Rainbow Hearts [END]

By YunitaChearrish

4.4K 1.4K 2.6K

[Karya ini pernah diterbitkan pada tahun 2016. Usai memutuskan kontrak karena sesuatu hal, karya ini jadi beb... More

Prolog
1). Group Dating
2). Felina Anggara
3). Family in Relationship
4). Related
5). Some Reasons to Stay
6). Bandung and Memories
7). Some Reasons to Leave
8). Step Brother
9). Want to Make a Bet?
10). Finally, Meet Up
11). And Then, Stand by Him
12). First Crush
13). Promise and Upset
15). Weird Syndrome
16). Moody
17). Her Love Letter
18). What Exactly the Truth
19). Three Men
20). Unexpected Trouble
21). Too Late or Loser?
22). Threatened
23). Unexpected Savior
24). Concerned
25). Reunited or Fate?
26). What Exactly the Point
27). Coincidence or Fate?
28). Biological Mother
29). Distraction
30). Something Deep in Heart
31). True Affection
32). Next Trouble?
33). Reveal
34). Reveal (2)
35). Savior Again
36). Distraction (2)
37). Love or Math Equation?
38). Healing
39). Healing (2)
40). Happy? It Should be Yes
Epilog

14). Familiar

80 31 50
By YunitaChearrish

"Fel, lo dengerin gue nggak, sih?" tanya Vesya, menatap sobatnya dengan tatapan jengah sementara yang ditatap membalas dengan jutek. "Ishhh, malah galakin gue lagi! Lagi PMS, nih?"

"Tau, ah! Mood gue masih jelek banget! Kesel deh pokoknya!" omel Felina yang sekarang menyandarkan tubuhnya ke pagar balkon kampus. Dari sini dia bisa melihat pemandangan di bawahnya. Ya... mungkin saja dengan menyegarkan matanya seperti itu, mood-nya bisa lebih baik.

"Ck. Masih kesel sama Vino? Udah lebih dari seminggu loh, Fel. Nggak kelamaan nih diem-dieman sama paman sendiri?"

Felina menopang dagu dengan sebelah tangan yang sikunya masih menempel pada pagar balkon. "Nggak diem-dieman juga, sih. Tiap Vino manggil gue atau ajak ngobrol, gue nggak cuekin kok. Cuma--"

"Cuma jawab seperlunya, kan? Vino pasti sedih, deh. Sebagai paman lo, dia cuma ngasih pendapat. Harusnya lo nggak langsung nge-judge dia kayak gitu. Lagian lo udah janji bakal ngelakuin apa aja, eh... ternyata lo malah nggak tepatin, kan curang namanya."

"Dasar temen nggak ada akhlak ya, lo! Bukannya ngedukung gue malah ngedukung Vino! Lo dibayarin berapa sih sama dia?"

"Ck. Kenapa sih lo selalu berpikir jelek dan menggunakan alasan duit sebagai senjata semua orang buat mengkhianati lo? Lo juga nuduh Vino dibayarin sama Om Herfian, kan? Tindakan lo gini tega banget, tau nggak?" protes Vesya tidak terima. "Kalo gue nggak inget lo temen masa kecil gue, lo udah gue lempar dari balkon sejak tadi!"

"Harusnya Vino tuh tau perasaan gue kayak gimana! Menurut lo apa ada kemungkinan gue mau ketemu sama pria yang udah mengabaikan keluarganya selama delapan tahun? Bahkan di saat semua udah berjalan dengan semestinya, ketika gue dan mama gue udah berusaha bangkit kembali dari kesedihan kami, kenapa gue harus ketemu lagi sama dia? Poin pentingnya adalah, Vino seharusnya nggak nyaranin ini ketika dia udah tau apa jawaban gue!"

"Ya namanya usaha, kan? Ibarat novel, lo nggak bisa langsung tau ending-nya kalo hanya bermodalkan sampul sama blurb-nya kecuali lo baca sampai selesai. Bahkan meski alur ceritanya klise dan lo tau akhirnya seperti apa," tutur Vesya setelah menghela napas panjang. "Gue yakin Vino pasti udah mikir-mikir dulu sebelum mengutarakannya ke elo. Dan ketika dia udah punya keberanian ngungkapin ke lo, itu tandanya dia udah ngerti apa konsekuensinya. Ya siapa tau kan kalo sebenernya yang terjadi sama kalian di masa lalu itu memang ada salah paham?"

"Salah paham gimana lagi, Sya? Kenapa sih kalian semua malah belain pria itu? Dia yang nyakitin dan ninggalin kami! Salah paham apa lagi yang harus diluruskan sama dia?" hardik Felina, menegakkan tubuhnya kembali ketika pemandangan di bawahnya sudah tidak menarik lagi. Tatapannya kini beralih ke Vesya.

"Om Herfian nggak pernah ngomong apa-apa sejak kejadian itu, kan? Ya kalo menurut gue, gue setuju sama Vino. Seenggaknya kasih Om Herfian kesempatan untuk jelasin semuanya. Kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Kalo ternyata ini memang salah paham, setidaknya ini bisa jadi satu-satunya kesempatan sebelum semuanya terlambat."

