Tacenda✔

Af cheshiresan_

15.4K 3K 670

[SUDAH DIBUKUKAN] [VERSI E-BOOK BISA DIBELI KAPAN SAJA.] Mere

blurb
bab 1
bab 2
bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
PO E-BOOK

Bab 19

155 15 1
Af cheshiresan_

Semenjak malam itu, hubungan keduanya semakin merenggang. Bahkan seperti membentang jurang dengan bebatuan tajam yang menanti bawah sana. Mereka benar-benar asing dari sebelumnya.

Sementara hubungan Jiyeon dan Eunwoo yang kian hari kian bertambah hangat. Jiyeon memilih menghabiskan waktu di apartemen Eunwoo selepas kuliah. Menemani pria itu mengerjakan tugasnya dan menonton film bersama. Eunwoo juga kerap kali memasak untuk Jiyeon dan mengantar gadis itu pulang ketika malam tiba.

Mobil Jiyeon sudah selesai diperbaiki, namun Eunwoo sendiri yang ingin menjemput dan mengantar gadis itu dengan mobilnya. Jika jadwal kuliah mereka berbeda, Eunwoo meminta Mingyu atau Jaehyun yang mengantar jemput Jiyeon. Tentu temannya tidak keberatan, lagi pula Mingyu dan Jaehyun berada di fakultas yang sama, lebih memudahkan mereka untuk saling membantu.

Namun di sisi lain, Eunwoo sadar jika ia masih belum bisa membuat Jiyeon jatuh cinta padanya. Entah apa yang menahan gadis itu hingga Eunwoo merasa ia memiliki raga Jiyeon, namun tidak untuk hatinya.

Jelas Jiyeon berusaha keras untuk membalas semuanya, tapi pancaran mata tidak bisa berdusta. Hati gadis itu ada di tempat yang tidak ia inginkan sama sekali. Ada goresan luka saat mata indahnya tertangkap memandang kosong ketika mereka menghabiskan waktu berdua.

Jiyeon ingin mencintai Eunwoo sepenuh hatinya, pria itu adalah segalanya yang Jiyeon inginkan. Namun hati kecilnya dengan tegas menolak untuk berpura-pura. Gadis itu selalu menampik akan perasaannya pada Jungkook, dan semakin Jiyeon menghindar, semakin kuat pula jeritan hatinya yang membenarkan kalau ia sudah terlanjur jatuh pada sepupunya itu. Pria dingin dan otoriter yang membuatnya sulit untuk melupakan. Meski usaha untuk menghindari tetap berjalan lancar.

"Melamun lagi?"

Jiyeon merasakan usapan ringan di pucuk kepalanya dengan suara lembut yang kini sudah menjadi makanan sehari-hari untuk telinganya.

Jiyeon mendongak, mendapati tatapan teduh Eunwoo dan satu mug cokelat hangat yang disodorkan pria itu. Gadis itu tersenyum dan berterima kasih pada kekasihnya. Kemudian, Eunwoo ikut mendudukkan dirinya di atas sofa, bersebelahan dengan Jiyeon.

Gadis itu meniup pelan sebelum menyesap cokelat panas buatan Eunwoo. Meletakan kembali mug tersebut ke atas meja, Jiyeon merebahkan kepalanya pada bahu kiri kekasihnya. Ia nyaman dengan ini, meski hatinya belum bisa membalas apa pun. Tapi perlakuannya sehangat yang Eunwoo berikan padanya.

"Apa bibimu belum kembali dari Ilsan?" Eunwoo bersuara. Suara televisi yang pelan tidak menenggelamkan suara merdu pria tu saat bertanya.

"Mungkin lusa, tadi bibi sempat menghubungiku."

"Bagaimana dengan sepupumu? Kau masih belum bicara padanya?"

Mendengar itu pun Jiyeon malas rasanya. Eunwoo selalu menanyakan Jungkook dan terus membujuk Jiyeon untuk berdamai. Padahal jelas-jelas Jungkook sudah berpikiran buruk mengenai Eunwoo.

