grey

By violet_torque

5.3K 454 257

Takahiro Moriuchi seorang karyawan swasta biasa harus memutar otak dan bekerja lebih keras seteleh direktur p... More

Intro
1. Satu
2. Toru
3. The Beginning
4. Saturday
5. Other Side
6. Smiling
7. Jarak
8. Hiro
9. Bertemu
10. Masa Lalu
11. Masa Lalu (2)
12. Dan lain lain
13. Di antara
14. Hide
15. Two
16. One Step Closer
17. September Rain
18. Home?
20. One More Night
21. Apa
22. Natal
23. Exe
24. Darkness
25. The Wedding
26. A Leaf
27. Bit
28. Ending Story
29. After (extra chapter)

19. Happy Birthday

139 8 8
By violet_torque

Hari semakin larut.

Suhu semakin menurun.

Temaram lampu semakin berkurang di setiap detiknya, menandakan ada raga yang harus di istirahatkan untuk melanjutkan aktivitas esok hari.

Di bawah guyuran salju yang kian lebat, dua pasangan melangkahkan kaki dengan penuh perhitungan. Napas yang tersengal begitu terlihat seiring asap tipis yang keluar dari sang empu.

Jemari ramping Toru menggenggam erat jemari lain yang mulai menorehkan warna merah di ujungnya.

Jejak sepatu tertutup cepat oleh butiran salju yang dengan ganasnya menyapu daratan.

Berjarak tak jauh dari sebuah tempat yang bernama kediaman Yamashita terdengar sayup sayup dentuman musik dan sinar warna warni yang menerobos tirai dari balik jendela kaca.

"Toru san, kau yakin tidak apa apa?" dengan langkah terbata karena kaki yang mulai membeku nada bicara Taka bergetar.

Jemari Toru semakin mengeratkan genggamannya "Aku tidak pernah meminta ini".

"Tapi....".

Brak.

"Aduh" Taka mengusap dahinya pelan karena menabrak punggung Toru lumayan keras.

Toru membalikkan badan dan menatap lekat Taka yang masih sibuk mengusap dahinya "Jika bukan karena Ryota, aku tidak akan datang" nada bicara Toru terlihat kesal.

Kemarin, Toru memang bercerita tentang sahabatnya sejak lahir yang bernama Ryota Kohama.

Mereka tak pernah terpisah karena rumah mereka yang dekat dan juga Toru sangat sulit mencari teman. Hingga Ryota dan Toru mengenyam pendidikan di sekolah yang sama.

Bahkan, saat Toru memutuskan untuk pindah keluar negeri pun Ryota mengikutinya.

Semua berjalan begitu saja, hingga Ryota menemukan tambatan hatinya di sela sela kesibukan kuliahnya.

Tak memerlukan waktu lama, Ryota memutuskan mengakhiri masa lajangnya dan menetap di negara asal gadis itu. Canada.

Toru menakup pipi Taka yang tenggelam karena syal dan penutup kepala. Hanya manik bulatnya yang terlihat jelas "Aku berjanji tidak akan lama di sini" sekilas Toru mengecup bibir Taka.

Membuat pipi Taka memerah entah karena malu atau hawa dingin.

Sambil terus memenggang jemari Taka seakan Taka bisa menghilang begitu saja atau ada yang berniat mencuri Taka darinya, Toru terus melangkahkan kaki jenjangnya.

Menarik napas panjang sebelum membuka pintu utama, Toru melirik Taka yang berdiri tegang di sampingnya.

Melihat pucuk hidung yang memerah itu Toru tersenyum. Seakan dirinya mendapat kekuatan untuk menghadapi apa yang ada di balik pintu.

Dengan tangan yang sebenarnya gemetar namun di sembunyikan, Toru mendorong pintu dengan perlahan.

Dentuman musik semakin terdengar jelas di telinga kala pintu sepenuhnya terbuka lebar.

Taka kesulitan menelan saliva. Dirinya mematung mendapati begitu banyak tokoh terkenal dan orang terpandang di Tokyo.

Dadanya terasa sesak, hawa dingin tiba tiba berubah menjadi panas, seakan ada lava yang membanjiri tubuh mungil.

