KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

62.Lolipop

310 23 1
By SiskaWdr10

Besok Anya beli AC deh buat dipasang di hati biar Kale betah. -Anya-
_______________________________________

Kabar ledakan di gudang itu membuat satu sekolah gempar, terutama saat ditemukan barang-barang yang cukup mengejutkannya di dalamnya. Untuk saat ini yang menjadi tersangka adalah Galang dan Bule yang berada di tempat kejadian, tak ada bukti lain sebab CCTV di gudang rusak akibat besarnya ledakan bom tersebut. Chika mencoba biasanya saja agar tak ada yang curiga dengan kasus ini, di lubuk hatinya ia takut, resah dan sangat khawatir pada Bule.

Tak ada lagi yang jadi penyemangat Chika di sekolah, tak ada lagi waktu membolos dan ia tak bisa lagi mendengar gombalan yang Bule lontarkan untuknya. Mutiara selaku Kakak kandung Galang sangat ingin sekali pulang ke Indonesia untuk bertemu adiknya, tapi acara di luar negeri itu sama sekali tak bisa ditinggalkan.

Alhasil program GPR ditunda sampai semuanya sudah kembali normal, tak sedikit para reporter yang datang kesekolah untuk bertanya tentang ledakan itu, tapi pihak sekolah tak membuka suara karena kasus ini masih belum jelas asal muasalnya. Anya sangat ingin pergi ke tempat kejadian tapi tempat tersebut dipasang garis polisi, tidak boleh ada yang kesitu. Bahkan dijaga ketat oleh para polisi. Semua orang bertanya-tanya siapa yang bersalah, Galang atau Bule? ini sangat konspirasi bagi mereka, tapi tidak untuk Anya. Dia yakin kedua laki-laki tersebut tidak bodoh melakukan hal semacam itu.

Di sekolah pikiran Anya dipenuhi oleh Galang, Sifa bilang anak itu telah sadar tadi subuh. Sedangkan Bule baru selesai operasi tadi pagi, kalian mungkin tidak akan bisa membayangkan separah apa tubuh Bule sekarang, hampir sekujur tubuhnya di penuhi oleh perban, mungkin Bule seperti mumi? tidak, ini bukan waktu yang pas untuk bercanda. Intania bahkan beberapa jam menangis melihat cucunya yang dulu selalu terlihat kuat, tapi sekarang tubuhnya dipenuhi oleh alat-alat medis.

Kale Epot dan Jawa sudah melihat kondisi Bule, mereka bertiga menahan tangisannya karena tak mau terlihat lemah di depan Intania dan Bule sendiri. Jelas kondisi Bule berpengaruh besar bagi mereka bertiga, di sekolah mereka tampak terlihat murung dan tidak bersemangat, bahkan Epot sudah menyarankan untuk bolos. Yang lebih parah Jawa, ia memikirkan Galang dan juga Bule secara bersamaan.

"Jam ketiga cabut, ayok nggak?" tanya Epot saat ketiganya masuk di jam pertama.

"Bio ulangan," balas Kale.

"Iya, lagian jam segini anak sekolah nggak diijinkan masuk pasti," imbuh Jawa. Epot menghela nafas pasrah, ia akan menunggu bel pulang dengan rasa yang campur aduk.

Kalau bisa memutar waktu Anya ingin segera mempercepat sampai bel pulang berbunyi, ia sekhawatir itu pada Galang. Apa lagi ini, Abigel terus saja membahas siapa peluknya. "Anya nggak yakin mereka berdua," ucap Anya.

"Hampir dua tahun lebih gue baru tahu di sekolah ada tempat surga, isinya bikin gue bergidig ngeri, masa iya ada pengaman buat-"

"Abigel nggak mikirin Galangnya gitu? atau Bule?" Tanya Anya kesal. Abigel menggeleng dengan polosnya.

"Kan mereka udah dipikirin sama lo, masa iya nggak cukup?" Anya menghela nafas mendengar jawaban Abigel.

Drttt....

Ponsel Anya berdering ia membaca pesan dari Kale.

