Tacenda✔

By cheshiresan_

15.4K 3K 670

[SUDAH DIBUKUKAN] [VERSI E-BOOK BISA DIBELI KAPAN SAJA.] More

blurb
bab 1
bab 2
bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
PO E-BOOK

Bab 15

488 111 53
By cheshiresan_

Gesekan ujung pena pada permukaan buku mengalahkan suara kunyahan kripik kentang sedari seperempat jam yang lalu. Eunwoo masih saja sibuk dengan tugas kuliahnya. Sementara Jiyeon menikmati tontonan kartun melalui ponsel yang ia letakkan di meja, bersandar pada dua kaleng minuman sodanya. Sesekali gadis itu melirik Eunwoo yang terlalu fokus dengan tugas kuliahnya. Ingin rasanya Jiyeon membantu, tapi dunia pendidikan yang mereka geluti jelas berbeda.

Hanya sisa mereka berdua di meja kafetaria, Mingyu dan Jaehyun sudah terlebih dahulu pulang karena memang tak ada lagi kelas untuk hari ini, dosen mereka juga tidak datang. Alhasil Jiyeon hanya duduk menemani Eunwoo sampai siang nanti.

Dan lagipula gadis itu malas pulang, tidak ada siapapun di rumah, membuatnya semakin merasa kesepian dan mati kebosanan.

"Bosan?" Suara lembut Eunwoo menyapa gendang telinganya.

Jiyeon mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, mengulas senyum sembari menggelengkan kepala. "Akan lebih bosan lagi jika aku di rumah sekarang."

Mereka duduk berhadapan dengan kesibukan yang berbeda. Ingin sekali Eunwoo menemani gadis di hadapannya untuk menikmati tontonan yang entah apa, tapi sukses membuat Eunwoo tersenyum lebar mendengar suara tawa Jiyeon yang begitu renyah.

Menggelengkan kepalanya cepat, Eunwoo mengusir lamunan yang akan semakin membuatnya tertahan lama di sini. Ia harus segera menyelesaikan tugasnya dan bergabung bersama Jiyeon sebelum kelasnya dimulai kurang dari dua jam lagi.

Entah berapa lama Eunwoo menghabiskan waktu dengan buku dan pena di tangannya, yang jelas mungkin cukup lama bagi gadis yang kini sudah terlelap dengan kepala yang ia rebahkan di atas dua lengan yang gadis itu lipat sebagai bantal.

Eunwoo memperhatikan, wajah tenang tanpa cela milik Jiyeon. Bulu mata tebal yang tidak begitu lentik namun semakin mempertajam matanya. Hidung mancung nan tipis, ditambah bibir tipis yang terlihat lembut sewarna azalea. Sebelum berakhir pada dagu kecil yang membuat wajahnya mungilnya terlihat sempurna.

Hingga akhirnya Eunwoo menyadari rasa yang terselip di dalam dada. Bukan karena rupa ia menaruh rasa, tapi karena sifat Jiyeon yang tidak terlalu terbuka. Membuatnya penasaran untuk mengulik lebih dalam lagi. Seolah siap dengan resiko jatuh tanpa bisa bangkit lagi. Sebuah ganjaran karena hatinya menaruh harap tanpa permisi.

Tangannya terangkat naik menyeberangi meja, menyelipkan dengan hati-hati helaian rambut Jiyeon yang menutupi sisi wajahnya karena sapuan angin ringan pukul sepuluh pagi. Sama sekali tidak terusik saat jari Eunwoo tidak sengaja menyentuh pipi lembutnya.

Lagi-lagi pria itu hanya bisa melukis senyum hangatnya, jelas yang ia rasakan sekarang adalah cinta. Bukan tanpa sebab Eunwoo lancang menyimpulkan rasa, karena hati pria itu tahu, detakan merdu yang tercipta, selalu terdengar jika bersama sang jelita.

Untuk saat ini Eunwoo memilih menyimpan rasa. Mungkin akan mengutarakannya, mungkin juga akan memendam dalam rentang waktu yang lama. Untuk sekarang, biarlah ia menikmati rasanya, hingga saatnya tiba, Eunwoo harus siap dengan resikonya. Entah itu Jiyeon yang menyambutnya dengan tangan terbuka, atau gelengan lemah yang akan membuat luka di dalam sana.

Yang jelas, Eunwoo dengan lapang dada akan menerima. Bukankah itu resiko jatuh cinta?

