Starlit Night - [nomin]

By dazzlingyu

37.3K 3.3K 460

Sepenggal kisah tentang Lee Jeno dan dunianya, Na Jaemin. [nomin short story collection] dazzlingyu, 2020. f... More

1. sembilan belas
1.1. sembilan belas
1.3. epilog
2. light my cigarette
2.1. always taste like you
2.2. hoping things would change
3. kamu yang paling bisa
4. my muffin, my pumpkin, na jaemin<3
5. roommate
6. pacaran by accident
7. overprotektif
8. classmate
8.1. soulmate
9. the broken leg and those lingering feelings
9.1. all i can do is say that these arms were made for holding you
9.2. i've loved you since we were 18, long before we both thought the same thing
10. si manis na jaemin
11. into your skin
12. merry kissmas
13. last chance
13.1. final chance
13.2. epilog
14. movies
15. nala
16. benefits
16.1. i like u
17. green eyes with malibu indigo

1.2. sembilan belas

2K 256 83
By dazzlingyu

"Rasanya disini ada sesak dan debaran yang tidak bisa aku jelaskan."












"Mama, kenalkan ini Na Jaemin. Jaemin, ini mamaku."

Jaemin langsung menunduk sopan sembari menyodorkan sekeranjang buah yang ia beli di supermarket secara dadakan setengah jam yang lalu sebelum Jeno datang menjemput. Ia tersenyum manis sampai-sampai ibu Jeno memekik saking gemasnya dan langsung memeluknya senang.

"Jago sekali kamu bisa dapat yang semanis dan secantik Jaemin?"

Jeno tersenyum senang ketika melihat ibunya menyambut Jaemin dengan baik. Gebetannya itu pun terlihat nyaman-nyaman saja berada di dekat ibunya yang lumayan cerewet itu.

"Jaemin belum makan 'kan?"

"Kebetulan belum, Tante. Saya dengar dari Jeno kalau masakan Tante enak sekali rasanya. Jadi saya sengaja mengosongkan perut."

Ibu Jeno tertawa senang sembari menggandeng tangan Jaemin menuju dapur. Jeno tersenyum menatapi dua orang favoritnya itu sambil bertopang dagu di meja makan.

"Mari saya bantu masak, Tante."

Jeno tersenyum mendengar ucapan Jaemin barusan, memperhatikannya menggulung lengan sweater biru pastel yang dikenakannya sebelum terlibat perbincangan seru soal bahan masakan dan alat masak berkualitas dengan ibunya.

"Jeno jangan diam saja disitu, potong buahnya untuk anak manisku ini."

Jeno tidak protes dan langsung melaksanakan perintah ibunya, sekilas melirik Jaemin yang ternyata juga meliriknya. Begitu netra mereka bertemu, Jaemin tersenyum malu seraya mengalihkan kembali perhatiannya ke ibunya. Jeno mendadak tersipu, pipinya merona merah ketika menyadari bahwa Na Jaemin tetap terlihat indah bahkan dengan celemek lusuh yang menempel di tubuhnya.

Sialan. Jeno benar-benar telah dibuat jatuh cinta oleh sosoknya. Dunia benar-benar tidak adil.

Dua puluh menit kemudian, beberapa hidangan hangat telah tersaji di meja makan. Jaemin duduk dengan sopan setelah menarikkan kursi untuk ibu Jeno yang tersenyum begitu tulus padanya dengan senang hati.

"Ayah Jeno sedang dinas ke luar kota sampai lusa, jadi ia titip salam untukmu, Jaemin. Mama yakin ayahmu pasti bakal terus terang kalau ia menyukai Jaemin juga."

"Setuju, Ma," Jeno mengangguk sembari menerima piring berisi nasi yang baru saja Jaemin sendokkan untuknya. "Lihat, aku bahkan tidak minta tapi Jaemin sudah inisiatif bertindak. Porsinya pas pula dengan porsi makanku."

Jaemin mendadak tersipu lagi karena ketahuan sering memperhatikan Jeno ketika mereka makan bersama, jadi ia tahu persis porsi makan pemuda Lee itu. Si manis Na cuma bisa tertawa malu dan melirik Jeno serta ibunya bergantian.

"Jadi, sudah berapa lama kalian pacaran?"

"UHUK!!"

"Duh, kamu harus hati-hati, Jaemin. Daritadi tersedak terus," Jeno mengusap punggung Jaemin yang duduk di samping kirinya, sedang meneguk air perlahan-lahan.

"Loh? Memangnya belum?" Ibu Jeno langsung tahu jawabannya dari respon Jaemin barusan. "Mama pikir sudah."

"Belum, ma. Hehe..." Jeno menyengir sembari menyingkirkan tangannya dari punggung Jaemin.