Felina akhirnya memilih bungkam meski dia masih belum puas atas kemarahannya yang tidak terlampiaskan.

Awalnya Felina mengira Vesya akan membelanya, jadi dia bisa tetap meneruskan aksi juteknya pada Vino tanpa diimingi perasaan bersalah. Namun ketika dia mendengar pendapat sobatnya, mau tidak mau cewek itu merasa bebannya sedikit bertambah karena telah bersikap jutek pada paman kecilnya dalam durasi yang cukup lama.

Vesya mengulurkan sebelah lengan untuk merangkul sekeliling bahu Felina dan kemudian menarik cewek itu lebih dekat ke arahnya. "Udah ah, jangan jutek mulu. Kita tuh harus happy, Fel. Harusnya lo seneng, apalagi ini hari pertama kita jadi mahasiswi."

Felina tidak merespons, mungkin masih sibuk menata perasaan, tetapi setidaknya dia sudah merasa lebih baik. Bahkan dia mau membalas senyuman lebar Vesya dan keduanya lantas berjalan menuju ruang perkuliahan, bergabung dengan mahasiswa lain yang memenuhi koridor.

"Ck. Biar kegabutan ini nggak menjadi-jadi dan juga kelasnya Pak Rifky masih lama, mau gue ceritakan sesuatu, nggak?" tanya Vesya ketika mereka sudah sampai di kelas dan duduk di barisan agak tengah. Bentuk bangku mereka didesain seperti tribun penonton yang mana semakin ke belakang semakin tinggi. Lebih tepatnya, desainnya mirip dengan kursi penonton di bioskop. Kalaupun ada bedanya, bangku di ruang kelas sudah sepaket dengan meja pada bagian depannya.

"Oke. Mau ceritain apa?" tanya Felina, setuju dengan usul sahabatnya. Bangku di kelas yang awalnya kosong, sudah mulai terisi walau bangku yang tersedia terlampau banyak. Bila dibandingkan dengan ruang kelas di sekolah, ruang kelas di kampusnya--yang adalah Universitas Asoka, lebih luas tiga kali lipatnya.

"Kayaknya pangeran dalam kisah dongeng itu nyata, Fel. Gue malah udah ketemu."

"Oh ya? Love at first sight, dong? Sama kayak Vino berarti," tebak Felina, langsung teringat akan Vino.

"Ish, beda dong! Kisah gue lebih berkesan daripada punya Vino. Tambahannya, gue yakin dia itu suami masa depan gue soalnya dia kuliah di sini juga, Fel!"

"Astaga. Damage-nya nggak main-main ternyata. Udah langsung diklaim sebagai suami, toh?"

Vesya mengangguk semangat sementara rona merah mulai menjalari seluruh wajahnya, apalagi ketika dia tersenyum malu-malu. "Waktu itu gue jemput adik gue di sekolah. Kebetulan adik gue barengan sama temen sekelasnya. Pas banget gitu kan waktu gue sampai di sana--nggak lama kemudian, dia juga mau jemput temennya adik gue. Ngakunya sih sepupu. Gila aja ya, Fel. Gue hampir pingsan. Gue refleks ngebayangin adegan pangeran berkuda putih yang menghampiri seorang putri dari kerajaan, yaitu gue--"

"Sya," potong Felina, yang tatapan datarnya semakin menjadi-jadi. "Sori demi sori ya, tapi narasi lo tolong dikondisikan, dong. Gue berasa mual soalnya--"

"Ck. Dasar sobat nggak ada laknat, ya. Ya udah deh, gue langsung ke intinya. Pokoknya dia ganteng banget, gue langsung ngebayangin kayak ada cahaya ilahi yang nyorotin tepat di atas kepalanya sementara dia natap--"

"Sya!" potong Felina lagi, kali ini matanya menatap tajam sobatnya untuk memberinya isyarat tegas.

"Ck. Oke, oke. Ishhh, padahal gue lagi asik-asiknya mengarang indah," kata Vesya sembari memanyunkan bibir meski tidak berlangsung lama karena ekspresinya segera berbinar kembali. "Gue sempat basa-basi sama dia. Ternyata kita seumuran trus nggak disangka-sangka dia juga daftar jadi mahasiswa di sini. Dan yang paling bikin baper tuh, dia satu jurusan sama kita--jurusan Business Management!"

"Itu memang jurusan yang pasaran banget kali, Sya!" keluh Felina kurang akhlak yang segera saja menghilangkan senyum di bibir Vesya. "Gue aja akhirnya milih jurusan ini. Lo juga, kan?"

"Iya sih, tapi nggak ada salahnya gue ngarep dong. Lagian dia ternyata anak konglomerat, Fel. Bener-bener pangeranable banget ya! Ngomong-ngomong, belum dateng juga ya dia. Padahal gue mau ajak dia duduk di sebelah gue, tapi udah keduluan sama yang lain. Ck!"

