KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

63.Terbongkar

593 39 3
By SiskaWdr10

Bye Kale....

                           **********

Jawaban Chika dari Jawa sama sekali tak membantu karena Jawa sendiri dan Epot tak mengenalnya, hanya Kale yang mengenal tapi ia enggan membuka suara karena takut salah orang.

Sejujurnya di hati Kale ia sangat yakin jika Chika itu adalah anak teman bundanya, karena Chika bersekolah di Gapara. Mungkin nanti semua akan terungkap.

Keesokkan harinya si Wanke Galang disambut ramah oleh semua warga Gapara, mutiara sudah mengumumkan pada semuanya untuk tidak ada dulu yang meminta bantuan pada Galang sebab adiknya baru bangun dari sakit. Para penyelidik tiap hari datang ke Gapara untuk mengusut tuntas kasus ini, alhasil setiap harinya Chika selalu merasakan takut.

Sebelum mulai pembelajaran pagi ini semua anak kelas Xl di kumpulan di lapangan untuk memberikan pengumuman tentang kembali di mulainya program GPR.

"Yey! kita harus siapin waktunya sisa enam hari lagi nya supaya hasilnya bener-bener matang," kata Abigel bersemangat karena ia terpilih.

"Iya," Anya menghela nafas. "Ini artinya Anya bakalan jarang banget buat ketemu Ibu," ucap Anya. Ibu yang Anya maksud adalah Ibunya Ray.

"Jangan lupa hari terakhir ngobrol sama Ibu harus ngasih sesuatu buat dia supaya berkesan gitu lho," saran Abigel.

"Niatnya Anya emang gitu gel." Balas Anya. Mereka berjalan menuju kelas.

"Oh iya Nya, Kak Jeff udah sembuh?" tanya Abigel yang tahu bahwa Bule adalah teman Kale.

Anya menggelengkan kepalanya. "Sadar aja belum," jawab Anya dengan wajah sedih. Kale akan sangat terpuruk bila Bule meninggal dunia.

"Gue masih penasaran siapa pelakunya, banyak yang yakin Kak Jeff, tapi gue nggak yakin si, dia juga korban kan?" tanya Abigel. Anya mengangguk.

Jam istirahat berbunyi Galang berlari ke kelas Chika sayangnya gadis itu tak ada, Chika sendiri tahu Galang akan mencarinya jadi sebisa mungkin ia menjauh. Saat Galang berjalan ke kelas Anya terdengar desas-desus yang membicarakan dirinya dengan Bule, hal itu membuat Galang muak sebab ia yakin bahwa keduanya adalah korban. Dari arah menuju kelas Anya berbelok keruangan pribadi Mutiara, syukur Kakaknya tak ada Galang pun menghiup kan speaker cadangan yang ada di ruangan tersebut, ya di ruangan Mutiara memang ada cadangan untuk berjaga-jaga.

Terdengar suara speaker, semua yang mendengarnya langsung menghentikan aktivitas mereka masing-masing, biasanya jika pengumuman di speaker seperti ini bila ada kabar genting saja, termasuk Anya dan Abigel menghentikan langkahnya, tujuan mereka yaitu ke kantin.

"Selamat pagi, salam sejahtera untuk semuanya..."

"Galang?" Ucap Anya. Abigel mengangguk.

"Iya suara wanke! kabar apaan dah?" tanya Abigel penasaran.

"Attention please saya Galang Azi pengestu ingin menyampaikan sedikit hal yang sangat mengganggu ketenangan saya tentang kasus yang kemarin kalian dengar, tolong jangan ada yang menuding saya ataupun Kak Jeff atas kasus ledakan besar itu karena kami disini hanyalah korban!" ucap Galang tegas.

"Sekali lagi kami berdua hanyalah korban!"

Semua anak langsung tahu bahwa Galang dalam keadaan kesal. "Terimakasih kepada yang telah mendengarkan semoga kalian tidak mudah termakan berita hoax dan saya mohon doa untuk Kak Jeff agar ia secepatnya bisa pulih kembali, saya tutup."

