KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

56.Perangkap

301 25 5
By SiskaWdr10

Ya, ok.

                           *******

Bel istirahat itu berhasil membuat kantin penuh dalam kurun waktu lima menit, itulah mengapa kadang Abigel sering enggan ke kantin sendiri karena pasti banyak orang yang memperhatikannya.

"Nyobain gorengan Makci yuk!" ajak Abigel. Anya mengangguk lalu bangkit dari kursinya.

"Galang!" panggil Chika yang baru keluar dari tempat persembunyian, sedangkan Bule masih betah di dalam sana. Galang menoleh pada gadis yang berjalan mendekatinya.

"Kenapa, cik?" tanya Galang. Memang Galang dan Chika lumayan akrab. Gadis itu banyak meminta tolong pada Galang.

Chika tersenyum kikuk ia banyak meminta tolong dan malu memintanya lagi. "Nyantai aja kali, mau gue bantuin apa?"

"Lo emang paling best, ayo!" ajak Chika lalu menarik tangan Galang. Anya yang melihat itu langsung mengerutkan bibirnya.

"Chika minta bantuan terus sama Galang, apa jangan-jangan ada rasa?" tanya Abigel.

"Namanya Chika?" tanya Anya. Abigel mengangguk.

"Sedikit tomboy tapi cantik kan?" tanya balik Abigel. Anya mengangguk.

Galang dan Chika duduk di kursi Guru, ternyata anak ini di hukum mengoreksi kertas ulangan. "Emang gue boleh juga?" tanya Galang. Chika mengangguk.

"Katanya ajakin temen yang mau, si El nggak bisa diandelin," jawab Chika lalu mulai mengoreksi. Galang ikut mengoreksi padahal niat awalnya ia akan bertemu Anya.

Hening karena keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. "Lang," panggil Chika, Galang menoleh sekejap lalu kembali pada tugasnya.

"Kenapa?"

"Lo sempet punya pemikiran kalau ada tempat surga di sekolah ini nggak?" tanya Chika membuat Galang langsung menghentikan pekerjaannya.

Jelas ada satu tempat yang ia curigai, tapi mengapa Chika tiba-tiba mengatakan hal itu pada Galang. "Kenapa tiba-tiba nanya itu?" tanya Galang terlihat sangat serius, kemudian Chika menyengir agar Galang tak curiga.

"Ya nggak! abisnya bt banget nggak sih sama ketatnya peraturan di sekolah ini yang bikin mumet?" tanya Chika. Pikiran jelek Galang langsung hilang, Chika memang termasuk siswi nakal tapi Galang tak permasalahkan hal itu. Ingat Galang selalu melihat seseorang dari dua sisi.

"Ketatnya sampai bikin lo delusi gitu?" tanya Galang. Chika mengangguk mantap.

"Gue emang berharap ada satu tempat surga di sekolah ini!" jawabnya penuh keyakinan sambil mengepal tangannya.

"Eh Kak Haikal udah bebas ya? gimana dia kabarnya sekarang?" tanya Galang raut wajah Chika langsung berubah.

"Hm, baik kok!" jawab Chika dengan senyum tipisnya.

Siapa Chika? Adik kandung Haikal Heryanto. Itu adalah jawaban sebenarnya, dulu kasus Haikal menusuk salah satu anak Gapara  sempat heboh dibicarakan di Gapara dan anak-anak langsung mengucilkan Chika seolah itu adalah salahnya, padahal Chika sama sekali tak tahu apa-apa, merasa tak tega Galang dan Fahri menemani gadis malang ini dari situ mereka berdua mulai akrab. Selain itu Chika punya tujuan dari Kakak kandungnya langsung untuk menjadi mata-mata Bule, jika bisa buat Bule jatuh cinta lalu sakiti hatinya. Chika setuju karena ia tahu Bule juga ikut campur dalam masalah Kakaknya.

Untuk saat ini Chika ingin memikat hati Bule lalu menghampaskannya begitu saja, tak lupa ia akan membocorkan tempat persembunyiannya itu nanti ketika mereka akan lulus, dengan begitu Bule langsung di keluarkan dari sekolah sebelum ia mendapatkan izasahnya, licik? memang! karena sakit itu masih bisa Chika rasakan.

