KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

59.Tidak baik

295 31 3
By SiskaWdr10

Tapi bohong-

                             ********

"Itu yang selama ini Ica rasain, dan inget semuanya ulah siapa?" tanya Kale sengit. Anya mengangguk.

"Ayah Anya," ucap Anya lesu.

Kale merubah gaya duduknya jadi lebih menghadap Anya. "Ini itung-itung nebus kesalahan fatal bokap lo, ayolah Nya kapan lagi?"

Untuk mengiyakannya Anya ragu berkali-kali lipat. "Terus nanti Anya nggak bakal ketemu orang-orang tersayang Anya lagi?"

"Siapa?" tanya Kale. Mata Anya semakin memerah saat Kale bertanya.

"Galang," balas Anya yang langsung membuat hati Kale patah.

"Bangsat," umpat Kale pelan. "Dia nggak sayang sama lo." Kale mengatakan itu untuk menghasut Anya.

"Siapa lagi yang disini sayang Anya?" tanya Anya pada Kale.

Mendengar pertanyaan Anya Kale terdiam beberapa saat. "Gue?!" tanya Kale.

"Sayangnya Kale nggak normal, bukan sayang namanya ... itu kata Galang," ucap Anya. Kale mengepal tangannya dengan rahang yang mengeras, Anya berani mengatakan hal itu karena ini di tempat umum Kale tak akan berani macam-macam kecuali ia menyeret Anya ke gudang restoran ini.

"Otak lo berhasil diracunin sama omong kosong Galang, untuk itu lebih baiknya lo emang harusnya hidup di Inggris Nya," kata Kale.

Anya menunduk menahan tangis, katakanlah Anya cengeng. "Ayah sama Mama Anya gimana?" balas Anya dengan suara pelan tapi Kale dapat mendengarnya.

"Gue janji bakalan nyari tahu mereka, kalau udah ketemu gue kabarin lo, gue juga janji empat bulan sekali bakalan datang nemuin lo," ucap Kale dengan wajah yang sangat menyakinkan.

"Kenapa harus Anya?" tanya Anya sambil melihat pada Kale.

"Ya ... karena nggak ada lagi, ini kado ulang tahun terindah yang mau gue kasih ke Ica Nya, plis ngertiin gue. Dia juga mau menikmati masa mudanya sebelum masa muda itu habis dimakan waktu, menurut gue lo selama ini udah cukup menikmati itu, ayolah gantian," ucap Kale dengan kata terakhir yang penuh penekanan.

Anya mengangguk-ngangguk. "Boleh setelah gradution aja nggak? selama sisa hari itu Anya bakalan pergunakan sebaik mungkin dan mencoba hal-hal yang belum pernah Anya liat," ucap Anya.

Giliran Kale yang terdiam. "Ya benar, ada hal yang harus lo liat lebih dulu," kata Kale.

"Apa?"

"Gue jadian sama cewek lain," balas Kale membuat Anya tersenyum kiri.

"Kayanya itu bakalan sebaliknya," kata Anya berhasil membuat emosi Kale terpancing. Kale menghirup nafas dalam-dalam dengan wajahnya yang memerah.

Sungguh Anya rasa ini adil baginya, Kale menahan amarah dan Anya menahan tangisnya. "Habisin cepet," kata Kale ketis. Anya mengangguk lalu mulai memakannya.

"Mungkin ini alasan kenapa dulu sebelum sapi atau biri-biri yang mau disembelih dikasih makan enak terlebih dulu," ucap Anya.

Kale mengangkat satu alisnya, Anya menatap wajah Kale. "Karena mereka mau dijadiin mangsa...." Kale diam menyimak "Anya jadi sedikit sadar deh sikap manis dari beberapa orang terkadang memang punya tujuan tertentu," lanjutnya lalu tersenyum kecut.

"This is an opportunity Sonya, kapan lagi coba dapet kesempatan buat nebus kesalahan lo," ucap Kale dengan wajah meyakinkan.

"Salah Anya?" tanya Anya.

"Iya, lo kan beban keluarga," balas Kale. Anya terdiam, ucapan Kale semakin hari semakin tajam bak jarum suntik.