Galang menghela nafas saat selesai berbicara, wajah Chika langsung pucat.

Selesai berbicara Galang menghampiri Anya, ia menarik Anya yang tengah memakan mie ayam. "Galang!" Ucap Anya kesal. Mereka berdua sampai di tempat biasa. Galang mengangkat tangannya memperlihatkan platsik yang ia bawa.

"Apa isinya?" tanya Anya. Galang duduk diikuti Anya.

"Sayuran, gue mau coba makan sayuran. Gue bingung deh kemarin kak Muti maksa banget gue harus suka sayur," ucap Galang lalu membuka tempat makan.

"Iya terus?" tanya Anya.

Karena tempat makan itu ada dua jadi yang satunya Galang berikan pada Anya. "Buat lo, temenin gue makan."

"Mungkin pola hidup Galang nggak sehat jadi Kak Muti mau membiasakannya supaya sehat," kata Anya sambil membuka tempat makan tersebut. Isinya sayuran dan sedikit nasi, Anya menyukainya. "Makasih Galang."

"Emang gue kurang sehat apa?" tanya Galang.

"Hmmmm, Galang suka begadang kan?" tanya Anya. Sungguh Galang terkejut bagaimana bisa Anya tahu.

"Lo ngintip ke kamar gue?!"

"Hah? ya nggak lah!" balas Anya. "Kantung mata Galang kadang Anya perhatiin item, kaya panda."

Sebelum menjawab Galang terdiam beberapa detik, ia selama ini bergadang hanya untuk merangkum materi belajar demi Tapasya. "Lo seperhatian itu sama gue? makin mirip deh."

Seketika kegiatan mengunyah Anya terhenti saat gadis itu mendengar kata 'mirip' siapa sebenarnya?

"Mirip calon istri gue!" ralat Galang dengan senyum manisnya, ia menyadari atas kesalahan dari ucapannya. Anya tersenyum kikuk, ia rasa sepertinya Galang tengah berbohong.

Hari terus berlalu, dua hari lagi program GPR akan dilaksanakan, semuanya sibuk mempersiapkan ini dan itu. Rencana Anya sepulang sekolah akan pergi ke tempat rehab untuk mengucapkan salam perpisahan pada Ibu Ray.

"Kalau mau bareng jangan lemot!" ucap Kale pada Anya. Risa menyuruh Kale untuk mengantar Anya kesekolah karena pagi ini ia bangun kesiangan. Anya mengangguk lalu berjalan mendekati Kale.

"Lo masih ada hutang ke gue," kata Kale saat mobil itu tengah melaju.

"Apa?"

"Buah lah apa lagi!" kata Kale sedikit meninggi.

Anya menghela nafas. "Lagian Kale nggak sakit kan?"

"Tapi mulut gue udah kotor," kilah Kale.

"Tanpa Kale nggak makan lolipop itu pun mulut Kale udah kotor karena sering ngerendahin Anya!" kesal Anya. Pagi-pagi sudah memulai perdebatan saja.

Kale berdecih dengan senyum kirinya. "Yang mana? Oh soal cewek bayaran?"

"Iya!"

"Ngapain marah kalau nggak ngerasa?" tanya Kale membuat Anya langsung terdiam. Benar juga yang Kale katakan.

"Bagus deh kalau ngerasa, berarti emang itu faktanya dan nggak ada yang salah dari ucapan gue kan?" tanya Kale sambil melirik Anya yang sedang terdiam menahan kesal.

Anya menoleh pada Kale. "Bajingan!" ucap Anya lantang di telinga Kale, sontak Kale langsung melirik pada Anya yang berada di sebelahnya.

Dari tatapan Kale membuktikan kalau ia tengah mode marah. "Mau marah? emang Kale merasa bajingan? oh atau itu emang faktanya?" ucap Anya. Baik mereka sekarang sudah sama-sama pintar dalam berdebat.

"Galang." Balas Kale sambil kembali foksu menyetir.

"Hah?"

"Gue nggak marah, cuma nyambungin perkataan lo aja, bajingan Galang." Ucap Kale.