"Ah, begitu," ibunya cuma tersenyum tipis sembari menatap Jaemin dan anak lelakinya bergantian. Jaemin tiba-tiba jadi merasa tidak enak. "Ayo, mari makan. Mama berani taruhan masakan Jaemin juga tak kalah enak rasanya. Dia jago memasak."

Untungnya, Jaemin bisa bernapas lega karena ibu Jeno tidak bertanya lebih lanjut tentang hubungan mereka.

Jaemin menatapi sekeliling kamar Jeno dengan pandangan kagum yang tak bisa ia sembunyikan. Ia benar-benar mengagumi bagaimana Jeno menjaga kerapihan kamarnya juga tata letak barang-barangnya.

"Duduk saja di kasur, Jaemin. Aku ambilkan buah dulu ya," Jeno muncul dari kamar mandi setelah mencuci tangan sebelum ia menghilang di balik pintu kamar.

Jaemin pun duduk perlahan di tepi kasur Jeno yang luas karena tadi sudah dipersilahkan. Diam-diam Jaemin jadi kepikiran lagi setelah melihat Jeno secara keseluruhan. Maksudnya, hal-hal lain diluar tentang Jeno—hal-hal yang berada di sekitarnya.

Seketika rasa itu muncul lagi di dalam hati Jaemin. Kakinya ia ayun-ayunkan ragu, dalam hatinya ia berpikir jikalau Jeno sesempurna ini, seseorang yang harus menjadi pasangannya adalah orang yang sempurna pula. Tentu saja bukan Jaemin, karena dia punya cela dan banyak kekurangan.

Di tengah pikiran kemelutnya, Jeno datang membawa sepiring buah potong dan dua gelas sirup, meletakannya di atas meja belajarnya.

"Maafkan mama ya," ucapnya sembari mengambil tempat di samping Jaemin. "Soal ucapannya tadi."

"A-ah, harusnya saya yang minta maaf," Jaemin tersenyum tipis pada Jeno, yang bisa langsung menyadari ada yang tidak beres pada Jaeminnya.

"Jaemin," Jeno menggenggam tangan Jaemin sebelum berdiri dan menariknya ke hadapan standing mirror yang ada di kamarnya. "Coba lihat sini."

Jaemin melirik pantulan dirinya dan Jeno malu-malu lewat cermin. Ia mendongak menatap Jeno yang sedang berdiri di belakang tubuhnya.

"Dengar, Jaemin. Aku suka padamu karena kamu ya kamu. Bukan karena kamu begini, kamu begitu. Kamu Na Jaemin, dan itu cukup untuk membuatku menyukaimu."

"Tapi, Jeno—"

"Jaemin, semua orang punya hak menerima cinta dan kasih sayang dari orang yang menyayanginya," Jeno memotong sembari mengusap helaian rambut Jaemin.

Pemuda Na itu memerhatikannya dari cermin lamat-lamat. Ia memerhatikan bagaimana lembutnya ekspresi Jeno ketika pemuda itu tengah menatapnya, bagaimana Jeno memperlakukannya dengan sayang dan rasa cinta yang tulus.

Jaemin jadi malah merasa bersalah.

"Jaemin, kalau ini masalah tentang penampilan, coba kamu lihat dirimu sendiri," Jeno memutar tubuh Jaemin menjadi menghadapnya. "Kalau boleh jujur sejujur-jujurnya, aku merasa beruntung karena teman-temanku banyak yang mengincarmu, namun diantara mereka akulah yang menang. Kamu bahkan tahu sendiri 'kan kalau banyak orang yang menyebutmu manis? Itu artinya kamu memang benar demikian."

Jeno tersenyum menenangkan, mencoba mengusir rasa ragu itu dari dalam diri Jaemin.

"Kalau itu soal apa yang aku punya—hei, Jaemin, ini semua bukan milikku, tapi milik ayah dan ibuku. Ketika kamu sudah jadi milikku—ketika kita saling memiliki, aku berjanji akan membuatmu bahagia dengan kerja kerasku sendiri, mulai dari nol lagi. Memang agaknya terlalu dini untuk membicarakan soal itu, tapi aku benar tulus menyukaimu, dan aku berharap kamu juga begitu padaku."

Dapat Jeno lihat mata Jaemin sudah berkaca-kaca di detik ia menyudahi kalimatnya. Pemuda Lee itu tersenyum sembari mengusap air mata Jaemin dengan punggung tangannya.

"Jangan menangis, Jaemin."

"Jeno."

"Ya?"

"Ketika aku berdebar karena dirimu, apa itu artinya aku telah jatuh cinta padamu?"

Jeno sontak terdiam memperhatikan manisnya itu. Dia bahkan mengubah gaya bicaranya, dan itu sangat lucu. Astaga, Jeno hampir diabetes rasanya.

