2.1. always taste like you

1.4K 139 4
                                    

Aku punya hobi baru akhir-akhir ini, yaitu melamun tentang pemuda yang kusukai atau yang biasa kalian kenal dengan nama Lee Jeno.

Banyak hal yang kusuka darinya, mungkin kalian akan bosan jika kusebutkan terus-menerus tapi aku benar-benar menyukainya.

Selain selera fashionnya yang bagus dan cara ia memperlakukanku dengan amat sangat baik, aku kerap memerhatikannya melakukan kebiasaan-kebiasaan kecilnya yang menurutku menarik.

Seperti kebiasaannya mencium Bongshik sebelum berangkat sekolah meskipun ia alergi, mengikat tali sepatunya dua kali, melipat kerah kemeja dan lengan bajunya dengan rapi sebelum pergi, dan oh—aku paling suka kebiasannya yang satu ini.

Demi diriku, ia rela makan permen lolipop rasa stroberi hampir setiap hari.

Jadi ketika ia menciumku setelah menghabiskan satu batang rokok di atap sekolah dan satu batang permen stroberi, rasa cumbuannya seperti pahitnya bakaran tembakau dan manisnya biang stroberi yang dikombinasikan menjadi satu; membuatku mabuk—disamping statusnya yang merupakan pencium ulung. Ia mampu membuatku mabuk kuadrat.

Kebiasaan-kebiasaan Jeno itulah yang tak pernah absen dari pikiranku selama sebulan terakhir sejak malam itu; malam di akhir bulan September ketika aku terjaga subuh dini harinya setelah Jeno menggempurku hampir tiga ronde setelahnya dan aku terlelap dalam dekapannya tepat tengah malam.

Aroma asap rokok yang kuat merasuki penghiduku dan memaksa merenggut rasa kantukku. Mataku terbuka perlahan dan jantungku hampir meloncat indah begitu mendapati Jeno sedang merokok sambil bermain ponsel di sampingku, dengan kacamata baca yang bertengger di hidung mancungnya dan masih dalam keadaan setengah telanjang, hanya memakai boxer hitamnya, menampilkan dadanya yang bidang dan otot perutnya yang terbentuk sempurna.

Oh, betapa aku mencintai pemuda di sampingku ini.

"Jeno..." aku memanggil lirih, membuat Jeno langsung mematikan ponselnya dan menaruh rokok di atas asbak, membiarkannya tetap menyala dan memenuhi kamar dengan aroma tembakau bakar serta kepulan asap tipis.

"Yes, Baby? Did I wake you up?"

Aku menggeleng lemah dan mengulurkan tangan, bermaksud memintanya untuk memelukku karena baru kusadari hujan tengah turun lumayan deras di luar jendela, tubuh telanjangku merasa kedinginan dan ingin berada di pelukannya sekarang.

Namun mungkin Jeno salah mengartikan maksudku, ia justru malah menunduk dam menciumku. Tapi aku tidak menolak dan tetap menerima ciumannya sebelum ia lepas setengah menit kemudian.

"Kamu bau rokok." Aku mengeluh sembari mengerutkan hidung, membuatnya tersenyum jenaka dan menampilkan mata bulan sabitnya.

"Bukannya kamu suka?"

"Uh... tidak. Aku tidak suka ada rasa rokok di bibirmu ketika kamu menciumku."

"Okay, jadi apa yang harus kulakukan agar tetap bisa menciummu?"

Oh, aku lupa mengatakan bahwa selain merupakan seorang pencium ulung, ia juga merangkap sebagai seorang perayu yang sama ulungnya. Lihat saja, wajahku sekarang hampir sobek karena tersenyum saking lebar dibuatnya.

"Oh, aku akan sukarela dicium jika bibirmu terasa manis."

"Manis?"

Aku pun mengangguk, dan setelah hari itu, kulihat hampir setiap jam makan siang, Jeno mengulum permen batangan rasa stroberi.

Jeno terasa seperti rokok dan stroberi, panas dan membakar namun manis secara bersamaan.

Oh, betapa aku telah jatuh cinta begitu dalam pada kakak kelasku itu.

Starlit Night - [nomin]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