Lagi-lagi Anya kalah point. "Anya nggak lagi main sambung kata!"

"Ya lagian siapa yang ngajak lo main sambung kata?" tanya Kale.

"Terus Kale main sendiri?" tanya balik Anya.

"Iya, sambungan kata itu supaya sempurna kaya permainan si bajingan Galang itu, dia berhasil bikin lo terperangkap jadi hansaplast-nya," ucap Kale membuat Anya bingung.

"Hansaplast?"

Karena sebentar lagi akan ada ujian jadi Kale, Epot dan Jawa lebih lama di sekolah padahal mereka ingin segera menemui Bule di rumah sakit.

Tok ... tok ... tok....

Ketukan pintu dari ruangan Bule membuat Intania sedikit terkejut ia pun segera membukanya, dan saat melihat siapa yang mengetuk ia lebih terkejut lagi.

"Anisah?" Ucap Intania. Anisah yang membawa bayi di gendongannya mengangguk sambil tersenyum manis.

Intania mengajak Anisah masuk kedalam, air matanya turun saat melihat Bule terbaring lemah dengan perban yang menutupi tubuhnya. Bule yang terlihat kuat seolah telah hilang.

Anisah duduk berdua bersama Intania di sofa yang berada di ruangan tersebut, Anisah menceritkan semuanya pada Intania, respon Intania tersenyum manis begitu mulia hati cucu kesayangannya itu. "Aku udah menikah dengan laki-laki pilihan Abi, sedangkan anak ini adalah anak dari Kevin sekarang umurnya sudah enam belas bulan," ucap Anisah dengan mata yang berkaca-kaca, masa-masa itu adalah masa tersulit baginya.

Intania mengusap pelan punduk Anisah lalu meminta untuk mencoba menggendong anak tersebut. "Weleh ganteng sekali putramu, siapa namanya?"

"Jeff Hardy." Jawab Anisah membuat Intania semakin sedih sebab awalan namanya sama seperti Bule.

Anisah menghela nafas. "Itu suapaya aku selalu mengingat Bule, Nek." Intania mengangguk sedih. "Tujuan ku kesini untuk meminta maaf pada Bule karena telah menyakiti hatinya demi keegoisan aku, ternyata Bule sedang tidak baik-baik saja, apa mungkin Nek dia mau memaafkan ku?" tanya Anisah dengan satu tetes air mata. Hatinya merasa sakit sekali melihat kondisi Bule sekarang.

"Anak itu mungkin pendendam tapi itu tak berlaku bagi orang yang pernah mewarnai hidupnya," balas Intania, Anisah langsung menutup wajahnya menggukan kedua tangan tak kuasa menahan kesedihan. Intania bangkit dari duduknya.

"Barang kali kamu ingin berbicara berdua dengannya, Nenek izin keluar ya." Anisah mengangguk. Intania keluar dengan membawa anak Anisah.

"Le...." Panggil Anisah saat ia sudah duduk di sebelahnya.

"Maafin aku, saat itu pikiranku tidak bekerja dengan baik dan yang aku pikirkan bahwa hanya kamu yang bisa aku manfaatin untuk kesalahan Kevin, aku nyesel Le." Ucap Anisah sambil terisak.

Tentu tak ada respon dari Bule, jika laki-laki ini sadar ia akan memaafkannya dengan setulus hati. "Aku kesini mau ketemu kamu dan pertemuin anak ku pada ayah kandung nya yaitu Kevin, setidaknya anak itu harus bertemu ayahnya walau sekali dalam hidupnya." Anisah terus saja banyak bercerita dengan isakannya walau tak ada respon sedikitpun dari Bule. Keadaan Bule tak pernah berubah dari awal.

Bel pulang di Gapara berbunyi, Anya segera bergegas untuk menemui Galang tapi Abigel menahannya. "Dari Galang." Ucap Abigel sambil memberika Anya secarik kertas.

Anya membacanya, berisi:

Kak Mutia tiba-tiba minta anter buat ketemu seseorang, maaf gue nggak bisa anter lo. Abigel siap anter kok, hati-hati! gue titip salam buat Ibu. -Tokoh selewat.