Tangannya meraih benda pipih yang masih menyala di balik kaleng minuman soda. Senyum yang belum luntur kini berganti dengan kekehan geli saat mengetahui yang ditonton Jiyeon adalah sebuah film kartun. Menarik.

Mematikan tayangan pada ponsel Jiyeon, Eunwoo melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Masih ada sisa waktu setengah jam lagi sebelum kelasnya di mulai.

Jiyeon seolah memiliki magnet di wajahnya, membuat Eunwoo tertarik lagi dan lagi untuk memandangi. Alis itu mengernyit saat cahaya matahari yang nakal menerpa wajah lelapnya. Refleks saja satu tangan Eunwoo membentang, menghalangi cahaya itu mengusik tidur sang jelita.

"Astaga! Aku ketiduran." Suara serak gadis itu menyambangi telinga, membuat Eunwoo menurunkan tangan segera dan kembali membuat postur santai seperti biasa.

Matanya masih mengawasi pergerakan Jiyeon yang tiba-tiba. Duduk dengan kedua tangan yang mengucek matanya. "Tugasmu sudah selesai?" tanyanya setelah menguap dan menutup mulut dengan tangan kanannya.

Eunwoo mengangguk dua kali, mengemas semua bukunya dan memasukan ke dalam tas. "Mau ikut?" ajaknya.

"Ke mana?" Jiyeon masih bingung selepas bangun dari tidur singkatnya.

Eunwoo hanya melempar senyum manisnya, membuat Jiyeon semakim bertanya-tanya melalui tatapan mata. Pria itu berdiri dan mengulurkan tangannya pada Jiyeon. Meski bingung, Jiyeon tetap menyambut tangan itu dengan tangan rampingnya. Menyampirkan tas-nya dan meraih ponsel di atas meja.

Mereka melangkah bersisian menuju belakang bangunan, ada taman seperti biasa. Jejeran bangku di atas rerumputan hijau dengan pemandangan beberapa mahasiswa yang mengisi tempat duduk dengan buku di tangan. Namun tujuan Eunwoo bukan ke sana, tangan hangatnya membimbing Jiyeon hingga mereka berhenti cukup jauh dari taman yang Jiyeon lihat tadi. Sekarang di depan mata, terdapat kolam ikan. Sesekali ikan itu muncul kepermukaan dan kembali lagi ke dasar.

"Kenapa membawaku ke sini?" tanya Jiyeon menoleh pada Eunwoo di sampingnya.

"Biasanya kalau sedang ada masalah, aku ke sini," balasnya.

Jiyeon menatap pria tinggi itu dengan dahi yang berkerut samar. "Kau sedang ada masalah?"

Eunwoo tidak langsung menjawab, memalingkan wajahnya menatap Jiyeon begitu lekat. Menyoroti iris cokelat yang tampak tulus saat melontarkan tanyanya.

Bagaimana caranya Eunwoo bisa mengucapkan yang sebenarnya jika ia belum yakin jika perasaannya tersampaikan dengan baik pada Jiyeon. Seharusnya ia menunggu sedikit lebih lama, agar Jiyeon terbiasa dengan semua bentuk perhatian yang ia berikan. Pria itu tidak ingin merusak hubungan mereka hanya karena terlalu cepat bergerak.

Jiyeon semakin mengerutkan keningnya melihat Eunwoo tidak menjawab pertanyaannya. Mungkin Eunwoo tidak ingin menceritakan masalahnya padanya, pikir Jiyeon.

Bermenit-menit mereka habiskan dengan melihat ikan, begitu tenang karena tidak ada yang memulai pembicaraan. Hingga akhirnya Eunwoo memutuskan untuk pergi lebih dulu karena kelasnya akan segera dimulai.

"Kau tidak apa-apa pulang sendiri?" tanya Eunwoo memastikan.

Jiyeon mengangguk pasti. "Tenang saja, aku masih ingin di sini. Kau pergilah, sudah hampir telat, 'kan?"

Pria itu mengusap lembut pucuk kepala Jiyeon dan melambaikan tangannya begitu berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Jiyeon yang masih betah di depan kolam ikan.

Mata gadis itu menyapu permukaan kolam ikan, dalam hati membenarkan ucapan Eunwoo bahwa tempat ini sangat tenang untuk merenung. Bukannya Jiyeon tengah terlibat masalah. Tapi hatinya tengah gelisah, semenjak makan malamnya dengan Jungkook. Rasa asing itu semakin terasa dan membuatnya resah sepanjang malam.

