Mantra Coffee Classic

De Erzullie

271K 46.4K 6.3K

Kebayang gak sih 4 anak indigo tinggal barengan & buka coffee shop? mereka jualan kopi sambil buka konseling... Mai multe

Trailer
1 : Prolog
2 : Mantra
3 : First Case
4 : Butiran Jiwa
5 : Kopi Mantra
6 : Kopi Mantra 2
7 : All About Coffee
8 : Tamu Tak Di Undang
9 : Dewa Kematian
10 : Pria Tak Bersuara
11 : Anak Baru
12 : Perjalanan Astral
13 : Menghentikan waktu
14 : Sekar Sari
15 : Gelombang Badai
16 : Gelombang Badai 2
17 : Hujan di Ruang Hampa
18 : Jalan Yang Ditempuh Seorang Iblis
19 : Rumah Sakit
20 : Pencarian
21 : Full Squad
22 : Alam Suratma
23 : Hakim Kematian
24 : Pengejaran
Coffee Break : Ngobrol Bising (Biodata Singkat)
25 : Awal Baru
26 : Burn Baby Burn !!
27 : Pemburu Hantu
28 : Pemburu Hantu 2
29 : Tentang Waktu
30 : Tanda Mata
31 : Makrab Fotografi
32 : Makrab Fotografi 2
33 : Arwah Kecil
34 : Pencuri
35 : lo, gue, end
Special Chapters
36 : Chamomile
37 : Penghuni Baru
38 : Nada Dalam Sendu
39 : Sang Hakim Dunia
40 : Kronologi
41 : Ilmu Hitam
42 : Organisasi Peti Hitam
43 : Bunga Merah
44 : Bait Sendu
45 : Unpredictable
46 : Koma
47 : Reuni Singkat
48 : Senja
49 : Dharma
50 : Cemburu
51 : Pabrik Tua Terbengkalai
52 : Pabrik Tua Terbengkalai 2
53 : Air Terjun
54 : Lembaran Memori
55 : Menjelang Hilang
56 : Palsu
57 : Couple Day
58 : Perang
59 : Peti Hitam Vs Mantra x Dharma
60 : Peti Hitam Vs Mantra x Dharma 2
61 : Peti Hitam Vs Mantra x Dharma 3
62 : Peti Hitam Vs Mantra x Dharma 4
63 : Jalan Keluar
64 : Agen Ganda
65 : Rizwantara Putra
66 : Kerajaan Mantra
67 : Runtuhnya Pasukan Iblis
68 : Gadis Misterius
69 : Merelakan?
70 : Senja Di Ujung Fajar
71 : Wis Udah
72 : Roh Jahat
73 : Exorcism
Coffee Break : Tamu Spesial
74 : Suratma.net
75 : Pillgrims & Maggots
76 : Reborn
77 : Sebuah Rahasia
78 : Sebuah Fatamorgana
79 : Pertemuan
79.1 Mantra Tama
79.2 Mantra Tama
79.3 Mantra Tama
79.4 Mantra Tama
80 : Akar Masalah
81 : Quit
82 : Sayonara Mantra
83 : Uninvited Guests
84 : Lone Wolf
85: Sherlin Natawidya
86 : Berbagi Luka
87 : Seutas Perpisahan
88 : The Last Memories
89 : Hambar
90 : Tetangga Baru
91 : Aroma Badai
92 : Dead or Alive
93 : Kerajaan Siluman Kera Putih
94 : Ombak Besar
95 : Kemarahan Sang Kakak
96 : Rumah Hantu dan Pameran
97 : Permainan Menunggu
98 : Cerita Horor
99 : Tolong Menolong
100 : Back to Back
101 : Pergilah Kasih
102 : Jujur
103 : Sisi lembut dan kejam
105 : Mentari Yang Hilang Dari Wajahmu
106 : De Javu
107 : Ketika Ajal Datang Menjemput
108 : Hari Bahagia
END : Bait Terakhir

104 : Tertinggal

1.3K 251 44
De Erzullie

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Hari ini Tama tampak lebih tampan sepuluh kali lipat. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari wisuda kekasihnya, tentu saja ia harus terlihat berbeda.

"Gokil, keren lo hari ini," puji Andis yang baru saja turun dan melihat Tama sedang menikmati secangkir teh.