Genggaman tangan Toru menyadarkan Taka dari lamunannya. Genggaman itu pula yang membuat Taka berani memasuki rumah Toru yang sudah di sulap menjadi ruang pesta dengan lantai dansa di tengahnya.

"Toru, selamat ulang tahun".

"Yamashita muda, selamat bertambah tua".

"Toru san, selamat ulang tahun".

Toru hanya mengangguk dengan senyum paksanya saat beberapa orang yang dia kenal menghujaninya dengan ucapan selamat.

Saat Toru berlalu, semua pasang mata menatap Taka dengan tatapan tidak senang. Ada pula beberapa yang saling berbisik. Ada juga yang tidak mau tahu.

Merasa udara semakin menipis, Taka hanya bisa menunduk. Hanya jemari Toru yang menuntunnya di antara keramaian yang berbau alkohol dan campuran parfum beraneka ragam.

Toru menatap semua kerumunan, mencari di mana sahabatnya itu berada.

Hingga dia menangkap sosok gadis kecil berusia sekitar 2 tahun tengah bermain dengan kue di meja. Gadis yang duduk sendirian di sudut ruangan. Entahlah, apa gadis tersebut memiliki sifat sedikit mirip Toru?

Toru kembali menarik lengan Taka yang kini basah karena keringat.

Dan melepasnya saat dia sudah berada di samping gadis kecil tersebut.

Toru mengusap pucuk kepala dan berseru "Ellanii".

"Uncle Towu" gadis itu sontak melompat ke arah Toru.

Memeluk Toru dengan erat, mengusap usapkan wajahnya yang berlumuran kue coklat.

"Uncle Towu, Ellanii lindu".

Toru tertawa terbahak, dari mana gadis sekecil Ella belajar mengucap kata yang biasanya di ucapkan oleh orang dewasa?.

Toru mencium pipi putih pucat Ella "Di mana papa mu?".

Belum sempat Ella menjawab terdengar suara serak dari arah lain.

"Selamat ulang tahun Toru chan" Ryota tersenyum lebar sebagai mana yang selalu Toru ingat.

Toru bangkit dari duduknya dan bersalaman dengan Ryota, tak lupa menabrakkan bahu satu sama lain sebagai tradisi. Hingga noda coklat turut mengotori mantel Ryota.

"Toru chan, kenapa kau berlumuran kue?" tanya Ryota.

Di balas dengan senyum Toru sembari melirik Ella yang pura pura kembali bermain dengan kue yang sudah tak berbentuk di atas meja.

Dari balik Ryota datang seorang wanita "Happy birthday Toru sang" wanita itu mengulurkan tangan.

Toru membalas jabatan tangan Michelle "Thank you Michelle san".

Toru menginstruksikan Ryota untuk mengikutinya.

Sudah tahu maksud sahabatnya tersebut, Ryota mengekori Toru yang berjalan beriringan dengan seseorang yang pertama kali dia lihat.

Tatapan tajam Ryota menghujani punggung sempit Taka.

Di samping kolam renang ada sedikit kesunyian yang sangat Toru hargai.

Toru menengadah, melihat ribuan salju yang tak hentinya turun.

Suara Ryota memecah keheningan "Jadi bagaimana kabarmu?".

Toru menyeringai "Kau lucu Iyo".

Ryota memutar matanya malas. Tahu benar dia atau pun Toru tidak pandai menghangatkan suasana di saat seperti ini.

Penasaran Ryota kembali bertanya "Dia siapa?".

Taka sedikit terkejut di buatnya.

Dengan gugup dia membungkukkan badan dan memperkenalkan diri "Nama saya Takahiro Moriuchi".

Ryota membalas membungkuk "Saya Ryota Kohama. Senang bertemu dengan mu".

Taka tersenyum "Senang juga bertemu dengan mu Kohama san".

"Sudah cukup" bariton berat Toru menjadi tanda berhenti bagi mereka berdua untuk lebih panjang mengobrol.

"Toru chan?".

Toru menghela napas "Aku tidak bisa lama lama di sini Iyo".

