How to Move on ─ Taeyong

By ikangdoyi

22.3K 3.9K 3.9K

"Sadar, lo cuma sekedar kakak ipar, bukan pacar." How to Move on ft. Taeyong and Doyoung x OC. More

[HTMO] 01 - cast?
[HTMO] 02 - prolog
[HTMO] 03 - Stuck With You
[HTMO] 04 - Ineffable
[HTMO] 05 - My Failed Future
[HTMO] 06 - Hopeless
[HTMO] 07 - Move on and Turn on
[HTMO] 08 - Another story
[HTMO] 09 - Annoying
[HTMO] 10 - Nagging Boy!
[HTMO] 11 - Truly
[HTMO] 12 - un-awkward
[HTMO] 13 - Unpredictable
[HTMO] 14 - Among Us
[HTMO] 15 - position
[HTMO] 16 - Rival.
[HTMO] 17 - Take off to get.
[HTMO] 18 - The Truth is Coming Out.
[HTMO] 19 - Another Things Happen
[HTMO] 21 - To Heaven
[HTMO] 22 - Unconscious Feeling
[HTMO] 23 - Best thing I need
[HTMO] 24 - Paper scars.
[HTMO] 25 - Quit
[HTMO] 26 - Sunkissed
[HTMO] 27 - The day after
[HTMO] 28 - Heart Sync
[HTMO] 29 - Date
[HTMO] 30 - Home
[HTMO] 31 - Jealous
[HTMO] 32 - Aira Notes
[HTMO] 33 - Feeding My Ego

[HTMO] 20 - Hide to behave

443 102 14
By ikangdoyi

Biya

Hari ini jadi ngantor?

Dinan

Jadi.

Jangan bawa bekel, gue mau ajak makan di luar.

Biya

Ok. Yang mahal ya,

Dinan

Ketoprak aja, lagi pengen.

Biya.

Idih. Serah dah.


Hari ini cukup terik untuk memulai pagi, Biya sudah pergi lebih awal ke kantor. Hari ini meeting dan Lala nggak masuk, yang mana dia bakal kerepotan buat gantiin kerjaannya Lala. Seperti yang dikatakan rekan - rekan kerja mereka sebelumnya. Kalau kerjaan mereka jadi tanggung jawab semua. Biya udah menyelesaikan persiapan meeting untuk hari ini. Dinan sengaja jemput Biya untuk berangkat bareng. Alesannya sih biar nggak telat sampe di kantor.

"Bi,"

Klakson mobil berbunyi cukup nyaring. Biya membawa tas tangannya yang cukup besar dan beberapa berkas yang dia siapkan untuk hari ini di kedua tangannya.

"Taro aja di belakang, biar nggak berat." Ujar Dinan. Dia agak risih liat Biya membawa banyak barang di tangannya.

"Oke."

Sepanjang perjalanan mereka kembali diam, hening sesaat karena tidak ada yang mau memulai pembicaraan, akhirnya Biya yang lebih dulu membuka suara dan menanyakan keadaan Dinan.

"Kok bisa sih gue jenguk semalem besoknya ngantor?"

"Sebenernya gue udah sembuh kok."

Biya berdecak sesal "tau gitu gue gak usah jenguk."

Dinan menaikan sebelah alisnya. "Jenguk gue nggak ikhlas nih?"

Biya langsung menepis semua perkataan Dinan, pada dasarnya dia memang mengkhawatirkan atasannya itu. Tapi karena cukup menyebalkan, jadilah Biya jujur secara blak blakan. Dinan bukan orang yang mudah tersinggung, tapi dia benci dengan orang yang meremehkan. Kalo bercanda sama Dinan taste humornya agak berbeda. Harus saling ngerti lelucon masing - masing biar lawan bicaranya Dinan bisa ketawa, itu juga dibutuhin waktu beberapa menit dulu. Sebab Dinan suka garing kalo bercanda. Nggak bakat melawak.