Hari ini Tama mengenakan kemeja batik berwarna biru dengan celana hitam dan sepatu custom oldskool batik yang selaras dengan kemejanya. Jam tangan silvernya membuatnya terlihat elegan. Kemeja Tama merupakan bahan yang sama dari rok kebaya wisuda milik Aqilla, ya mereka membeli bahan bersama.

Mereka berempat langsung menuju kampus ISI untuk memberikan selamat kepada salah satu pelanggan tetap, alias kontributor tetap mantra coffee. Sesampainya di kampus, Tama dan kawan-kawan menunggu diluar gedung, karena hanya orang tua yang mendapat undangan saja yang boleh memasuki gedung itu.

"Mas, Tamaaa," panggil Amel.

Tama menoleh ke arah Amel, ada April juga di sana.

"Kalian ga masuk?" tanya Tama.

Cuma ayah yang masuk.

Deg deg

Ayah? Jantung Tama berdetak dengan sangat cepat.

"Ayah galak loh, bisa disobek-sobek muka, Mas Tama nanti," ucap Amel.

"Hus." April menjitak Amel.

"Diemin aja, Tam. Dia emang iseng anaknya, udah kamu tenang aja ya, rileks," ucap April berusaha menenangkan.

"Mel, tadi, Ayah bawa pisau ukuran apa?" tanya April pada Amel.

"P--pisau?" ucap Tama gemetar.

"Oh, bisa takut ya?" April hanya iseng meledek Tama, ia tak menduga orang seperti Tama bisa merasa gugup.

Tak berselang lama, satu persatu wisudawan dan wisudawati mulai keluar dari gedung. Banyak di antara mereka yang saling berfoto dan bertukar selamat. Hingga Aqilla mulai terlihat, ia sudah membawa banyak sekali bawaan, sepertinya ia cukup populer, banyak pria yang memberikannya hadiah juga.

"Tama ga bawa bucket KFC lagi?" tanya April.

"Enggak, aku ga bawa apa-apa," ucap Tama enteng.

Aqilla berjalan dengan pria dewasa yang mengenakan kacamata, pria itu menatap tajam ke arah Tama, ia menyadari ada kesamaan antara batik Tama dan rok kebaya Aqilla.

"Jadi kamu?" tanya pria itu.

Tama mengajak ayah Aqilla untuk bersalaman, ia tak lupa tata krama terhadap yang lebih tua, Tama mencium tangan ayah Aqilla.

"Ternyata Aqilla dan April ga melebih-lebih kan ya--" ucap Ayah.

"Kamu ganteng banget, makasih ya udah jagain Aqilla, dan maaf kalo dia ngerepotin kamu," ucapnya pada Tama.

Ni orang enaknya dipanggil apa nih? Om? Paman? Uncle? Pakle? Papa? Ayahanda? batin Tama.

"Aqilla ga ngerepotin saya kok, Yah," ucap Tama.

"Yah?" tanya Ayah Aqilla.

Andis, Dirga, Ajay, Mbak April dan Amel menahan senyumnya, sejujurnya mereka ingin tertawa.

"A--ayah," jawab Tama.

"Hahahaha lucu juga kamu, saya denger-denger, Aqilla juga manggil, Mama kamu, Bunda ya?" tanya si ayah.

"Ya, begitulah."

"Ya sudah ga masalah," ucap ayah. "Qila," panggil ayahnya sambil melirik ke arah Tama. Aqilla menghampiri Tama dengan malu-malu.

"Hei," sapa Tama.

"Hei," balas Qila.

"Kamu hari ini cantik," ucapan Tama membuat Aqilla tersipu malu. Jujur saja Tama memang banyak mengeluarkan kata-kata indahnya di depan Aqilla, tetapi ia sangat jarang memuji Aqilla dengan sebutan cantik.

"Selamat ya, atas kelulusan kamu," lanjutnya.

"Terimakasih, kamu juga ganteng hari ini," balas Aqilla.

"Maaf aku ga bawa apa-apa, aku tahu kamu pasti kewalahan bawa sampah-sampah itu kan? Makanya aku ga mau nambah beban kamu, toh nantinya itu semua bakalan kamu buang."