Makanan tersebut telah habis kedua orang itupun pergi, di mobil Anya banyak diam memikirkannya. "Gue janji bakalan nyari nyokap bokap lo," ucap Kale. Anya masih melamun dengan tatapannya yang kosong kedepan.

"Kale masih sayang Anya nggak?" tanya Anya tanpa menoleh lawan bicaranya.

"Lo sendiri sayang gue?" tanya balik Kale membuat kembali hening. Tiba-tiba saja air mata Anya turun, ia mengusap menggunakan tangannya.

Hati Kale merasakan sakit, ini mungkin sangat menyakitkan bagi Anya disaat Ayahnya yang bersalah dan ia yang harus menanggung semua itu, apa dirasa tindakan kasar Kale selama ini belum menyakiti hati Anya?

"Kale mau kasih Anya waktu buat mikirin ini?" tanya Anya. Kale mengangguk.

"Sampe besok pagi dan jawabannya harus mau," balas Kale.

Anya melihat pada Kale dan tersenyum kiri. "Anya nggak habis pikir sama Kale," balas Anya dengan mata memerah. Kale terdiam, ia jahat hanya untuk Ica. "Plis kasih waktu sampai Anya lulus, Le ... sementara itu Kale janjiin sama Ica bakalan bisa lihat lagi," lanjut Anya.

"Gimana kalau sebelum hari itu datang lo mati?" tanya Kale dengan wajah datar.

"Ya Anya bakalan ketemu Tuhan dan minta supaya pintu hati Kale terbuka lebar, berhenti jadi psikopat Kale!" ucap Anya Kale menahan tawa mendengarnya.

"Lo ngasih gue julukan psikopat? oke malem bakalan gue cokel mata lo pakai pisau," ucap Kale. Anya langsung memagang kedua bola matanya dan bergidig ngeri. Sialan, sesi serius ini tiba-tiba saja hilang akibat Anya.

"Siapa takut," balas Anya sok berani.

"Lo niat kabur sama si bajingan Galang dengan kesempatan waktu itu?" tanya Kale.

Anya mengangguk dengan polosnya. "Mau nikah lari," jawabnya sontak Kale langsung berhenti mendadak.

Mereka berdua bertatapan. "Apa?" tanya Anya.

Terlihat jelas wajah Kale yang menahan ingin merauk-rauk wajah Anya. "Euuuuh!" kesal Kale sambil mengepal tangannya bahkan urat-urat di tangan Kale mulai terlihat.

Pertandingan Sifa semakin seru, ia beberapa kali terkena bogeman dari lawan, Jawa yang melihatnya merasa kasihan dan ingin segara memeluk pacarnya tersebut, Galang melihat jam di pergelangan tangannya. "Lima menit lagi Sifa dikasih istirahat gue mau beli minum nitip nggak?" tanya Galang pada Jawa yang tengah fokus.

"Gue aja!" ucap Jawa lalu berlari menuju kantin, Galang mengangguk dengan senyum manisnya.

Sampai lima menit Jawa masih belum kembali mungkin ia tersasar di tempat seluas ini. Galang mengipasi wajah Sifa menggunkan tangannya. "Semangat preman pasarku," ucap Galang. Sifa tersenyum mendengarnya.

"Aura lo positif amat, ada kabar baik apaan?" tanya Sifa penasaran.

"Ada deh," balas Galang. Sifa hendak meninju wajah Galang tapi Galang langsung menyengir. "Doi lo kayanya nyasar," kata Galang.

"Biarin deh gue juga lagi kesel sama dia," balas Sifa membuat Galang terkekeh kecil, mungkin Sifa masih sangat payah dalam hal seperti ini sama persis dengannya.

"Fa?"

Sifa menoleh pada Galang sambil mengusap keringatnya. "Kenapa?"

"Salah nggak sih kalau gue cinta Anya karena dia mirip Tapasya?" tanya Galang dengan wajah sedihnya. Sifa terdiam.

"Lo ... sama aja kaya Jawa yang cinta gue karena cewek di masalalunya," Sifa terdiam untuk merasakan kembali. "Jujur itu bikin sakit," balas Sifa.

