How to Move on ─ Taeyong

By ikangdoyi

22.3K 3.9K 3.9K

"Sadar, lo cuma sekedar kakak ipar, bukan pacar." How to Move on ft. Taeyong and Doyoung x OC. More

[HTMO] 01 - cast?
[HTMO] 02 - prolog
[HTMO] 03 - Stuck With You
[HTMO] 04 - Ineffable
[HTMO] 05 - My Failed Future
[HTMO] 06 - Hopeless
[HTMO] 07 - Move on and Turn on
[HTMO] 08 - Another story
[HTMO] 09 - Annoying
[HTMO] 10 - Nagging Boy!
[HTMO] 11 - Truly
[HTMO] 12 - un-awkward
[HTMO] 13 - Unpredictable
[HTMO] 15 - position
[HTMO] 16 - Rival.
[HTMO] 17 - Take off to get.
[HTMO] 18 - The Truth is Coming Out.
[HTMO] 19 - Another Things Happen
[HTMO] 20 - Hide to behave
[HTMO] 21 - To Heaven
[HTMO] 22 - Unconscious Feeling
[HTMO] 23 - Best thing I need
[HTMO] 24 - Paper scars.
[HTMO] 25 - Quit
[HTMO] 26 - Sunkissed
[HTMO] 27 - The day after
[HTMO] 28 - Heart Sync
[HTMO] 29 - Date
[HTMO] 30 - Home
[HTMO] 31 - Jealous
[HTMO] 32 - Aira Notes
[HTMO] 33 - Feeding My Ego

[HTMO] 14 - Among Us

511 108 67
By ikangdoyi

Pukul tujuh lewat tiga puluh menit, di pagi hari yang cukup menyilaukan. Biya masih tertidur di kamarnya sedangkan Tara pagi itu tengah mempersiapkan sarapan pagi untuk mereka. Biya memang punya kebiasaan bangun siang, khususnya untuk hari sabtu dan minggu.

Beruntungnya Tara bisa menemukan minimarket yang serba ada disana, jadi dia bisa memasak pagi itu tanpa membangunkan Biya. Tara yang kini hanya tinggal menunggu sopnya mendidih dan setelah itu ia baru bisa menyiramnya dengan daun, wortel, serta kentang kentangan yang sudah disiapkan di dekat kompor.

Wanginya terasa menusuk indra penciuman Biya. Wajar saja Biya emang nggak pernah ada yang masakin selama di Bali, jadi dia agak terkejut dengan bau harum yang asalnya dari  dapur.

"Mas? Masak?" Rambutnya berterbangan kesana kemari layaknya dihujami ratusan meteor diatas sana.

"Cuci muka dulu Bi" titah Tara yang kini mengaduk lagi sopnya yang sudah sangat mendidih. Gelembung gelembung dari panci besar yang ada didepannya begitu menarik perhatian Biya. Biya mendekat dan melihat bagaimana Tara memasakkan itu semua.

"Wangi banget, jadi kangen dimasakin Mamah, Mas Tara tinggal disini aja ya, kan jadinya enak" Biya masih menilik isi sop tersebut, wajahnya terasa hangat saat uap panasnya mengenai permukaan wajahnya.

"Suruh Mamah aja bawa Dave kesini. Terus kita tinggal sama sama deh." Jawab asal Tara, dia membuat Biya jadi salah tingkah.

"A-aku mandi dulu."

Biya meninggalkan Tara dengan raut wajah panasnya. Dia tersipu bukan main. Belum lagi panas uap itu membuat merah wajah Biya, tapi bukan itu, hatinya dibuat berdebar jutaan kali karena kakak iparnya.

Sekarang Biya sama Tara sedang menikmati sarapan pagi. Biya menawarkan mengajak jalan jalan Tara setelah ini, karena kegiatan yang menyangkut pautkan pada urusan kerja dikerjakan besok hari, hari ini Tara masih punya waktu untuk menikmati keelokan kota itu.

"Kenapa pakai baju kayak gitu?"