"Meeting ditunda sampe sampe jam makan siang." Tutur Dinan kepada kami semua yang sudah berkumpul disana.

"Yaelah udah capek capek bikin laporan." Gerutu Biya.

"Nggak capek capek juga sih, kan laporannya bakal dipake juga jam 3 nanti." Sinis Renja pada Biya.

"Hmm iyadeh. Gue bisa agak free sekarang" balas Biya kemudian pergi keluar buat mencari makan siang.

Biya menemukan Dinan yang masih celingak celinguk kesana kemari, akhirnya dia menghampiri tempat berdirinya Dinan dan menepuk pundak laki laki itu.

"Nungguin siapa?"

Ctak.

Kening Biya tersentil cukup keras oleh jarinya Dinan. Dinan mengomeli Biya setelah itu karena Biya lupa apa yang dikatakan oleh Dinan tentang makan siang. Dinan menarik pergelangan tangan Biya buru buru masuk ke dalam mobil dan mereka melesat cukup cepat.

"Katanya makan ketoprak, tapi kok bawa mobil segala? Di pinggir jalan banyak kali." Ketus Biya. Dia kesal Dinan selalu buru buru terhadapnya. Belum lagi perihal handphone Biya yang tertinggal di kantor.

"Katanya mau makanan mahal? Yaudah ayo kita cari makan yang mahal."

Biya tercengang, bicaranya ditanggapi Dinan penuh keseriusan.

Biya dan Dinan kini ada di restoran jepang yang cukup terkenal dan mahal. Mereka sudah memesan makanan lebih dulu, tapi rupanya ada beberapa orang yang menghampiri meja mereka.

"Biyaaa! Mamih kangen tau!!!" Mamihnya Dinan berlari kecil ke meja anaknya. Dia memeluk Biya dengan lekat. Sementara itu Dinan sendiri cukup kaget karena dia bingung, sejak kapan Mamihnya itu mengizinkan Biya untuk memanggil dengan sebutan yang sama?

"Apa kabar Moms?" Tanya Biya lebih akrab. Mereka berbincang cukup antusias, apalagi Mamihnya Dinan. Bahkan anaknya sendiri belum disapa olehnya.

"Ini Papahnya Dinan?"

Tatapan agak mengintimidasi diberikan lelaki yang cukup berumur itu kepada Biya. Dengan cueknya pria itu menyalami Biya dan seperti tak ingin tau menau mengenai pacar anaknya.

Setelah itu Biya seperti di interogasi oleh Papahnya Dinan mengenai pekerjaanya, kesehariannya, bahkan pekerjaan orang tua Biya. Yang membuat Papahnya Dinan agak murung lagi mukanya. Biya nggak tau kenapa, tapi rasa rasanya Papahnya Dinan seperti nggak menyukainya.

Setelah kecanggungan itu Mamihnya Dinan kembali menghangatkan suasana. Dia membelikan Biya oleh oleh dari perjalanan bisnisnya kemarin. Biya menerima itu dengan senang hati, rasanya kembali menghangat saat Mamihnya Dinan dengan wellcome menyadari eksistensi Biya di kehidupan anaknya.

"Sayang, aku toilet dulu ya." Ucap Dinan, yang membuat Biya agak syok karen Dinan memanggilnya dengan panggilan sayang.

"Halo?"

"Oh iya benar, saya disini."

Mamihnya Dinan beranjak keluar untuk mengangkat telponnya yang berdering dan dia pamit kepada Biya dan suaminya.

"Sudah lama pacaran sama Dinan?" Tanya Papahnya lagi, dia membuat Biya cukup takut karenanya. Hatinya dirundung kegelisahan sekarang, dan dia takut semua ini akan terbongkar jika memang Biya ketahuan menyembunyikan status sebenarnya dengan Dinan.

"3 tahun Pah.." ucap Biya dengan nada yang terkesan akrab didengar.

Raut wajah Papahnya Dinan menelisik, naik turun memperhatikan gelagat Biya sekarang. Biya membeku di tempat dan dia berharap agar Dinan cepat kembali ke meja mereka.

