyapa pendengarannya saat sedang asyik memperhatikan sosok disampingnya. Dua pernyataan itu tidak salah juga tidak benar. "Kenapa?"

Lee Haechan tak menjawab pertanyaan singkat itu, tetapi ia mendekatkan diri perlahan pada Renjun membuatnya diserbu rasa panik dan gugup. Mata Haechan mengunci mata Renjun, hingga tak sadar pria China itu telah membentur tembok di belakangnya, Renjun kini terjebak diantara tubuh tegap Haechan dan dinding apartemennya.

Pandangan Haechan menelusuri wajah yang begitu indah di depannya. Dua mata, hidung, dan berakhir menatap lama bibir Renjun. Jujur saja, Ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mencicipi bibir itu sekarang juga, ia menelan saliva begitu payah. Tapi ia harus bisa menahan gelora dalam dirinya, terlebih wajah yang ia tatap menunjukkan ekspresi ketakutan yang biasa ia lihat.

Dengan segera ia menjauhkan diri dari Renjun dan kembali menghadap ke depan serta kembali menyesap rokoknya.

Renjun benar-benar tidak percaya apa yang baru saja terjadi, Haechan begitu dekat dengannya, bahkan aroma tembakau dan nikotin sampai pada penciumannya. Entah apakah ini adalah indera tersembunyinya atau bukan, Huang Renjun melihat ada sesuatu yang Lee Haechan coba tahan lewat tatapan mata yang ia berikan pada dirinya. Ia mencoba menetralkan detak jantungnya yang berseru tidak karuan tadi, "Ada yang ingin kau katakan..."

Lee Haechan meninggalkan apartemen Huang Renjun setelah dirasa kondisinya membaik, ia tak ingin berlama disana takut-takut gelora yang menghilang tadi akan muncul kembali menguasai dirinya. Pria China itu memijat lehernya begitu telaten, meski ia bersikeras menolaknya tapi akhirnya dia kalah juga dari Renjun.

Ia berpikir, siapa yang memukulnya tadi malam, suaranya tampak tidak asing di telinganya, tetapi ia sungguhan tidak tahu siapa orang itu. Mungkinkah ada yang menyimpan dendam padanya, tentu saja, siapa yang tidak dendam pada pembunuh keji seperti Lee Haechan?

Namun... siapa?

Ia rasa semua bukti dan jejak yang mengarah padanya telah lenyap saat melakukan aksinya. Berkat bantuan Hwang Hyunjin dan Lee Felix  juga, sebenarnya.

Lee Haechan sampai di depan kamar apartemennya. Ada sebuah kertas bertuliskan menempel di depan kamarnya, ia tengok kanan-kiri lalu mencabut kertas tersebut.


Bagaimana kepalamu, Aku kurang kuat memukulnya, ya?

Kau masih terlihat sangat baik.

Sampai bertemu dikampus, Lee Haechan



Lee Haechan mengusap kasar wajahnya, "Keparat." gumamnya lalu meremat kertas itu dan membuangnya asal. Kemudian ia menekan passcode dan segera masuk.

Seseorang memerhatikannya dari balik dinding, dengan topi yang menutupi kepala hingga sebagian matanya ia menyeringai penuh kemenangan dengan apa yang baru saja ia lihat.

"Aku sudah memancingnya, Serka."

Sedangkan di apartemen lain, Huang Renjun tengah memerhatikan kertas yang tergambar sunset on the road, ia menamainya seperti itu. Ia juga masih memikirkan kejadian siang tadi, Lee Haechan yang memerangkap dirinya diantara tubuhnya dan dinding serta tatapannya yang terkesan ...
Entahlah, Huang Renjun tidak tau.

Ia membaca kembali tulisan yang dibuat saat dibus kemarin.

Kamu tau?
Senja itu seperti kamu
Tak pernah bisa tergapai oleh jemariku
Tak bisa teraih oleh jutaan rindu

Terkadang,
Aku ingin seperti angin
Yang membawa puing kenangan
Yang membawa sejuta asa

Aku ingin menjadi sejuta cahaya
Yang bisa membiaskan keindahanmu
Yang menjingga di langit sore
Yang bersinar layaknya senja

ting!