Tara mengomentari gaya berpakaian Biya. Biya menggunakan celana pendek di atas lutut dan juga kemeja panjang yang kancingnya terbuka dan terdapat kaus dalaman yang mengetat.

"Kan mau main ke Pantai Mas, bukan mau ngantor, kenapa ih?" Sungut Biya. Dia kesal karena Tara terlalu mengkritik cara berpakaiannya.

"Banyak wanita yang dilecehkan sama pria pria di luar sana, salah satu alasannya karena gaya berpakaian." Tegas Tara, dia hanya ingin Biya berpakaian sopan sebagaimana dia biasanya.

"Tapi Mas .. maaf, banyak orang juga yang dilecehkan ketika mereka menutup aurat, jadi apa kita bisa nyalahin pakaian sepenuhnya? Enggak kan?"

"Iya bi, tapi lebih baik jangan mengundang syahwat."

Biya merengut, akhirnya dia mencoba kembali ke kamar dan berganti pakaiannya kembali.

"Mas tau, bukan itu alasan utamanya wanita dilecehkan. Tapi yang namanya menjaga kehormatan itu perlu, salah satu kiatnya ya kita harus mau berpakaian sopan. Jangan jadikan sebuah tren bisa merubah gaya berpakaian kamu."

"Mas udah bilang, kamu harus bisa jaga diri, kalau kayak gini aja sering kamu langgar, apa Mas nggak khawatir ninggalin kamu disini?" Tara menepuk dua pundak Biya. Menyetarakan sepasang netra itu. Sorot matanya penuh pada Biya, Biya terpaku di depan wajah tampan kakak iparnya.

"Iya Mas" jawab Biya singkat. Dia kemudian mengekori Mas Tara dan berjalan beriringan keluar dari rumah mereka.

Tara dan Biya menggunakan go-car untuk sampai ke destinasi mereka. Ini masih jam sepuluh pagi, tapi pancaran sinar matahari sudah menembus di atas kepala mereka. Cukup terik pagi itu.

Tara berdiri membelakangi Biya, dan memutar arah tubuhnya.

"Kenapa ngebelakangin aku?"

"Kamu nggak kepanasan?"

"Kalau nggak mau kepanasan nggak usah ke pantai lah Mas" imbuh Biya. Dia berlari ke arah air jernih yang menjorok ke daratan.

Tara berpaling, kini dia memperhatikan bagaimana adiknya itu berlari lari kecil bersama deburan ombak yang menghujam jejak kaki Biya setelah menapaki pasir pasir halus disana.

Tara mendapati Biya yang sedang menggambar sesuatu dengan sebuah ranting kecil dan menuliskan namanya di pasir hangat akibat teriknya matahari yang masih terpampang ketika melihat langit langit cakrawala disana.

"Biya & Tara."

Tara tersenyum tanpa rasa penasaran untuk mau bertanya. Biya melihat sorot mata lelaki yang mendatanginya. Dia mengerti keadaan sebelumnya.

Sejujurnya perasaan itu memang pernah tertanam di diri mereka berdua. Sayangnya, jauh sebelum Tara mengungkapkan semua, peristiwa itu terjadi. Yang sama sekali dia gak pernah bayangkan. Bukannya Biya melainkan Aira. Jika situasi tak pernah mendukung, setidaknya dia masih bisa sempatkan waktu atau mencuri kesempatan.

Perihal hati, siapa yang tau berlabuh dimana dan sampai kapan bukan?

Tara mengambil ranting itu dan menambahkan nama Dave dibawahnya.

"Kasihan kalau Dave nggak di bawa." Ujarnya, Tara membuat sebuah gambaran hati di luar tulisan mereka.

Biya menghangat. Bahkan matahari itu tak sanggup memberi kehangatan seperti apa yang Masnya berikan saat ini juga.

Perlawanan hati dan pergolakan batin. Tara masih ingat akal sehat setidaknya. Dia hanya ingin merasa dekat dan mengingat perasaan yang dulu pernah ada.

Bahkan sampai sekarang, mungkin masih belum hilang rasanya.

