Fakboy Kelas Sebelah

By dellafits

147K 11.5K 1K

WARNING 18+‼️⚠️ Banyak toxicnya & mengandung 18+ Jiwa bar-bar ga masalah, yang qalem banyak-banyak nyebut dah... More

Kenalan dulu yuk
PROLOG
1. Savielle
2. Ara itu...
3. Soal Dia
4. Hening
5. Adrian
6. Malapetaka Ara
7. My lion
8. Ganggu
9. Pulang Bareng
10. Genggaman
11. Salah sasaran
12. Dua sisi
13. "Menang itu punya gue"
14. Saingan
15. Ternyata...
16. TOD
17. Kencan?
18. Oke, kencan
19. Bekal
20. Jumat Berkah
21. Broken Home
22. Studycamp
23. Studycamp - Menuju Puncak
24. Studycamp - Jelajah
25. Studycamp - Dimana Ara?
26. Studycamp - Comeback
27. Pulang
28. Saudara?
29. Dark
30. Suasana
31. Sebuah fakta
33. Classmeeting
34. Miss you
35. Qtime pt.1
36. Qtime pt.2 - Anniversary
37. Obat khusus
38. Tantangan
39. Kantor
40. Loser
41. Rasanya Berbeda
42. Benci
43. Mulai terbiasa
45. Pelampiasan
46. Fams Gathering
47. Masalalu Kelam
48. Wedding Dream?🔞

32. Makan Hati

2.1K 213 28
By dellafits

"PAGIKU CERAHKU, MATAHARI BERSINAR, KUGENDONG TAS MERAHKU DI PUNDAK." senandung Juan tatkala memasuki kelas 11 IPS 1

"SELAMAT PAGI SEMUA, KU NANTIKAN DIRIMU..." sambung Aga bersemangat.

Elga yang melihat tingkah abstrak pacarnya bersama dua bodyguardnya alias Aga dan Agi hanya mampu roll eyes, malas meladeni genk kapak tersebut. Tapi tidak dengan teman kelasnya yang menyambut hangat serta menyaksikan dengan semangat betapa cakepnya ciptaan Tuhan walau bobrok. Gapapa yang penting ganteng~

"PAGI AYANGIE!" seru Juan ketika di bangku Elga.

"Berisik lo!" ketus Elga.

"Dih pagi-pagi udah marah aja, PMS lo." balas Juan.

"Lo yang bikin PMS!"

"Berarti gairah lo ada di gue dong yah."

"Si kecil mulai dirtytalk ya bund." sahut Agi, mengundang gelak tawa bagi yang mendengarnya. Tapi tidak dengan Aga yang sibuk tebar pesona dengan duduk di sebelah kutu buku yang terus menunduk. Sengaja menggoda gadis itu yang gugup karena ia dekati.

"Lagian lo pada ngapain sih kesini, udah mau masuk kelas juga." sanggah Elga.

"Gue kan kangen sama lo, udah beberapa hari ini lo gak ada kontak gue." ujar Juan cemberut imut, menarik perhatian Ara untuk menatapnya.

Kenapa jadi rindu seseorang... batin Ara.

Iyaaaa, seseorang yang sudah beberapa minggu tidak ada kabar, tidak ada tegur sapa semenjak terbongkar semua drama Clara. Bahkan ujian semester sudah mereka lalui, Ara berharap saat semester kemarin hubungannya membaik dan bisa belajar bersama Reano di rumahnya tapi nyatanya Reano seakan sudah tidak membutuhkannya lagi.

Reano menghindarinya, tapi hubungan masih belum ada kejelasan. Masih diambang putus atau bertahan. Ahh atau sebenarnya Reano sudah memutuskannya melalui kata 'break' ? Idk!

Sumpah demi gedung DPR, Ara benar-benar sudah masuk terlalu dalam di jurang perasaannya sendiri. Padahal ia selalu membatasi dirinya untuk tidak berlebihan mencintai Reano, tapi namanya juga perasaan mana bisa di handle, dikira pekerjaan apa.

Gini banget pacaran sama Reano, makan hati mulu, benar kata Adrian.

"Selingkuh lo yah? Ngaku lo." tuduh Juan sembarangan.

"Kalo aja ngebunuh gak dosa, mungkin rumah lo sekarang jadi rumah duka." cetus Elga.

"Galak amat neng, bilang ai miss yu tu kek, cium kek atau apa gitu biar romantis."

"Huekk amit-amit."

"Kita udah pacaran setengah tahun loh beb, bentar lagi nikah masa iya masih nggak terbiasa juga." jawab Juan.

"Masih bocil juga mikir nikah!" tutur Elga

"Nikah muda enak tau. Mamah tau sendiri, yang asli ada badaknya."