Jiyeon membenarkan posisi duduknya, memutar sedikit menghadap Eunwoo. "Dia menjelek-jelekkanmu, aku tidak suka sifatnya yang seperti itu."

Eunwoo membalas dengan senyuman manis dan menggenggam kedua tangan Jiyeon di pangkuan.

"Terima kasih sudah membelaku. Tapi aku tidak bisa melihatmu menaruh dendam selama itu, bagaimanapun kalian adalah sepupu. Tidak baik saling memusuhi seperti ini."

Deretan kalimat Eunwoo yang selalu sukses menampar sisi kekanak-kanakan Jiyeon membuat gadis itu diam. Jiyeon tahu jika ia salah menaruh kesal pada sepupunya sendiri, bahkan berlarut-larut sampai sekarang. Tapi Jiyeon tidak sebaik dan selapang Eunwoo untuk memaafkan. Ia butuh belajar lebih banyak lagi agar bisa sedewasa itu.

"Ji?" Suara Eunwoo kembali menginstruksi.

Menghembuskan napasnya panjang, Jiyeon balas menatap pria itu setelah tadi tertunduk lama. "Iya, tapi bukan dalam waktu dekat. Aku belum bisa memaafkannya," balas gadis itu jujur.

"Lalu kapan?"

Jiyeon menggeleng, ia pun tidak tahu kapan bisa memaafkan, yang jelas bukan sekarang. "Aku belum tahu. Aku butuh waktu."

Kedua sudut bibir Eunwoo tertarik ke atas, meski belum memaafkan, setidaknya Jiyeon berpikir akan hal itu. Eunwoo bukan orang bodoh yang tidak tahu akan perasaan Jungkook yang lebih dari sekedar saudara. Tapi ia juga bukan orang jahat yang mengambil kesempatan demi keuntungannya sendiri. Kebenaran tetaplah sebuah kebenaran, dan masalah hati tetaplah perihal pribadi. Di mana pun Jiyeon akan melabuhkan hatinya nanti, Eunwoo berharap gadis itu bisa mencintai sepenuh hati. Selalu bahagia tanpa harus memaksakan diri.

"Mau es krim?" tawarnya. Pria itu memanjakan Jiyeon dengan caranya. Bukan sebuah strategi agar Jiyeon tetap terjebak bersamanya. Hanya saja selagi Jiyeon berada di sisinya, ia akan melakukan apa pun untuk membuat senyum indah itu tersemat di wajah mungil sang jelita.

Dengan antusias Jiyeon mengangguk. Tidak ada sejarahnya Jiyeon akan menolak untuk sebuah es krim. Dengan cepat gadis itu menyambar tasnya setelah Eunwoo membantu Jiyeon mengenakan jaket milik pria itu. Lantaran Jiyeon hanya berbalut T-shirt tipis, dan angin malam cukup dingin meski mereka menaiki mobil ke tempat tujuan. Dan mereka langsung melesat ke gerai es krim yang tak jauh dari rumah bibinya. Sekalian saja Eunwoo mengantar Jiyeon pulang nantinya karena sudah pukul delapan malam.

"Tidak dingin?" tanya Eunwoo heran. Cuaca dingin seperti ini pun tidak menyurutkan semangat gadis di hadapannya menghabiskan es krimnya yang ke dua. Yang sebenarnya milik Eunwoo, hanya saja Eunwoo memberikannya untuk Jiyeon.

Gadis itu menggeleng, dingin yang tercecap papila adalah dingin yang paling nikmat tanpa ada rasa bosan. Terbilang sering mengkonsumsi es krim, tidak membuat Jiyeon jenuh sedikit pun.

Mendapati itu, Eunwoo hanya menggeleng dengan senyuman manis menghiasai wajahnya. Menarik sehelai tisu, pria itu mengusap sudut bibir Jiyeon yang terkena es krim.