Sepanjang hari di teriknya panas ketika jam dua belas siang, mereka menepi ke sebuah saung untuk makan siang disana. Es kelapa muda ditambah ikan bakar dan aneka hidangan laut lainnya menemani perjalanan liburan mereka yang sangat sedikit waktunya.

"Enak Mas?" Tanya Biya, dia melihat Masnya itu makan dengan semangat. Bahkan hampir sebagian udang dan ikannya Tara habiskan sendiri.

"Pesen udang lagi ya, kamu mau?" Tawar Tara. Biya hanya melempar senyumnya. Dia begitu semangat ketika Tara hendak menambah seporsi hidangan udang lagi.

***

"Mas, Biya ngantuk"

Biya bersandar di pundak Tara. Hari itu mulai menjelang sore. Biya bahkan sudah mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Tidur aja"

"Nanti Biya ditinggalin lagi."

Tara mengulas senyumnya. "Yang pandai ninggalin itu kakak kamu, bukan Mas."

Sadar akan hal itu, Biya sedikit membuka matanya, memberi pergerakan sebentar untuk menatap wajah Tara dalam jarak sedekat itu.

"Mas, kenapa nggak bercerai aja?" Biya tau perceraian itu bukan hal yang mudah dan dilanggar oleh agamanya. Tapi kadang kala ketika sebuah masalah tidak bisa diselesaikan secara baik baik, ada kalanya menggunakan caranya sendiri untuk bisa diselesaikan.

"Kasihan Dave kalau Mama sama Ayahnya bercerai."

Biya mengangguk. Bagaimanapun perceraian itu akan membuat kondisi anak mereka sedikit terganggu. Umur pernikahan mereka bahkan masih seumur jagung.

"Semoga aja Aira cepet sadar."

Disaat seperti itu, Biya menundukan segala harapan. Dia merasa bahkan sudah tidak ada lagi kesempatan.

"Iya, amin."

Tara menyisir rambut Biya menggunakan jari jarinya, dirapihkan dengan halus dan Biya merasa nyaman saat jari jari lentik itu menari di atas kepalanya. Dia bahkan tertidur semakin pulas.

"Jangan tidur Bi, sebentar lagi maghrib."

"Abisnya nyaman."

"Iya yaudah, kita pulang aja?"

"Gak bisa kah Mas disini aja? Nggak usah balik lagi ke Jakarta?"

Sorot mata Biya penuh tanya. Dia masih menginginkan Tara merangkul lebih lama, namun tubuhnya sudah kembali pada posisi masing masing.

"Kenapa nggak pernah bicarakan tentang kita Mas? Yang jelas jelas Mas sendiri tau keadaanya." Netranya tajam, Biya ingin Tara memberi seluruh atensinya hanya untuknya.

"Aku susah buat lupain kamu."

Biya lupa, emosinya yang meredam seolah tak perduli. Bagaimanapun, bicara lebih baik menurutnya.

"Biya tau bagaimana kondisinya Mas sekarang, kan? Biya nggak boleh begitu." Sanggah Tara. Dia mencoba memberikan penjelasan yang masuk akal.

Bahkan sekalinya, perlakuan Tara kepadanya yang justru sama sekali tidak masuk di akal.

"Udah ya, kita pulang."

Tara menggenggam tangan Biya agar wanita itu tidak jatuh ke pasir yang semakin merendam jejak kaki yang mereka pijakan di pasir pasir itu.

"Semoga ya Mas.. semoga kalau ada kehidupan yang lebih baik untuk kita berdua, semoga aku sama kamu berada di tepat yang sama. Berpijak. Beriringin. Beradu pandang. Dan saling menggenggam.






















nabiya

nabiya untuk kali ini mungkin laut yang akan menceritakan tentang kita. Hanya di antara kita.























See you next time!

Continue Reading

You'll Also Like

247K 36.8K 68
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
80K 7.7K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
487K 5.1K 87
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
38.8K 5K 43
[DISCLAIMER!! FULL FIKSI DAN BERISI TENTANG IMAJINASI AUTHOR. SEBAGIAN SCENE DIAMBIL DARI STREAM ANGGOTA TNF] "apapun yang kita hadapi, ayo terus ber...