KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

61.Kado

383 30 4
By SiskaWdr10

Hidup penuh dengan pura-pura.

                            ********

Bule berjalan santai menuju tempat rahasia, Chika memintanya agar Bule datang ketempat tersebut ia hendak memberikan kado atas kemenangan yang telah Bule raih, sambil berjalan ia bersenandung kecil.

"Apa gue tembak Chika sekarang aja ya?" tanya Bule pada dirinya sendiri lalu tersenyum lebar.

Entah untuk yang keberapa kalinya Chika menghela nafas saat melihat barang yang ada di tas-nya. "Tapi gue cinta dia beneran Bang," ucap Chika pelan.

Bule:
Gue udah ada di ruangan, sini.

Karena sudah perjanjian Chika pun menuruti perintah Kakaknya. Ia mulai berjalan menuju ruangan rahasia tersebut dengan membawa kado untuk Bule. Jantungnya berdetak sangat kencang sekali, Chika mencoba tersenyum saat sudah di hadapan Bule.

"Menang ya?" tanya Chika lalu membuka tas-nya.

"Nggak tau tanya aja sama keringet gue," balas Bule. Chika menutup hidungnya.

"Jorok!" ucap Chika lalu terkekeh kecil.

"Mana kadonya?" tanya Bule menagih.

"Ada-"

Tanpa rasa malu Bule mengambilnya. "Eh-eh, sabar dong!" kata Chika lalu mengambil kotak kadonya.

Alis Bule bertautan. "Waaah gue curiga ni," ucap Bule membuat Chika panas dingin.

"Hah?"

"Curiga isinya cincin tunangan kita," ucap Bule lalu tersenyum lebar. Chika menghela nafas saat mendengar jawabannya.

"Lo boleh buka ini nanti ketika jarum jam menunjuk ke angka dua," ucap Chika.

Bule melihat jam yang ada di dinding. "Masih lama," ucap Bule.

"Yaudah kalau nggak mau," balas Chika sinis.

"Eh-eh iya deh oke," ucap Bule. "Gue mau nunggu karena isinya pasti...." Bule sengaja menggantungkan ucapannya. Chika menatap mata Bule begitupun sebaliknya, jujur Chika ingin menangis. "Pasti spesial," lanjut Bule dengan suara lembut.

"Lah lo kenapa nangis?" ucap Bule bingung. Chika dengan cepat mengusap air matanya.

"Aaah ini debu!" kilah Chika sambil tersenyum manis.

Lalu Chika bangkit dari duduknya. "Gue mau cari minuman dulu, lo pasti capek banget kan?"

Bule mengangguk dengan wajah penuh tanda tanya, ia kurang yakin perihal alasan Chika yang tiba-tiba mengeluarkan air matanya. "Tunggu dan jangan dulu di buka, janji?" Chika menyodorkan jari kelingkingnya.

"Buat sehidup semati?" tanya Bule menggoda.

"Oh itu nanti di gereja," balas Chika membuat Bule tersenyum lebar, keduanya sama-sama saling menggoda.

"Oke nona saya tunggu ya, untuk gaun saya suka warna putih," kata Bule. Chika tersenyum lebar lalu berjalan keluar gudang.

Ia berlari mencari Galang agar Galang dapat menyelamatkan Bule. "Maaf bang gue khianati lo," ucap Chika sambil berlari.

Tak apa kalau Bule akan membencinya asal manusia itu jangan lenyap dari bumi. Pikir Chika.

"Lang ngapain lo, belum balik?" tanya Fahri. Galang langsung memasukan lolipop yang kotor itu ke saku celananya.

"Ini gue mau balik," balas Galang.

Fahri sebenernya tadi melihat saat Anya memaki Galang dan melemparkan lolipop tersebut. "Nyantai kali Lang gue tau," kata Fahri.

Galang menoleh lalu tersenyum sedih, Fahri tahu semua tentang kisah cinta Galang yang tak pernah mulus. "Dia bukan Tapasya jangan terlalu berharap tinggi," lanjut Fahri.