Ray tersenyum pada suster yang telah menjaga Ibunya, mereka sekarang duduk di depan kamar. "Mutiara bakalan jarang kesini, dia titip salam buat Mama," kata Ray tanpa melihat wajah Ibunya.

Bunga yang merupakan Ibu Ray tersenyum sedih melihat anaknya sedingin itu padanya akibat ulah dirinya sendiri. Ray marah? tidak sebenarnya ia hanya malu menatap wajah Ibunya, seperti yang Galang katakan anak laki-laki kadang canggung pada Ibunya. Ray sering merasa ia gagal menjadi anak yang baik begitupun Bunga ia merasa gagal menjadi Ibu yang baik.

"Iya nggak papa, lagian nanti bakalan ada Anya dan Galang yang nemenin Ibu," kata Bunga.

Terjadi hening beberapa detik. "Soal anak-anak itu, Galang ... sebenernya adik Mutiara Ma, Ray minta Mama jangan bilang sama Galang kalau aku ini anak Mama, aku takut dia nggak restui hubungan aku dengan Mutiara," kata Ray. Jujur hati Bunga sakit, tapi ini jalan terbaik.

Ia mengangguk. "Baik Ibu nggak akan bilang supaya kamu seneng dan bisa maafin Ibu-"

"Maaaa," kata Ray. Mereka berdua ini sebenarnya sama-sama merasa bersalah satu sama lain.

Ruangan eskul pecinta alam ini terasa sepi kala kumpulan telah usai, Kale duduk sendirian sambil memaikan penanya. Salsabila masuk dan duduk di dekat Kale.

"Lagi apa, Le?" tanyanya sedikit ragu.

"Sedang mencoba memahami isi kepala sendiri," jawab Kale tanpa menoleh.

"Kalau sibuk lain kali aja deh gue bilang," kata Salsabila dan langsung bangkit.

"Nggak," ucap Kale cepat. Salsabila melihat pada wajah Kale yang seperti banyak beban, ia kembali duduk.

"Isi kepala lo jadi beban?"

Kale mengangguk. "Gue ... labil dan nggak punya pendirian yang kuat."

Yang diajak mengobrol tak tahu harus membalas apa. Kale menyimpan penanya dan menghadap pada Salsabila. "Ada apa?"

"Ah-itu Kevin," jawabnya.

"Kenapa?"

"Mau bicara sama lo."

Keduanya terdiam, untuk apa Kevin ingin bicara dengan Kale? Membahas masalah lampau yang kini masih menjadi masalahnya? Kale rasa ia tak sanggup.

"Ada hal penting, kenapa nggak titip pesan ke lo aja?" tanya Kale.

"Dia bilang ini menyangkut rasa sakit seseorang, gue nggak boleh tahu," jawab Salsabila.

"Gue ... nggak bisa," jawab Kale.

Tumpukan koran dan buku artikel itu Anya jadikan bantal untuk ia bisa tertidur di tempat biasa ia duduk bersama Galang.

"Nggak kuat!" ucap Anya. Galang datang membawa es jus segar. Ia sekarang bila bel istirahat sering kesini.

"Jadi orang sukses tahapnya emang sakit kalau dijadiin beban," balas Galang. Anya meminum es tersebut.

"Sebenarnya program itu mempermudah atau mempersulit untuk masuk kelas unggulan sih?!" kesal Anya. Galang mengangkat bahunya tanda tak tahu.

"Lo bakalan sering-sering ke tempat rehab?" tanya Galang.

"Ya iya lah, Galang juga kan?" tanya balik Anya.

"Iya, berarti kita bakalan sibuk buat beberapa Minggu kedepan terlebih lagi gue lebih sibuk dari lo karena ada tanding basket," jawab Galng.

"Iya juga ... ya tapi nggak papa, bagus kan?" tanya Anya.

"Artinya gue nggak bisa nemenin lo," kata Galang.