"Jangan panggil saya Papah, lagian kan kamu sama Dinan cuma pacaran, belum menikah."

Seperti dihantam batu besar di kepalanya, Biya merasa sangat malu terhadap Papahnya Dinan. Dia nggak tau rupanya karakter Mamih dan Papahnya Dinan itu jauh berbeda.

"Maaf Om." Hanya itu kata yang keluar dari mulut Biya. Di tak berani lagi berbincang lebih lanjut.

"Dinan mau saya jodohkan dengan anaknya kolega saya, kenapa kamu tiba tiba muncul gini? Dinan nggak pernah mengenalkan kami pada siapapun." Tatapan nyalang yang dilemparkan. Biya rasanya tak sanggup lagi menatap lawan bicaranya sekarang.

"Maaf Om, tapi saya sama Dinan udah berpacaran selama tiga tahun, dan kami saling mencintai."Terbata bata tapi pasti, Biya nggak tau apa yang dia ucapkan.

"Saya tetep nggak percaya, dan saya masih tetep berusaha buat jodohin anak saya sama kolega saya. Walaupun kalian saling mencintai, saya nggak perduli, restu ada di saya, kalian mau menikah juga nggak akan saya kasih restu. Camkan itu"

Rasanya Biya ingin menjatuhkan air matanya saat itu juga. Walaupun mereka hanya berpura pura, tapi rasanya sakit sekali mendengar penuturan itu langsung dari Ayahnya Dinan. Cukup keras dan membekas. Biya menyesal harus memerankan karakter ini dan nggak tau kapan harus berhenti.

***

Sampai di kantor lagi Biya merasa pusing gak karuan, ditambah lagi kepikiran masalah yang tadi. Rasanya dia ingin menghindari Dinan karena perkataan Ayahnya. Tapi apa boleh buat semua pekerjaanya sangat bersangkutan dengan Dinan.

Sudah ketiga kalinya Biya bolak balik mengambil catatannya yang tertinggal di meja kerjanya. Biya ceroboh saat ini, dia blank dan justru semua persiapan itu menjadi hilang di kepalanya.

"Bi fokus." Tegur Renja. Semua mata tertuju pada Biya. Biya langsung kembali memfokuskan dirinya pada layar besar didepan mereka.

Hpnya terus bergetar di meja, Biya sedang nggak fokus untuk melakukan aktivitas apa apa. Sesaat saat mereka diberi izin untuk meminum serta memakan cemilan di depan mereka sebagai tanda break sejenak, Biya mengambil handphonenya dan membaca pesan panjang yang diberikan oleh Mamanya.

Di kursinya Biya mengalirkan air matanya tumpah seluruhnya. Chandra dan Jisung yang memperhatikan itu langsung bertanya perihal apa yang terjadi dengan Biya. Mereka duduk bersebelahan karenanya.

Tangisannya mulai terdengar tak wajar, Biya menutup mulutnya segera. Dia ingin melangkahkan kakinya keluar, tapi terlalu lemas, bibirnya juga bergetar hebat saat saling mengatupkan satu sama lain.

"Bi? Kamu kenapa?" Dinan menghampiri meja Biya, memastikan keadaanya. Sekilas, Dinan melihat isi pesan yang dikirimkan Ayahnya Biya. Dinan menunduk dan memberikan tubuhnya ke Biya. Memeluk gadis itu agar lebih tenang. Biya justru menangis keras di pundaknya Dinan sambil menelungkupkan wajah serta semua air mata. Dia hanya bisa menangis di sana, dan Dinan hanya bisa menepuk nepuk pundak Biya dengan tenang.

"Izinin aku pu-"

"Aku yang akan temenin kamu ke Jakarta besok pagi."

