KAWIN GANTUNG

By NevNov

16.6K 1.6K 62

Cerita perjodohan antara Kirania dan Gading. Cerita romantis mereka tertuang di sini More

Bab 1
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8

Bab 2

1.7K 225 10
By NevNov


Kirania mengendap-endap masuk ke halaman rumah yang gelap karena senja baru saja beranjak. Ada tenda putih yang terpasang di sana dengan kursi berlapis satin tertata rapi di bawahnya. Sementara lampu-lampu hiasan dan bunga-bunga segar terlilit di tiang dengan kain tule warna warni  menggantung di langit-langit. Beberapa orang laki-laki sedang mengobrol di bawah pohon, agak jauh dari pintu masuk.

Kirania menepuk kepala karena lupa hari penting. Ia mencopot topi , memandang sekeliling sebelum menyelinap melompati pagar. Tujuan dalam otaknya adalah masuk ke rumah  diam-diam, lalu kamar lalu mandi dan berganti pakaian tanpa mamanya tahu. Ia berdiri di sudut teras samping kamarnya yang gelap, sepertinya sang mama lupa menyalakan lampu. Mungkin karena terlalu sibuk. Ada dua wanita yang lewat dan berbicara cepat dengan masing-masing memegang nampan berisi kue. Aroma masakan menguar di udara. Kirania menelan ludah, perutnya keroncongan. Ia lupa seharian belum makan.

Setelah memastikan tidak ada yang melihat, ia menyelinap masuk. Mengendap-endap melalui ruang tamu, lalu ke ruang keluarga dan merasa aman karena sepertinya semua berkumpul di dapur. Tak kala tangannya menyentuh knop pintu kamar,  sebuah tangan terulur menjewer kupingnya.

“Dasar kamu anak perempuan nggak tahu diri! Dari mana saja kamu seharian, hah?”

Kirania menoleh dan melihat mamanya melotot marah. Nuria terlihat seperti harimau yang hendak menerkam mangsa.

“Aduuh, sakit, Ma. Ampuuun, Ma,” rintih Kirania memegang telingannya.

Namun jeweran sang mama makin kencang.
“Kamu sudah tahu kalau malam ini adalah pertunangan kamu. Malah kabur seharian, nggak pulang-pulang. Mau dicincang?!”

“Yee, emangnya daging. Aku ngaku salah, Ma. Ayo, dong. Lepasin jewerannya, sakiit!”

Kirainia mengkerut saat melihat mamanya melepaskan jewerannya dan bertolak pinggang dengan marah.

“Masuk ke kamar sekarang! Trus mandi, dalam lima belas menit harus udah selesai. Akan ada tukang rias yang bantu kamu berdandan!” perintah Nuria.

“Duuh, Ma. Aku bisa dandan sendiri, ngapain pakai perias?” bantah Kirania dengan cemberut.

“Iyaa, dan kamu mau menghancurkan acara ini karena dandananmu yang mirip ondel-ondel? Nggak ada bantahan, cepat mandi sana!”

Kirania masuk dan mengempaskan pintu di belakangnya, melangkah cepat menuju kamar mandi. Meski kesal tapi hatinya terasa sedih jika ingat malam ini adalah malam pertunangnya. Ia tahu dari kecil sudah dijodohkan dengan anak tetangga. Kata para orang tua perjodohan dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya. Entah apa maksud mereka, ia tidak paham. Bukankah bayi sakit harusnya dirawat di rumah sakit? Tapi orang tuanya malah memilih untuk menjodohkannya. Sungguh sebuah cara penyembuhan yang tidak masuk akal, meski karena itu ia sembuh total dan tumbuh jadi anak sehat.

Gading, nama calon suaminya. Lelaki yang selama sepuluh tahun ini tidak pernah ia jumpai. Saat keluarga Gading pindah ke luar kota yang menurut desas-desus karena tugas sang papa, ia berpikir perjodohan mereka terputus. Siapa sangka, dua minggu lalu orang tua Gading datang kembali menempati rumah lama mereka. Mereka bereuni tanpa anak laki-laki mereka  yang masih di kota lain. Selanjutnya kesepakatan dicapai, pesta pertunangan digelar secepat mungkin dan Kirania tidak berkutik pada nasibnya.

Apakah dia masih sekaku dulu? Apakah dia masih tetap tampan seperti dulu? Atau berubah menjadi lebih arogan? Kirania bertanya-tanya dalam hati.
Pikirannya teringat akan anak laki-laki berusia tujuh belas tahun yang tampan dan banyak digilai para tetangga yang berkelamin perempuan. Saat itu, dirinya yang berusia sepuluh tahun tidak mengerti saat para cewek menatap sambil melongo setiap kali Gading melewati mereka. Yang ia tahu, Gading adalah cowok yang akan ia nikahi di masa depan.
Selesai mengguyur tubuh, ia memakai gaun yang telah disediakan oleh sana mama. Gaun putih dengan bahan satin halus yang panjangnya nyaris mencapai mata kaku, dengan pita besar di bagian pinggang dan berenda di bagian dada. Tak lama, pintu kamarnya diketuk dan seorang wanita cantik pertengahan tiga puluhan datang untuk membantunya berhias. Ia mengatakan terus terang pada wanita itu, tidak ingin riasan yang tebal.