Ia terkejut saat getar dan suara dari notifikasi pesan masuk ke dalam iPhone-nya, ia pun segera membukanya.

Huang Renjun :)

Siapa?


Choi Hyunsuk.

Oh, ada apa...?

Renjun lupa, ia pernah memberi nomor ponselnya pada mahasiswa baru tersebut. Saat pria itu mengantarnya bekerja paruh waktu tempo lalu.

Aku bosan. Mau makan diluar?

Renjun mengernyit saat membacanya. Makan bersama?

Ayolah, teman-temanku entah kemana. Mereka tidak setia kawan.

Sebenarnya ia juga bosan setelah Haechan meninggalkan apartemennya. Inginnya, pria itu lebih lama lagi di tempat tinggalnya.

Baiklah, makan dimana?

Kita bertemu di tempat yang aku kirim padamu, ya?

Baiklah, sampai bertemu disana.

Renjun pun segera bersiap-siap. Setelah alamat terkirim padanya, ia lekas menemui Hyunsuk menggunakan taxi.



Huang Renjun akhirnya sampai di sebuah cafetaria, nuansanya tidak asing bagi Renjun. Warna merah dan emas mendominasi, bahkan Renjun dapat membaca tulisan-tulisan yang diukir indah di ambang pintu kedatangan.

Ia mengedarkan pandangan ketika memasuki cafetaria tersebut, ia melihat Choi Hyunsuk dibalik meja makan tetapi sepertinya pria itu masih sibuk dengan sambungan teleponnya. Ia pun mendekati pria itu, membiarkan dia melangsungkan perbincangan melalui ponsel.

Saat mendekatinya, Renjun tercekat melihat penampilan yang terbalut mantel dan turtleneck serta caranya duduk, begitu elegan dan berwibawa.

Mirip seorang komandan militer.

"Sepertinya kau tidak keberatan saat aku memerintahmu untuk tetap mengawasinya. Bermain dengan cara sembunyi memang menyenangkan."
Choiㅡ ah, Serka Choi tampaknya sedang berbincang dengan bawahannya membahas perkembangan mengawasi musuhnya, siapa lagi jika bukan Lee Haechan dan Lee Jeno. Ia sadar jika Renjun sudah datang dan tengah berjalan menghampiri mejanya, lalu ia membenarkan cara duduknya agar tidak terlihat seperti seorang anggota tentara sungguhan.

Timing-nya sangat tepat, bawahannya hendak menutup telepon dibarengi kedatangan Huang Renjun. "Berhati-hatilah." Lalu ia menutup panggilan tersebut dan berdiri menyambut Renjun.

"Kau menunggu lama?"

"Dua jam."

"Benarkah?" Hyunsuk menyukai raut wajah keterkejutan itu, tampak menggemaskan, ia terkekeh, "Tidak. Aku juga baru sampai lalu temanku menelepon."

"Kau tidak keberatan aku ajak makan disini, kan?" Choi Hyunsuk bertanya seraya tangannya meraih dua buku menu diujung meja lalu memberinya satu pada Renjun.

"Kenapa harus keberatan? Sudah lama juga aku tidak makan masakan China." Jawab Renjun yang kemudian tersenyum manis yang dibalas olehnya.

Hyunsuk tampaknya tidak terlalu tau masakan khas China, jadi dia menyerahkan semua pesanan pada Renjun. Ia percaya dengan pilihan menunya, dia orang China 'kan. Ia memerhatikan Renjun saat sedang memilih pesanan, begitu menggemaskan, bagaimana matanya berusaha melihat dengan jeli menu yang tepat untuk keduanya.

Setelah menyerahkan pesanan pada waitress, Renjun tiba-tiba tercekat, lagu favoritnya sedang diputar. Jackie Chan - Endless Love.

Hyunsuk melihat perubahan wajahnya yang tampak ceria dan antusias, meski Renjun berusaha menyembunyikannya tapi mata Hyunsuk tidak pernah berbohong, "Kenapa?"

"Lagunya. Mereka memutar lagu yang menjadi favoritku."

"Benarkah?" Hyunsuk mencoba untuk mendengarnya, nada dan rimanya memang bagus serta easy listening. Tapi dia tidak memahami lagunya, menggunakan bahasa Mandarin. "Apa makna lagu ini?"