"Anya lagian nggak minta, Galang sana aja riset ke bar Kak Cindy," ucap Anya sedikit sewot.

Galang tersenyum lebar. "Ngapain senyum-senyum?!" tanya Anya sinis.

"Lo kalau lagi cemburu lucu," balas Galang.

Tak terasa pembelajaran hari ini selesai, semua anak bergegas pergi pulang. Bule berjalan ke motornya dan ia terkejut saat melihat Chika berdiri di tepi motornya sambil melambaikan tangan.

Bule mengeluarkan uang dua ribu dan memberikan pada Chika. "Makasih udah jagain, sekalian bantu parkir ya," ucap Bule yang membuat Chika tersenyum lebar, ia memasukan uang dari Bule kedalam sakunya dan benar saja ia pun membantu Bule parkir.

Untuk saat ini Chika harus sok manis pada laki-laki berkulit putih itu. Selesai parkir Chika tetap berdiri tegak tanpa mengatakan sepatah katapun. Bule turun dari motornya dan memakaikan Chika helem cadangan miliknya. "Mau gue kasih tutor naik motor?" tanya Bule. Chika menggeleng sambil tersenyum.

Motor Bule pun meluncur meninggalkan pekarangan sekolah. "Chika deket sama Bule?" tanya Galang yang melihat itu.

"Chika itu siapa?" tanya Anya yang berada di sebelah Galang, sebenarnya Galang tengah mengantar Anya sampai ke halte bus saja, soalnya hari ini ia ada urusan eskul.

"Adiknya Haikal," balas Galang. Anya mengangguk walau tak kenal.

Ia baru sadar. "Eh Galang kenal Bule dari mana?"

"Dia sering sama Ray," balas Galang agar Anya tak curiga.

Anya berjalan santai bersama Galang dan cucanya sangat mendukung sekali, "Bakalan hujan pasti." Anya mengatakan itu sambil melihat ke langit.

"Iya, Galang bakalan kehujanan kalau ketemu Cindy setelah eskul," kata Anya karena ia takut Galang sakit.

"Selain lo ternyata semesata juga ngelarang gue akrab sama gadis lain," ucap Galang.

Mata Anya membulat mendengarnya. "Aishhh."

"Gue rasa gue udah keren bisa bikin pipi lo merah," kata Galang memuji dirinya sendiri. Anya langsung memegang pipinya yang lumayan panas.

"Ini itu karena cuaca sekarang panas jadi pipi Anya ikutan panas," kilah Anya. Galang menahan senyumnya dan melihat ke atas.

"Lo bener! panas banget ni cuaca," ucap Galang pura-pura setuju sambil mengipasi wajahnya menggunkan tangan.

Mereka sampai di halte dan duduk, Galang terus saja berkata panas dengan tujuan menggoda Anya.

Anya mendengus kesal. "Galang sampai kapan si mau bilang gitu?!" kesal Anya.

Wajah kesal Anya membuat Galang gemas, ia menghentikan aktivitasnya dan menatap Anya lekat. "Sampai lo jujur kalau lo beneran lagi cemburu sama gue," jawab Galang.

"Emang ucapan itu ada keuntungannya buat Galang?" tanya Anya. Galang mengangguk.

"Cemburu sama dengan ada rasa yang artinya jikalau lo cemburu lo ada rasa sama gue," balas Galang.

"Nggak," ucap Anya berbohong. Galang tahu karena Anya ragu menjawabnya.

"Tenang aja Nya, gue cuma pengen tahu perasaan lo bukan pengen jadiin lo pacar gue, kita cuma temen kan? Temen tapi ... menikah maksudnya," kata Galang. Anya menelan saliva di mulutnya.

"Ada angkot! Anya mau naik angkot aja keburu hujan!" kata Anya lalu berlari menuju angkot tersebut.

Galang menggelengkan kepala lalu mengikuti Anya, angkot ini lumayan ramai. Galang duduk di sebelah Anya. "Galang ngapain sih?!" kesal Anya.

"Udah lama nggak jalan-jalan naik mobil," jawab Galang dengan wajah polosnya sambil tersenyum pada Ibu-ibu yang duduk di depannya. Anak ini memang sok akrab dengan siapapun.