Alis Anya bertautan. "Tokoh selewat?"

"Nya gue balik dulu ya-"

"Ehhh! kata Galang Abigel mau nganter Anya disurat ini, nggak mau denger alasan Abigel harus anter Anya!" Ucap Anya. Mau tak mau akhirnya Abigel pun mengantar Anya ke tempat rehab.

Chika tengah melamun di angkutan umum, ia sekarang akan menjenguk Bule. Jujur ia sangat rindu pada laki-laki berkulit putih itu ia juga sangat penasaran dengan kondisinya. "Maafin gue Bule."

Jawa menghela nafas saat mereka selesai mengerjakan tugas, sekarang mereka bertiga meluncur menuju rumah sakit. Mobil Kale terparkir di rumah sakit.

"Eh gimana kalau kita nginep bertiga malem ini di RS, besok Minggu. Yuk?" saran Epot yang disetujui oleh Kale.

"Tap-"

Kale melemparkan kunci mobil pada Jawa. "Udah sana sekarang beli cemilan yang banyak, gue masuk duluan," ucap Kale lalu berjalan masuk ke RS meninggalkan kedua temannya.

"Sekali-kali malam mingguan di RS, ada mbak kunti kok nggak kalah cantik dari Sifa." Ucap Epot yang melihat raut wajah Epot.

Kale berjalan santai menuju ruangan Bule, saat di taman ia malah bertemu dengan Nenek Bule, Kale pun menghampirnya dan bertanya anak siapa, Intania menjelaskannya Kale terkejut, ia menunggu Anisah untuk keluar lebih dulu. Chika yang tak tahu apa-apa dengan seenak hati masuk kedalam ruangan Bule. Anisah menoleh Chika terdiam.

"Permisi-"

"Tidak!" ucap Anisah lalu bangkit dari duduknya menahan tangan Chika untuk tidak pergi, Chika dan Anisah duduk berdua di sebelah Bule.

Mata Chika berkaca-kaca saat melihat Bule, ini semua ulah dirinya sendiri. "Kamu pacarnya?" tanya Anisah membuat Chika langsung menoleh.

"Hm? bukan Kak, aku ... aku temen ya temen!" jawabnya.

Anisah tahu dari tatapan Chika kalau ia sangat sedih. "Aku Anisah." Ucapnya sambil menyodorkan tangannya.

Chika menjabat tangan Anisah. "Aku Chika, temennya kok."

"Apa kita bisa tukar cerita?" tanya Anisah dengan tatapan teduhnya, calon pacar Bule mesti tahu kalau Bule ini laki-laki baik dengan tampang brengsek.

"Bi ... sa Kak."

Drtttt.....

"Ban mobil lo bocor!" ucap Jawa di sebarang sana.

"Bagus, kapan lagi lo pada disusahin mobil gue," balas Kale. Terdengar Epot tertawa.

"Kita lagi dibengkel ini, tunggu!" kata Epot.

"Iya," balas Kale lalu mematikan telpon.

Chika semakin cinta pada Bule saat mendengar cerita dari Anisah. "Dia anak baik," ucap Anisah.

Ah rasanya Chika semakin menyesal, ia meneteskan air mata yang sedari tadi ia tahan-tahan. "Aku sayang dia Kak."

Anisah memeluk Chika lalu gadis itu membalasnya. "Jagain dia, nanti kalau dia sadar aku titip salam, bilang terimakasih dan maaf ke dia ya." Chika mengangguk.

"Aku pulang dulu, senang berkenalan dengan kamu," kata Anisah dengan senyum manisnya. Chika mengangguk dan membalas senyuman tersebut, ia benar-benar tak habis pikir bisa-bisanya Bule jatuh cinta dengan wanita se alim itu.

Menatap Bule membuat matanya terus saja basah. "Le bangun gue minta maaf."

Kale menguping yang Chika katakan, tadi saat Anisah keluar Kale langsung ke ruangan ini, ia sangat terkejut ternyata Chika yang ia pikir benar. "Minta maaf?" tanya Kale pada dirinya sendiri.

