The DEVIL Inside Me [ON GOING]

By D-Vinchi

4.8K 429 96

#3 The Eagle Five Series _____________________________________ Rexonne Addison. Pemilik casino terbesar di A... More

Caution
P R O L O G U E
The DEVIL Inside Me | Part 1
The DEVIL Inside Me | Part 3
The DEVIL Inside Me | Part 4
The DEVIL Inside Me | Part 5
The DEVIL Inside Me | Part 6
The DEVIL Inside Me | Part 7
The DEVIL Inside Me | Part 8
The DEVIL Inside Me | Part 9

The DEVIL Inside Me | Part 2

414 41 12
By D-Vinchi

Leave your vote and comments if you like this part!

Happy Reading!

*

*

*

Playlist: No Time To Die---Billie Eilish

_______________________________

Eagle Five's headquarters, Madrid, Spain. 01.00 PM.

"Kenapa kita tidak berdiskusi bersama mereka saja?"

"Memangnya kita akan berdiskusi di mana?"

"Kita belum merencanakan apa pun, Mr. Five, kenapa Anda tidak kunjung menghentikan langkah?"

Rexonne mendengkus samar. Ternyata persepsinya tentang perempuan di sampingnya ini agak sedikit keliru. Amberella tidak sekalem kelihatannya. Sejak keluar dari ruang rapat, perempuan itu tidak berhenti mengoceh, membuat telinga Rexonne terasa panas. Rasa kagumnya seketika berubah menjadi risi.

Alih-alih menjawab, pria berkumis itu membelokkan langkah dan membuka sebuah pintu berbahan kaca tebal setelah melakukan scan telapak tangan. Meski luar biasa kesal, Rexonne masih bersikap gantleman dengan menahan pintu sampai perempuan itu masuk.

"Wow ...." Adalah respon pertama begitu Amberella memasuki ruangan bernuansa monokrom tersebut.

Ia hanya menatap Amberella datar saat perempuan berambut cokelat itu tidak berhenti mengamati ruangannya dan berdecak kagum. Memilih abai, Rexonne lantas duduk di kursi putar di belakang meja kayu. Tangannya mulai sibuk menghidupkan komputer dan mengoperasikannya. Tidak sampai lima menit, gorden hitam yang melingkupi hampir seluruh dinding kaca anti peluru ruangan itu terbuka, membiarkan cahaya masuk dan memperlihatkan pemandangan perkotaan.

"Ya Tuhan ... bagaimana bisa---"

Amberella mengantungkan ucapannya dan menoleh ke sudut ruangan, di mana terdapat pendingin ruangan yang secara mengejutkan hidup sendiri. Mata perempuan itu melebar takjub, pun dengan mulutnya menganga lebar, terperangah.

Rexonne tersenyum miring. Jarinya kembali menari di atas keyboard dan tidak berselang lama, terdengar suara air mengalir di belakang punggungnya. Pria itu menghentikan aktivitasnya kemudian memutar kursi dan beranjak untuk mengambil dua gelas karton yang sudah terisi kopi susu. Berbalik, ia menemukan Amberella sedang menatap mesin pembuat kopi tak berkedip.

Rexonne berdeham sedikit keras. "Duduklah," katanya lalu meletakkan satu gelas di atas meja. Pria itu kembali duduk di singgasananya seraya menyesap kopi.

"Mr. Five, bagaimana semua alat elektronik di ruangan ini dapat beroperasi sendiri?" tanya perempuan itu setelah menempatkan diri di salah satu tempat duduk di hadapan Rexonne. Netra cokelatnya masih memandang takjub seisi ruangan. "Apakah Anda memelihara hantu?" Amberella berkedip polos saat meluruskan tatapan.

Pria itu mutar bola mata malas dan kembali memusatkan perhatian pada layar komputer di hadapannya. "Tidak," jawabnya singkat.

"Lalu, bagaimana bisa ...."

"Kenapa kau sangat ingin tahu?" Ia kembali mendongak. Sebelah alisnya terangkat.

"Karena saya ingin."

Ia menghela napas lelah. "Dan aku juga tidak ingin memberi tahu, buang-buang waktu saja. Toh ... kau tidak akan paham."

"Tapi, saya sangat ingin tahu, Mr. Five. Berikan sedikit saja alasannya ..." Amberella menunjukkan telunjuk dan ibu jarinya untuk mendeskripsikan kata 'sedikit'. "... siapa tahu bisa membuat saya terinspirasi kemudian bergerak mempelajarinya sendiri."

"Lalu apa bedanya tindakanmu itu dengan plagiat?"