Toru kembali meraih jemari Taka yang tertutup mantel.

Merasa ada yang menyentuh tangannya, Taka sontak menoleh dan tatapannya bertemu dengan maik ikan milik Toru.

Ryota hanya mendecih melihat dua orang di hadapannya yang saling bertatapan dengan begitu dalam "Tch".

Ryota bersidekap dan membuang mukanya. Menatap deretan pot tanaman dengan ranting yang membeku.

Toru kembali menarik Taka untuk mengikuti langkahnya, melewati Ryota yang tak sedikit pun mau menatap Taka.

"Toru chan" teriak Ryota.

Langkah Toru terhenti, dengan pelan dia berbalik. Tak lupa genggamannya erat dia berikan di jemari Taka, sedikit menariknya agar tetap berada di dekat Toru.

Ryota meremas lengannya sendiri dengan keras, tak ada kata yang mampu terucap.

Menunggu adalah hal yang paling Toru benci, di rasa pembicaraan mereka sudah selesai, Toru kembali berbalik arah dan kembali melewati kerumunan. Jalan satu satunya untuk keluar dari tempat ini.

Dentuman musik tiba tiba berhenti saat Toru melintas. Satu lampu sorot menghantam Toru dengan sinarnya. Toru sedikit menutup mata dengan lengan yang turut membantu menepis cahaya.

"Hari ini adalah ulang putra semata wayang saya Toru Yamashita" tepuk tangan riuh menjeda kalimat dari seseorang yang di kenal sebagai kepala keluarga Yamashita. Tentu saja di dampingi Nyonya Yamashita di sampingnya.

Di lantai dansa yang sekarang kosong tersebut, kini perlahan sebuah troli mengangkut kue setinggi 96 cm dengan lilin di sekeliling dan sebuah lilin besar bertuliskan angka 32 di puncak.

Tepuk tangan riuh kembali terdengar saat kue sudah berada di tengah lantai kosong.

"Toru, silahkan maju nak" senyum tak lepas dari pasangan Yamashita.

Seringai lolos dari sudut bibir Toru "Panggilan seperti itu tak cocok untuk mulutmu" ucap Toru dalam hati.

Saat Toru terlihat ingin mengabaikan perintah orang tuanya, saat Toru ingin mengambil langkah untuk segera menjauh dari situasi ini, saat itu pula jemari kurus Taka menghentikan keinginan Toru.

Toru sedikit terkejut, pelan dia menatap manik Taka yang membulat. Ada unsur tidak senang di sana.

"Tch".

Dengan berat hati, Toru melepas pelan tautan jemarinya. Begitu pelan seolah lewat jemari itu dia berbisik "Maafkan aku, aku berjanji ini tidak akan lama".

Taka mengambil satu langkah mundur. Memeluk dirinya sendiri yang tiba tiba hampa. Menatap tak rela punggung lebar Toru yang semakin berjarak dengannya.

Toru berdiri di tengah pasangan Yamashita tersebut. Entah mengapa suasana hatinya menempati tempat terburuk malam ini, hingga senyum palsu yang biasa dia tampilkan kini tersimpan rapat.

Sebuah lagu ucapan selamat ulang tahun di lantunkan, berakhir dengan Toru yang meniup lilin.

Toru menatap pisau kue yang berada tepat di troli, dia sudah memikirkan siapa yang akan menerima potongan kue pertamanya tahun ini.

"Hironaka chan, silahkan maju ke depan".

Waktu seakan berhenti mengikuti jantung yang kehilangan fungsinya. Tubuhnya kaku seperti menjadi sebongkah batu. Napasnya sesak. Saliva tidak bisa di telan dan berkahir tersangkut di tenggorokan dan membuatnya sakit.

Bukan hanya Toru yang terkejut, semua tamu sama sama terkejut.

Di antara mereka yang saling berbisik, ada sosok mungil yang berusaha keras menahan air mata agar tidak tumpah.

Tangan di balik mantel mengepal, hingga kukunya menancap di kulit yang semakin memanas.

Pandangannya menunduk, tak kuasa melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Bergerak pun dia tidak mampu.