Pater pan💚:
Pulang sekolah gue jemput, kita ke RS.

Anya tersenyum lebar membacanya. Dimohon jangan salah fokus pada nama kontak yang Anya berikan untuk Kale, karena sejujurnya Anya masih ada rasa pada Kale.

Sekarang tak hanya Kale yang labil, tapi juga Anya. Yang selalu Anya yakini dalam hatinya adalah semua orang pasti pernah ada di posisi seperti dirinya, mencintai dua orang dalam waktu yang bersamaan. Bisa dibilang maruk, tapi ini kenyataannya. Ia sendiri bingung mengapa harus dirinya dihadapkan dengan dua pilihan yang sulit untuk diputuskan. Lambat laun mungkin waktu akan membantu Anya menjawabnya.

Benar saja sepulang sekolah mobil Kale ada di dekat gerbang, Anya berlari untuk cepat sampai ke mobil Kale, bodohnya ia tak melihat ke bawah alhasil ia menginjak batu dan sersungkar ke tanah, dengan gerakan super cepat Kale turun dari mobilnya dan berlari membantu Anya bangkit, hal itu membuat mereka berdua menjadi tontonan romantis anak-anak yang akan pulang. Diperhatikan oleh banyak pasang mata membuat Kale risih. Anya mengusap tangan dan dengkulnya, setelah itu ia ditarik oleh Kale menuju kedalam mobil, tak ada yang tahu Kale dari sekolah mana karena ia memakai jaket, yang mereka tahu hanyalah Kale sangat tampan dan penuh kharismatik, sekarang mereka ingin menjadi Anya.

"Sonya deket sama Azriel?" tanya Chika yang melihat itu. Chika memang mengenal Kale karena Kale sering sekali mengantar Bundanya pergi ke rumah Chika untuk melakukan arisan bersama Ibunya. Pernah pada saat itu Chika meminta Kale untuk mengantarnya mengirim paket dan di perjalanan mereka berdua mencoba saling akrab.

Kale sama sekali tak mengetahui bila Chika adalah adik kandung Haikal karena di rumah Chika tak ada yang menunjukan kearah situ, lagi pula Chika akan mengrahasiakan identitas Kakaknya.

"Mata jangan cuma dijadiin pajangan," kata Kale sambil memarkirkan mobilnya keluar dari area sekolah Gapara.

"Dalam rangka apa Kale bantu Anya?" Tanya Anya curiga. Sekarang setiap hal baik Kale Anya selalu curiga.

"Nggak tahu, refleks aja gue mau bantu lo," ucap Kale jujur. Anya tersenyum tipis mendengarnya. "Nggak enak juga liat lo tersungkar ketanah jadi kaya gembel," lanjut Kale membuat senyuman Anya runtuh.

"Ya Anya juga mikir kesitu," balas Anya agar Kale semakin puas menghinanya.

Kale tak menghiraukan ucapan Anya, ia meronggoh saku celananya lalu mengeluarkan sebuah permen lolipop, Kale buka dan masukan kedalam mulutnya, kening Anya berkerut ia seperti tak asing dengan lolipop tersebut. Benar saja ternyata lolipop itu milik Anya pemberian dari Galang. "Kale sejak kapan suka lolipop?" tanya Anya.

"Sejak lo doyan bohong," balas Kale tanpa menoleh. Kale selalu saja mengajak Anya berdebat.

"Kemarin Anya juga punya lolipop, kemana ya?" tanya Anya. Kale diam.

"Pasti itu yang Anya kan Kale?!" tanya Anya dengan nada meninggi. Dengan entengnya Kale mengangguk.

"Kale nggak sopan tahu, itu punya Anya!" Ucap Anya.

"Bisa beli lagi," balas Kale. Saat ini Kale ingin tahu seberapa berharganya barang pemberian dari Galang ini.

"Ya nggak lah, balikin Kale cepetttt!" ucap Anya.

Sial, Kale lagi-lagi cemburu. Wajahnya langsung berubah masam. "Lain kali Kale nggak boleh gitu, nggak baik tahu."