Pagi pun gadis itu mencoba menghindari untuk berinteraksi. Itu sebabnya Jiyeon melewatkan sarapan, dan memilih sarapan di kafetaria sembari menemani Eunwoo. Beruntung dosennya berhalangan hadir saat ini, fokus Jiyeon terbagi. Terlalu runyam dan berbelit-belit untuk dijelaskan. Karena ia pun tidak mengerti apa yang tengah menggerogoti hati.


•••


Seolah tak pernah menyerah, Sena tetap saja menyediakan waktu untuk menemui Jungkook disela-sela kesibukannya yang padat. Baginya tidak ada kata mundur untuk mendapatkan hati Jungkook. Persetan dengan gadis ingusan yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Jungkook. Yang jelas, Sena akan melakukan segala cara agar Jungkook bersamanya. Apapun itu.

"Kau tidak lapar?" tanyanya dibuat selembut mungkin. Ia memesan makanan dari restoran favorit Jungkook dan sekarang makan siang mereka sudah tertata rapi di atas meja.

Jungkook melirik sekilas, menghembuskan napas lelahnya dan kembali fokus pada pekerjaannya. Enggan menghiraukan Sena yang jelas memasang wajah kesalnya sekarang.

Tidak berhenti di sana, Sena nekat menghampiri Jungkook dan meletakan telapak tangannya di atas kertas yang tengah Jungkook baca. Menahan di permukaan meja agar Jungkook mengalihkan pandangannya.

"Kau tahu aku paling benci diganggu," ujar Jungkook tanpa menatap. Rahangnya mengeras, menahan diri mati-matian agar tidak memaki wanita di hadapannya.

"Kenapa kau selalu bersikap seperti ini padaku?" Sena tidak tahan lagi, ia juga ingin diperlakukan manis seperti halnya Jiyeon kemarin. Apa bedanya ia dengan gadis belia itu? Sena merasa dirinya jauh lebih unggul, ia lebih cantik, lebih mapan, karirnya bagus, bukan seperti Jiyeon yang masih mengenyam bangku pendidikan. Dan tentu saja ia lebih berpengalaman dalam hal memuaskan, gadis kecil itu jelas tidak tahu menahu dengan kebutuhan pria.

Tapi kenapa Jungkook buta terhadapnya? Selama ini selalu saja Sena yang berusaha, sementara Jungkook membatasi diri tanpa enggan memberi kesempatan untuk Sena.

"Pergilah, aku sedang tidak ingin berdebat denganmu," usir Jungkook masih berusaha sehalus mungkin.

"Jungkook."

"Aku mohon, kantorku bukan tempat bermainmu. Kalau kau memang berpikiran dewasa, kau tidak akan menganggu pekerjaanku seperti ini," katanya menepis tangan Sena yang menahan kertasnya tadi.

Terus seperti ini, Sena mendapat perlakukan yang sama setiap harinya. Tapi masih saja bebal mempertahankan kemauannya. Atas dasar rasa cinta yang ia yakini, padahal hati kecilnya pun tahu, itu bukan lagi cinta, melainkan terobsesi untuk mendapati Jungkook.

Karena cinta memang tidak bisa ditebak jalannya, tidak bisa ditentukan pada siapa ia akan berlabuh dan tidak bisa dicegah.

Hempasan pintu kembali menyambangi gendang telinga Jungkook. Ia lelah dengan sifat Sena yang seenaknya. Meletakan kertasnya, Jungkook mengusap wajah lelahnya sedikit kasar. Pikirannya berkelana, pada sosok gadis belia yang sukses menghindarinya untuk sekedar bertatap mata.

Padahal Jungkook rindu, memang semalam mereka menjalin hubungan yang baik. Tapi pagi ini Jungkook tidak menemukan Jiyeon di meja makan. Pelayan bilang gadis itu terburu-buru dan melupakan sarapan.

Apa Jiyeon kembali menghindarinya? Lantas, cara apalagi yang harus ia gunakan untuk memperbaiki hubungan mereka yang terlanjur berantakan?

[]

Maaf kalo ada typo ya, krna dah kenyang revisi yg di fanbook akutuh, kitpala pas revisi ulang yg di sini wkwkwkw

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 15.4K 22
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
16.6M 707K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
5K 70 4
baca deskripsi dulu^_^ ini itu cerita oneshoot tentang Renjun dan para dominant nya bakal ada boypussy juga jadi bagi yg gak suka skip aja jangan pak...
31.4M 1.1M 51
"Jika lo mau aman bersekolah di sini, lo juga harus menghindari dua orang yang lebih berbahaya dari guru BK," kata Lisya penuh penekanan. Ocha menegu...