"Tentang penantian seorang putri kepada pangerannya yang telah mati. Melewati ratusan musim dingin dan kematian berulang kali. Si putri berharap bisa bertemu dengan sang pangeran dalam dunia dan waktu yang sama."

Hati Hyunsuk perlahan seakan melebur mendengar penjelasan makna lagu dari Renjun. Begitu dalam dan sangat tulus.
Ia kembali berpikir, bagaimana jika Huang Renjun yang sudah jatuh pada Lee Haechan mengetahui tentang sosok tersebut. Akankah ia akan membenci Lee Haechan, dengan begitu dirinya bisa membawa Renjun ke dalam dunianya.

Tidak lama, pesanan pun datang, mereka mulai menyantapnya. Sesekali Choi Hyunsuk terpaku pada menu yang dipilih Renjun, benar-benar enak dan lezat.
Selama itu pula, keduanya hanya fokus pada menu masing-masing, sesekali mereka berbincang membicarakan hal-hal yang ringan dan random ㅡberusaha mengalihkan kecanggungan yang terjadi diantara keduanya.

Keduanya telah menyelesaikan santapannya, Hyunsuk memanggil waitress untuk mencatat jumlah pesanannya. "Aku saja yang membayar." Tawar Renjun.

"Simpan uangmu. Aku yang mengajakmu kesini, jadi aku yang membayar." Renjun agak tercekat dengan nada bicara Hyunsuk, begitu tegas seolah tidak boleh menentang. Hyunsuk sadar akan hal itu, ia menambahkan senyuman lebar pada pria China itu dan mengeluarkan dompetnya lalu membayar.

Saat hendak keluar dari cafe, tak sengaja ia menabrak meja tamu ketika menghindari waitress yang sedang kesulitan membawa menu. Hal itu membuat gelas yang berisi jus orange tumpah mengenai baju pria yang duduk disana. "Oh! Maaf, aku tidak sengaja, akuㅡ"

Ucapannya terhenti saat pria itu bangkit dan menggebrak mejanya, "Kau lihat apa yang kau perbuat?"

Ketakutan dan gugup kembali menyerang Renjun, sudah kesekian kalinya ia melakukan hal ceroboh yang membuat orang-orang tak senang padanya. Ia tak suka seseorang membentaknya dan ia juga tidak ingin melakukan kecerobohan lagi. Tapi ini benar-benar diluar dugaan.

Hyunsuk yang mengetahuinya sedari tadi sontak mendorong pria itu menjauh dari Renjun, memasukkan kedua tangannya kedalam mantelnya, "Dia memberi jalan pada pelayan yang kesulitan itu." Ditunjuknya wanita yang juga merasakan cemas melihat situasi seperti ini. "Seharusnya anda yang duduk lebih kedalam." sambungnya.

Renjun yang masih menunduk berada di belakang punggung Hyunsuk. Ia mendengar ucapannya begitu tenang tapi ia merasakan aura kemarahan yang begitu merah.

"Turunkan pandanganmu, urusanku dengannya bukan denganmu." Seketika Hyunsuk mengalihkan pandangannya dan mengedarkan keseluruh pengunjung dan waitress disana lalu kembali menatap pria itu.

Ia mengambil sesuatu dari saku dalam mantelnya, sesuatu yang selalu ia bawa dan selalu ia tunjukkan ketika sedang bertugas. Kemudian ia menunjukkannya ke depan muka pria tadi dan ekspresinya berubah, "Kau yang harusnya menurunkan pandanganmu."

Choi Hyunsuk mau tidak mau menunjukkan kartu tanda pengenalnya, bahwa orang yang sedang diajak bicara dengan nada tinggi ini adalah orang yang berperan penting dalam urusan keamanan negara.

Anggota Kemiliteran
Angkatan Darat Korea Selatan

Sersan Kepala, Choi Hyunsuk

Ia juga menyerahkan sejumlah uang pada meja pria itu, "Aku membayar pesananmu, aku harap kau bisa memaafkan kecerobohan yang tidak dia sengaja."

Setelah itu ia menarik tangan Renjun dan menuntunnya keluar dari restoran.

Raut wajah Hyunsuk begitu tenang saat membawa Renjun keluar dari tempat itu, tapi ia masih merasakan jelas aura kemarahan yang pria itu berusaha redam sendiri. "Maaf."