"Siapa gue lo ngatur-ngatur?" tanya Kale ketus.

Anya menghela nafas. "Pokonya Anya minta balikin!" Kale menepikan mobilnya.

"Permen aja lo masalahin, kaya nggak ada hal yang lebih menarik aja, norak banget," kata Kale dengan mata tajamnya.

Kali ini Anya ingin berani. "Iya emang lollipopnya nggak menarik, tapi orang yang kasih lebih dari kata menarik."

Mendengarnya Kale langsung berdecih. Kale mengeluarkan permen itu dari mulutnya. "Lo mau ini?" Anya mengangguk lalu Kale memasukan kembali permen itu kedalam mulutnya.

"Sini ambil pakai mulut lo," ucap Kale membuat mata Anya membulat.

"Kale nggak ada bedanya sama Kevin!" Balas Anya membuat emosi Kale terpancing, ia coba mengontrolnya.

"Beda jauh lah, dia udah ngapa-ngapain lo. Gue nggak pernah!" ucap Kale tak kalah meninggi.

"Nggak pernah?" tanya Anya geram.

"Ya emang kan?" tanya balik Kale seolah semua ciumannya dengan mudah ia lupakan. Anya mengelus dadanya, ia harus banyak sabar dengan ikan lele ini.

Ada satu hal yang terbesit di benak Anya. "Kale cemburu ya?" tanya Anya entah untuk yang keberapa kalinya, Kale menggebrak dasbor mobilnya akibat kesal mendapatkan pertanyaan yang ia malu untuk mengakuinya, harusnya Anya sadar itu.

"Ngapain gue cemburu?!" tanya Kale membentak hingga Anya menunduk takut, Kale juga masih mengemut permen lolipop milik Anya.

"Se-se be-ner-"

"Apa?!" sekat Kale karena Anya terbata-bata. Anya mengangkat kepalanya dan melihat wajah sangar Kale.

"Permen lolipop itu udah jatuh ke genangan air," ucap Anya membuat Kale langsung mengeluarkan permen tersebut dan ia juga membuang ludah ke luar jendela. Anya sangat ingin sekali tertawa lepas.

"Kenapa lo nggak bilang!" bentak Kale.

"Yaaaa Kale sendiri nggak balikin punya orang," jawab Anya. Tangan Kale mengepal ingin menjitak Anya. Anya kembali menunduk takut.

Di mobilnya selalu ada botol minum, Kale pun meminumnya sampai habis. Sesekali mata Anya melirik Kale yang tampak terlihat kesal. "Tanggung jawab lo!"

"Apa?" tanya Anya.

"Ya bersihin mulut gue lah," balas Kale. Anya tak habis pikir pada Kale yang semakin hari semakin omes.

"Hah? Kale jangan omes deh!" kesal Anya.

"Cuci mulut itu bukan berarti harus melakukan kiss, tapi...."

"Apa lagi?" tanya Anya muak.

"Beliin gue buah buat cuci mulut," kata Kale.

"Anya nggak punya uang le," balas Anya.

"Usaha lah!" balas Kale. Kale kembali menjalankan mobilnya.

"Beli buah-buahan buat Kale Anya bisa nggak jajan sehari, tega?" tanya Anya. Dengan mudah Kale mengangguk.

"Lo yang salah," jawab Kale seenak jidat.

"Anya?" tanya Anya. Jelas sekali itu adalah kesalahan Kale.

"Emang yang punya lolipop siapa?"

"Lho yang suruh Kale makan siapa juga?"

"Pertanyaan dijawab bukan balik nanya," balas Kale ketus. Adu mulut itu terus berlanjut.

"Punya Anya tapi Kale dengan nggak sopannya main makan aja!"

"Lo tolol nggak bilang dari awal, emang sengaja kan bikin gue makan kuman?"

"Hmmm ... iya tuh!" jawab Anya.

Wajah Kale melirik pada Anya. "Turun lo!"

"Nggak mau, ini juga mobil siapa?!"

"Pake nanya lagi, gue-"

"Uangnya dari Ayah Anto!"