Saat jemarinya di lepaskan Toru beberapa saat yang lalu, saat itu pula seluruh kekuatan Taka untuk tetap menjaga kesadaran hilang.

Taka benar benar seperti boneka kosong saat Tuan Yamashita menyebut marga dari salah satu tokoh terkemuka.

Ryota yang baru bergabung hanya bisa terdiam menyaksikan kejadian di hadapannya.

Toru menatap kosong puluhan manusia di hadapannya.

Dari balik kerumunan, seorang gadis dengan rambut hitam menutupi leher, mata bulat yang indah dan riasan seperlunya dengan pakaian pesta serba hitam perlahan mendekati Toru.

Senyum merekah dari bibir tipis yang berpoles lipstick berwarna merah muda alami. Hironaka Ayaka begitu cantik dengan wajah polosnya.

Pandang Toru memburam karena air mata yang berkumpul di kelopak.

Kemungkinan terburuk benar benar terjadi malam ini.

Suara sepatu hak tinggi mengembalikan kesadaran Toru, sontak Toru berteriak "Time out".

Bariton Toru menggema dengan jelas di seluruh ruangan. Membuat semua pasang telinga mendengar apa yang Toru ucapkan.

Kejutan lain malam ini, bahkan kejutan ke dua ini lebih membuat syok semua orang

Tuan Yamashita menggeram "Toru Yamashita!".

Toru tak sedikit pun melirik ayahnya "Aku sudah selesai".

Tanpa jeda Toru mengambil langkah cepat, menghampiri Taka yang masih menunduk linglung. Meraih lengan kurus Taka dan membawanya pergi dari tempat mencekam ini.

.
.

Di tempat tinggalnya, Taka terduduk seorang diri. Jarinya saling bertaut satu sama lain. Pandangannya masih menunduk, menyembunyikan ekspresi entah apa di balik surai hitam legamnya.

Aroma manis dari teh hijau yang masih mengepulkan asap tipis tak banyak membantu. Iris obsidian hanya menatap pantulan dirinya dari cairan di dalam cangkir, seolah itu adalah tontonan yang tak bisa ia lewatkan.

Di sudut ruangan, Toru menatap Taka dengan nanar. Dia sudah kehabisan ide untuk membuat Taka membuka mulutnya.

Toru mengigit bibir bawahnya frustasi. Langkah kaki membawanya mendekati Taka yang terdiam bagaikan patung.

Toru berlutut di hadapan Taka, sekali lagi menggenggam jari Taka yang masih bertaut. Jemari tersebut begitu lemas, seolah tulang yang menyangganya sudah hilang entah kemana.

Bibir lembut Toru mengecup ujung jari hangat Taka "Taka maafkan aku".

Tak terhitung berapa kali Toru sudah meminta maaf kepada Taka, dan sebanyak itu pula tidak membuahkan hasil.

Detik, menit berlalu dalam keheningan yang mengerikan.

Mata Toru sembab dan memerah, sepanjang malam ia menangis dan memohon di pangkuan Taka.

Waktu sudah hampir pagi, Taka belum menunjukkan tanda apa pun kecuali napas lembut yang menerpa surai pirang Toru.

Sungguh, lebih baik mengomel tak henti daripada terdiam seribu bahasa seperti ini.

Mata Toru sangat berat, tetapi enggan untuk terpejam.

Toru menenggelamkan wajahnya di pangkuan Taka, berusaha mencium aroma Taka yang membuatnya merasa lebih hidup.

"Toru san?" suara Taka terdengar sangat pelan dan berhasil membuat Toru menengadah untuk menatap mata pujaan hatinya.

Toru kembali menggenggam jemari Taka dengan erat, matanya berkaca kaca.

Jemari lain menyisir surai pirang Toru dengan begitu lembut.

"Maaf Toru san, aku masih terkejut dengan keja...".

Sebelum Taka menyelesaikan kalimatnya, Toru terlebih dahulu menghentikan ucapan Taka. Jemari telunjuk nan ramping di letakkan tepat di tengah bibir penuh Taka.