"Jelas berbeda, Mr. Five! Seseorang baru dapat disebut sebagai plagiator apabila mencuri sesuatu dari orang lain kemudian meniru dan mengatasnamakan dirinya sebagai pencetus pertama, sementara terinspirasi---"

"Oke, cukup!" selanya kemudian mengusap-usap telinganya yang mulai berdengung. "Aku lulusan IT, kira-kira apa yang selama ini kupelajari?"

Amberella membulatkan mata. "Jadi, Anda mengoperasikan barang-barang elektronik di sini melalui komputer?"

Namun, respon Rexonne hanya diam dan kembali berkutat dengan komputer. Dahi pria itu terlihat berkerut dalam dengan alisnya hampir menyatu. Dalam sekejap, tampilan benda elektronik di depannya berubah menjadi hitam dan penuh dengan kombinasi huruf, angka, serta tanda baca yang rumit. Sementara Amberella memberengut kesal karena merasa diabaikan.

Sekitar setengah jam berlalu, tidak ada di antara mereka yang membuka suara. Perempuan itu mulai dilanda kebosanan. Jemari lentiknya tidak berhenti mengetuk-ngetuk permukaan meja untuk menarik perhatian lelaki di depannya. Sayang, saat melirik Rexonne, pria itu justru terlihat tidak peduli.

Tidak kehilangan akal, Amberella bangkit dan berjalan mengendap-endap ke belakang kursi Rexonne. Matanya disipitkan untuk melihat pekerjaan pria berkemeja putih itu di layar komputer. Awalnya ia tidak berniat menimbulkan suara---karena takut Rexonne marah dengan aksi curi-curi tersebut, tetapi mulutnya malah berkhianat. Amberella berdecak pelan, tapi karena posisi mereka sangat dekat, Rexonne masih dapat mendengar. Terbukti, perlahan kursi yang ditempati lelaki itu berputar menghadapnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Rexonne tidak suka, mata abunya menyipit tajam, sedangkan perempuan berkemeja hitam di hadapannya ini justru menyengir kuda, tidak merasa bersalah sama sekali.

"Wah ... ternyata Anda menguasai beberapa bahasa pemrograman, Mr. Five."

Rexonne berdecak. Menyandarkan punggung, ia melipat tangan di bawah dada. "Ada aturan penting jika ingin bekerja sama denganku, baik di dunia nyata ataupun di dunia gelap; aku tidak suka dikuntit apalagi hal yang dikuntitnya menyangkut hal privasi," katanya tegas.

"Tapi, Mr. Five, kita tim sekarang---"

"Aku tidak peduli!" Nada suaranya meninggi, membuat Amberella berjengit dan mundur beberapa langkah. "Aku sedang mengerjakan hal yang bersifat riskan dan kau dengan lancangnya mencuri lihat pekerjaanku! Dasar wanita tidak tahu sopan santun!"

Kedua kaki Amberella bergetar, sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Perempuan itu menunduk akibat tidak kuat menatap mata Rexonne yang kini terlihat membara, seperti siap menelannya hidup-hidup. Siapa sangka, jika laki-laki yang tidak banyak tingkah, dapat semenakutkan ini ketika marah.

"M-maafkan saya---"

Rexonne memalingkan wajah dan membuang napas kasar. Ia memutar tempat duduk menghadap ke depan---seperti semula, sebelum berkata, "Duduklah. Lain kali jangan diulangi, aku tidak mau menyakitimu lewat perkataanku."

"Baik, Mr. Five. Terima kasih."

Ia bergumam sebagai jawaban. Mereka kembali saling membisu. Rexonne terus berkutat dengan komputernya, mencari data-data yang diperlukan, sebelum mencetaknya pada kertas HVS. Pria itu membaca ulang lembaran di tangannya, kemudian menyerahkannya kepada Amberella.

"Aku sudah mencari indentitas dan beberapa hal yang menyangkut soal Gabriella Jonas." Amberella menerima kertas yang disodorkan tanpa berani menatap Rexonne dan langsung membacanya.

"Gabriella Jonas, wanita 40 tahun kelahiran Barcelona, 14 Juni, merupakan wanita lajang yang belum pernah menikah. Gabriella selama ini dikenal sebagai sugar baby seorang pengusaha asal Asia. Diam-diam, Gabriella juga berprofesi sebagai pengedar obat-obatan terlarang. Tidak jarang, wanita ini menipu dan membunuh pelanggan yang kaya raya untuk diambil kekayaannya. Sejak lima tahun terakhir, Gabriella menjadi buronan polisi, tapi sosoknya sangat cerdik dalam melarikan diri dan membuang jejak." Usai membaca sepenggal informasi di tangannya, Amberella mendongak, menatap Rexonne dengan kening berkerut. Pria itu balas memandangnya tanpa ekspresi. "Anda mencari informasi sebanyak ini seorang diri? Dari mana Anda mendapatkannya?"