***

"Bi, jangan nangis lagi udah"

Biya masih sesenggukan di dalam pesawat, dia khawatir orang orang akan memikirkan yang tidak tidak tentang mereka. Dinan sedari tadi sudah membiarkan Biya menangis, tapi kali ini di tempat umum dia mencoba mendiamkan Biya agar penumpang lainnya nggak terganggu.

"Nangis nggak ada hasilnya, sekarang kamu berdoa. Banyak minta sama Allah agar kakak kamu disembuhkan." Dinan merangkul Biya, memeluknya penuh tenang dan tanpa sadar Biya tertidur di pundaknya selama perjalanan berlangsung.

Biya langsung menyambangi kamar yang dituju, akhirnya dia sampai, tapi .. dia menemukan kakaknya lemah dan nggak berdaya. Penuh kesakitan dan matanya tertutup sangat lekat, seakan tak mau terbuka bahkan karena kehadirannya.

Biya menjerit cukup keras, Aira adalah kakak perempuan satu satunya yang dia miliki, dia nggak tega melihat kondisi kakaknya seperti ini. Yang paling membuatnya kecewa adalah pihak keluarga yang menyembunyikan fakta bahwa Aira telah lama sakit dan keras dan menyembunyikannya dari Biya.

Hal yang patut dia salahkan adalah Mas Taranya. Tara nggak pernah bicara penyakit Aira sedekat apapun dirinya. Itu adalah amanat Aira untuk keluarga. Nggak membiarkan dia tahu tentang apa yang dia rasakan selama ini.

"Mas .. kenapa kamu jahat? Kenapa kak Aira bisa sakit kayak gini? Kenapa nggak ada yang bilang sama aku Mas?" Bajunya Tara dia tarik cukup kencang untuk menuntaskan kekesalannya tapi apa boleh buat, Tara hanya bisa meminta maaf atas segala semua sikapnya.

Semuanya menuntut, keluarga hanya bisa berpasrah diri atas keputusan Tara tentang kondisi Aira yang semakin buruk dari hari ke hari dan tak mengalami perubahan.

Pukul satu pagi Tara mengambil air wudhunya untuk melaksanakan sholat tahajud di samping ranjang istrinya. Dia berdoa penuh khusyuk untuk Aira, sementara disamping itu ada Biya dan Dinan yang ketiduran di sofa. Paha Dinan menjadi penumpu kepala Biya, gadis itu tertidur di sofa bersama Dinan.

Tara sendiri yang menyelesaikan sholatnya kembali tertidur di bawah lantai yang beralaskan karpet yang cukup tebal yang disediakan Mamahnya.

Tara tersenyum saat memejam. Dia melihat pantulan sinar cahaya putih memantul dari bayangan tinggi yang berputar ke seluruh tempat. Hamparan langit membentang seluas luasnya, dia melihat perputaran serta gelombang awan yang bermacam macam bentuknya di sebelah sana. Tara menunjuk satu tempat dimana bagian itu hanya langit kosong yang tak terisi oleh apapun. Kemudian gumpalan langit yang terbangnya seperti permen kapas menghampiri, memberikan eksistensinya dan menunjukan kegembiraan didalamnya.

Sosok wanita cantik itu mencoba berbicara dalam hatinya, tanpa suara, kata, bahkan tak ada lantunan apapun di atas sana. Tara tau, yang sedang berbincang itu isi hatinya, bukan tubuhnya.

Sesekali dia mengucapkan selamat tinggal untuk yang terakhir kalinya, Tara menangisi kepergian gumpalan kabut yang membentuk kilas bayang istrinya. Dia terbangun, dan menangisi mimpinya.

Dia rasa, Aira menyampaikan semua yang ingin disanpaikannya lewat bunga tidurnya. Tara menerka isi pesan istrinya, dan dia tahu .. apa yang akan dia lakukan untuk membuat Aira menjadi lebih bahagia lagi tanpa merasa sakit.














Next week kita ketemu lagi. Soon!

Continue Reading

You'll Also Like

50.1K 3.6K 51
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...
79.8K 7.7K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
246K 36.8K 68
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
67.1K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...