"Awal-awal ini emang keobsesian gue yang masih belum bisa move-on dari Tapasya, tapi makin lambat laun perasaan ini berubah jadi nyata tanpa menyangkut nama Tapsya sedikitpun," balas Galang.

Fahri tersenyum kecut mendengar jawaban Galang yang masih kurang yakin. "Lo nyoba buat ngendaliin hati lo tapi dia malah berjalan semaunya, Lang jujur aja Tapasya masih menuhin isi hati lo kan?"

"Sok tahu lo," jawab Galang karena ucapan Fahri benar. "Gue masih bingung ri sama isi hati dan pikiran gue sendiri, mereka maunya apa?"

"Yaudah jangan mikirin cewek, banyak lagi cewek di dunia. Kalau nggak ada sama gue aja lo," ucap Fahri lalu tertawa puas mengingat gosip LGBT mereka berdua.

"Kenyang gue Ri kenyang dibilang demen batangan," balas Galang yang juga ikut tertawa. Disaat seperti ini Fahri memang sangat mengerti dan bisa menghibur Galang.

"Galang!" panggil Chika yang berlari menuju padanya.

"Atur nafas dulu," ucap Fahri.

"Gue pinjem dulu!" ucap Chika lalu menarik tangan Galang dan membawanya lari menuju gudang. Karena cekalan Chika begitu kuat Galang terbawa dan ikut berlali tanpa banyak bicara, dari raut wajah Chika ia terlihat sangat panik.

Chika mengatur nafas saat sudah di depan pintu, ia melihat jam di pergelangan tangannya waktunya tersisa sepuluh menit lagi. "Kenapa?"

"Udah dapetin kuncinya?" tanya Chika penuh harapan.

Galang mengangguk lalu meronggoh saku celananya. "Sebenernya tadi subuh gue mau kesini tapi lupa-"

"Sekarang waktunya!" ucap Chika penuh penekanan.

"Hah?"

"Ya ... maksud gue sekarang ada gue dan udah saatnya kita buka," ucap Chika. "Ayo Lang cepet!"

Galang mengangguk sambil membuka pintu. Ponsel Chika berdering dan itu dari Kakaknya. "Gue angkat telpon dulu nanti nyusul," kata Chika.

"Iya," balas Galang. Bule tersenyum saat pintu terbuka dan tak lama senyum itu langsung runtuh kala melihat siapa yang datang.

"Galang?"

"Tempat apaan ni?" ucap Galang sambil melihat kesekeliling. Ia terkagum-kagum dibuatnya. Semua orang yang baru masuk kesini pasti akan dibuat kagum.

"Ngapain kesini lo?" tanya Bule panik.

Galang menatap Bule. "Gue yang harusnya nanya itu ke lo, kecurigaan gue bener ternyata," balas Galang lalu berjalan mendekati lemari.

"Lang!" Ucap Bule coba menahan tapi gerakan Galang sangat cepat.

"Alkohol? gila lo ya!" ucap Galang terkejut. Bule langsung menarik Galang untuk keluar dari Gudang ini.

"Udah lo kasihin?" tanya Haikal di seberang sana. Chika mengangguk sambil melihat Galang dan Bule yang tengah berdebat.

"Udah, tunggu beberapa menit kok bang." Balas Chika dengan wajah datar.

Chika berharap Bule bisa menarik Galang jauh dari gudang agar keduanya selamat tapi lihat kedua manusia itu malah berdebat di luar gudang luas ini.

Dengan kasar Galang melepaskan tangannya yang Bule cekal dan mencoba untuk kembali masuk karena ia penasaran. "Lang nggak ada apa-apa lagi!" ucap Bule.

"Gue mau ngebuktiin sendiri lah," balas Galang.

"Ini nggak ada sangkut pautnya sama Ray Lang, nggak," balas Bule.