Iklan lewat~

"Eh udah napa debatnya, heran cuk kaya DPR sama masyarakat aja lo pada gelud mulu." eluh Agi.

"Diem lo impostor!" semprot Elga dan Juan bersamaan, kesal karena sesi debatnya diganggu.

"Busettt, ampun bang jago." balas Agi gak ada akhlak.

"Berisik lo pada, gak tau apa ada yang lagi galau." sindir Aga.

Ara yang merasa terpanggil akhirnya mengangkat kepalanya dari novel yang sedari tadi ia baca.

"Tenang Ra, kita ada di pihak lo kok." seru Aga.

"Udah beda." kata Ara datar.

"Gue juga nggak ngerti sama perubahan sikap Reano sekarang." sahut Agi.

"Kayanya dia ada masalah besar deh, nggak biasanya Reano jadi pemuda lemah gini. Kemana-mana sendiri, disuruh cerita diem aja, diajak main kaga mau." tutur Juan, menarik perhatian Ara untuk menyimaknya.

"Bukan soal Clara?" tanya Elga.

"Nggak, gue ngerti banget si Reano kalo udah dikecewain bakal benci banget sama tuh orang dan berlaku untuk Clara juga pastinya." jawab Juan.

"Tapi kan kelemahan si Reano betina, mana tega dia." sela Elga.

"Tetap nggak sih menurut gue."

"Jadi kalian nggak tau masalahnya?" tanya Ara sembari menatap satu-persatu sahabat Reano.

Ketiganya menggeleng.

"Kalo nggak masalah kantor ya masalalu atau apa ya gatau dah gua bukan cenayang gak bisa nebak." timpal Aga.

Agi mengangguk, "Soalnya kalo masalah percintaan Reano nggak sampai segininya. Pake acara jadi pemuda introvert segala, padahal kan dia antek-anteknya sekolah."

Ok baikkk, dari perkataan Agi, Ara tersadar bahwa Reano memang tidak se-effort itu masalah percintaan. Bagi Reano mungkin hubungan ini tidak penting. Ara berasumsi demikian karena Reano sendiri fakboy yang dasarnya hanya mengatasnamakan hubungan sesuai kemauan semata bukan cinta, maybe berlaku juga untuk dirinya dalam hubungan yang sudah berjalan hampir setahun ini.

"Bu Jari datang! Bu Jari datang!" teriak salah seorang teman kelas Ara membuat semua warga kelas kelimpungan mencari tempat duduk masing-masing termasuk Aga, Agi dan Juan.

GRUBYAK! GRUBYAK!

Suara gaduh warga 11 IPS 1 yang sibuk menyelamatkan diri menuju bangku masing-masing sebelum Guru killer seantero Savielle memasuki kelas.

Aga, Agi dan Juan mengisi tempat duduk di bagian belakang sendiri. Entah sadar atau tidak mereka seakan menyamar sebagai siswa kelas 11 IPS 1 demi menghindari ocehan dan hukuman maut dari Bu Jari.

Elga menoleh ke belakang dengan wajah panik, "Eh lo pada ngapain disitu! Cepet balik!"

"Udah terlanjur." teriak Juan. Elga menepuk jidatnya.

Bu Jari berjalan memasuki kelas, suasana mendadak hening, diam tak ada suara sedikitpun. Mereka semua seolah menahan nafas saat Bu Jari duduk di singgasananya.

Mata tajam Bu Jari menyapu seisi kelas, menatap satu-persatu manusia yang ada di sana, yang di tatap auto menciut dan langsung menunduk. Tatapan Bu Jari sama seperti Ara saat membantu bendahara kelas menarik uang kas.

"Aura Bu Jari kaya malaikat Izrail anjir." bisik Agi pada kedua manusia di sampingnya.

"Sstt jan bacot." bisik Aga.

"Siapa yang bersuara di belakang?!" cetus Bu Jari.

DEG DEG DEG

Krik krik, krik krik

DUT.. PRET..

"Mampus!" Juan berseru pelan ketika suara kentut Agi terdengar nyaring.

Tidak ada yang berani tertawa lepas, mereka hanya bisa menahan tawa karena sedang dalam situasi tegang.

"MAJU KE DEPAN YANG BARUSAN KENTUT!" pinta Bu Jari berapi-api.

Keringat dingin membanjiri dahi Agi. "Anjim gimana ini bangsat, gue mesti gimana?"

"Maju aja sana, jangan nyangkutin gua." kata Aga.

"Jangan nyangkutin gua juga, awas lo." timpal Juan.

"Temen dajjal lo pada!" ujar Agi kemudian berdiri dan berjalan ke depan.