“Kamu beruntung ya, Dik. Kakak dengar calonmu itu dokter, ya,” kikik si Perias dengan kuas di tangan dan memoles wajah Kirania. “Aih, jadi pingin muda kembali dan dijodohkan

Kirania mendengkus pelan. Ia menahan umpatan saat perias mengatakan tubuhnya terlalu kurus dan lengannya sedikit berotot hingga mirip laki-laki. Si Perias yang memanggil dirinya sendiri dengan sebutan, ‘Jeng Ana’ juga memandang dadanya dengan tatapan tidak puas. Jika tidak ingat kalau mereka sesama perempuan, ingin rasanya Kirania menghajarnya karena tidak sopan.

“Kamu cantik tapi sayang, ada satu yang kurang,” decak Ana saat memberi sentuhan akhir pada rambut Kirania yang pendek.

“Apa?” tanya Kirania enggan.

“Dadamu terlalu kecil, heran ya, perempuan apa bukan sih?”

Kirania menggertakkan giginya, ini entah keberapa kali Ana menghina dadanya.

“Ini, pakai ini.” Ana mengulurkan dua bantalan kecil pada dada Kirania.

“Diih, apaa itu. Nggak mau, ah,” tolak Kirania.

“Iyee, terus aja nggak mau dan lihat gimana para perempuan bergunjing karena calon istri seorang dokter tampan tidak punya dada.”

Dengan sedikit memaksa Ana memasukkan bantalan ke dada Kirania yang mencoba menolak. Entah bagaimana setelah bantalan dimasukan, dada yang semula terlihat rata kini tampak menyembul di balik gaun. Untuk menutupi lehernya,  Kirania memakai kalung mutiara putih dengan anting senada dan sepatu berhak tinggi yang sudah disiapkan untuknya.

Ia ingat saat mamanya datang membawa sepatu itu, matanya mau lepas saking kaget. Ujungnya yang lancip membuatnya bergidik tapi sang mama memaksanya berlatih untuk memakainya. Setiap malam selama satu jam, ia berjalan mondar mandir di dalam rumah dengan sepatu sembilan sentimeter membungkus kaki di bawah tatapan galak Nuria. Sungguh siksaan yang hebat.

“Pengantin perempuannya keluar!” teriak Ana saat membuka pintu kamar.

Ucapan kagum keluar dari mulut para tamu pesta tatkala melihatnya keluar dari kamar. Kirania mendesah pasrah saat lengannya digandeng Ana menuju ruang tamu yang sudah penuh oleh tamu undangan.

Kirania melihat ada sekitar dua puluhan orang yang berdiri menyebar di ruang tamu dan halaman. Dua buah karangan bunga segar, entah dari mana berdiri di dekat pagar. Ada meja panjang berisi aneka makanan di sampingnya. Aroma bunga sedap malam dan mawar menguar bercampur dengan harum masakan.

“Duuh, kamu cantik sekali, Sayang.” Zahra, mama dari Gading menyambut Kirania dengan gembira.

“Makasih, Tante,” ucap Kirania kikuk.

“Kok, Tante. Panggil mama, dong.”

Kirania meringis, selanjutnya ia merasa dipamerkan dari satu tamu ke tamu yang lain oleh Zahra. Dengan bangga calon mertuanya mengatakan jika sudah lama ia ingin punya anak perempuan dan beruntung ia mendapatkan Kirania sebagai menantunya.

Papa dan mama Kirainia pun tidak dapat menyembunyikan kebahagiaan mereka. Hampir tiga puluh menit diedarkan ke sana kemari, bertegur sapa dengan para tamu dan kerabat tapi Kirania belum melihat calon tunangannya.

Mungkin dia tidak jadi datang, mungkin pacarnya menangis dan merengek-rengek dan membuatnya membatalkan pertunangan ini. Asyik jika sampai terjadi seperti itu. Batin  Kirania dengan kegembiraan yang berusaha ia tutup-tutupi. Besar harapannya, calon tunangannya tidak akan datang malam ini.

“Ah, itu Gading datang.”

“Duuh, Gading telat ya?”

Gumaman dari para tamu membuat Kirania mendongak. Sesosok laki-laki masuk dengan angkuh dan menyeruak di antara para undangan yang berdiri memenuhi ruang tamu. Laki-laki itu amat tampan mengenakan setelan putih senada dengan gaun Kirania, dan melangkah tenang ke arahnya.

“Kamu kemana aja, telat sih?” tegur Zahra pada anaknya.

Gading hanya tertawa lirih, “Lihat tempat praktik, Ma.”

Kirania tidak dapat menyembunyikan rasa kagetnya saat mengenali laki-laki tampan  yang baru saja datang adalah orang yang menolongnya tadi sore.

“Hai, Kirania. Kamu cantik dengan gaun itu, meski tanpa topi hitam dan gitar rusak,” sapa laki-laki itu yang ternyata adalah Gading.

Kirania melongo. Tubuhnya mendadak berat untuk melangkah. Sedangkan saat ini yang ia butuhkan adalah menghilang dari muka bumi. Jauh-jauh dari Gading dengan wajah tampan dan senyum yang memesonanya.

Tersedia di google play store : https://play.google.com/store/books/details/Nev_Nov_Kawin_Gantung?id=BOgGEAAAQBAJ

Bisa lihat di kolom komentar atau di bio saya.

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 54.4K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
6.6M 339K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
361K 28K 59
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
1.1M 112K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...