Rexonne tidak menjawab dan justru mengangsurkan kertas lain. "Ini denah kapal pesiar yang akan digunakan pesta ulang tahun itu. Kapal pesiar ini akan berlayar dari Mexico ke Florida dan akan berangkat pada pukul delapan malam." Ia juga mendorong salah satu undangan bermotif emas di tangannya. "Aku sudah membuat undangan duplikasinya untuk kita dengan tingkat kemiripan 98%. Seluruh tamu undangan diwajibkan menggunakan dresscode hitam dan menggunakan topeng saat acara pesta," jelas Rexonne dengan mata menatap layar monitor.

"Mr. Five---"

"Apa kau menemukan kejanggalan dari data Gabriella?"

Amberella menghela napas, merasa lelah karena Rexonne terus mengabaikan ucapannya. Padahal, di dalam kepalanya sudah tersimpan belasan pertanyaan lain. Meski begitu, Amberella tetap menggeleng. "Saya belum menemukan kejanggalan karena baru membaca sekilas, Mr. Five."

Rexonne mengangguk-angguk. "Ini hanya feeling-ku, tapi entah mengapa aku merasa ada ketidakcocokan antara umur dan nama wanita ini. Singkatnya, nama Gabriella terlalu keren untuk wanita berusia empat puluh tahun. Dan soal status lajangnya menurutku agak sedikit aneh."

"Aneh?"

"Ya. Marga keluarga Gabriella bukan Jonas. Sementara, aku belum bisa mendapatkan jawaban valid dari marga Jonas ini, tapi aku curiga bila wanita ini sebenarnya sudah menikah atau ...."

"Atau apalagi, Mr. Five?" Amberella menyatukan alis tidak paham. Ekspresi tengil maupun takutnya seketika serubah serius sejak pembahasan mereka mulai berat.

Rexonne berpikir keras sampai lima menit ke depan. Namun, belum ada satu pun kata yang bisa menjelaskan isi kepalanya. Pria itu bingung sekaligus tersesat dengan pikirannya sendiri. Sehingga yang dilakukannya hanyalah menaikkan bahu sekilas, kemudian melanjutkan pekerjaannya.

"Lupakan," balasnya yang justru membuat tanda tanya di kepala Amberella semakin besar.

Perempuan itu mendelik kesal dan memilih kembali menekuni kertas-kertas di tangannya, meredam rasa ingin tahu.

"Setelah ini, segera siapkan perlengkapanmu karena perjalan kita akan memakan waktu berhari-hari."

***

Usai melewati pemeriksaan cukup ketat dan diarahkan menuju kamar penginapan, Rexonne dan Amberella dapat menikmati kenyamanan salah satu fasilitas kapal pesiar milik perusahaan Delùx ini. Mereka menempati kamar yang sama dengan ranjang terpisah. Sedikit banyak, Rexonne bersyukur sebagai pria normal dengan hal itu. Poin yang paling penting, mereka menjadi mudah saat akan berdiskusi rencana lanjutan.

Berbeda dengan Amberella yang menikmati nyamannya berbaring di atas ranjang sembari memejamkan mata, Rexonne justru sibuk mengoperasikan Macbook di balik meja kayu yang disediakan. Kacamata anti radiasi bertengger manis di atas hidung pria itu.

Amberella yang baru membuka mata disuguhkan memandangan menggiurkan yang sanggup menggoyahkan iman. Diam-diam ia menganggumi penampilan Rexonne yang malam ini berkali-kali lipat lebih tampan. Jika tadi siang pria itu terlihat seperti bad boy yang sexy dengan kemeja kusut dan rambut acak-acakkan, kini Rexonne tampil lebih berkarisma dan lebih dewasa dalam balutan jas hitam licin. Amberella jadi membayangkan apabila kumis Rexonne dicukur, mungkinkah pria itu jauh lebih menarik sekaligus tampak lebih muda?

Amberella tiba-tiba tersentak saat ada jemari menjentik tepat di depan wajahnya. Mendongak, ia tersentak melihat Rexonne sudah berdiri di sisi ranjangnya, lengkap dengan satu alis terangkat. Perempuan itu langsung mengubah posisinya menjadi duduk.

"Kau tidak mendengarkanku sedari tadi?" Mendapati cengiran kuda perempuan di depannya, Rexonne mendengkus. "Apa yang kau pikirkan sampai tidak mendengarkan aku berbicara?"