"Lo kok bawa-bawa Ray?" Tanya Galang.

"Ya karena pikiran lo selalu buruk tentang dia, masih belum puas bikin Ray menderita Lang?" Bule tersenyum kiri setelahnya.

"Gue bukan jahat ke Ray cuma nyelamatin Kakak gue aja," balas Galang.

"Mereka bahagia!" ucap Bule mencoba menahan Galang.

"Nggak mereka nggak bahagia, cuma salah satu aja yang bahagia entah itu Kakak gue atau Ray-nya sendiri, gue masih belum tahu kebohongan apa yang Ray tutupin dari gue mungkin aja dia berbohong biar semua baik-baik aja dan gue bongkar agar selamanya akan membaik, toh semuanya akan terbongkar pada waktunya kan? Gue cuma mempercepat waktunya," jawab Galang membuat Bule bingung meresponnya.

"Awas-"

"Lang nggak ada apa-apa percaya sama gue, lo boleh datang besok Lang jangan sekarang," ucap Bule. Sungguh Bule hanya ingin menyingkirkan barang-barang yang membahayakan kelulusannya.

Chika mendengus kesal kenapa mereka tidak pergi. "Mereka kenapa nggak pergi?!"  ucap Chika kesal. Waktu tersisa dua puluh detik lagi, Chika pun berlari kebawah karena emang gudang ini terletak di lantai paling atas.

"Nggak ada hari esok, gue maunya sekarang!" balas Galang.

"Lo gila ngomong kaya gitu, mau mati lo besok?"

"Awas!"

Bule menahan tangan Galang. "Oke di dalam emang ada hal fatal yang harusnya nggak ada di tepat itu, gue bakalan ngelakuin apapun asal lo nggak bongkar Lang plis," ucap Bule.

"Kenapa harus lo?" ucap Galang pelan.

"Hah?"

"Kenapa harus lo yang bilang gitu, padahal gue udah percaya banget kalau lo orang baik," ucap Galang kecewa.

Bule menghela nafas pasrah. "Apa yang harus gue lakuin supaya lo bisa maafin gue dan rahasiain ini?"

Chika yang sudah berada di lantai paling bawah kembali mengangkat telpon Kakaknya. "Berhasil?" Chika melihat jam di pergelangan tangannya.

Lima ... empat ... tiga....

"Berubah lah jadi lebih baik," balas Galang pada ucapan Bule.

Dua ... satu....

DUAR....

Bule mendorong tubuh Galang sangat kencang hingga Galang terpental jauh. Sedangkan dirinya sendiri terkena reruntuhan barang yang berada di sekitarnya.

"Good job honey," ucap Haikal saat mendengar ledakan tersebut. Air mata Chika jatuh begitu saja.

Kado yang Chika berikan pada Galang adalah bom yang Haikal dapat dari temannya sendiri, bom itu dirancang oleh teman Haikal yang sudah ahli membuatnya, dan juga bom tersebut dapat meledakan satu ruangan. Rencananya Haikal ingin Bule mati di ruangan itu sendiri tanpa ada jejak yang tertinggal.

Dengan sulit Galang mencoba bangkit ia melihat Bule yang terkena tindihan lemari dan api yang menyambar dimana-mana, Galang ingin menyelamatkan Bule tapi nyawanya lebih penting ia pun segera turun kebawah dengan kaki yang pincang dan sekujur tubuh yang penuh luka, rasanya seluruh tubuh Galang seperti remuk, Galang pingsan saat ia telah sampai di lantai ke dua.

Jelas orang-orang yang masih ada di sekolah langsung berlarian panik dan penasaran. Guru dan para stap TU segera menghubungi pemadam kebakaran. Suasana jadi sangat ricuh sekali. Anak-anak yang ada di aula berhamburan keluar menyelamatkan diri.

"Anya Galang ditemui pingsan di lantai dua dengan baju yang sobek-sobek dan mukanya kacau parah!" ucap Abigel membuat bibir Anya langsung pucat.