Toru mengulum bibirnya "Ini salah ku Taka" meraup napas dalam dalam Toru berusaha melanjutkan kalimatnya yang belum usai "Tidak seharusnya aku pergi ke sana, seharusnya aku tetap berada di sini bersama mu. A, aku juga tidak menyangka akan terjadi seperti ini" Toru mengacak surainya dengan kasar, melampiaskan kekesalannya pada diri sendiri "Aku...." ucapan Toru terhenti karena Taka mengunci bibir Toru dengan bibirnya.

Untuk hari ini, Toru merasa tidak pantas mendapatkan kasih sayang yang tulus dari seorang sebaik Takahiro Moriuchi. Bahkan dia merasa tidak berhak membalas ciuman Taka. Toru mengikuti alur permainan Taka yang mengigit bibir bawahnya. Toru memejamkan mata untuk menahan hasratnya. Sejujurnya dia menginginkan lebih saat hanya berdua dengan Taka.

Taka melepas ciuman secara sepihak, jemari kurusnya menangkup wajah Toru yang terlihat kacau. Taka tersenyum "Toru san, bisakah kau berhenti menyalahkan dirimu?".

Toru tak menjawab.

"Aku tidak pernah sekalipun menyalahkan mu Toru san. Aku juga tidak pernah..." ucapan Taka berhenti saat Toru tiba tiba memeluk tubuhnya.

Toru menyembunyikan wajahnya di pundak sempit Taka, terdengar isakan kecil di telinga Taka "Aku takut kamu akan membenci ku Taka, aku takut kamu akan meninggalkan ku".

Taka mengusap punggung Toru, berusaha menenangkan. Tetapi justru isakan Toru semakin menjadi.

"Aku takut kau pergi Taka".

Taka tersenyum "Aku tidak akan pergi Toru san".

Pelukan Toru semakin erat, membuat Taka kesulitan bernapas.

"Toru san aku tidak bisa bernapas".

Dengan berat hati Toru melepas tubuh kecil Taka dari belenggunya. Menangkup wajah Taka yang memerah karena kehabisan napas "Aku berjanji, aku tidak akan pernah bersama orang lain selain dengan mu Taka".

Taka tersenyum mengejek, berusaha mencairkan suasana. Dengan perlahan Taka menggenggam tangan yang lebih besar untuk menurunkan belenggu di kedua pipinya.

"Toru san, aku ingin pergi ke kamar mandi".

Toru dengan cepat menjawab "Oh iya silahkan".

Taka tertawa melihat Toru yang tiba tiba salah tingkah.

Menunggu Taka, Toru memainkan jemarinya dengan gelisah. Detuman dari jarum jam seakan mencekiknya di situasi seperti ini.

Dada Toru memanas mengingat kejadian tak terduga di kediaman Yamashita.

Tangannya mengepal, seolah bogem mentah bisa lolos darinya kapan saja.

Toru mengusap air matanya yang tak jatuh, di lanjutkan dengan mengusap wajahnya dengan kasar. Hingga suara Taka mendominasi di dalam ruangan.

"Happy birthday Toru".

Mata ikan mati membelalak, Toru sontak memutar tubuhnya untuk melihat ke arah sumber suara.

"Happy birthday Toru".

Taka berjalan mendekat dengan membawa nampan berisikan kue dan dua lilin yang berdiri tegak di tengahnya.

"Happy birthday Toru".

Nyanyian ucapan selamat ulang tahun yang biasa, terdengar begitu indah di telinga Toru. Suaranya begitu merdu, Toru tak bisa menahan senyum bahagia.

Taka menghampiri Toru yang masih duduk di sofa "Happy birthday, happy birthday, happy birthday...." jeda beberapa saat "To.... Ru....".

"Selamat ulang tahun Toru san".

Mata Toru berkaca kaca, bibir tipis tak henti hentinya menorehkan senyum.

"Maaf aku menjadi orang terkahir yang mengucapkan selamat Toru san".

Toru menggeleng dengan cepat. Bibirnya tak bisa berkata kata.

Toru menatap lekat sepasang almod Taka. Maniknya terlihat sangat indah di terpa cahaya lilin. Membuat Taka berkali lipat lebih menarik untuk Toru.