"Kalo dia dateng, suruh dia duduk di belakang lo aja. Masih ada yang kosong tuh," usul Felina, mengendikkan dagunya pada bangku kosong tepat di belakang Vesya yang sebelahnya sudah dihuni oleh seseorang. Dia tidak bisa melihat rupa wajahnya karena cowok itu menelungkupkan wajah ke dalam lipatan tangannya. "Asal jangan nyuruh gue pindah, ya. Nggak mungkin kan lo lebih milih duduk sama dia dan mengorbankan gue yang udah sahabatan sama lo lebih dari satu dekade ini?"

Vesya terbahak meski pada akhirnya dia memasang ekspresi serius karena Felina masih menatapnya jengah. "Iya deh, iya. Terkadang lo nggak asik deh, terlalu galak menurut gue. Gue jadi penasaran, ada nggak sih cowok yang tertarik sama lo?"

"Sori demi sori ye, gue nggak mau terlibat dengan cowok. Nggak kayak lo yang saking tertariknya sampai rela jadi bucin," ledek Felina sembari menjulurkan lidahnya pada Vesya.

"Eh, eh. Gue denger ada anak konglomerat yang masuk jurusan kita." Felina tidak sengaja mendengar ada bisik-bisik seru dari depan bangkunya. Rupanya Vesya juga mendengarkan karena cewek itu memusatkan perhatiannya juga pada cewek yang berbisik itu.

"Anak konglomerat? Dari mana tuh?" tanya teman yang duduk di sebelah cewek itu.

"Asalnya sih dari Jakarta, tapi perusahaan keluarganya kebanyakan di Bandung. Makanya dia nggak ada pilihan lain kecuali kuliah di sini. Gue udah liat mukanya. ASTAGA! GANTENG BANGET! Udah gitu, ramah lagi. Gue auto klepek-klepek liat senyumannya. Senyumannya, duhhhh... gimana yaaaaaa, kayak bikin hati kita hangat. Nggak cuma hati, rahim gue juga auto hangat dooooong, buset."

"Ya ampunnnn gue jadi penasaran dong. Tumben belum datang, ya? Kalo kita ajak dia duduk bareng kita, mau nggak ya?"

"Eh, eh! Kayaknya dia udah dateng deh. Gue inget sama potongan rambutnya trus sama warna rambutnya yang kecoklatan!" kata cewek itu heboh dan segera memekik ketika yakin dengan penglihatannya.

Benar saja. Cowok yang masuk ke kelas mereka pada saat itu benar-benar sesuai dengan deskripsi cewek itu; rambutnya kecoklatan dan senyumnya memang semanis gula serta mampu membuat cewek manapun merasakan efek klepek-klepek, terbukti dari banyaknya kaum hawa yang menatapnya tidak lepas seakan tatapan mereka memiliki fitur magnet.

Cowok itu mengenakan sweater berlengan panjang berwarna kelabu yang ternyata difungsikan sebagai lapisan luar karena ada kemeja bermotif garis-garis berwarna putih pada bagian dalamnya, serta memadukannya dengan celana jeans.

Pakaiannya modis dan terkesan casual yang segera menambah visualnya hingga dua kali lipat.

Awalnya Felina tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas gegara terhalang sekumpulan cewek yang sengaja mendekat untuk menarik perhatiannya. Namun ketika langkah cowok itu sampai di bagian tengah tangga menuju bangku, Felina mengenalinya.

"Khelvin?" panggil Felina dengan mata membelalak.

Suara itu cukup keras bagi beberapa teman yang berada di dekatnya. Khelvin refleks mengalihkan perhatiannya ke sumber suara sementara Vesya mendelik pada Felina. "Apa? Lo kenal Khelvin??? Kok bisa??"

Khelvin segera menghampirinya dengan ekspresi yang sama kagetnya dengan Vesya. "Na? Lo kok bisa ada di sini?"

"Kuliah," jawab Felina kalem, tetapi mengundang tatapan kepo dan iri banyak orang terutama kaum cewek, karena hanya Felina yang berhasil menarik perhatian pewaris tunggal konglomerat. Cowok itu terlihat masih syok dengan situasi ini, begitu pula Vesya.

"Tapi, lo--" Omongan Khelvin terputus karena Pak Rifky selaku dosen Filsafat telah memasuki ruang kelas. Maka, dia memilih bangku strategis di sebelah cowok yang duduknya tepat di belakang Felina, yang sedari tadi masih asyik bermimpi dalam tidurnya.

Khelvin menyikut lengan cowok itu pelan untuk memperingatinya, membangunkannya. Terlihat sepasang headphone yang terpasang di kepalanya. Cowok itu segera menyimpannya, tetapi gerakannya berhenti ketika ekor matanya menangkap seseorang yang familier.

Matanya menatap Felina yang sedang menolehkan kepala ke samping, ke arah teman sebangkunya. Cowok itu segera mengenalnya. Dia adalah cewek yang persis sama dengan cewek yang sempat diabadikan oleh seseorang di ponselnya.

Mengingat hal itu, dia refleks menaikkan sebelah alisnya dan menyeringai.

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 293K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
2.4M 130K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
1.1K 384 21
"Uang nggak bisa dibawa mati, tapi dengan uang bisa dihormati." Begitulah prinsip seorang Nur Cahaya Hikari. Wanita paling produktif mengenai pekerja...
670K 45.2K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...