"Bodo amat itu kan ayah gue, jangan ngaku-ngaku Ayah lo!" jawab Kale.

"Ayah Anya juga!" Kale mengambil botol kosong.

"Berisik lo! diem atau gue jitak?" tanya Kale mengancam. Anya juga mengambil satu botol yang kosong.

"Jitak aja Anya nggak takut!" jawab Anya semakin menyebalkan.

"Berani lo ya?!"

Pletak!

Anya lebih dulu menjitak Kale menggunkan botolnya. Sejujurnya Kale tak mungkin melakukan itu pada Anya, ia hanya menakuti saja. "Awww," ringis Kale. Kale memandang sekejap pada Anya.

"Gila lo ya, gimana kalau gue geger otak?"

"Emang udah geger otakkan dari dulu?" jawab Anya, emosi Anya benar-benar tak bisa terkontal.

"Setan!" kesal Kale sambil meninju stirnya.

"Nggak ada setan tu," jawab Anya sinis. Kale menghela nafas, lelah juga banyak bicara.

"Ya iya lah orang lo setannya," ucap Kale.

"Nggak ada setan yang cantik kaya Anya!" jawab Anya dengan percaya dirinya, mungkin ini tertular virus PD-nya Galang?

Kale berdecih mendengarnya. "Geli."

"Biarin yang penting Kale sayang," balas Anya mulai lelah.

"Sok tahu lo," balas Kale. Anya menghadap pada Kale.

"Cemburu itu tanda sayang," balas Anya finall. Ucapan Anya membuat keduanya saling diam sampai mereka berada di RS. Sialan memang Anya.

"Galang...." Ternyata Galang telah sadar dan tengah ditemani Fahri.

"Nah ada Anya gue balik ya," ucap Fahri. Galang mengangguk.

"Hati-hati, thanks ya," balas Galang, Fahri lalu pergi. Hanya ada Anya dan Galang saja di ruangan ini, Kale berada di ruangan Bule bersama Epot sedangkan Jawa tengah menjemput Sifa.

"Hari ini gue yang bakalan nginep, besok gantian," kata Epot. Kale mengangguk sebab keluarga Bule sendiri tak ada yang bisa diandalkan.

Kale dan Epot menatap Bule, malang sekali nasibnya. "Gue dari malem overthinking Le sama keadaan Bule."

"Jelas kita takut, Bule nggak baik-baik aja," balas Kale.

"Galang maafin Anya?" tanya Anya. Galang mengangguk.

"Lagian gue nggak marah," balas Galang.

Mata Anya berkaca-kaca melihat keadaan Galang. "Sakit Lang?"

"Nggak, kesini sama siapa?"

"Galang tahu siapa pelakunya?" tanya balik Anya. Galang menggeleng.

"Bule udah sadar? gue denger dari Sifa kalau anak itu berhasil selamat," ucap Galang.

"Dia masih belum sadarkan diri dan Bule lebih parah dari Galang." Kata Anya.

"Jelas lebih parah gue lihat pakai mata gue sendiri saat benda-benda itu nimpa tubuhnya dengan kobaran api dimana-mana," ucap Galang.

"Gimana kronologinya?" tanya Anya. Galangpun menceritkannya, sungguh Anya juga terkejut.

"Kak Chika?"

"Gue harus tanya dia," ucap Galang.

Anya mengangguk. "Sekali lagi Anya minta-"

"Nikah? jangan sekarang lah nya," balas Galang membuat Anya tersenyum manis.

Risa menelpon Kale mengabari kalau Ica pingsan, Kale pun langsung bergegas pulang. Epot mengerti itu karena Ica sangatlah berharga bagi seoarang Kale.

"Mana Anya?" tanya Kale saat berada di ruangan Galang.

"Dipanggil dokter buat ngewaliin keluarga gue," kata Galang. Kale duduk di sebelah Galang menunggu Anya dengan rasa cemas di hatinya.

Terjadi hening bebera detik, Galang membuka suara. "Le gue yang menang." Kale yang tengah bermain handpone menoleh pada wajah Galang.