"Ketika aku merasakan perasaan aneh yang menusuk hatiku ketika melihat Eunjae menempel padamu, apa itu artinya aku cemburu?"

Senyum Jeno perlahan terkembang seiring dengan kalimat jujur yang mengalir dari mulutnya manisnya itu.

"Rasanya disini ada sesak dan debaran yang tidak bisa aku jelaskan," Jaemin memukul pelan dada kirinya dengan kepalan tangan. "Ketika kamu melakukan hal yang aku suka, rasanya ada yang menggelitik dari dalam diriku, memaksaku untuk tersenyum. Ada rasa nyaman ketika aku bersamamu. Aku tidak takut lagi dengan kerumunan atau keramaian, karena aku tahu Jeno selalu ada di sampingku untuk menjagaku. Jeno, apa yang sudah kamu lakukan sampai aku jadi seperti ini?"

Ingin sekali rasanya Jeno berlarian keliling rumah untuk menyuarakan rasa bahagia yang tengah meluap menggebu-gebu di dalam dirinya.

"Jaemin..." Jeno tidak bisa menahan senyumnya ketika Jaemin mengerjap polos menatap dirinya. "Bolehkah aku memelukmu?"

Jaemin mengangguk enteng sambil merentangkan tangannya, "Aku juga mau peluk Jeno."

Jeno lantas memeluk Jaemin dengan penuh sukacita, begitu erat sampai-sampai Jaemin terangkat sejengkal dari lantai.

"Memang begini ya rasanya jatuh cinta?" Jaemin menyeletuk bertanya kemudian. "Rasanya aneh, bikin sesak."

"Tapi kamu suka?" Tanya Jeno sembari mengusap belakang kepalanya dengan sayang.

"Kapanpun itu, asal bersama Jeno, aku suka."

Ah—entahlah, Jeno mungkin hampir mati gemas saat ini. Dia senang sekali intinya.

"Jeno?"

"Ya?"

"Bolehkah aku... memelukmu lebih lama?" Jaemin meminta sembari mendongak menatap Jeno dengan mata bulatnya yang bening itu.

Mana mungkin Jeno punya kuasa untuk menolak makhluk semanis Na Jaemin, 'kan?

"Tentu, apapun untukmu, Jaemin," Jeno mengeratkan pelukannya, membiarkan Jaemin menenggelamkan wajah di dadanya.

"Jeno, kamu tahu tidak?"

"Apa, Jaemin?"

"Pelukanmu hangat, seperti rumah," ucapnya. "Seperti pelukan ibuku."

Jeno mendengus tersenyum sambil mengusap-usap punggung Jaemin sebelum melepaskannya.

"Jadi... bolehkah aku memacarimu mulai hari ini?"

Jaemin tertawa sembari mengangguk. Tangannya masih mengalung di leher si pemuda Lee.

"Apa itu artinya aku sudah jatuh cinta padamu?" Jaemin bertanya lagi kemudian.

"Mau buktikan?" Jeno membalas jahil, menyeringai tipis.

Jaemin mengangguk polos yang membuat Jeno jadi tak kuasa menjahilinya, namun Jeno kelewat gemas dan benar-benar ingin mengisenginya.

Tangannya ia ulurkan hingga ibu jarinya menyentuh bibir bawah Jaemin. Pemuda Na itu melebarkan mata terkejut, memandang Jeno penuh pertanyaan.

"Boleh?"

Jaemin mengedip sejenak sebelum menarik mundur wajahnya, "Seperti di film?"

"Film?"

"Ya... itu... apa kita akan saling memakan?"

Jeno hampir terbahak jika saja Jaemin tidak memandangnya dengan sorot mata penasaran yang kelewat polos.

"Bukan saling memakan, Jaemin. Itu namanya cium. Ci-um."

"Cium? OOH? HAHAHA AKU BARU TAHU!!"

Jeno menatap kekasihnya itu tidak percaya, "Kamu tidak tahu cium?!"

"Kata ibuku, tidak boleh ada yang menciumku selain beliau. Dulu ibuku sering menciumku di pipi juga kening, dan Jeno juga menciumku di kening, jadi, yah... aku tidak tahu kalau ada cium di bibir, hehe..."

"Oh, astaga... kamu menggemaskan sekali, Jaemin. Tidak baik untuk hatiku," Jeno menggebuk dada kirinya beberapa kali. "Tapi, kalau kamu tidak mengizinkan, ya sudah—"

Cup!

Jeno melongo ketika sadar bahwa Jaemin baru saja berjinjit dan mengecupnya tepat di bibir.

"Oh? Rasanya beda?" Jaemin memegangi bibirnya sambil menatap Jeno. "Aku pikir rasanya bakal sama seperti ketika aku mencium pipi ibu? Bibir Jeno ternyata lebih lembut..."