Jawa datang dengan nafas yang teengah-engah. "Aku tadi nyasar kedunia lain nyari pikacu dulu, maaf ya," ucap Jawa sambil membuka botol minum tersebut. Sifa tertawa mendengarnya sedangkan Galang melamun mencerna jawaban Sifa.

Betapa terkejutnya Mutiara saat tahu siapa yang mendatangi rumahnya. "Pergi aku nggak mau denger penjelasan kamu Ray," ucap Mutiara, matanya saja masih sembab.

Ray memegang tangan Mutiara "Mut kasih aku alasan kenapa kamu sebenci itu sama pekerjaan aku? toh mereka cuma cadangan aku," ucap Ray dengan wajah memelas.

"Kamu nggak berhak nanya itu ke aku, coba kalau aku yang---"

"Nggak bisa mut nggak bisa di bandingin, kamu terlahir dari keluarga yang sempurna dan serba ada jelas jauh bedanya sama aku, oke kalau emang posisi kita diterbalikan ... aku tetap bakalan jadi aku yang cinta sama kamu karena aku nggak tahu beban lain apa yang kamu pikul dipundak kamu," kata Ray.

Mutiara terdiam dengan air matanya yang turun deras, ia kembali membuka suara. "Kita kan udah bicaraain ini baik-baik Ray, apapun masalahnya kamu harus cerita sama aku biar kita nemuin jalan keluarnya sama-sama, aku percaya sama kamu sampai jadiin Adik aku musuh Ray, masih kurang buat kamu?"

"Aku tahu jalan keluarnya kamu bakalan ngasih aku uang buat pengobatan Mama ku, tapi kamu sendiri yang bilang bergantung sama orang itu nyusahin, inget kan? aku cuma nggak mau bikin kamu susah walau beribu kali kamu bilang nggak," jawab Ray.

"Bullshit," balas Mutiara sambil mengusap air matanya secara kasar.

"Jadiin cewek mainan emang enak Mut tapi nggak saat aku ngerasa udah bener-bener nyaman sama kamu," balas Ray dengan suara seraknya, ia mengatakan itu tulus dari hatinya.

"Kalau udah ngerasa nyaman dan nggak enak mainin cewek kenapa nggak berhenti Ray?!" tanya Mutiara dengan emosinya.

"Taruhannya nyawa Mama aku Mut!" balas Ray.

"Ucapan kamu ke gadis itu cukup jelaskan buat jadi alasan kita putus?" tanya Mutiara, Ray langsung memegang tangan Mutiara dengan erat dan ia tempelkan pada keningnya.

"Mut aku sayang kamu tulus, aku tahu nggak ada yang bisa kamu banggain dari aku tapi aku bener-bener jadi debu kalau kita pisah," ucap Ray lalu menatap mata Mutia dengan lekat. "Dulu kita selalu bisa lewatin masa-masa sulit bersama kan? sekarang juga aku yakin bisa mut," lanjutnya.

Mutiara menggelengkan kepalanya dan melepaskan genggaman tangan tersebut. "Nggak kita udah nggak sama-sama lagi, kamu selama ini ngejalaninya sendiri di belakang aku, kita nggak bareng lagi Ray nggak! kamu yang bikin jarak itu," balas Mutiara. Dalam lubuk hati yang terdalam ia enggan mengatakan hal ini pada laki-laki yang sangat ia cintai ini. "Aku nggak pernah lihat kamu sama kaya orang-orang liat kamu, bejad lah nggak bener atau sampah, nggak Ray, kamu beda di mata aku dan aku pikir kamu juga lihat aku beda, plis jangan anggap aku bintang atau bulan yang nggak bisa kamu gapai atau nggak sebanding sama kamu karena aku cuma pengen dianggap gadis yang cinta tulus sama kamu, udah."

"Jelas kamu beda di mata aku, lebih dari kata spesial," ucap Ray. Mutiara tersenyum kecut.

"Dan kalau memang iya nyatanya aku lebih dari kata spesial, seharusnya gadis yang kamu angga tulus ini nggak mungkin tega kamu bohongin," ucap Mutiara.