"Iya menangin hati Anya." Lanjut Galang.

"Lo pikir Anya mainan, bisa lo menangin?" tanya Kale ketus.

"Lho bukannya yang jadiin Anya mainan itu lo ya?" tanya balik Galang berhasil membuat emosi Kale terpancing.

"Anya masih cinta gue," kata Kale.

"Kita damai aja lah Le, ini sumpah udah fiks banget gue yang menang," jawab Galang penuh keyakinan.

Kale mendecih lalu terdiam enggan merespon, karena Kale yakin Anya hanya jatuh cinta padanya, bila benarpun Anya juga mencintai Galang pasti Anya akan memilih Kale. Pikirnya.

"Gue ngerti jalan pikir lo, tapi bahwasanya kalau Anya benenran cinta sama lo nggak mungkin dia cinta sama gue juga, nah sekarang giliran lihat siapa yang menang. Yang memang adalah manusia kedua yang Anya cintai yaitu gue," kata Galang.

Wajah dingin Kale menoleh pada Galang. "Gue nggak ngerasa menang karena Anya bukan permainan buat gue."

"Tapi lo anggap gue musuh," kata Galang.

"PD banget lo," balas Kale.

"Waaah asik, damai ni?"

Kale terdiam. "Nggak akan."

"Cih ternyata cowok kaya lo takut tersaingi, gue emang keren Le." Balas Galang dengan percaya dirinya.

"Keren nggak mungkin sakit," kata Kale. Entah hari ini Kale banyak bicara.

"Seengga gue anak kelas unggulan," balas Galang yang senang berdebat dengan Kale.

Kale bangkit dari duduknya."Bacot lo gue cabut ya infusan lo!" ancam Kale.

"Anya-anya!" panggil Galang panik. Kale kembali duduk dengan wajah datar.

Tepat sekali Anya pun datang. "Kenapa?" tanya Anya menghampiri kedua laki-laki tersebut.

"Si Ka-le-"

Dengan cepat Kale menendang tempat tidur Galang. Anya menatap pada Kale. "Le?" Galang puas menahan tawa, Kale mirip dengan suami takut istri.

"Pulang," kata Kale lalu menarik tangan Anya. Sesegera mungkin Anya menepisnya.

"Galang sama siapa?"

"Peduli banget lo sama dia!" ucap Kale.

"Ya iya kan calon pacar," balas Galang. Kale langsung menoleh pada Galang.

"Diem atau gue cekek lo!" ancam Kale membuat Galang terkekeh kecil. Secemburu itu Kale pada Anya.

"Gue tunggu di mobil, cepet!" ucap Kale lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Anya bingung sendiri dengan mantannya itu.

"Kenapa Lang?" Tanya Anya.

Galang kembali terkekeh kecil. "Kale sayang banget sama lo."

"Dia nggak pernah mau ngaku cemburu," balas Anya. "Galang mau Anya tetep disini?"

"Pulang aja Kale bisa marah besar nanti."

"Tapi-"

"Nanti Sifa datang kok," jawab Galang. "Nggak papa lo pergi ke rumah Kale dulu sekarang asal nanti kepelaminannya bareng gue."

"Lagi serius Galang!" Ucap Anya kesal.

Galang tersenyum manis pada Anya. "Makasih udah peduli."

Sebagai balasan Anya mengangguk. "Anya pulang ya, bye Galang." Baru satu langkah Anya kembali membalikan badannya.

"Cepet sembuh, Anya kangen." Lanjut Anya. Galang ingin berteriak tapi ia hanya bisa mengangguk sambil tersenyum manis.

"Ucapan Anya bikin jantung gue nggak aman," ucap Galang saat Anya sudah tak ada.

Di parkiran Anya bertemu Sifa, Anya meronggoh saku roknya dan memberikan Sifa surat dari dokter. "Katanya ini info penting tentang kondisi Galang, Dokter bilang harus keluargaya yang baca, jadi Anya nggak baca karena Anya bukan keluarganya."