Jeno benar-benar mau meledak saja kalau begini ceritanya. Tak tahukah Jaemin bahwa ia hampir mati berdiri satu menit sebelumnya?

"Jaemin..."

"Y-ya?" Jaemin mendadak ciut mendengar geraman Jeno tepat di samping telinganya. "Ma-maaf, kamu marah ya? Apa aku membuatmu kesal, atau—"

"Huhuhuuuuuu..." Jeno tiba-tiba merengek di bahunya. "Jaemin, bisa berhenti menggemaskan tidak? Aku jadi ingin menciummu..."

"Jeno mau?"

Si pemuda Lee langsung menegakkan tubuhnya.

"Boleh?"

"Boleh dong. Kamu 'kan sudah sering mencium pipi atau—umhhfff!!"

"Jaemin, apa kamu bahagia?"

"Bahagia?"

"Iya. Ketika bersamaku, apa kamu bahagia?"

"Sangat."

Latarnya sore hari di balkon rumah Jeno, keduanya sedang duduk menikmati senja dengan dua gelas kopi, mengiringi matahari terbenam dengan alunan gitar yang Jeno mainkan, mengistirahatkan sejenak batin mereka yang letih setelah menghabiskan tenaga di tempat kerja beberapa jam yang lalu.

"Pekerjaanmu di kantor bagaimana?"

"Sangat baik," Jaemin tersenyum senang, menyenderkan kepalanya di bahu Jeno. "Aku dipromosikan menjadi manager."

"Nah, sudah aku bilang 'kan kalau kamu pasti bisa, sayang. Kamu tidak perlu ragu terus menerus," Jeno mengusap rambut Jaemin dan mengecupi pucuk kepalanya, menyingkirkan gitarnya ke samping.

"Jeno, terkadang aku berpikir bahwa kamu adalah pembawa keberuntungan untukku, setelah bertahun-tahun menghabiskan waktu bersamamu, banyak hal baik yang datang menghampiri hidupku. Dulu aku bukan siapa-siapa, aku selalu takut dan ragu dengan apapun, namun kamu seolah hadir dan memperbaiki segala kekuranganku. Hari ini hari baikku, dan aku ingin sekali berterima kasih padamu."

Jeno tersenyum menatap kekasihnya yang kini tengah memeluk pinggangnya, menyamankan diri di pelukan Jeno yang selalu ia bilang sehangat rumah itu.

"Jaemin, kamu dan aku memang ditakdirkan untuk bersatu. Percayalah, hidupku juga terasa lebih baik dan sebagian besar karena keberadaanmu. Terima kasih sudah mau menerima segala kekuranganku selama ini. Lima tahun yang kita habiskan bersama tidak akan pernah sia-sia. Maka dari itu..."

Jaemin menatap Jeno bingung ketika pemuda itu menjauhkannya dari dirinya, lalu meraih sesuatu dari dalam tas gitarnya.

Pemuda Na itu hampir saja memekik saking kagetnya ketika Jeno meraih tangannya dan memakaikan cincin perak di jari manisnya.

"Mari menikah, Jaemin."

Jaemin tidak menjawab apapun selain meraih Jeno untuk ia peluk dan ia tangisi bahunya. Buncahan rasa bahagia meledak-ledak di dalam diri keduanya, membuat hari ini dan senja kali ini terasa jutaan kali lebih membahagiakan dari yang sebelum-sebelumnya pernah mereka habiskan bersama.

"Izinkan aku menyematkan nama keluargaku di depan namamu, mengikatmu sepenuhnya untuk menjadi milikku selamanya," tangan Jeno sedikit gemetar, namun ia terus menggumamkan kata yakin di dalam dirinya. "Apa jawabanmu, Jaemin?"

"Tentu saja aku mau!" Jaemin berseru begitu semangatnya. "Ayo menikah, Jeno!"

Pemuda Lee itu pun tak kuasa menahan harunya lagi. Tangisnya terpancing ketika melihat wajah bahagia kekasihnya. Senja itu, mereka berpelukan hingga matahari terbenam dengan indahnya, membawa bias bahagia ke dalam diri keduanya.

















Thankyouu yang udah mau baca^^

Continue Reading

You'll Also Like

35K 4K 6
HIATUS -> mungkin bakal discontinued (?) 😅 Season 2 dari Verletz~~~ Sebelum baca ini, ada baiknya baca Verletzt dulu hihihi >< ⚠️BxB Area...
725K 67.7K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
202K 21.8K 41
Menyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal...
12.2K 883 10
Jeno yang menerima ini karena tak ingin rencana gila yang papi buat di laksanakan, sedangkan Jaemin menerima karena ia lupa dengan janji yang ia buat.