"Setiap orang harus Mut bohong demi kebaikan," jawab Ray.

"Nggak ada yang baik kalau akhirnya menyakitkan," ucap Mutiara. "Pergi Ray aku mohon."

"Mut kasih kesempatan lagi," balas Ray memohon.

"Untuk yang keberapa kalinya? aku capek Ray ngasih kepercayaan berulang kali tapi nggak pernah kamu anggap berharga," kata Mutiara. Ray terdiam menahan air matanya.

"Ku pikir kamu paham aku ternyata...."

"Ngapain dia kesini Kak?" ucap Galang yang baru saja datang. Ray langsung memohon pada Galang agar ia juga memberikan kesempatan pada Mutiara.

"Lang ini bukan urusan kamu," ucap Mutiara dengan suara serak.

"Kakak selalu bilang itu supaya sakit yang Kakak rasa ditanggung sendiri, aku juga mau Kak jadi adik yang berguna," balas Galang lalu menatap tajam pada Ray.

"Masih belum puas?" tanya Galang dengan dada yang membusung.

"Lo pernah nggak si ada di dua pilihan yang susah buat lo pilih?" tanya Ray menatap mata Galang.

"Apapun problemnya usahain bilang Kakak gue dulu, kalian itu pacaran bukan musuh atau cuma temen biasa," ucap Galang.

"Gue tahu jawaban lo bakalan kaya gini," balas Ray. Galang mengangguk.

"Bisa pergi kan, lo nggak liat mata Kakak gue masih sembab?" tanya Galang sinis.

Urat ditangan Ray mulai bermunculan akibat kesal. "Oke mut gue pulang dan nyerah atas semua hubungan kita selama ini," kata Ray lalu menunjuk wajah Galang. "Dan lo gue yakin suatu saat nanti bakalan ngalamin hal persis kaya gue harus melepas orang yang kita sayang, disaat itu juga lo bakalan ngerasa pecundang Lang."

Galang berdecih mendengarnya. "Malu dikit dong udah gede masih main sumpah serapahan," balas Galang.

"Lang," kata Mutiara coba mererai.

Ray memebalas tatapan tersebut. "Gue juga bakalan terus kerja disitu...." Ray tertawa puas setelah mengetakan itu persis dengan psikopat. "Harusnya emang dari dulu kita putus mut, sekarang gue bener-bener bebas mau ngelakuin hal apapun tanpa mikirin perasaan siapa yang bakalan sakit," lanjutnya. Ray mengatakan itu karena sudah terpancing emosi.

"Pekerjaan lain yang lebih baik di luar sana banyak kalau lo mau berusaha dan coba yakinin diri lo sendiri dengan kata 'gengsi hidup di dunia gelap' berhenti apa susahnya si?" tanya Galang. Ray berdecih dengan senyum kirinya, Galang pikir itu mudah bagi Ray?

"Bertahan hidup itu bukan tentang gengsi tapi tentang gimana bisa lo dapetin duit banyak buat kehidupan di hari esok," balas Ray lalu pergi meninggalkan Mutiara dan Galang dengan hati yang pilu.

Anya bersembunyi di semak-semak saat Ray akan keluar gerbang dan sedari tadi Anya mendengar jelas perdebatan mereka, kasihan Ray yang jadi korbannya. Tadi setelah makan bersama Kale Anya memang langsung pergi kerumah Galang untuk bercerita masalah donor matanya pada Ica, sayangnya Galang tengah punya problem sendiri alhasil Anya pergi ke rumah Sifa, tepat sekali Sifa baru saja selesai mandi, pertandingan karate tadi dimenangkan oleh tim lawan.

"Mau Anya bantu obatin?" tanya Anya saat melihat memar di wajah Sifa.

Sifa menggeleng. "Nggak usah udah do'i obatin," balas Sifa dengan senyumnya yang merekah.

Anya bergidig ngeri, begini rupanya bila gadis tomboy kasmaran. "Soal Jawa yang selalu bahas Najwa apa Sifa beneran baik-baik aja?" tanya Anya khawatir. Sifa terdiam beberapa saat lalu kembali tersenyum.