"Nggak mungkin, Galang!" Anya berlari mencari Galang.

Galang menjadi tontonan masal saat tubuhnya di bawa oleh brankar UKS menuju mobil ambulans yang baru saja datang.

Tak lama pemadam kebakaran datang dan memadamkan api serta menyelamatkan Bule.

"Dihimbau untuk anak-anak yang masih berada di lingkungan sekolah secepatnya pulang kerumah masing-masing sebab suasana semakin memburuk supaya tidak ada korban," ucap Pak Iham di speaker sekolah.

Anya menangis histeris saat melihat Galang yang dimasukan kedalam mobil ambulan, Fahri menarik tangan Anya untuk ikut bersamanya mengantar Galang kerumah sakit lalu masuk kedalam mobil ambulans tersebut. Anya menggenggam tangan Galang yang terasa panas, sungguh ia menyesal berkali-kali lipat karena telah kasar pada Galang.

Para medis yang ada di dalam mobil memasangkan alat-alat ketubuh Galang. "Galang maafin Anya." Ucap Anya dengan tangisannya.

Dibanding Galang Bule lebih parah, bagian tubuhnya mengalami luka bakar dan benturan keras yang membuat tubuhnya mengeluarkan banyak darah. Tuhan masih sayang Bule karena laki-laki itu masih bernafas saat di perjalanan menuju rumah sakit.

Kaki Chika begitu lemas saat melihat Bule yang tadi lewat di hadapannya. Sedikit harapan untuk Bule masih bisa hidup. Satu tetes air mata berhasil membahasi pipi mulus Chika. "Maafin gue Le, maaf."

Permen lolipop itu terjatuh saat Galang di bawa ke UGD Anya mengambilnya dan berlari mengikuti Galang bersama Fahri.

"Kemana ya Anya belum pulang, susul gih Bunda takut dia kenapa-napa," ucap Risa khawatir.

"Emang bisanya izin dulu kalau pulang sore?" tanya Kale. Risa mengangguk.

"Dih ke aku ngggak," ucap Kale cemburu.

Risa memadang wajah putranya. "Lah emang kamu siapanya?" tanya Risa membuat wajah Kale semakin datar. "Ciaaa ilah Abang belum move-on ni ya."

"Bunda sama ayah nggak ada bedanya sekarang," kata Kale lalu berjalan menuju kamarnya.

"Yeuhhh bang malah ngambek kamu, jemput Anya yaaaaa," ujar Risa berteriak.

"Iya," jawab Kale.

Kale meluncur menuju Gapara tapi di tengah jalan ponselnya berdering. "Bule sama Galang masuk rumah sakit, Anya ada disini," ucap Jawa di seberang sana.

"Kasih gue alamatnya," balas Kale lalu mematikan sambungan tersebut.

Bule dengan Galang memang ditangani di rumah sakit yang sama, sesampainya Kale disana ia melihat Anya duduk sambil menangis di dekat Jawa dan Epot. Di sebelah Jawa ada Sifa yang juga menangis, Jawa memeluk Sifa dengan erat sedangkan Epot mencoba menenangkan Anya, Epot pindah tempat duduk saat Kale datang sekarang yang di sebelah Anya adalah Kale.

Kale menghela nafas lalu membuka tangannya agar Anya bisa memeluknya, Anya pun langsung memeluk Kale dengan erat, jaket Kale mulai terasa basah akibat air mata Anya. Demi apapun Kale sangat cemburu pada Galang, Anya menangis artinya ini tanda kepedulian Anya yang takut kehilangan Galang sangat besar. "Kale Galang Le," ucap Anya dengan suara parau.

Dengan lembut Kale mengusap puncuk kepala Anya. "Ada gue," ucap Kale.

Sepertinya hanya Epot yang tidak pura-pura peduli pada Galang, yang ia pikirkan saat ini Bule. Epot bangkit dari duduknya dan menghampiri Jawa. "Gue ke nyokapnya Bule dulu," ucap Epot yang nampak muak.