"Pelan-pelan, Ji. Aku tidak akan memintanya kembali," canda Eunwoo terkekeh geli. Eunwoo hanya ngeri membayangkan gadis itu akan tersedak dan terbatuk karena terlalu antusias dengan es krimnya.

Setelahnya, mereka memutuskan untuk pulang karena malam semakin larut dan udara menjadi lebih dingin dari biasanya. Jiyeon juga tidak ingin mengambil resiko Eunwoo kembali larut malam dan terlambat untuk istirahat. Tugas kuliah saja sudah membuat pria itu kewalahan, tapi tetap saja Eunwoo meluangkan waktu untuk memanjakan Jiyeon.

"Bersih-bersih dulu sebelum tidur, mengerti?" ujar pria itu menyelipkan anak rambut Jiyeon ke daun telinga. "Besok kuliahmu siang, bukan? Aku akan meminta Jaehyun menjemputmu."

Jiyeon mengangguk patuh, menerima pelukan Eunwoo yang selalu rutin ia dapatkan begitu Eunwoo mengantarnya pulang.

Setelah pelukan itu terurai, Eunwoo menatap lekat mata bening Jiyeon. Mengikis perlahan jarak wajah mereka hingga kedua bibir itu bertemu dengan Jiyeon yang sudah memejamkan matanya. Menerima ciuman lembut Eunwoo yang terasa beda dengan apa yang pernah Jungkook lakukan.

Eunwoo tidak terburu-buru, pelan dan hati-hati. Memagut bibir Jiyeon dengan caranya, hingga ciuman itu selesai dengan Eunwoo yang membubuhkan satu kecupan pada bibir Jiyeon sebelum benar-benar menarik wajahnya menjauh.

Eunwoo mengusap sisi wajah Jiyeon dengan tangan besarnya. "Selamat malam," ucapnya dan membiarkan Jiyeon berlalu menuju teras rumah setelah membalas ucapan selamat malamnya dengan tak kalah lembut.

Begitu memastikan Jiyeon masuk ke dalam rumahnya, Eunwoo baru menaiki mobil dan berlalu meninggalkan rumah kekasihnya tersebut.

Tanpa mereka sadari, kejadian manis itu tertangkap jelas di mata elang Jungkook dari jendela kamarnya di lantai dua. Pria itu tidak berniat mengintip selama itu, hanya saja pikiran dan gerak tubuhnya bertolak belakang begitu melihat Jiyeon dan Eunwoo berciuman di bawah sana.

Ia pikir hanya mendapati Jiyeon yang di antar Eunwoo pulang dan mereka berpelukan sebelum berpisah, seperti yang dikatakan para pelayan jika Jiyeon pulang cepat sebelum jam delapan malam.

Tapi saat ini apa yang Jungkook dapati sukses membuat hatinya berdenyut nyeri. Lagi dan lagi. Sepertinya ia benar-benar harus melepaskan Jiyeon kali ini. Melihat bahagianya Jiyeon bersama kekasihnya, hanya membuat Jungkook semakin tidak berdaya. Berjuang dengan cara seperti apa agar keadaan berubah? Agar takdir bisa memihaknya?

Seandainya saja Jungkook lebih lembut dan tidak gegabah dalam bertindak sedari dulu. Mungkin yang dipeluk Jiyeon saat ini adalah dirinya, yang mencium bibir gadis itu dan yang mendapat binar mata hangat sang jelita. Bibirnya tersenyum mengejek, ia terlalu banyak berandai-andai dan membuat hatinya semakin menikmati rasa sesal yang menyiksa.

•••

Dampak dari itu semua adalah pekerjaan Jungkook yang kacau balau, itu juga membuat Sehee lembur beberapa hari belakangan. Memperbaiki kesalahan yang Jungkook lakukan karena hilangnya fokus pria itu saat bekerja. Bahkan Jungkook yang biasanya tegas dan mengintimidasi di saat meeting, kini harus berkali-kali Sehee ingatkan bahwa Jungkook harus menaruh perhatian. Lantaran selama meeting berlangsung, pandangan Jungkook malah menerawang jauh entah ke mana.