"Nanti lama-lama juga nggak kok nya, prosesnya emang agak pahit sedikit," balas Sifa lalu bangkit dari duduknya.

"Gue bikin minum dulu, mau apa?" tanya Sifa.

"Teh hangat aja," balas Anya. Sifa pun pergi ke dapur untuk membuatkan pesanan.

Jujur Anya agak sedikit takut mengatakan hal ini pada Sifa, takut Sifa benci pada Kale. Anya jelas tahu ini bukan keinginan Kale yang Anya kenal ia hanya tengah kerasukan setan saja.

"Sifa Anya mau bilang sesuatu tapi janji jangan marah atau langsung baku hantan orangnya, deal?" tanya Anya. Kening Sifa berkerut.

"Apaan si maci begini, apa emang?" tanya Sifa penasaran. Anya menyengir kikuk.

"Iya janji dulu?" tak lupa Anya memperlihatkan jari kelingkinga, Sifa yang tak mau dibuat penasaranpun setuju.

Dengan hati-hati Anya menceritkannya pada Sifa, respon awal Sifa jelas marah tapi Anya coba bilang kalau ini jalan yang terbaik dan Sifa pun luluh, mencoba memahami latar belakang tindakan yang Kale minta. "Yang Anya nggak habis pikir permintaan itu keluar dari mulut orang yang dulu selalu buat Anya bahagia fa," mata Anya mulai berkaca-kaca. Sifa ikut terbawa sedih, ia mendekati Anya dan memeluknya dengan sayang. "Kenapa dia kaya mudah banget saat bilang itu," ucap Anya dengan satu teteh air mata yang membasahi pipinya.

Tangan Sifa mengusap lembut pundak Anya. "Dia pasti mikirin itu dari jauh-jauh hari Nya, lo tinggal di sini aja kali nya dan gue sama Galang bakalan cari nyokap bokap lo," kata Sifa sambil melepaskan pelukan tersebut.

"Nggak," balas Anya sambil mengusap air matanya. "Anya rasa selama ini Anya nggak diterima baik sama Jakarta mungkin dia pengen Anya pergi lewat bantuan Tuhan, ini emang udah jalannya Fa. Galang, Sifa, Kale semuanya baik sama Anya dan Anya udah cukup nyusahin jadi Anya memutuskan buat pergi ke Inggris sesuai konsep dan kemauan Kale-"

"Anya!"

"Untuk itu tolong Anya buat perlahan lupain Galang atau kalau bisa buat Galang benci sama Anya supaya nggak ada perpisahan yang harus Anya sesali," lanjut Anya.

"Nggak bisa gitu nya, ga-ga...." lidah Sifa seperti kelu untuk melanjutkan ucapannya. "Galang cinta sama lo, susah bagi dia buat nyari orang kaya lo lagi," lanjutnya.

"Maksud Sifa?" tanya Anya bingung.

Dengan cepat Sifa menggeleng. "Nggak, kalau itu emang keputuasan terbaik menurut lo gue dukung dan bakalan gue bantu," balas Sifa.

"Bantu Anya buat rahasian ini oke?" ucap Anya. Sifa memebalas dengan anggukan dan Anya langsung memeluknya, Sifa membalas pelukan itu dengan senyum sedihnya.

Rasanya berkecamuk bagi Sifa, ia tahu betul Galang banyak berubah berkat Anya. "Gue bakalan sering-sering ke Inggris buat nemuin lo," balas Sifa.

"Aku ganggu kalian nggak?" ucap Mutiara yang baru saja datang. Sifa dan Anya menoleh pada sumber suara.

Baik mungkin sekarang rumah Sifa akan menjadi tempat pencerahan? tak apa hitung-hitung amal. Melihat mata Mutiara yang sembab Anya tahu apa akibatnya. "Nggak kok, Anya mau pinjem novel Sifa ada?" Sifa mengangguk lalu menunjuk pada lemarinya. Kamar Sifa memang cukup terbilang luas.

Mutiara duduk di dekat Sifa. "Habis nangis ya Kak Tia?" tanya Sifa. Mutiara mengangguk lalu memeluk Sifa dan kembali menangis. Sabar Sifa harus sabar menghadapi para gadis-gadis galau ini.