Anya memutar malas bola matanya. Anya duduk tepat sekali di belakang supir angkotnya, ia melihat kedepan mengabaikan Galang, yang diabaikan malah sibuk merumpi dengan Ibu-Ibu.

"Mau masak sayur ya, Bu?" tanya Galang pada Ibu di depannya karena melihat keranjang yang Ibu bawa berisi banyak sayuran.

"Iya, ini buat anak saya. Seusimu lho, dia juga sering pulang sore jadi ya sebagai Ibu yang baik harus menyiapkan makanan," jawabnya membuat raut wajah Galang berubah. Anya menoleh pada Galang.

Galang mengangguk sambil tersenyum tipis. "Lang," lirih Anya agar Galang tak sedih. Galang melihat pada Anya. Secepat kilat anak itu kembali ceria.

"Perduli juga tanda cinta," jawab Galang pelan. Anya nyesal telah mebalikan badannya, ia pun kembali mengabaikan Galang.

"Ibu selain baik cantik juga lho, berapa ukuran lipstknya? yang jumbo pasti ya?" tanya Galang membuat Anya menahan tawa.

Ibu itu dan orang-orang yang mendengarnya tertawa renyah. "Ada gitu ya jumbo?" tanya Ibu di sebelahnya.

"Ada seukuran ember, biasanya warna merah atau nggak pink kan?" tanya Galang dengan wajah yang meyakinkan.

"Itu mah cat tembok!" jawab Ibu tersebut yang mendapat gelak tawa dari yang lainnya

Galang membuka ponselnya dan mengirim pesan pada Fahri.

Galang:
Bilangin Pak Ilham gue lagi nganter Kak Muti.

Setelahnya Galang menyenggol siku Anya. "Iya nggak nya cemburu?" tanya Galang.

"Nggak," jawab Anya tanpa menoleh.

"Iya juga," kata Galang.

"Gak," jawab Anya.

Hampir sampai di tepi rumah Kale, Galang terus saja mengucapkan itu dan Anya tetap menjawab tidak. "Iya nggak, Nya?"

Bukan menjawab Anya malah menepak-nepak pundak supir angkot dengan mengucapkan. "Iya-iya-iya-iya mang," kata Anya.

Supir itu kebingungan. "Apa yang iya neng?" tanyanya.

"Iya disini!" ucap Anya dengan penuh penekenanan.

"Hah?"

Galang menahan tawa. Anya menoleh pada Galang lalu pada orang-orang yang ada di dalam dan mereka memperhatikan Anya dengan wajah bingung. "Ma-maksudnya ki-ki-ri Mang!" ralat Anya. Supir itu menghentikan mobilnya dan Anya segera turun dengan wajah merah karena malu. Galang ikut turun.

"Iya, cemburu?" tanya Galang memastikan. Hujan turun begitu saja. Kepala Anya mengangguk.

"Iya, tapi nggak mungkin kalau cinta. Hati Anya cuma penuh nama Kale," jawab Anya.

"Tapi yang selalu ada gue, Nya." Galang memegang bahu Anya membirkan air hujan itu membasahi tubuh mereka berdua.

"Walau nggak ada rasa tapi tetep aja merasa kehilangan saat orang yang selalu ada pergi ... Anya bingung," kata Anya.

Galang tersenyum sedih, ia memeluk Anya. "Gue nggak pergi sya," ucap Galang. Anya terdiam dipanggil sya.

"Gue sayang lo Nya," kata Galang. Anya semakin bingung. Mungkin tadi Galang salah memanggilnya sya, pikir Anya.

Chika dan Bule menepikan motornya di dekat ruko, hujan itu cukup deras. Kalau di llihat-lihat Bule memang tampan, Chika berharap dalam permainannya ini ia tak terkena perangkapnya sendiri. "Pinjem tangan lo," ucap Chika enteng. Bule melihat pada Chika dan menatapnya bingung.