"Makasih Anya." Balas Sifa. Anya mengangguk.

"Sifa bukannya sama Jawa?" Tanya Anya.

"Noh Jawanya lagi ngobrol di mobil Kale." Balas Sifa.

"Le gue kalau nginep di RS nggak bisa, jadwal Sifa penuh gue harus nganter dia," kata Jawa.

"Kalau bukan kita, siapa lagi?" tanya Kale. Tak hanya Epot, Kale juga merasa Jawa telah sangat berubah.

Inilah salah satu sifat asli Jawa, bila sudah jatuh cinta akan jadi budak cinta yang sesungguhnya.

Jawa menghela nafas. "Iya deh."

Kale tak habis pikir, bisanya-bisanya Jawa seberubah ini karena Sifa. Ternyata kembali jatuh cinta bukanlah jalan terbaik untuk Jawa.

                               🐟🐟🐟

Tiga hari setelah hari itu Mutiara pulang dan segera menemui adiknya. "Lagi tidur?" tanya Mutiara pada Sifa.

Sifa terkejut dengan kehadiran Mutiara. "Iya Kak Tia, baru pulang udah kesini. Ayo duduk pasti capek ya?" Mutiaranya menyimpan makanan di nakas lalu duduk di sebelah Sifa.

"Capek nya terbayar saat lihat Galang masih baik-baik gini, nggak terlalu parah kan lukanya? aku mau tanya langsung sama dokternya, oh iya Ayahku juga masih ada tugas di luar kota, dia bilang makasih kamu udah nungguin Galang." Ucap Mutiara. Sifa mengangguk.

"Tapi nggak cuma aku kok yang nunggu Galang, kalau malem emang aku tapi kalau siang Anya yang nunggu dan ngelayani Galang." Balas Sifa. Mutiara tersenyum dengan mata teduhnya.

"Lagi bucin-bucinnya si Galang ya?" Sifa mengangguk dengan senyuman manisnya. Lalu mata Mutiara melihat pada Galang yang tengah tertidur pulas.

"Oh iya Kak, sebentar deh." Sifa mendekati tas nya yang di simpan di sofa lalu meronggoh surat yang hari itu Anya berikan.

"Dari Dokternya langsung," ucap Sifa. Mutiara menyimpan kedalam tasnya.

"Nanti ku baca, kita makan dulu aja gimana? aku beli banyak makanan lho," kata Mutiara lalu membuka makanan yang ia beli.

Hari semakin malam Sifa meminta Jawa untuk mengantarkannya pulang padahal ini jadwal ia menunggu Bule. "Mil tunggu ya, gue mau nganter doi balik," ucap Jawa pada Milka yang menunggu Bule. Milka mengangguk.

Milka juga merasa Jawa seperti acuh sekali pada Bule, padahal yang Milka tahu pertemanan mereka berempat sangat kental sekali.

Sebelum pulang Jawa mengajak Sifa membeli nasi goreng terlebih dulu. Tempat nasi goreng itu dekat dengan rumah sakit dimana Ibu tiri Epot di rawat, Epot membeli nasi goreng karena Ibunya mengidam. "Lo kok malah pacaran si wa, bukannya jadwal jaga Bule?" Tanya Epot.

"Nanti gue balik lagi pot." Jawab Jawa. Epot berdecih lalu mendiamkan Jawa.

Dari situ Sifa sadar kalau Epot benci bila Jawa terlalu asik dengannya dan melupakan teman-temannya.

Sesampainya di rumah Sifa, gadis itu meminta pada Jawa agar ia tak terlalu dekat dengan Sifa dan jadi jauh dengan teman-temannya. "Nggak Fa, Epot lagi sensi aja. Nyantai aja kali."

"Wa aku tahu banget kalau dia kaya nahan kesel sama kamu, mungkin kamu nggak sekali dua kali gini kan?" tanya Sifa. Selama ini Jawa sadar, tapi ia lebih memilih Sifa karena takut kembali kehilangan pujaan hatinya.