"Kalau aja gue nggak kasih-"

Drttt...

Ponsel Kale berdering lagi, ia pun mencari tempat sepi untuk menjawabnya. Chika melihat Kale dan ia langsung pergi meninggalkan ruangan itu.

Telpon itu dari kedua temannya yang menyebalkan alhasil Kale tak bisa menguping percakapan Chika, saat ia kembali Chika sudah tak ada. Kale pun duduk di dekat Bule. "Chika siapa lo Le?" tanya Kale pada Bule. "Gue harus tanya Anya malem."

Satu ... dua ... tiga....

Cengkrek!

"Bagus Kak hasilnya!" ucap Galang ketika sudah berhasil menjepret foto Mutiara dengan rekan kerjanya yang merupakan teman lama Mutiara sendiri, namanya Dimas sangat tampan sekali. Sayangnya Mutiara lebih suka Ray.

"Hasilnya bagus, cakep ni kalau ditempel di buku nikah," ucap Dimas menggoda. Mutiara tersenyum kikuk. Galang senang melihatnya. Harus kalian tahu Dimas dan Ray pernah berseteru memperebutkan Mutiara jadi itulah mengapa Mutiara meminta Galang untuk menemani mereka, karena Mutiara merasa canggung sekali.

Ray duduk menunggu Anya keluar dari ruangan Ibunya, sambil duduk laki-laki itu memaikan ponselnya. Ia tiba-tiba mendapatkan pesan dari Dimas yaitau foto dia dengan Mutiara yang terlihat dekat dan sangat bahagia, hal itu membuat Ray terbawa emosi. Ia segera menelpon Mutiara tapi gadis itu merireject-nya.

"Anjing!" umpat Ray. Ia sangat cemburu sekali. Ray mengirim pesan pada Dimas.

Ray:
Jangan deketin cewek gue!

Dimas tersenyum kiri membacanya. "Mut kamu single?"

Mutiara hanya mengangguk. "Hidup sekali nggak boleh dihabiskan dengan orang yang tak tepat," balas Galang membuat Dimas tersenyum lebar.

Dimas:
Kata Galang Kakaknya lebih cocok sama gue, lo siapa ngaku-ngaku?

Tangan Ray mengepal kesal, dirasanya ucapan Galang benar-benar sudah kelawatan. Lihat saja Ray akan membalasnya!

Ibu Ray sangat senang mendapatkan hadiah dari Anya. Anya memeluk Ibu sebagai tanda perpisahan sekaligus terimakasih. "Makasih banyak Ibu, do'a in Anya, Galang sama Abigel buat kesuksesan acaranya ya," kata Anya.

"Aamiin," balas Abigel dan Ibu.

"Ibu mau buatin kalian teh manis, mau ya?" tanya Ibu Anya dan Abigel mengangguk.

"Oh tapi Ibu lupa gulanya habis, sebentar-"

"Anya aja yang ambil Bu!" balas Anya. Ibu mengangguk dan Anya pun berjalan keluar ruangan tersebut.

"Coba aja ada Galang." Kata Anya.

Di tengah jalan mata Anya bertemu dengan laki-laki yang sangat ia kenal, laki-laki tersebut tengah duduk di bangku taman sendirian. "Kevin?" Anya mendekati Kevin.

Tentang hari itu Anya memaafkan Kevin, Anya bukanlah manusia pendendam. "Jingga?" Kevin sangat terkejut, ia memberikan Anya duduk di sebelahnya.

Wajah Kevin nampak puncat sekali. Terjadi hening beberapa detik.

"Kev-"

"Jing-"

Anya tersenyum kikuk pada Kevin. "Kevin dulu."

"Ngapain lo kesini?" tanya Kevin.

"Buat tugas sekolah, Kevin sendiri sejak kapan di rehab disini?"

"Gimana kabar lo?" tanya Kevin menghiraukan pettaanyaan Anya.

"Ya gimana ya, dibilang baik juga nggak tapi ya gitu deh, Anya seneng Kevin lebih baikan," kata Anya dengan senyum manisnya. Aura dari Anya selalu positif itulah mengapa Kevin bisa sangat suka.