Jawa membalas dengan anggukan. "Wa Kakaknya Galang nggak ada di rumah Ayahnya juga," ucap Sifa sambil mengusap air matanya.

"Anya mau jagain Galang Kale." Ucap Anya yang masih ada di pelukan Kale sambil memegang lollipopnya.

"Iya," balas Kale singkat. Minimal Kale ingin Anya tak menangis lebih dulu.

Jawa tahu dari raut wajah Kale anak itu tengah menahan amarah. "Mau beli minum nggak?" kata Jawa pada Sifa.

Sifa mengangguk kemudian Jawa pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli minum. Tak terasa Anya menangis sampai tertidur dipelukan Kale. Galang dan Bule masih belum selesai ditangani Dokter.

Kale menatap wajah Anya yang terlihat sangat lelah, ia jadi tak tega untuk membangunkannya. "Wa gue balik duluan sama Anya, nanti balik lagi," kata Kale sambil menggedong Anya.

"Tidur?" tanya Sifa. Kale mengangguk.

"Yoi, hati-hati men," imbuh Jawa. Ia akan tetap menemani Sifa disini.

Epot berdecih saat melihat Jawa setia menemani Sifa untuk Galang bukan untuk Bule, entah lah rasanya Epot kesal pada kedua temannya tersebut.

"Kale sebenernya sayang Anya nggak si wa?"  Tanya Sifa dengan suara paraunya pada Jawa.

"Banget, cuma ya gitu anaknya rada garing," balas Jawa.

"Emang kamu basah?" tanya Sifa membuat Jawa tersenyum tipis.

"Aku lucu," jawab Jawa membuat Sifa ikut tersenyum manis.

Pergelangan tangan Kale Anya pegang saat dirinya Kale baringkan di kamarnya. "Galang..." Ucap Anya sambil membuka matanya. Kale menghela nafas.

"Bangun," ucap Kale sambil menepis tangannya agar tak dipegang oleh Anya.

"Galang udah sadar?" tanya Anya sambil merubah posisi duduknya.

Kale menatap wajah Anya dengan datar. "Gue bukan Galang." Jawab Kale ketus.

"Anya serius Le." Kata Anya.

"Belum," balas Kale menahan gejolak api cemburu.

"Abang keluar nggak baik berduan di kamar," ucap Risa yang baru saja datang. Kale bangkit dari duduknya lalu pergi begitu saja dengan wajah yang kesal.

Risa mendekati Anya. "Ada apa, Nya?" tanya Risa.

Dengan mudahnya Anya menceritakan semuanya pada Risa, Anya benar-benar sudah menganggap Risa adalah Ibunya sendiri. Risa memeluk Anya saat cerita itu berakhir, yang dapat Risa simpulkan dari cerita Anya adalah Anya hilang rasa pada Kale dan hal itu membuat putra satu-satunya  kesal. "Nanti pasti Galang-mu itu bakalan sadar kok sayang, tenang ya."

Anya berhenti menangis dan melonggarkan pelukannya. "Galang-mu?"

"Bunda tau Anya suka sama si Galang itu, nggak papa nggak usah bohongin diri sendiri. Kale mah lupain aja, ngomong-ngomong Galang pasti ganteng ya?" tanya Risa mencoba menghibur Anya.

Bibir Anya mencetak senyum manis, ia mengangguk. "Tapi lebih ganteng Kale Bun."

"Produk Bunda emang nggak ada tanding," balas Risa membuat Anya semakin tersenyum lebar.

Risa menepak pelan pundak Anya. "Dengerin Bunda nya, Bunda sama sekali nggak nuntut kamu harus tetep sama Kale, kamu ya kamu. Pilih apa yang kamu suka dan jalani sepenuh hati tanpa melihat ke belakang, lakukan apapun yang membuat mu senang, kalau mungkin bahagia mu bersama Galang ya silakan perjuangkan, cinta itu sedikit rumit tapi menyenangkan," kata Risa membuat Anya yakin untuk move-on dari Kale.