"Anya nggak apa-apa kan baca sebentar dulu disini?" tanya Anya ketika berhasil mendapatkan novel yang menurutnya seru. Mutiara melepaskan pelukan tersebut.

"Santai duduk aja Sonya," ucap Mutiara dengan senyum manisnya Anya mengangguk dan duduk di meja belajar Sifa sambil menguping curhatan Mutiara tentang Ray pada Sifa.

Bingung, Sifa harus mengeluarkan kata-kata bijak apa lagi untuk yang satu ini?

"Mungkin aja dia punya alasan lain?" tanya Sifa sambil mengusap pundak Mutiara agar tenang. Mutiara menggeleng sambil menguap air matanya.

"Nggak, aku lihat jelas reakaman yang Galang dapet di kamar itu jelas-jelas dia mesra banget, masa iya itu bukan simpenan?"

"Ternyata ini alasan Galang sangat sibuk dengan bar," batin Anya sambil membuka lembaran berikutnya.

Tak terasa Anya menguping sampai ketiduran, ia bangun saat ponselnya berdering. "Lho Anya masih di rumah Sifa?" ucap Anya lalu melihat ponselnya.

"Kale? Anya harus pulang!" ucap Anya lalu turun ke bawah kedua gadis itu ternyata tengah mengobrol di ruang tangah.

"Sifa Kak Muti Anya izin pulang ya-"

"Sama aku aja," balas Mutiara sambil mengambil tasnya. Anya tak menolaknya karena agak menyeramkan juga bila berjalan sendirian.

Di mobil terjadi kecanggungan, Mutiara terlebih dulu membuka suara. "Kamu ada masalah juga?" suara mutiara terdengar sangat serak sekali, bahkan matanya masih sembab.

Anya mengangguk. "Masalah kayanya mau berteman sama Anya," balas Anya membuat Mutiara tersenyum lebar.

"Oh iya, gimana sama program GPR aman?" Anya mengangguk.

"Lebih dari kata aman," jawab Anya.

"Waaah, bagus. Udah ada berapa orang yang dapat lampu hijau di kelas kamu?" tanya Mutiara yang sebenarnya tahu.

"Lumayan banyak sih," ucap Anya.

"Tenang kamu pasti yang terpilih," balas Mutiara membuat Anya semakin percaya diri.

Setelah itu keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. "Kak Mutia aku mah bicara hal yang harus Kakak denger," kata Anya.

"Wah kebetulan aku juga mau denger, apa?" tanyanya dengan wajah yang pura-pura baik-baik saja.

"Tentang Kak Ray---"

"Kamu bisa bicarain hal yang lebih menarik dari itu," seka mutiara.

"Kak Ray menarik karena sekarang saja namanya memenuhi kepala Kak Mutia, izinin aku bilang ini Kak plis," pinta Anya.

Untuk mengiyakan saja butuh waktu beberapa menit. "Ini soal kesalah pahaman, dia mungkin emang nggak sanggup bicara sama Kakak karena dia selalu ngerasa selama ini udah cukup brengsek," ucap Anya. Mutiara menyimak ucapan yang keluar dari mulut Anya, semuanya yang Anya dengar dari Ibu Ray ia ceritkan kembali pada Mutiara.

Tanpa sadar air matanya kembali berlinang, ia enggan mengusapnya biarkanlah itu turun dengan deras, selama obrolan itu Mutiara sama sekali tak menoleh pada Anya ia malu karena terlalu cengeng, tatapanya lurus kedepan. Anya menghela nafas saat ceritanya berakhir. "Dia pasti sulit rahasiain ini dan main cantik di belakang Kakak, aku nggak ada dipihak siapapun tapi aku hanya menyampaikan dari sudut pandang Ray, salah paham ini kalau dibiarkan bakalan lebih rumit Kak," ucap Anya yang terbawa perasaan. Bukan hanya hubungannya dengan Kale yang rumit tapi juga hubungan orang-orang disekitarnya.