Kevin menudnuk sambil tersenyum sedih. "Gue masih bisa lo maafin?" tanya Kevin tulus dari hati.

Anya mengangguk. "Nyimpen dendam itu bikin repot diri sendiri."

"Lo dari dulu nggak pernah berubah Jingga." Balas Kevin.

"Bahkan waktu aja nggak mau ngubah Anya, mungkin Anya sengeselin itu." Anya tersenyum manis setelahnya.

"Lo keras kepala jadi waktu nyerah duluan buat bikin lo berubah," balas Kevin.

"Hmmm, kayanya si gitu. Tapi sepertinya itu sebuah kelebihan dari Anya, yakan?" tanya Anya. Kevin mengangguk.

"Antara kelebihan dan kekurangan, mungkin fifty-fifty lah, termasuk soal perasaan lo ke Kale?" tanya Kevin membuat Anya tersenyum simpul.

"Hehe nggak kok, tetep sama aja," balas Anya berbohong agar Kevin tak khawatir padanya.

"Jangan bohong, bilang sama gue gimana rasanya jadi pelayan di rumah Kale?" Tanya Kevin membuat Anya terkejut.

"Kev-"

"Gue tahu dari Salsabila, maafin gue Jingga kalau mungkin hari itu gue nggak setuju nggak akan semua ini terjadi ke lo," ucap Kevin membuat Anya bingung.

"Semua ini, apa?" tanya Anya.

Kevin menghela nafas dan menatap mata Anya, tak ada sedikitpun dendam yang terlihat di mata Anya, Kevin jadi ragu untuk membongkar rahasia besar ini. "Lo mau denger?"

"Iya, apa? tanya Anya. Ah wajah polos Anya membuat mata Kevin berkaca-kaca.

"Gue emang harus bilang ini ke lo dan gue bakalan terima semua resikonya, maafin gue Jingga, maaf," kata Kevin. Anya tersenyum manis.

"Kenapa Kevin jadi keliatan sedih, nggak usah deh kalau itu bikin Kevin sedih karena Anya nggak suka liat orang sed-"

"Semuanya rencana Kale." Sekat Kevin. Anya semakin bingung.

"Rencana apa?" tanya Anya penasaran.

Kevin mengubah posisi duduknya menjadi menghadap ke Anya. "Semua rencana dia, gue cuma bantu menyempurnakan untuk semakin hancur, dia marah besar sama ayah lo perihal Ica dan bales dendamnya ke lo, dengan semua rencananya tentang gue yang perkosa lo dan bikin surat pernyataan kalau lo hamil, semua ulah Kale dan gue, kalau hari itu lo inget di depan minimarket gue ngobrol sama Kale membahas soal rencana busuk ini, step by step Kale susun biar lo makin menderita."

Mendengar penjelaskan Kevin Anya malah tertawa hambar. "Hah? Kevin sekarang kalian berdua udah dewasa, nggak baik lho masih saling marah kalian harus saling maafin. Kale nggak mungkin kaya gitu," kata Anya masih mencoba berpikir positif.

Terlihat dari cara bicara Anya anak itu sangat sedih sekali. "Bilang sama gue apa sikap Kale sekarang sama dulu sama? nggak kan Jingga, gue tahu jingga. Ini kenyataan yang harus lo tahu, dia yang rencanain ini semua cuma demi Ica."

"Kevin dengerin Anya Kale itu sayang banget sama Anya, bahkan kayanya kepikiran kesana aja nggak ada," balas Anya dengan nada meninggi.

"Bener lo emang nggak berubah sama sekali, selalu aja ada dipihak dia, untuk saat ini plis lo percaya sama gue, gue nggak mau setiap harinya ngerasa di hatui atas kesalahan ke lo Jingga." Kata Kevin sambil memegang kedua pundak Anya. Anya berdecih dengan tawa hambarnya.