"Hadiah terbaik yang bisa aku kasih cuma--" Tama menghentikan ucapannya sejenak, ia melirik ke arah teman-temannya yang sedang memperhatikannya, ia tak suka berada di tengah orang banyak, tetapi hari ini pengecualian.

"Hadirku."

"Bilang aja ga modal!" ledek Qila.

"Aku bisa kok beliin kamu mahar! Kalo kamu siap," balas Tama.

"Tapi aku pikir itu bukan hadiah yang cocok untuk wisuda kamu, jadi aku keep semua tabungan aku buat sesuatu yang lebih dari sekedar bunga dan design vector begitu. Aku kuliah design, aku juga bisa buatin kamu vector setiap saat, menurut aku satu-satunya hadiah terbaik buat kamu ya, cuma hadir aku, di sini, sekarang."

"Sesuatu yang orang lain ga bisa kasih, karena aku cuma ada satu."

"Dan cuma punya aku?" tanya Qila.

"Ya, cuma punya kamu," jawab Tama.

"Gitu caranya!" Dirga meledek Andis yang selalu gagal dalam menggoda kaum hawa dengan lisannya.

"Yaelah, Dir, ga usah ngajarin ikan caranya berenang deh!" balas Andis.

"Pret!" timpal Ajay.

Mereka bertiga menghampiri Aqilla dan ikut memberikan selamat padanya. Tama meminta tolong pada Mbak April untuk mengambil foto mereka berlima.

Cekrek

"Mau foto berdua ga sama, Aqilla?" tanya Mbak April pada Tama.

Sejujurnya Tama mau saja, tetapi Aqilla bukanlah orang yang suka difoto, apa lagi berduaan. Namun, kali ini Aqilla menggandeng lengan Tama. Sebenarnya mereka sejenis, hanya saja bedanya Aqilla lebih suka berfoto selfie sendirian, sedangkan Tama tak suka foto atau difoto, kecuali bersama Qila atau mantra.

"Ayo, foto," ucapnya pada Tama.

Cekrek

"Nanti siap-siap ikutan ke studio ya," Ajak Ayah.

Ya, Aqilla dan keluarganya akan pergi ke studio foto untuk mengabadikan salah satu momen terbaik dalam hidupnya, tentu saja Tama diajak untuk ikut bersama mereka. Sedangkan Dirga, Andis dan Ajay pulang duluan karena mereka masih ada urusan lain.

"Waktunya berperang," ucap Andis yang berada di dalam mobil.

"Semangat, Bray!" balas Dirga.

"Lu berdua udah kelar proposal dan mulai bimbingan ya?" tanya Andis.

"Ya, gitu deh. Gua bakalan jarang ada di mantra, studi kasus gua berhubungan sama bullying, butuh banyak referensi dan pemantauan secara langsung," balas Ajay.

"Gua juga bakalan sering nangkring di perpus kota atau perpus kampus kali," timpal Dirga.

Sesampainya di mantra, Ajay langsung mengambil tas yang berada di kamarnya, lalu ia turun kembali dengan membawa kunci motornya, ia segera pergi menuju kantornya. Mbak Ajeng sudah menyisakan satu client yang mengalami kasus pembullyian, tentu saja ia tidak akan terlibat secara langsung, ia hanya akan mengamati Mbak Ajeng dalam menangani kasus tersebut. Sementara itu Dirga mengeluarkan laptop dan mulai mengetik sesuatu.

"Ngapain, lau?" tanya Andis.

"Skripsi gua cuma nganalisis buku ini aja sih," Di sebelah laptop Dirga terdapat sebuah buku novel yang cukup terkenal.

"Itu skripsi lu isinya apaan dah?"

"Analisis karakter di dalam buku novel ini sih," jawab Dirga.

"Yang gampang-gampang aja deh, biar ga ribet dan bisa lulus cepet."

"Emang, lu rencana mau ambil apa, Dis? sambung Dirga.

"Belum tau," ucap Andis.

"Lah--"

"Gimana itu coba?"

Tugas akhir andis bukanlah tugas individu, ia dan kelompoknya harus membuat karya nyata dan diakhiri dengan penulisan yang membahas karya tersebut. Hari ini ia akan melakukan brief pertamanya untuk brainstorming dan konseping.

"Dir, gua tinggal ye," ucap Andis yang sedang mengikat tali sepatunya.