"Makasih Bunda." Balas Anya dengan senyum bahagianya.

Selesai dari kamar Anya Risa berjalan menuju kamar putranya. "Abang." Panggil Risa sambil mengetuk pintu, ia tahu privasi anaknya.

"Masuk, Bun." Jawab Kale.

"Eh Abangnya Ica tumben ngopi, jangan banyak-banyak nanti diomelin si Ayah lo bang." Ucap Risa lalu mendekati Kale yang tengah duduk di balkon kamarnya.

"Iya Bunda, kenapa?" tanya Kale dengan wajah datar.

"Asem banget bang mukanya, oh iya Bunda ikut sedih sama Bule dan Galang bang, nanti Ayah sama Bunda mau jenguk Bule." Kata Risa.

Kale mengangguk. "Kopinya habis aku mau balik lagi ke RS Bun, izin ya," Risa mengangguk.

"Bang...." Panggil Risa yang duduk di sebelah putranya.

"Hm."

"Iklhasin aja kalau Anya-mu udah berhasil move-on, ayo kamu juga move-on," ucap Risa. Kale tersenyum tipis, Bundanya ini selalu mengerti perasaan semua anaknya.

"Siapa bilang aku belum move-on?" tanya Kale.

"Cemburu nggak kalau Anya sama Galang?" Tanya balik Risa. Kale terdiam.

Risa menghela nafas panjang. "Bang cinta itu nggak melulu harus memiliki tapi melihat dia bahagia saja termasuk cara cinta, kalau emang Anya bahagia sama Galang dan kamu ikhlas itu artinya juga cinta Bang, karena hakikatnya cinta itu membahagiakan bukan memaksakan."

Disaat seperti ini sikap dingin Kale langsung runtuh, ia memang butuh teman bercerita. "Masa iya Bun aku pacaran lama sama Anya tapi dengan mudahnya Anya jatuh cinta sama cowok lain," kata Kale.

"Bang persoalan rasa bukan tentang waktu tapi tentang ini," Risa mengarahkan telapak tangannya ke arah hati. "Kamu harus belajar dari Ayahmu bang."

"Ayah?" Risa mengangguk.

"Dulu ayahmu menjauhi Bunda demi Ayahnya Anya karena dia kira Bunda lebih bahagia dengan Ayah Anya dibanding dengan dirinya, pura-pura benci pada orang yang dicinta bukanlah perkara yang mudah tapi Ayahmu melakukan itu demi bisa melihat Bunda bahagia, apa tidak romantis ayah mu itu bang?" tanya Risa lalu tersenyum menggoda pada Kale.

"Dia kan Ayah Bun bukan aku," ucap Kale.

"Kan bunda suruh kamu belajar bukan mengikuti jejaknya, ya jelas kamu sama Ayah beda, jauh banget malah bedanya. Bunda cuma sedih aja kalau liat abangnya Ica galau gini," balas Risa.

"Ayah sedih nggak dulu Bun saat milih mengalah?" tanya Kale penasaran.

Risa mengangguk sambil mengingat hari itu. "Sedih tapi dia selalu yakin kalau sedih ini akan hilang dengan sendirinya," ucap Risa. Kale terdiam mencerna ucapan Bundanya.

"Titik terberatnya mencintai itu mengiklaskan," gumam Kale.

Gumamam itu masih bisa terdengar oleh Risa, ia bangkit dari duduknya dan mengusap pundak putranya. "Semangat bujang-nya Bunda." Kata Risa lalu keluar kamar Kale.

Bunda mungkin benar, ada saatnya Kale harus mengalah, rasa ini bukan tentang seberapa lama bersama tapi seberapa yakin perasaan ini masih sama.

Epot sibuk sendiri saat Intania pingsan setelah mendengar keadaan Bule. "Handphone gue mati lagi!" kesal Epot lalu berlari ke ruangan Galang. Galang telah selesai ditangangi dan sudah ada di ruangan VIP.