Ia menepis tangan Kevin lalu berdiri. "Kevin tahu nggak sayangnya Kale ke Anya itu sebesar apa?" tanya Anya menahan air matanya, ucapan Kevin sangat lah membuat hancur hati Anya. "Sebesar ini!" ucap Anya sambil melebarkan kedua tangannya. "Jadi nggak mungkin Kale ngelakuin itu ke Anya."

"Jingga gue serius," ucap Kevin.

"Lho Anya juga serius lho Vin, Kevin sekarang bercandanya nggak lucu," balas Anya.

"Jingga..."

"Kale pernah bilang kalau dia nggak suka liat orang yang disayanginya menderita, dan Kale sayang Anya jadi nggak mungkin Vin, nggak mungkin," sekuat tenaga Anya menahan air matanya.

"Tapi dia udah nggak sayang sama lo!" kata Kevin Anya duduk kembali.

"Kevin pokonya harus maafan sama Kale, harus agar kalian nggak saling tuduh dan-"

Kevin meneteskan air matanya karena kasihan melihat Anya yang tak percaya atas ucapannya. "Stop jingga! gue serius!" bentak Kevin hingga membuat Anya terdiam. Mereka berdua bertatapan. "Kalau sayang nggak mungkin bikin lo menderita, dia bukan Kale yang sama, di hatinya sekarang cuma ada dendam besar buat lo."

Kevin benar, buktinya Kale tega padanya selama ini bahkan akan mengirimnya ke Inggris mungkin sudah terlalu muak melihat Anya. Perlahan Anya menutup matanya, satu tetes air mata itu berhasil jatuh.

Selama ini Anya selalu berpikir positif apapun yang Kale lakukan padanya, tapi inilah balasan yang sesunguhnya. Jujur selama ini Anya selalu bertanya-tanya ini nyata atau tidak dan sekarang terjawab.

Anya menutup wajahnya mengunakan kedua tangannya dan ia terisak, Kevin dapat mendengar itu. "Maafin gue Jingga, hari itu gue terbawa emosi atas tamparan lo."

Keyakinannya mulai runtuh saat mengingat kejahatan yang Kale lakukan padanya. "Kale.."

"Jingga..." Anya dengan kasar menepis tangan Kevin. Ia masih mencoba percaya bahwa ini hanya omong kosong dari mulut Kevin, bukannya Kevin selalu berkata hal-hal kejelekan Kale bukan?

"Kevin udah kelewatan sekarang!" bentak Anya dengan mata yang memerah, Kevin tersentak sepercaya itu Anya pada Kale dan Kale malah merusaknya. "Ayo tarik lagi ucapan Kevin, Kale itu sayang sama Anya!" lanjut Anya emosi tapi air matanya ikut turun.

"Gue tahu lo cape Jingga, udah akhiri ini semua, semua cuma rencana-"

"Nggak Kevin! plis berhenti jelek-jelekkin Kale karena Anya nggak akan mudah percaya," balas Anya.

Anya mengusap air matanya. "Kevin jahat!"

"Iya gue jahat karena nggak pernah lo balas rasa gue! tapi Kale lo lebih jahat, dia semua rencanain ini, semakin lo menderita semakin dia puas!" ucap Kevin dengan nada meninggi.

"Berganti! Anya nggak akan percaya Kevin, nggak! puas?" balas Anya tak kalah meningginya.

Kevin tersenyum kiri. "Mata lo nggak bisa bohong Jingga."

Anya mengatur nafasnya. "Kale sayang Anya Kevin, cukup!" bentak Anya lalu pergi meninggalkan Kevin dengan air mata yang berlinang.

Dada Anya rasanya sesak bila kembali mengingat ucapan Kevin, Anya ingin tak percaya tapi ia juga percaya. "Kale nggak mungkin gitu."

Bruk....

Tubuh Anya menabrak seseorang, lu mata Anya melihat siapa orang tersebut. "Kak Ray?"

                            ********

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 84.7K 38
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
ELBRASTA By Anggi

Teen Fiction

11.5K 1.7K 46
SEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo...
102K 8.5K 71
Spin Off TRAVMA Kesalahpahaman di masa lalu membuat Darma ingin membalaskan dendam atas kematian sang pacar. Darma pun membentuk geng motor demi memb...