"Anda," sahut Amberella spontan. Sedetik kemudian ia mengerjapkan mata dan memukul mulutnya yang lancang. "Maaf, Mr. Five, maksud saya ... saya sedang mengingat-ingat kembali rencana yang sudah Anda jelaskan di markas tadi."

Rexonne belum melembutkan tatapannya sampai beberapa saat, membuat perempuan dalam balutan blazer berwarna mustard tersebut meneguk ludah susah payah.

"Aku sudah mengecek kamar ini. Tidak ada CCTV yang terpasang dan kamar ini kedap suara, jadi kita aman bila berdiskusi selama pintu terkunci rapat," ucap Rexonne setelah satu menit berlalu. "Menurut jadwal, pesta akan dirayakan besok malam. Kita memiliki waktu sampai besok sore untuk beristirahat dan melakukan persiapan."

"Baik, Mr. Five."

"Orang-orang mengira aku kolega bisnis Jackson Delùx dan kau adalah pasanganku. Jadi, hilangkan bahasa formalmu itu, uhmmm ... siapa namamu tadi?"

Mendengar kata 'pasangan' meluncur dari mulut Rexonne, jantung Amberella bertalu-talu di dalam sana. Perempuan itu menahan napas beberapa detik sebelum mengeluarkan suara, "N-nama asli saya Auriel, M---maksudku, Rexonne."

"Aku sudah tahu, hanya saja tadi lupa," terang Rexonne kemudian berbalik dan melangkah mendekati koper di sudut ruangan. Pria itu kembali dengan membawa beberapa benda. "Jangan lupa pakai invisible earpiece besok."

Auriel menerima benda kecil tersebut tanpa suara.

"Oh iya, kau juga perlu memakai jam tangan ini besok." Rexonne memberikan Auriel jam tangan putih dengan hiasan berwarna kuning keemasan, sedangkan ia masih memegang jam tangan bermodel sama, tapi berwarna hitam. "Itu jam tangan hologram yang sudah kuatur asisten virtual bernama Q. Suara Q direkam oleh orang-orang non-binary dengan parameter suara 145 Hz ke 175 Hz, sehingga gender suaranya susah dikenali. Kau juga tidak perlu bingung cara menggunakannya, karena Q akan memandumu sejak pertama kali pemakaian."

Auriel sontak membolak-balikkan dan menatap penuh minat jam tangan dalam genggamannya. Modelnya yang cantik dan elegan, membuat ia jatuh hati pada benda canggih tersebut sejak pertama kali melihatnya. "Anda merancangnya sendiri, Mr. Five?"

"Tidak. Aku dibantu oleh tenaga yang lebih profesional. Idenya juga bukan milikku, tapi desain dan tampilannya akulah yang membuat."

"Wow ...."

"Sistem di jam tangan itu terhubung langsung dengan komputer Qelvin. Jika terjadi apa-apa dan kau kesulitan mengatasinya sendiri, sedangkan aku tidak berada di dekatmu, kau bisa menghubunginya," imbuh Rexonne. Ia menatap lekat Auriel saat perempuan itu kembali mendongak. "Sebelum menjalankan misi, aku ingin berpesan padamu."

"Apa?"

Rexonne tidak langsung menjawab. Ia menimang-nimang pemikirannya sebelum akhirnya berkata, "Tidak ada yang tahu nasib kita besok, tapi aku akan berusaha melindungimu karena kau perempuan. Jika pun kemalangan menimpa padaku, jangan pernah melaporkan kegagalan pada markas pusat. Karirmu mungkin akan hancur bila kau tetap melakukannya, salah satunya adalah jabatan gold agent yang sudah digadang-gadang."

"Tapi, Rex---"

Ia menggeleng tegas. "Aku tidak menerima penolakan. Anggap hal ini sebagai permohonan maafku karena sempat membentakmu tadi. Aku juga mohon kau ingat satu hal ... jangan pernah melibatkan perasaan dalam hubungan kerja sama kita." Ada jeda sejenak. "Segera singkirkan benih-benih yang tumbuh di hatimu, Auriel, aku bukan laki-laki yang tepat untuk wanita sebaik dirimu."

TO BE CONTINUED!

Note: nama asisten virtual Rexonne sama dengan tokoh yang sudah ada, bukan berarti aku nggak ada ide bikin nama baru atau berniat bikin bingung, tapi memang namanya di dunia nyata seperti itu.

See you on next chapter. 🙆‍♀️

November 20, 2020

Regards,
Vi

Continue Reading

You'll Also Like

638K 45.7K 40
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
255K 720 7
Vote masa cuma sange aja vote juga lah 21+
7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
442K 2.4K 19
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.