Ungkapan bersalah itu membuat langkah Hyunsuk terhenti, begitu pula Renjun. Lalu ia menoleh ke arah Renjun, "Bukan kamu yang seharusnya minta maaf, keparat itu yang salah." Baru kali ini ia mendengar Choi Hyunsuk mengumpat di depannya.

"Kau tidak apa-apa, kan?" Choi Hyunsuk beralih meraih kedua lengan Renjun, tiba-tiba hatinya seakan melebur merasakan aura Hyunsuk yang tadinya dipenuhi kemarahan berubah menjadi penuh kekhawatiran, "Aku tidak apa-apa."

Setelah mendengarnya, Hyunsuk membuang napas lega dan kembali mengenggam pergelangan tangan Renjun. Saat berjalan, ia bertabrakan dengan seseorang yang sedang membawa box berukuran sedang, box dan barang di dalamnya ikut terjatuh. Refleks Renjun dan Hyunsuk membantu mengambilnya.

Ratusan lembaran kertas yang untungnya telah dijadikan tumpukan.

"Maaf, aku tidak sengaja, aku terburu-buru." Orang itu berucap. Renjun memberikan tumpukan tersebut lalu tersenyum pada orang itu, "Kau..."
Orang itu melebarkan matanya saat tau siapa yang tidak sengaja ia tabrak, Renjun hanya mengernyit. "Kenapa?"

Orang dengan tampilan rambut panjang pirang ini lalu mengerjap beberapa kali lalu menerima tumpukan kertas dari Renjun dan Hyunsuk. "Tidak, tidak. Sekali lagi, maaf ya." Lalu orang itu pergi dari hadapan keduanya.

"Apa dia mengenalmu?" Hyunsuk bersuara, yang mana dibalas gelengan kepala Renjun.

drrttt... drrtttt...

Choi Hyunsuk berdecak setelah mengetahui siapa yang menghubunginya, "Sebentar, ya." Ia meninggalkan sejenak Renjun di tempatnya, memilih jarak sekitar 5 meter darinya.

"Dengan Serka Choi Hyun Suk." Ia sejenak melihat Renjun yang sedang menunjukkan ekspresi penasaran padanya.

Choi Hyunsuk memijat keningnya setelah mendengar suara dari kejauhan, "Ya."

"Baik, aku mengerti." Setelah menutup sambungan itu, ia bergumam sambil mengetuk ponsel dengan tampilan kontak yang baru saja menghubunginya, kemudian ia segera kembali pada Renjun.

"Huang Renjun, milㅡ" Ia memejam matanya sejenak, "Aku ada urusan mendadak, kita pulang ya."

Rencananya gagal total.

Ia berencana mengajak Renjun ketempat hiburan dan salah satu pusat rekreasi di Seoul, tetapi atasannya memintanya untuk datang ke markas besar. Dan hampir saja, ia mengucap kata "militer" Tampaknya agak sulit bagi Hyunsuk untuk tidak menyembunyikan identitasnya, ia terbiasa dengan penyebutan pangkat dan kata-kata lainnya yang berhubungan dengan kemiliteran. Setelah ini mungkin ia akan segera berguru pada bawahannya.



*****fall for you*****



Waktu berlalu begitu cepat dengan dibarengi perasaan yang bertumbuh makin besar.

Begitulah yang Lee Haechan rasakan.
Setiap hari, jam, menit bahkan detik hidupnya selalu dibayangi bayangan Huang Renjun. Seolah ia tidak diperbolehkan melupakan wajah polos bak malaikat itu dari pikirannya, bahkan sampai ia melakukan aksi membunuhnya sekalipun.

Kalau saja bisa untuk saat ini, Lee Haechan ingin sekali membenci pria berdarah China itu. Ibarat, parasnya selalu bermain di otaknya, sesekali menari elok, menggoda, namun juga menyiksa. Lee Haechan sungguhan frustasi dibuatnya.

Dalam kemelut pikirannya, sosok yang sedang ia pikirkan hadir dihadapannya, Tepatnya diseberang jalan sana.