Tanpa basa-basi Chika menarik tangan Bule, bukan untuk di genggang melainkan membandingkan warna kulitnya dengan tangan Chika, walau hampir sama tapi Bule lebih putih. Dari tangan mata Chika beralih melihat mata Bule. "Nikah yuk," ajak Chika berhasil membuat Bule salting.

Bule memegang kening Chika dan mendekati telinga gadis itu. "Nanti aja nunggu musim hujan," jawab Bule. Chika tersenyum lebar mendengar jawaban Bule.

"Biar bisa pelukan tiap hari?" tanya Chika. Bule langsung membekap mulut Chika karena disini lumayan banyak orang yang juga meneduh.

"Rahasia kita jangan sampai orang lain tahu," kata Bule.

"Oke pokonya harus jadi ya," ucap Chika.

"Kenapa tiba-tiba bilang itu?" tanya Bule.

"Memperbaiki keturunan, biar anak gue putih kaya lo," balas Chika.

Bule menahan tawa mendengar itu. "Niat yang bagus."

Si Jawa kini kembali bucin dengan gadis yang berbeda, yaitu Sifa. Ia meminta laki-lakinya itu untuk menemani Sifa berlatih karate. Jawa harus bangga memiliki pacar pemengang sabuk hitam itu, ini pertama kalinya Jawa diajak ketempat seperti ini.

"Waw luas banget tempatnya," kata Jawa. Sifa berjalan di sebelah Jawa.

Sifa mengangguk. "Aku pernah tersesat lho disini," ucap Sifa. Ya, Sifa dan Jawa sudah sangat mirip dengan orang pacaran menggunkan bahasa aku-kamu, Jawa yang memintanya agar sama dengan Najwa, selagi tak sulit Sifa menurut saja.

"Serius?" tanya Jawa.

"Iya, awal-awal. Terus Galang yang cariin aku, eh taunya dia juga tersesat," jawab Sifa.

"Kamu emang akrab banget ya sama Galang?" tanya Jawa.

"Hm ... iya, dia paling bisa diandelin dan selalu ada buat semua orang, aku berharap ada orang perlakuin dia sama kaya sikapnya," jawab Sifa.

"Kamu berharap itu Anya? aku nggak, Kale sayang banget sama Anya," jawab Jawa.

"Aku nggak bilang dia," kata Sifa.

"Aku boleh gantiin Galang nggak sekarang?" tanya Jawa. Sifa menoleh pada Jawa lalu tersenyum manis.

"Selalu ada buat aku?"

Jawa mengangguk. "Sebisa mungkin."

"Ya boleh lah! aku paling seneng kalau gitu, pokonya sekarang kamu harus temenin aku latihan gantiin Galang, oke?" tanya Sifa.

"Iya paling serius!" jawab Jawa mantap.

                             🐟🐟🐟

Begitulah kisah mereka akhir-akhir ini, sibuk masing-masing. Galang sibuk menguak kasus alkohol dan Ray di bar tak lupa ia juga di sibukan dengan urusan eskulnya. Anya sendiri dengan Ibu Ray semakin dekat karena setiap pulang sekolah selalu datang ke tempat rehab, Ray bersyukur karena tugasnya jadi berkurang.

Kale sibuk dengan urusan eskulnya dan tugas-tugas yang bejibun sampai kadang tak ada waktu untuk Ica maupun menjahili Anya. Bule semakin akrab dengan Chika, hampir setiap hari mereka menghabiskan waktu di tempat persembunyian, tanpa Chika sadari ia terkadang lupa untuk menyakiti hati Bule, ia malah terbawa perasaan. Bagaimana dengan Jawa? dia makin lengket dengan Sifa, hampir setiap hari bersama. Jujur Sifa sedikit sedih karena kadang yang Jawa lakukan atau katakan selalu berhubungan dengan Najwa, tapi dari awal Sifa sudah menerima segala resikonya. Epot juga, diam-diam ia dekat dengan Syana, berniat menemani Ibu tirinya memeriksa kandungan sekaligus caper.

Epot kali ini ingin serius pada Syana walaupun mereka berbeda usia, usia bukanlah penghalang. Program Gapara membuat beberapa anak pening, terlebih bagi anak-anak yang agak lemot.