Mutia menepikan mobilnya dan menatap Anya. "Kak jangan nangis-"

"Makasih udah kasih tahu aku, mungkin ini kenapa alasan hati aku masih ada dipihak Ray, karena emang Ray tulus sayang sama aku," pelukan itu Mutiara eratkan pada Anya. Anya mengangguk lega.

"Maafkan dan lepaskan," kata Anya.

Selesai mengantar Anya Mutiara tancap gas menuju bar Ray. Ray sediri tengah mabuk berat, Cindy yang membantunya. "Bos udah," ucap Cindy.

"Gue sayang sama Mutiara Dy, selama ini gue selalu takut buat ketahuan dia tapi itu sekarang nggak ada artinya," kata Ray setengah sadar.

"Ini udah botol ke tiga," ucap Cindy.

Ray tak peduli ia kembali meneguknya. "Biarin gue bebas tanpa ada batasan ngelakuin apapun, nggak ada yang bakalan ngelarang gue, nggak ada yang harus gue jadiin alasan buat tetap sadar, nggak Dy." Ray dibantu berjalan memasuki kamar pribadinya oleh Cindy lalu membiarkannya menangis di kamar sendirian, sebentar lagi barang-barang di kamar pasti akan pecah.

"Orang yang bahkan terlihat paling ditakuti aja bisa selemah itu karena orang yang dia sayang," ucap Cindy sambil berjalan kembali menuju tempatnya.

Cindy terkejut saat ia melihat kedatangan Mutiara yang seperti tengah mencari seseorang. "Mutia lo ngapain?" tanya Cindy. Cindy mengenal Mutiara dari Ray, laki-laki itu selalu meminta saran pada Cindy bila ingin memberikan apapun pada Mutiara. Jelas Mutia bingung kenapa Cindy bisa mengenalnya.

"Gue kenal lo dari Ray. Ray bakalan marah banget kalau dia tahu lo ada di tempat kaya gini, ayo gue anter pulang," ucap Cindy sambil memegang tangan Mutiara.

"Gue mau ketemu Ray, dimana anak itu?" tanya Mutiara.

"Buat apa? dia lagi nggak baik-baik aja, sekarang ini bukan waktu yang pas buat ngejelasin apapun ke dia," ucap Cindy. Mutiara terdiam beberapa detik, besok ia akan pergi ke luar negeri perihal urusannya dan kapan lagi ia akan berbicara.

Mutiara menggenggam tangan Cindy. "Plis anterin gue ketemu dia, gue bakalan nyesel banget kalau sekarang nggak ketemu dia," ucap Mutiara memohon.

Karena tak tega akhirnya Cindy mengantarkan gadis tersebut, ia terdiam saat sudah sampai di pintu, suara teriakan Ray sangat terdengar jelas. "Dia lagi mabuk berat, gue cuma takut dia...."

"Gue yakin gue bisa bikin dia baikan," kata Mutiara.

Brak.....

Suara barang-barang yang Ray lemparkan ke lantai, tanpa banyak bicara lagi Mutiara menghampiri Ray.

"Gue benci sama lo mut tapi gue sayang lo, kenapa bisa gue jadi manusia segoblok ini cuma karena lo!" ucapnya sambil mencoba berdiri.

Mutia menutup mulutnya saat ia melihat barang-barang pecah. "Ray ... ini aku," ucap Mutiara dengan suara parau.

                             *********

Continue Reading

You'll Also Like

790K 51.2K 72
FOLLOW SEBELUM BACA!!! Rank 1 #fiksiremaja 03/07/2021 Rank 1 #Badword 30/12/2020 Rank 1#Perusuh 02/01/2021 Rank 1 #Melviano 02/01/2021 Rank 1 #Kakakk...
595K 22.1K 68
Arka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi...
3.4K 379 55
Kecemburuan yang membawaku masuk dalam sebuah permainan ••• Gamma Alteriano Roushter, ketua geng Aexprea, geng paling terkenal di sekolahnya, Haylan...
122K 6.4K 44
WARNING‼️‼️ Siapin mental dan stok sabar yang dobel pokoknya! Private acak follow sebelum baca! Sequel Trust Me Aretha Judul awal Realtas -> AKARA AK...