Huang Renjun sedang membaca buku diantara kerumunan orang-orang yang hendak menyeberang juga. Lee Haechan sabar memerhatikannya dari jauh, bagaimana angin sepoi menerbangkan beberapa helai rambut hitamnya, bagaimana bibirnya menggumamkan bacaan dalam bukunya dan bagaimana tubuh ramping nan mungil itu dibalut mantel.

Ya, sekarang memasuki pertengahan bulan desember, bulan dimana musim dingin di beberapa negara dimulai. Bulan yang penuh suka cita dan penuh harapan untuk tahun berikutnya. Dan tentu saja, banyak orang yang menantikan salju pertama turun menghiasi tanah menjadi putih. Beberapa orang percaya bahwa salju yang turun pertama bisa mengabulkan keinginan seseorang, orang yang menyatakan cinta pada waktu itu akan terbalaskan.

Lampu lalu lintas yang sengaja dibuat untuk pejalan kaki akhirnya berubah warna dari merah menjadi hijau. Kendaraan mulai berhenti dan pejalan kaki mulai menyeberangi ke sisi lain. Tapi tidak Renjun, ia masih fokus pada bacaannya hingga tidak sadar orang-orang mulai menyeberang, hingga bahunya tidak sengaja disenggol pejalan kaki lain membuatnya bergegas ikut menyeberang.

Seakan lupa kemana tujuannya, Lee Haechan terpaku di tempat sedangkan orang-orang disekitar melewatinya. Dunianya seolah berhenti, hanya karena seseorang berjalan dihadapannya.

Renjun masih berjalan sedangkan lampu kembali menjadi merah dan kendaraan dibelakang pembatas mulai menyalakan mesinnya.





Disebuah rumah sakit, tepatnya disebuah ruang rawat inap. Seorang pria terbaring tidak sadarkan diri dengan perban di kepala dan kakinya yang dilindungi sebuah kayu ringan. Disampingnya, sedang duduk orang yang menunggunya rautnya begitu memperihatikan dengan lengan kanannya yang seakan tidak bisa digerakkan.

Pria yang terbaring itu akhirnya terbangun dengan rintihan pelan, dirasanya tubuh itu pegal dan sakit seluruhnya. Orang yang menunggunya lantas bangkit, "Kau sudah sadar?" lalu ia menekan tombol calling didekat lemari kecil.

"Kondisinya membaik, tapi kakinya mengalami cedera dan ligamennya robek, dia harus menjalani operasi secepatnya. Dia harus banyak istirahat." Jelas dokter ㅡbersama perawat yang datang tak lama setelah tombol tersebut di tekan. Penjelasan itu membuat wajah orang ini semakin muram dan kalut, "Begitukah? Terimakasih, dok." Dokter dan perawat tersebut pun membungkuk dan meninggalkan keduanya.

"Boleh aku minta air?" Ucapan itu memecah kekalutan Huang Renjun. Segera ia mengambil sebotol air mineral dan memberinya pada Lee Haechan. Lalu, ia kembali duduk disamping ranjangnya.

[Sebelum Kecelakaan]

Renjun juga tidak menyadari sebuah truk besar paling depan dari garis pembatas itu telah melaju lebih dahulu dan menuju kearahnya, tapi Haechan menyadarinya.

Tanpa pertimbangan, Haechan segera berlari kearahnya dan mendekap tubuh mungil tersebut. Keduanya terlempar kesisi jalan, dimana tubuh Haechan mendarat lebih dahulu. Kepala Haechan mengenai sisi tinggi dari jalanan tersebut, Renjun menengadahkan kepalanya berusaha melihat orang yang tengah mendekapnya.

Orang-orang yang melihatnya memekik dan segera menolong keduanya, "Lee Haechan!" Renjun juga sontak terkejut mendapati sosok tersebut dengan darah di yang mengalir dari pelipisnya. Ia berusaha menyingkir dari tubuh Haechan, ia juga tampak meringis merasakan lengannya yang terasa lepas dari tempatnya.

"Kau tidak apa-apa?" Haechan berucap sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

Haechan meminumnya hingga habis, entah kenapa tenggorokannya terasa sangat kering. "Kenapa kau menangis?" Ia berucap setelah mendapati Renjun menghapus airmatanya.