"Sans, tinggal aja."

Andis pergi meninggalkan Dirga sendirian.

Cring~ pintu mantra terbuka, sontak Dirga menoleh ke arahnya. Rupanya itu adalah Bunga, dari ruko sebelah.

"Oit, ada apa?" tanya Dirga.

Bunga membawa kue yang sepertinya ia buat sendiri.

"Mau bawain ini buat tetangga, sekalian mau numpang wifi, boleh?"

"Monggo," jawab Dirga.

Mantra coffee ini adalah kafe yang menjunjung tinggi solidaritas. Tak ada wifi di sini, jika memang ada wifi bernama mantra coffee, itu sebenarnya hanyalah hotspot dari ponsel Dirga. Karena memang sengaja mereka tak memasang wifi, untuk menjaga ke solidaritasan para pengunjung. Mereka tak ingin melihat orang-orang yang berkumpul bersama, tetapi sibuk dengan layar ponselnya masing-masing. Siapapun yang masuk ke kafe ini, harus membunuh waktu mereka dengan berbincang dan bercanda gurau dengan teman-temannya. Hargai mereka selagi masih diberikan waktu bersama! Karena kelak, kebersamaan dan gelak tawa merekalah yang akan kalian rindukan ... trust me.

"Kamu skripsi juga?" tanya Dirga.

"Kita beda angkatan loh, aku masih semester muda hehe, aku numpang buat tugas doang sih, gapapa kan?"

"Gapapa kok," balas Dirga.

"Yah, sebentar lagi, Kak Dirga lulus dong?"

"Kak?" tanya Dirga yang heran, biasanya juga mereka saling memanggil nama.

"Iya, aku kira kita seumuran, ternyata diem-diem lagi skripsian hehehe sorry."

"Santai, biasa aja. Jadi aneh kalo dipanggil, Kak begitu."

Dirga memasang musik blues untuk menemani kesunyiannya. Tak ada kata yang terlontar lagi, Bunga sibuk dengan tugasnya, sementara Dirga juga sibuk dengan risetnya.

Cring~ Tama baru saja sampai. Tanpa kata, ia langsung naik ke atas, melewati Dirga dan Bunga. Sebagai anak desain komunikasi visual, Tama memilih untuk membuat tugas akhir berupa perancangan desain komunikasi visual sebagai strategi branding. Dan gilanya, anak ini sudah berada ditahap akhir skripsinnya, ia telah menyelesaikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan perancangan, manfaat serta metode perancangan. Ia menggunakan design project milik Kiki, sebagai tugas akhirnya. Jadi ia tak perlu membuat karya baru, Tama hanya tinggal menyelesaikan penulisan tugas akhir saja, ia hanya mencari beberapa landasan teori untuk daftar pustaka. Sungguh hidup yang tentram.

Tak terasa malam telah tiba, Andis baru saja pulang, ia langsung duduk di salah satu kursi pelanggan dan menyalakan laptop, sepertinya ia mendapatkan ilham. Dirga dan Tama tak ingin mengganggunya, hari ini hanya Dirga dan Tama yang menjaga toko. Kebetulan toko tak terlalu ramai.

"Secangkir teh chamomile," ucap Tama sambil menaruh secangkir teh di meja Andis.

"Anjir dah, macem pelanggan aja gua?" ucap Andis.

"Layanan khusus buat yang lagi serius," timpal Dirga dari bangku kasir.

Malam ini Andis menghabiskan waktu dengan membuat proposal, ia langsung membabat habis empat bab dan esok harinya ia akan mengajukan proposal miliknya. Sementara itu, Tama ingin mengakhiri bimbingannya, ia berharap besok adalah bimbingan terakhirnya. Jika memang begitu, Tama hanya tinggal menunggu tanggal sidang, dan menghabiskan waktu tanpa beban. Memang ia tak akan wisuda dalam waktu dekat, karena wisuda gelombang ini baru saja hari ini digelar, minimal ia harus menunggu tahun depan untuk wisuda. Akan tetapi, jika skripsinya selesai lebih cepat, ia jadi punya waktu lebih banyak untuk melakukan hal yang lainnya. Minimal tidak mengeluarkan biaya untuk semester depan.

Keesokan harinya Andis membuka paginya dengan segelas moccacino, tak lupa kopi hitam untuk teman-temannya.