Sesampainya Agi di depan, Bu Jari berdiri dari tempat duduknya. Agi sedikit memundurkan langkahnya, berharap guru gendut itu tidak mendekatinya dan berubah menjadi balon macam nyonya puff.

"Kamu nggak sopan kentut dalam kelas!" celetuk Bu Jari.

"Kentutnya nggak permisi dulu, Bu. Saya nggak tau." balas Agi.

"Sudah salah, berani menjawab pula."

"Kita sebagai generasi bangsa harus bisa speak up kebenaran, Bu. Bukan begitu teman-temannya?" jawab Agi, berharap orang-orang di hadapannya ada di pihaknya.

Krik Krik... Krik Krik...

Bu Jari mengangguk, "Baiklah generasi muda, silahkan kerjakan soal ini." katanya sembari menuliskan sebuah soal matematika yang terlihat rumit di papan dan memberikan spidolnya pada Agi.

Tampak Juan dan Aga tertawa jahat tanpa suara di sana melihat Agi kesusahan, karena sudah beberapa menit Agi menghadap papan tidak ada coretan hasil dirinya berpikir.

"Bagaimana generasi muda? Otak kamu buntu buat berpikir soal semudah ini?" tanya Bu Jari kejam, setajam silittt.

"Ini mah sulit, Bu." balas Agi.

"SULIT DARIMANA?!" teriak Bu Jari membuat Agi mengerjap kaget, kemudian mengusap kedua kupingnya.

Gini amat akibat kentut. Agi membatin miris.

"Kamu tau ini pelajaran kelas 10 yang saya ulang untuk pemantapan materi setelah semester. Kamu ini udah mau kelas 12 tapi soal seperti ini aja kamu nggak bisa gimana mau ngurus persoalan hidup nanti?!" keluh Bu Jari.

"Setidaknya persoalan hidup tentang hutang bukan sin cos tan. Jadi menyelesaikannya nggak pakai rumus, tapi pakai uang." sanggah Agi berani menatap Bu Jari.

"Kamu sudah berani kurang ajar ya sama saya! Keluar kamu dari sini!" usir Bu Jari.

Wajah Agi berbinar, " Wahh Alhamdulillah Ya Allah!!! Terimakasih Bu, saya mau kembali ke kelas." katanya dan langsung menyalimi Bu Jari.

Bu Jari mengernyit, kemudian melirik badge yang ada di lengan seragam Agi. Wajahnya langsung memerah.

"JADI KAMU BUKAN SISWA KELAS INI?! BAGAIMANA BISA KAMU MEMBUAT MASALAH PAGI-PAGI, DASAR RUSUH!"

"Saya sih nggak masalah, ibu yang bikin ini semua jadi masalah." jawab Agi.

Semua sudah ingin menenggelamkan Agi di dasar samudera karena gendang telinga mereka sudah pecah mendengar teriakan Bu Jari yang membahana.

"BERSIHKAN TOILET DARI LANTAI 1, SAMPAI LANTAI 3! SEKARANG, TIDAK USAH MENJAWAB! KELUAR!" teriak Bu Jari. "SIAPA LAGI YANG BUKAN SISWA KELAS INI, CEPAT MAJU!"

Agi keluar kelas dengan senyum lebar, utamanya dipersembahkan untuk Aga dan Juan yang sebentar lagi akan mendapat siraman rohani. Ia merasa bangga sudah melewati fase sia-sia, dimana ia susah payah duduk anteng tapi akhirnya kena juga.

∆∆∆∆∆

Jam menunjukkan pukul delapan malam, seperti biasanya Ara baru saja sampai rumah setelah seharian bekerja. Dibukalah pintu utama dimana ada Papa tirinya yang duduk santai di ruang tamu sembari membaca majalah.

Tidak ada senyum hangat antara keduanya. Pria paruh baya itu menatap Ara datar, sedangkan Ara menatapnya sinis, penuh kebencian disorot matanya. Sudah cukup luka yang ditorehkan orang itu untuk Ara, sudah cukup kenangan buruk yang Ara pendam sendirian selama ini.

Ara melangkah lebar menuju kamarnya untuk mandi dan bersiap tidur. Sangat melelahkan hari ini. Bukan kerjanya, tapi pikirannya yang membuat lelah. Secuek-cueknya Ara, terkadang ia juga memikirkan suatu hal.

Betapa terkejutnya Ara saat dirinya keluar dari kamar mandi, Adrian memasuki kamarnya. Untung saat itu Ara menggunakan baju gantinya lengkap, celana pendek dan kaos bukan piyama.

"Keluar lo dari sini!" sarkas Ara marah.

Tidak melangkah keluar, Adrian malah menutup dan mengunci pintu kamar Ara kemudian menyaku kunci tersebut.