Jawa yang masih duduk di jok motor menunduk, Sifa mengusap lembut puncuk kepala Jawa lalu menciumnya sekilas. "Makasih selama ini udah care sama aku, tapi kamu juga jangan lupain temen-temen kamu, apa lagi Bule sekarang lagi parah banget, Epot kaya gitu karena takut kehilangan temen kaya kamu."

"Fa tapi aku nggak mau kalau kamu dianter-anter orang lain, biasanya Epot emang ngeselin kaya gitu kok-"

"Sttt, udah malem gih balik lagi ke RS," sekat Sifa pada Jawa yang terus mengelak. Jawa turun dari motornya lalu memeluk erat Sifa. "Hati-hati."

Selesai menelpon urusan pekerjaan Mutiara duduk di samping Galang lalu membuka surat yang Sifa berikan. Seketika jantungnya terasa seperti berhenti berdetak saat membaca secarik kertas tersebut, matanya tak kuasa menahan tangis. Mutiara mengusap air matanya lalu menepi untuk menelpon Ayah nya.

"Hallo, kenapa Mut? gimana kabar adikmu?" tanya Gunawan di sebarang sana.

Mutiara menarik nafas sebelum menjawabnya. "Galang...."

"..."

"Iya Yah."

Gunawan tak kalah terkejutnya mendengar jawaban mutiara. Kenapa hal ini harus terjadi pada Galang?

Tak terasa sudah lima belas hari sejak kejadian ledakan besar itu, banyak yang berubah, diantaranya Galang yang semakin pulih karena setiap hari mendapatkan perhatian dari Anya. Sayangnya Bule tetap belum sadar, bahkan tak ada perubahan sedikitpun.

Kegiatan menjaga Bule bergilir lancar, hanya Jawa yang terkadang tak bisa dan selalu ada kendala yang di sebabkan posesifnya pada Sifa. Hal ini membuat Epot sangat geram, Kale juga ingin marah pada Jawa tapi Kale sadar marah tak akan merubah segalanya.

Epot sering sekali mengumpat Jawa pada Kale, ia tak berani mengakan langsung takut kelewatan dan tak bisa mengontrol emosinya.

Hari ini adalah hari terakhir, besok ia baru dibolehkan keluar dari rumah sakit, ia senang karena besok bisa sekolah kembali. "Kalau masih belum sembuh bisa jangan sekolah dulu Galang." Kata Anya.

"Gue sakit kalau lo ngejauh," balas Galang jujur.

Anya menelan saliva di mulutnya Galang semakin terang-terangan pada Anya. "Soal hari itu Anya bakalan pertimbangan lagi."

"Kok masih pertimbangan si nya, lo kasih tahu gue dong apa alasan lo ngejauh Nya, nanti kalau ada yang salah dari gue, gue bisa perbaiki nya." Kata Galang.

Sungguh Galang tak ingin lagi-lagi cintanya pergi. Anya mengehela nafas, ia tak bisa jelaskan alasannya.

"Gapara udah ngusut kasus ini?" tanya Jawa. Mereka bertiga tengah berkumpul di ruangan Bule.

Kale mengangguk. "Tapi masih simpang siur, buktinya kebakar sama semua ledakan, bahkan sampai jejak aja nggak ada," balas Kale yang tahu itu dari Anya.

"Udah nanya Galang lo? dia kan ada di tempat itu juga," ucap Epot pada Jawa yang sering ke ruangan Galang.

"Dia juga korban," balas Jawa. "Tapi Galang bilang ada yang bikin dia curiga."

"Apa?" tanya Epot.

"Chika."

                             *********

Continue Reading

You'll Also Like

1M 16K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
Twelves By E

Teen Fiction

19.5K 2.1K 16
Menjalin hubungan lima tahun lamanya bukanlah waktu yang bisa dibilang singkat. Semuanya berjalan dengan sebagai semestinya selama itu. Sampai dimana...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 74.8K 34
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
960 83 45
[SELESAI] Namanya Guntur Langit Syandyakala Pemuda yang paling anti dengan masalah percintaan tapi dalam kehidupan nyata dia sering kali mengucapkan...