Gadis itu merenggangkan persendiannya yang kaku, pegal dan ini sudah berlangsung lama. Tubuhnya tidak baik jika dipaksa lembur terus seperti ini. Matanya melirik Jungkook di ruang kerja pria itu, masih sibuk dengan berkas dan laptop yang menyala.

Tangannya meraih tas hitamnya, hendak mengambil vitamin yang selalu ia bawa. Namun saat tangan itu berhasil menemukan sabotol vitamin berukuran sedang, satu benda yang berkilauan ikut terbawa dalam genggamannya.

Kedua alisnya bertaut bingung, melihat gelang kaki yang bukan miliknya. Mencoba mengingat kenapa bisa benda tersebut sampai ke dalam tasnya. Tidak sampai dua menit, gadis itu langsung teringat akan si pemilik gelang kaki ini.

Lekas berdiri, Sehee memberanikan diri untuk masuk ke ruang kerja atasannya.

"Permisi, Pak?"

"Ya?" Jungkook tidak mengalihkan atensinya.

Dan Sehee menutup pintu lebih dulu sebelum menghampiri meja Jungkook. "Saya ingin memberikan ini, Pak." Meletakan gelang kaki tersebut di atas kertas yang sudah ditumpuk rapi.

"Apa ini?" tanyanya bingung. Ia tidak mengerti kenapa sekretarisnya malah memberikan sebuah gelang wanita padanya.

"Itu gelang kaki, Pak. Saya rasa itu milik Nona Jiyeon. Karena saya menemukannya di depan pintu ruangan Bapak sewaktu nona Jiyeon ke sini ingin bertemu dengan Bapak," jelas gadis itu hati-hati. Karena bagaimanapun atasannya bukan dalam suasana hati yang baik akhir-akhir ini. Pengucapan dan pemilihan kata harus sehalus mungkin agar tidak berakhir dengan bentakan akibat salah mengartikan.

Refleks Jungkook berdiri dari duduknya. Membuat Sehee tersentak kaget dan memikirkan kembali kalimat yang sudah tercetus, di mana letak salahnya kali ini?

"Jiyeon ke sini? Kapan?" tanya pria itu setengah menjerit. Bagaimana ia bisa tidak tahu jika Jiyeon menghampiri?

"Itu... sekitar dua minggu yang lalu, Pak." Sehee menunduk takut.

Jungkook mengingat lagi, dua minggu yang lalu berarti saat Sena sering datang ke ruang kerjanya untuk menganggu. Dan tubuhnya mendadak menegang, apa Jiyeon melihat saat Sena nekat menciumnya waktu itu?

"Saat Sena berada di ruang kerjaku?" tanya Jungkook dengan pandangan kosong. Tidak perlu dijawab, Jungkook tentu sudah mengetahui penyebab sifat Jiyeon yang secara terang-terangan menghindarinya.

Sehee mengangguk membenarkan, bahkan dengan jelas Sehee berkata jika Jiyeon tidak jadi masuk ke dalam ruangan. Berbalik dan dengan cepat menuju lift. Sehee pikir jika Jiyeon ada keperluan mendadak hingga tidak jadi menemui Jungkook.

"Shit!"

[]


Fortsæt med at læse

You'll Also Like

2.5M 182K 34
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
2.8M 204K 40
"Terima kasih Hyung, kami akan bahagia. Untukmu, untuk Army." -Bangtan- "Terima kasih Kim Seokjin, sudah menjadi salah satu kebahagiaan kami." -Army-
138K 14K 54
[Follow sebelum baca dong brok ;v] Anastasia gadis berumur 18 tahun, yang masuk ke zaman kerajaan. Zaman yang sama sekali tidak iya ketahui, Dimana d...
1.9M 27.9K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...