"Kalo lo macem-macem gue teriak!" ancam Ara menjaga jarak jauh dari Adrian.

Adrian berjalan pelan, melihat-lihat rak buku Ara yang tertata rapi. "Padahal gue suka lo karena lo cuek."

Ara tidak merespon.

"Tapi kenapa sekarang lo jadi peduli sama si bajingan itu?"

"Kalo lo kesini cuma ngomongin hal gak penting mending lo keluar!"

"Ohh, tentu ini penting. Buktinya lo kepikiran sama dia kan yang akhir-akhir ini banyak berubah."

Ara diam, Adrian mengangkat sudut bibirnya. "Jangan munafik, Ra. Gue tau lo cinta sama dia."

"Penting amat ngurusin hidup gue." ujar Ara, menciptakan tatapan tajam Adrian bak elang.

Adrian berjalan mendekati Ara, terus mendekat saat Ara melangkah mundur hingga punggung gadis itu menabrak tembok. Adrian langsung meraih kedua tangan Ara, ia bawa ke belakang tubuhnya. Seakan tau bahwa Ara bisa kapan saja mengambil tindakan jika tangannya tidak di amankan.

"Lepasin tangan gue bangsat! Lo mau ngapain- emh.." Adrian membungkam mulut Ara menggunakan satu tangannya lagi.

"Hidup lo penting banget buat gue. Lo tau gue suka sama lo, tapi kenapa lo nggak bisa hargai perasaan gue, Ra! Kenapa?!" sentak Adrian. Ara tidak menutup matanya, malah menatap dalam mata Adrian.

"Dari dulu gue suka sama lo. Gue tau sebenarnya lo peka, tapi kenapa lo pura-pura bego dan sekarang lo malah jatuh cinta sama bajingan Reano yang bahkan kerjaannya nyakitin lo." sarkas Adrian.

"Gue takut, hati ini..." tangannya yang membungkam Ara, ia gunakan untuk menyentuh dada Ara, kemudian mengusap puncak kepala Ara. "Dan pikiran ini... mati karena mencintai orang yang salah."

Ara bergeming, entah kenapa rasanya kaku mendengar ucapan Adrian yang menusuk hatinya.

Setelah mengatakan itu, Adrian melepaskan Ara dan melangkah menuju pintu keluar, setelah membuka kuncinya Adrian berbalik menatap Ara yang masih terdiam di sana.

"Istirahat yang cukup, pura-pura nggak peduli juga butuh tenaga. Good night, baby gurl." kata Adrian kemudian melangkah keluar.

BRAG!

Tepat saat Adrian menutup pintu kamar Ara, Mawar pun keluar dari kamarnya membawa setumpuk buku paket yang terjatuh berceceran di lantai. Bukan tanpa sebab Mawar menjatuhkan buku-bukunya, tapi karena shock melihat Adrian keluar dari kamar Ara.

Adrian memperhatikan Mawar yang gelagapan sembari memunguti bukunya, kemudian berjalan menuruni tangga tanpa membantu gadis yang sedang kesusahan itu.

Yahh dikirain teh dibantuin gitu. Mawar membatin.

Setelah membereskan buku-bukunya, Mawar masuk kembali ke dalam kamarnya, urung turun karena sudah terlanjur terbebani pikirannya.

"Banyak hal aneh dalam keluarga ini. Dari Kak Ara dan Kak Adrian yang sama-sama cuek tapi mereka sering terlihat dekat bahkan sangat intim. Kemudian Pak Romi yang jarang sekali berbicara, apalagi sama Kak Ara. Ada apa sebenarnya dalam keluarga ini? Dan sebenarnya apa hubungan Kak Ara sama Kak Adrian."

∆∆∆∆∆

HAI gaiss iam comeback👋

Rindu sama kebersamaan Ara Reano gak? huhuhu

JANGAN LUPA VOTE+KOMEN yaaa❤️
See yaa bby

12 Oktober 2020

Continue Reading

You'll Also Like

32.7K 1K 14
[⚠ DON'T COPY MY STORY!!] [⚠ BUDAYAKAN VOTE SETELAH MEMBACA!!]
37K 5.3K 39
A story by nL. [Revisi Berjalan] Selamat beristirahat wanita cantik yang tulus, penyesalanku tak akan pernah hilang untukmu. • • • Kisah gadis yang m...
770K 26.1K 39
Skala Zion Alberto. lelaki yang kerap di panggil Skala tersebut memiliki temperamen. bahkan tidak segan segan dirinya melampiaskan emosi nya ke gadi...
4.1K 1.7K 27
First story,Enjoy this story with ease✨. Remaja jaman sekarang kebanyakan mengartikan kata 'pacaran' untuk kesenangan pribadi entah seperti salah sa...