"Maaf. Aku membuatmu seperti ini." Renjun menunduk, memainkan jarinya abstrak. Dia tidak bisa melihat kondisi Haechan saat ini.

Andai saja, ia tidak membaca buku dan tidak tertinggal, Haechan pasti tidak akan menyelamatkannya dan mengorbankan dirinya. Seharusnya Huang Renjun-lah yang sedang terbaring bukan Lee Haechan. Ia menahan tangisannya, tapi tidak bisa.
Airmata itu lolos begitu saja membasahi pipinya.

Lee Haechan yang sudah terduduk sedari tadi melihat tangisan bersalah tersebut. Tangannya terulur meraih jemari Renjun yang sedari tadi bermain abstrak, diusapnya punggung tangan lembut itu dengan ibu jarinya. Jujur saja, ia tidak bisa melihat pujaan hatinya menangis karena dirinya. "Kau tidak apa-apa. Jangan menangis."

Haechan perlahan menarik jemari itu agar Renjun berdiri disisi ranjangnya, Renjun hanya menurut dan mengikuti. Jemari pria tan itu menghapus jejak airmata dipipi Renjun, seolah mengatakan jangan lagi turun.

"Jangan menangis, kau tampak lebih mempesona jika seperti ini."

Renjun terkejut dengan ucapan pria itu, bagaimana bisa ia mengatakan itu? Darimana ia mendapatkan kalimat cheesy itu? Dan... Ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan kalimat tersebut.
Tanpa disadari, mata Renjun telah terkunci oleh mata Haechan. Tatapan itu sangat berbeda, berbanding 360° dari biasanya.

Lebih teduh, damai, tenang dan penuh ketertarikan. Ah, ia pasti salah membaca tatapan tersebut.

Ibu jari Haechan masih mengusap kedua pipi gembil itu begitu pelan dan penuh perhatian. Demi Tuhan, ia tidak bisa lagi mengungkap bagaimana ciptaannya begitu sempurna dan indah.

cklek~

Bunyi pintu dibuka memecah keduanya, mereka pun bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa. "Lee Haechan, bagaimana kondisimu?" Renjun memberitahu Felix dan Jeno, keduanya datang bersamaan.

"Aku baik-baik saja."

"Renjun, kau terluka?" Jeno juga khawatir pada pria China tersebut, bagaimana lagi Renjun sudah ia anggap sebagai temannya.

"Aku juga baik-baik saja."

Lee Felix sangat cemas dan khawatir melihat keduanya. Selama perjalanan menuju rumah sakit, Lee Jeno yang sedang menyetir mobil juga berusaha menenangkan kekacauan yang menyerang hatinya.

"Dia sudah ada yang menjaga, kau tak perlu khawatir berlebihan." Jeno bersuara. Ucapannya ditujukan pada pria blasteran tersebut.

"Maaf..." Renjun berucap lirih, "Aku membuatnya seperti ini. Aku bertindak bodoh dan mengakibatkan seseorang terluka." Airmata kembali turun ke pipinya.
Felix segera mendekati Renjun dan memeluknya, "Kau tidak apa-apa, kan?"
Renjun mengangguk dan balas memeluknya.




FALL FOR YOU
NEXT, STAND BY ME

















note:

Awal dari kisah Renjun - Haechan yang sebenarnya telah dimulai.

I still need your appreciation, critics & comment ☺





Continue Reading

You'll Also Like

95.6K 10.1K 18
Hanya kisah tentang Haechan yang selalu berhasil membuat kupu-kupu berterbangan di perut Renjun. [Hyuckren] Warn! Bxb area Lil' bit mature🔞 Haechan...
99K 3.9K 33
WARNING!!! TERJEMAHAN INI TELAH MEMILIKI IJIN RESMI DARI PENULIS @Rosesarin_ SPAIN TRANSLATION BY @2031Samantha
67.3K 5.7K 12
Papilionem second book. Masih tentang Haechan yang membuat kupu-kupu beterbangan di perut Renjun. Namun kini dilengkapi dengan kehadiran dua malaikat...
138K 12.7K 25
⚠️21+ Content 🚫Under 15th y.o is NOT allowed !!! [ COMPLETED on March 2022 ] "Dalam pertemuan, ada cerita. Dalam perpisahan, ada kenangan. Dalam jar...