"Lu hari ini konsul, Tam?" tanya Andis yang baru saja melihat Tama yang turun dari tangga.

Tama hanya mengangguk, dan kemudian menunjuk Andis, seakan berkata. "Lu juga?"

"Yoi, gua mau ngajuin proposal nih, doain yak!"

Tama hanya membalasnya dengan sedikit senyuman dan jempol dewanya. Sekitar pukul 10.00 WIB, Andis dan Tama berangkat ke kampus mereka masing-masing, sementara Ajay sibuk mengamati Mbak Ajeng dengan client nya, Dirga mengerjakan skripsinya di perpustakaan kampusnya, untuk melihat beberapa contoh referensi skripsi yang serupa dengannya.

Hingga malam menjelang, Andis baru saja sampai. Dirga, Ajay dan Tama sudah menunggunya di dalam.

Cring~

"Whoa! Lihat siapa ini yang dateng," ucap Ajay.

"Dis, ada kabar gembira nih!" sambung Dirga.

Andis hanya menaikan alisnya seolah berkata. "Apa?"

"Tama udah acc, gokil! Tinggal nunggu jadwal sidang keluar," ucap Dirga sambil menepuk pundak Tama. Sementara Tama hanya membalasnya dengan senyuman.

"Oh--"

"Bagus deh--"

"Selamat, ya." 

Andis berjalan melewati teman-temannya dengan tatapan kosong dan langsung naik ke atas. Tentu saja ketiga temannya bingung, mereka melihat pundak Andis yang berjalan naik ke tangga, dan menghilang dari pandangan mereka. Mereka bertiga saling bertatapan, tak perlu bertanya, mereka tahu apa yang terjadi dengan anak itu.

Brak!

Andis menutup pintu kamarnya dengan sedikit emosi, ia melempar tasnya ke atas ranjang dan duduk bersandar di belakang pintu. Hari ini bukanlah harinya, proposalnya ditolak dan Andis harus mengganti judul. Mendengar Tama yang sudah sejauh itu, membuatnya iri dan merasa insecure.

Andis memang bukan anak yang jenius seperti Ajay dan Tama, bukan juga anak yang cerdas seperti Dirga. Dari dulu ia selalu mendapat nilai akademik yang buruk, mungkin karena dari kecil ia kehilangan sosok ibu, ia jadi kurang perhatian. Ayahnya sibuk bekerja, sehingga Andis tumbuh menjadi anak yang tidak terlalu mendapatkan bekal akademik yang baik.

Ia selalu bercanda dan bermain, ia anak yang caper pada lawan jenisnya, sebenarnya bukan tanpa sebab. Ia hanya berpikir bahwa cara terbaik menghibur diri sendiri adalah dengan berpura-pura menghibur orang lain. Karena sesungguhnya, selalu ada hati yang miris dibalik jiwa humoris. Sehingga tanpa sadar ia tumbuh menjadi pribadi yang rapuh. Merasa tertinggal membuatnya malu untuk bertatap muka dengan ketiga temannya yang terus menerus memberikannya support. Andis tak punya muka bertemu dengan Dirga, Tama dan Ajay.

"Kapan sih lo bisa berhenti bercanda? Kapan sih lo bisa serius buat jalanin hidup? Temen-temen lo udah pada mau lulus! Cuma lo doang yang masih belum bergerak dari garis start, Dis!" ucapnya lirih pada dirinya sendiri, sambil membenamkan wajahnya di sela-sela lututnya.

Continuă lectura

O să-ți placă și

8.6K 1.2K 21
Bacanya dari angka besar ke kecil ya... :))) Underneath this chandelier shall I confess Behind that wings of yours I praise In the face of the hourg...
73.3K 6.7K 49
Siapa yang sangka jika dua orang sahabat akan di jodohkan oleh orang tua mereka saat masih SMA dan harus membangun rumah tangga di usia muda. Kim Tae...
20.9K 1.6K 16
Terimakasih telah membuat cerita indah. Tapi maaf. Semua itu hanya ekspektasi kalian.
51.2K 2.6K 75
Jata benar-benar kehilangan kesabaran. Setelah enam bulan menikah, Puput tetap perawan. Tentu saja, harga dirinya sebagai lelaki jatuh bagai keset ka...