"Sampai kapan kau akan memandangiku seperti itu?".

Toru tersenyum simpul "Biarkan aku melihat mu lebih lama Taka".

Taka mendecih "Toru san, lilinnya nanti meleleh".

Toru mengulurkan tangannya, turut menyangga nampan. Tangan besarnya menakup tangan Taka yang sedikit bergetar.

"Aku akan membuat permohonan".

Toru memejamkan mata, wajahnya di liputi keseriusan saat berdoa.

Tak lama, Toru meniup lilin.

Hembusan napas Toru membuat Taka sedikit menutup matanya, sesaat kemudian dia tersenyum begitu lebar.

"Wajah mu serius sekali?".

Toru mengendikkan bahu, tangan besarnya menuntun tangan Taka untuk meletakkan nampan di atas meja.

"Kamu tadi meminta apa?".

Lagi lagi Toru mengendikkan bahu dengan sedikit memajukan bibir bawahnya.

Taka sedikit sebal. Apa Toru mengira Taka itu bisu? Ralat, Toru di sini yang bisu.

Taka merogoh kantong mengeluarkan sesuatu dari sana. Benda kotak berwarna hijau muda dengan hiasan tokoh 'gachapin', Taka menyodorkannya ke arah Toru sambil tersenyum lebar.

"Maaf Toru san, aku tidak punya ide apa yang harus ku berikan pada mu".

Toru yang sibuk ingin memotong kue pun menoleh, di letakknya kembali pisau. Memutar tubuh untuk menghadap Taka sepenuhnya. Salah satu alisnya terangkat. Mengamati hiasan yang berada di atas kotak tersebut.

"Gachapin?".

"Lihat Toru san, ini benar benar mirip dengan mu yang tidak pernah berekspresi".

Perhatian Toru teralihkan ke wajah Taka sekarang. Menatap tepat pada netra jelaga Taka yang berkaca kaca karena tak henti tertawa.

Toru memutar bola matanya malas, tangannya bersidekap dan punggung di bawa bersandar di sofa.

Taka mendekatkan dirinya kepada Toru "Toru san, kau tidak ingin melihat isinya?".

Toru menghela napas "Terserah".

Taka kini semakin gemas dengan pria di sampingnya yang 'beracting' marah. Taka semakin membawa dirinya mendekati Toru, hingga pundak mereka saling menempel. Perlahan Taka menjatuhkan diri hingga kepala bersandar di pundak Toru.

Toru diam diam melirik Taka yang memainkan kotak hijau tersebut.

Merasakan hangat di pucuk kepala, Taka menengadah.

Toru sontak membuang mukanya.

Taka menyeringai, dan kembali memainkan kotak tersebut, hingga sedikit demi sedikit Taka membukanya.

Pantulan cahaya dari logam menarik perhatian Toru tetapi dia enggan untuk melirik Taka.

Toru sedikit tersetak saat tiba tiba sebuah tangan kecil menyelinap di lengannya yang masih bersidekap. Tak ada perlawanan, Toru kembali mengikuti permainan Taka.

Sebuah benda dingin melingkar di lengan Toru. Taka mengusapnya dengan penuh kasih sayang. Menggenggam tangan Toru lagi dan lagi, seakan menunjukkan kepada dunia kalau sekarang mereka mengenakan aksesoris yang sama.

Tatapan Toru melembut, bibirnya yang kaku tak kuasa menahan senyuman.

"Toru san, aku hanya bisa memberi mu ini" Taka menengadah menatap Toru yang kini juga mengamati lengan mereka berdua.

Toru tak mau kalah, salah satu tangannya merogoh kantong, mengeluarkan benda kotak berwarna merah cerah. Kontaknya sedikit lebih kecil daripada kotak Taka sebelumnya.

"Aku juga mempunyai hadiah untuk mu" sambil memainkan kotak menggunakan satu tangan Toru berujar.

"Tapi, aku tidak sedang ulang tahun Toru san" nada Taka sedikit kebingungan.

Toru tersenyum begitu hangat saat menatap Taka. Mengusap pipi Taka menggunakan tangan yang lain.