Bahkan di sekolah saja Anya jarang sekali bertemu Galang, bertemu juga paling papasan dan hanya mengobrol beberapa detik saja, si Wanke itu semakin hari semakin sibuk, membalas pesan dari Anya saja jarang-jarang, padahal terakhir dekat mereka berpelukan hangat di bawah air hujan, sekarang Anya merasa seperti dicampakan oleh Galang.

Karena keterampilan Bule bermain basket cukup mengesankan, akhirnya Pak Ilham selaku pembina eskul bakset mengajak Bule untuk bertanding melawan sekolah teman-temannya sendiri yaitu, Jailen. Seperti biasa dari sepulang sekolah anak-anak itu berlatih.

Galang mengoper bolanya pada Bule dan Bule mendrible sampai ke ring. Fahri bertepuk tangan untuk apresiasi teman-temannya ini yang semakin meningkat. Mereka diberikan waktu sepuluh menit untuk istirahat, Bule duduk di sebelah Galang sambil meminum aquanya.

"Nanti yang kita lawan temen-temen gue, jangan takut mereka pada payah kok," ucap Bule membuat Galang tersenyum tipis.

"Percaya diri banget jadi orang," balas Galang dengan senyum tipisnya. Bule mengangguk.

"Gue mau sombong sama mereka, sekali-kali gue harus terlihat keren dari mereka terlebih lagi Kale yang dari dulu nggak bisa gue tandingin," ucap Bule.

Ucapan Bule membuat Galang teringat Anya, ia baru sadar kesibukannya membuat jarak antara dirinya dengan Anya. "Iya boleh," jawab Galang.

Melihat cara bermain basket Galang dan juga cara menilai seseorang, Bule sangat yakin kelak anak di sebelahnya ini akan berhasil. "Lang," panggil Bule.

Galang menoleh. "Pegang kata-kata gue, lo bakalan jadi orang sukses suatu saat nanti," kata Bule dengan wajah seriusnya.

"Dalam kesuksesan gue kelak, gue bener-bener berharap bisa ketemu lo lagi bang buat bilang makasih udah percaya kalau gue bakalan ada di posisi sekarang," balas Galang.

Bule dan Galang saling menunjukan senyum dengan aura positifnya. Mereka kembali melanjutkan bermain bakset.

Jawa kini tengah menyuapi Sifa makanan buatannya, mereka berdua berada di tempat latihan karate Sifa. Sifa bilang ia akan sering-sering kesini karena akan ada tanding.

"Kamu tau aku nggak suka pedes?" tanya Sifa. Jawa mengangguk sambil sibuk kembali menyendok.

"Setau aku biasanya gadis yang galak dan tomboy suka sama yang pedes-pedes," kata Jawa. Sifa terkekeh kecil.

"Ya nggak lah! itu semua tergantung selera, emangnya aku masih keliatan tomboy?" tanya Sifa. Jawa melihat Sifa dan tersenyum meledek.

"Ihhh serius juga!" kesal Sifa.

"Aaaaa," perintah Jawa lalu Sifa menerima suapan tersebut. "Iya deh cifa cewek banget sampai bikin aku kemarin diurut karena kita bercanda," balas Jawa meledek. Sifa menyengir mengingat itu. Sifa dan Jawa sering bercanda tapi terkadang Jawa memancing Sifa untuk kesal sampai akhirnya gadis itu mengeluarkan jurusnya.

"Ya salah kamu!" balas Sifa lalu mengambil sendok yang Jawa pegang, Sifa menyendok lalu menyuapi Jawa. "Bangga nggak sama diri sendiri bisa masak?" tanya Sifa.

"Akhirnya nemu juga yang bisa aku banggain dari diri aku sendiri," balas Jawa. Sifa tersenyum lebar. "Ini semua berkat Najwa yang ngajarin aku," lanjutnya membuat Sifa langsung terdiam.

"Fa?"

"Iya? oh iya, kamu juga nggak suka pedes?" tanya Sifa untuk mengalihkan pembicaraan.