"Nyari siapa pot?" tanya Sifa.

"Jawa, kemana dia?" tanya Epot karena di dalam ruangan hanya ada Fahri, Sifa dan Galang yang belum sadar.

"Jawa ngambil baju di rumah gue," balas Sifa. Epot langsung menutup pintu dan berlari keluar rumah sakit, saat seperti ini kedua teman Epot tersebut malah tidak bisa diandalkan.

Kale dan Jawa bertemu diparkiran lalu berjalan bersama menuju kedalam rumah sakit, berpapasanlah mereka bertiga. Epot nampak terlihat menahan kesal. "Dari mana aja si lo berdua?" tanya Epot penuh penekanan.

"Gue dari rumah Sifa." Balas Jawa. Ia menggendong tas di pundaknya. Kale terdiam.

"Permisi Kak, ini temen-temennya Bang Jeff?" tanya gadis berbadan mungil yang baru saja datang. Wajahnya terlihat seperti anak kelas satu SMA.

Semua menatap gadis tersebut. "Aku Milka adik tirinya Bang Jeff, sekarang aku mau ketemu dia karena kedua orang tua kami lagi pergi keluar kota dua hari yang lalu," tutur Milka menjelaskan. Epot pun membawa Milka ke dalam ruangan Intania bersama kedua temannya.

"Nek Intania pingsan saat denger kabar Bule." Kata Epot. Milka terdiam karena tak mengenal Bule.

"Abang lo dipanggil Bule," jelas Jawa. Milka mengangguk.

"Kabar apa Kak, dimana Abang?" Tanya Milka.

"Yang gue denger dari dokternya Bule bakalan koma untuk waktu yang lama, sedikit harapan buat hidup, lukanya parah dan butuh waktu berbulan-bulan buat sembuh, apalagi luka bakar hampir di sekujur tubuhnya, Bule juga kena benturan keras di bagian kepala dan Kaki bagian kanan, untuk jalan diperlukan terapi dan pengobatan lainya," tutur Epot menjelaskan. Kabar itu memperburuk suasana. Pantas saja Intania pingsan.

"A-a-aku bakalan telpon mami sama ayah buat ngabarin hal ini," kata Milka terbata-bata lalu menelpon orang tuanya. Disaat seperti itu bodohnya Jawa malah izin untuk bertemu Sifa padahal Bule lebih parah.

"Bule bakalan sembuh, sebelum kejadian ini dia bilang dia kuat dan pemberani," kata Kale yang mencoba menenagkan Epot.

Epot menoleh pada Kale. "Asli Le gue takut, mungkin maksud dia bilang pergi itu adalah-"

"Sttt, jangan ngomong yang nggak baik Pot." Balas Kale. Jujur Kale sangat sedih, sekarang keadaannya sekacau ini.

"Jawa harus banget ya mentingin dulu Sifa?" Tanya Epot.

Karena takut bicara salah Kale mengangkat bahunya tanda tak tahu. Jawaban apapun akan Epot anggap salah karena anak ini tengah terbawa emosi.

"Kak orangtua ku nggak akan pulang, dia cuma transferan uang aja," kata Milka membuat hati Epot dan Kale patah secara bersamaan. Malang sekali nasib Bule.

"Duit?" tanya Epot dengan nada meninggi.

"Pottt." Kale menahan Epot agar emosinya tak meledak.

Epot menghela nafas untuk mengontrol emosinya. "Bangsat," umpat Epot. Milka duduk di sebelah Kale.

Kale jadi mengingat saat Bule bercerita padanya bahwa ia sangat haus kasih sayang dari kedua orang tuanya, ini mungkin salah satunya.

                             ********

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.9M 91.5K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6.1M 335K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
657K 25.8K 37
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
AKSARA By ☆

Teen Fiction

306K 23.2K 42
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tamp...