"Memangnya kalau kita ingin memberikan hadiah harus pada saat orang itu berulang tahun?" tanya Toru.

Taka memutar mutar bola matanya seolah sedang berpikir dengan keras. Bibir tebalnya di maju majukan, membuat Toru gemas. Sambil mengendikkan bahu "Tidak juga".

Toru perlahan membuka kotak tersebut.

Mata Taka membulat, sedikit terkejut "Earrings?".

Toru mengambil dua pasang benda berbentuk lingkaran untuk di letakknya di atas tangannya.

"Sebelum aku melingkarkan cincin di jari manis mu, aku lebih dulu ingin melihat ada erarrings menggantung di ujung telinga mu" ucap Toru dengan enteng.

Pipi Taka memerah bak tomat, rasa panas menjalar di seluruh wajahnya. Bibirnya tak bisa berkata mendengar ocehan menggelikan dari mulut Toru.

Taka mengalihkan perhatiannya, menatap tembok atau apa saja.

"Ngh" Taka tiba tiba mengerang merasakan ada yang menyentuh telinganya. Tubuhnya bergerak menjauh karena tidak nyaman.

"Diam sebentar, aku melihat bekas tindikan di teling mu".

Toru semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Taka. Hembusan napas Toru begitu menggelitik telinga, membuat Taka sedikit memejamkan sebelah matanya karena tidak nyaman.

Debaran jantung Taka semakin menjadi kala Toru berusaha memasangkan logam ke dalam lubang yang menembus daun telinga.

Tubuhnya yang masih terbalut mantel tebal kini berkeringat. Jemarinya mengepal, seolah menahan sesuatu dari dalam diri entah apa.

Toru tersenyum semakin lebar menatap telinga Taka yang terhias benda yang dia pilih.

Rasa lega menyelimuti Taka saat Toru sudah berjarak dari dirinya.

Suasana kembali tenang.

Taka meraup napas sebanyak yang dia butuhkan. Di lanjutkan dengan melepas mantel tebal tersebut, menyisakan kaos putih polos.

Taka dengan iseng mencolek krim kue dan mengoleskannya ke pipi Toru untuk mencairkan suasana.

Toru yang baru saja menempelkan bibirnya ke bibir cangkir untuk menyesap teh hijau yang sudah kelewat dingin milik Taka sedikit tersenyum. Tak memperdulikan Taka ingin berbuat apa lagi, Toru melanjutkan menyesap teh dingin tersebut.

Senyum lebar di wajah Taka memudar saat melihat Toru yang tak merespon.

Toru meletakkan cangkir teh, dan meraih tissue untuk membersihkan pipinya dari krim kue.

Tak kehabisan akal, Taka tersenyum licik. Melirik cangkir yang masih menyisakan cairan setengah. Dengan pelan Taka mengambilnya. Mau tak mau Toru menoleh dan memperhatikan Taka.

Di samping Toru, Taka menempelkan bibirnya ke bibir gelas tepat di tempat yang Toru tempeli bibir beberapa saat lalu. Taka menjulurkan lidahnya untuk menjilat bibir cangkir, sedikit tatapan menggoda Taka berikan saat Toru meliriknya.

Toru masih tak merespon, sekarang ia kembali merogoh kantongnya dan mengeluarkan ponsel.

Taka tetap tak menyerah, dia memainkan bibir dengan cangkir yang masih setia menempel di bibirnya.

Toru menghela napas kasar.

Baiklah, sekarang Taka mulai kesal. Taka dengan usil menyesap teh hingga mengeluarkan bunyi 'slrupp'.

Toru sontak menoleh mendengar sesuatu yang menurutnya adalah tabu seperti itu. Toru melempar ponsel ke atas meja dengan asal.











TBC.......



Bentar, gw ngakak di akhir chapter 😭😭😭😭😭
Gakuat mak

See u on next chapter.....


HAPPY BIRTHDAY MY HUSBU YAMASHITA TORU
07.12.1988

Continue Reading

You'll Also Like

284K 24.2K 36
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
52.7K 11.5K 131
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
267K 27.8K 30
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
58.3K 7.1K 31
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...