Jawa menggeleng. "Dulu aku emang nggak suka, tapi karena keseringan makan soto pedes buatan Najwa jadi suka deh. Kata dia kita harus melawan apa yang kita takuti," balas Jawa. Lagi-lagi Sifa terdiam untuk beberapa detik.

Rasanya sejauh apapun Sifa mengalihkan topik pembicaraan selalu saja balik kembali pada Najwa.

Latihan basket telah selesai Galang segera pergi ke toilet untuk mengganti kaosnya seraya memaikan handpone.

Ada sepuluh pesan dari Anya, Galang membacanya. Isinya hampir semuanya memberi semangat karena Anya tahu Galang sangat sibuk. Saat Galang ingin membalasnya Cindy tiba-tiba menelpon.

"Hallo?"

"Lang gue di rumah lo," kata Cindy di seberang sana.

"Hah, ngapain? bukannya malem gue bakalan ke bar?" tanya Galang.

"Bar malem tiba-tiba tutup, jadi gue sekarang aja ke rumah lo, cepetan balik!" ucapnya.

"Iya-iya, tunggu. Kalau mau makan atau minum ambil aja," balas Galang.

"Iya."

Pip....

"Besok aku kesini lagi, Bu. Sekarang aku pamit pulang ya," kata Anya sambil menyalami tangan Ibu.

"Iya, hati-hati ya Nya," balas Ibu.

Saat Anya ingin pulang hujan tiba-tiba turun akhirnya niatnya ia urungkan Anya sekarang tengah duduk berdua bersama Ibu di dalam ruangannya, tercium bau obat yang menyengat.

"Sini Nya, mau pakai selimut?" tawar Ibu, Anya menggeleng.

"Anya udah biasa dibiarkan kedinginan, Bu." Anya mengingat orang tuanya yang telah lama pergi meninggalkan Anya. Ucapan Anya membuat Ibu tersenyum sedih, ia meminta suster untuk membuatkannya dua teh hangat.

Ibu dan Anya duduk dengan memegang teh hangat di tangannya masing-masing sambil memperhatikan hujan dari jendela. Hujan bagi orang-orang memiliki kenangan tersendiri atau rasa yang tiba-tiba saja jadi pilu. "Mungkin memang setiap manusia sudah ditakdirkan harus punya masalalu yang pahit agar ia kuat di esok hari, benar bukan?"

Anya mengangguk. "Kadang luka yang mengajak kita dewasa," balas Anya sambil menyeruput tehnya.

"Ibu menikah dengan laki-laki yang sama seperti ibu, sama-sama bejad, kesamaan itu sama sekali tidak membuat sempurna malah sebaliknya, kita sama-sama gila sampai tidak tahu harus berhenti dimana dan dengan cara apa, akhirnya narkoba itu menyelamatkan Ibu sendiri, dari kejadian itu Ibu dan suami Ibu coba menata ulang rumah tangga kami agar tidak berantakan, ya minimal terlihat baik-baik saja," ucap Ibu bercerita Anya hanya menyimak. "Sampai akhirnya Tuhan ngasih kita anak laki-laki, sialnya masalalu itu masih bergantung pada Ibu walaupun Ibu sudah memiliki seorang putra, kita berdua nggak tahu harus ngasih contoh baik apa keanak kita dan jadilah dia mengikuti jejak kebodohan kita, walau bodoh dia tampan dan pemberani, Ibu memanggilnya si bodoh berhati baik."

Sungguh Anya penasaran. "Siapa nama anaknya, Bu?" tanya Anya.

"Ray," balas Ibu.

                            *********

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 334K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
122K 6.4K 44
WARNING‼️‼️ Siapin mental dan stok sabar yang dobel pokoknya! Private acak follow sebelum baca! Sequel Trust Me Aretha Judul awal Realtas -> AKARA AK...
3.5M 179K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
ALRES By ⛓️

Teen Fiction

333K 19.3K 29
❗DI JAMIN ALUR CERITA GAK AKAN KETEBAK ❗ ___________________________________________ -Antara Aku, Kamu, dan Sandiwara- Tentang Alres Anibrata, cowok...