Unexpected Wedding

By frisca_marth

2.9M 73.9K 3.8K

"Mommy? Kau mommyku kan??!!" tiba-tiba saja gadis kecil itu berteriak histeris, membuat Evelyn nyaris melompa... More

Little Angelica
Mommy & Candy
Sebuah Jawaban
The Wedding Day
Missing You
Angel, The Little Genie
Oops!
I love You, Daddy
Rasa Yang Berbeda
I'm in Love With You
Ben's Cousin
Dia Kembali
The Reason
Promise
I Live My Life For You
The Truth
Let Her Go
Hurt
Where Are You?
Finding Mommy
Crazy of You
Goodbye
Marry Me
Happiness
Pregnant
Sweety Hubby
Luka Masa Lalu
Author's Note

The Queen - END

121K 1.2K 139
By frisca_marth

Lima tahun kemudian...

Siang itu matahari bersinar begitu cerah, namun tidak demikian dengan hati Angel yang tengah berdiri di depan gerbang sekolahnya. Gadis kecil itu mengetuk-ngetukkan tapak sepatu dengan gelisah, menanti Harry, sang supir yang biasa menjemputnya. Tidak biasanya lelaki itu datang begitu lama.

Saat Angel tengah menunduk menghindari cahaya matahari yang menyilaukan mata, tiba-tiba saja setangkai lolipop berwarna cokelat terjulur tepat di hadapannya.

"Hai gadis kecil nan cantik, kau mau permen?" Sebuah suara terdengar bertanya. Kala Angel menoleh menatap pemberi permen tersebut, senyumnya seketika merekah.

"Daddy!" seru Angel senang seraya meraih lolipop tersebut. "Tidak biasanya Daddy yang menjemputku?" tanyanya kemudian dengan nada heran.

"Hm, tampaknya kau lupa bahwa ini adalah hari istimewa, Sayang."

Angel mengerutkan dahi. "Hari istime—ah, iya! Aku nyaris melupakannya!" serunya kemudian, seraya memukul dahinya dengan pelan.

"Tetapi, Daddy berharap kau tidak melupakan tugasmu hari ini, Malaikat Cantik." Ben mengedipkan sebelah mata. Ia melirik arlojinya sekilas, lalu kemudian meraih lengan Angel. "Ayo, Sayang. Waktu kita tidak banyak lagi."

***

Ben menepikan mobilnya tepat di depan salah satu toko perhiasan yang berada di kawasan Madison Avenue. Setelah memastikan keamanan, ia keluar dari mobil dan menggandeng lengan Angel memasuki toko tersebut. Seorang perempuan muda segera menghampiri mereka seraya menampilkan senyumnya manisnya.

"Ada yang bisa dibantu, Sir?" tanyanya dengan ramah.

"Aku sedang mencari sebuah liontin untuk istriku," sahut Ben.

Perempuan itu menangguk mengerti, lalu dengan segera menuntun Ben dan Angel menuju etalase yang memajang berbagai jenis liontin berlian nan elegan.

"Bagaimana dengan yang ini, Sir?" tanya perempuan itu, seraya menunjuk sebuah liontin berhiaskan berlian berbentuk love.

Ben memandangnya sejenak, lalu beralih menatap Angel. Angel memandangi liontin itu dengan seksama, lalu menggeleng pelan. Dan melihatnya, membuat Ben turut menggeleng kemudian.

"Kalau yang ini?" Kali ini, perempuan cantik itu menunjuk sebuah liontin berhiaskan bintang, tetapi lagi-lagi Ben dan Angel menggeleng bersamaan. Berulang kali mereka melakukan hal serupa, hingga akhirnya perempuan itu menunjuk sebuah liontin berhiaskan berlian yang diukir membentuk tiara mungil nan cantik.

Untuk sejenak Ben dan Angel bertukar pandang, lalu detik berikutnya mereka mengangguk secara bersamaan.

***

"Oke, selanjutnya rencana kedua!" Ben berseru dengan penuh semangat pada Angel dan Anna yang berdiri di hadapannya.

"Siap, Kapten!" Kedua gadis itu menyahut bersamaan.

Dan beberapa detik kemudian, mereka tampak sibuk dengan peralatan masing-masing. Anna berkutat di dapur menyiapkan makanan, sedangkan Ben dan Angel bertugas menyulap balkon apartemen mereka menjadi tempat dinner yang romantis.

"Apakah Mommy akan menyukai ini, Daddy?" tanya Angel saat melihat hasil pekerjaan mereka. Balkon apartemen itu telah berubah menjadi tempat dinner yang cantik. Ben memasangkan beberapa lampu kecil berwarna-warni pada dinding pembatas balkon, menambah kesan romantis yang pekat. Dan pemandangan kian sempurna kala Anna selesai menata hidangan di atas meja, lengkap dengan hiasan berupa lilin dan sebuket bunga mawar berwarna merah. Sempurna.

Ben tersenyum puas. "Tentu, Sayang."

***

"Daddy, mengapa Mommy lama sekali?" tanya Angel, tidak sabar. Ia memandang dengan gelisah pada jam yang tergantung di dinding. Jarumnya sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tetapi Evelyn belum kunjung kembali ke apartemen mereka.

"Daddy yakin Mommy hanya menemui Aunty Monica? Tidak melakukan hal lain seperti berbelanja atau semacamnya?" tanya Angel kemudian.

"Bersabarlah, Sayang. Sebentar lagi mereka pasti sampai."

"Daddy sudah menghubungi Mommy?"

Ben menggeleng. "Harry yang menghubungi Daddy. Dia mengatakan mereka sudah hampir sampai."

Angel mengangguk mengerti. Lalu, beberapa puluh detik berikutnya, Anna muncul dengan tergesa-gesa.

"Nyonya sudah kembali, Tuan!" seru perempuan itu.

Ben segera menatap Angel. "Sayang, kau mengingat tugasmu, bukan?"

Angel mengangguk cepat. Dengan segera ia berlari menuju ruang tengah demi menyongsong Mommy-nya.

"Mommy!" seru Angel senang saat melihat kemunculan Evelyn dengan adik kecilnya, Oriel, yang baru berumur empat tahun.

"Hei, gadis kecilku." Evelyn meraih tubuh Angel dan mengecup dahi gadis kecil itu.

"Mengapa Mommy lama sekali?" tanya Angel dengan wajah cemberut.

"Maafkan Mommy, Sayang. Tadi aunty Monica benar-benar membutuhkan bantuan Mommy."

Angel mengangguk mengerti. "Oh ya, aku ingin menunjukkan sesuatu pada Mommy."

"Benarkah? Apa itu?"

"Tetapi ada syaratnya, Mommy harus mengenakan penutup mata ini." Angel menyerahkan sebuah kain penutup mata pada Evelyn, dan perempuan itu menatapnya ragu sejenak.

"Sudah, Mommy pakai saja. Ingat, Mommy tidak boleh mengintip."

Evelyn mengangkat bahu, lalu kemudian tersenyum. Setelah menyerahkan Oriel pada Anna, ia mengenakan kain penutup mata yang diangsurkan oleh putrinya. Lalu setelah selesai, Angel menuntun Evelyn melangkah pelan-pelan, menuju tempat dimana Daddy-nya telah menanti mereka..

"Nah, kita sudah sampai. Sekarang Mommy sudah diperbolehkan membuka penutup mata itu," kata Angel akhirnya.

Dengan perlahan Evelyn membuka ikatan kain penutup matanya, lalu terpaku kemudian. Di hadapannya telah berdiri Ben, Angel, dan Oriel dengan latar sebuah meja makan yang telah ditata sedemikian manis, ditambah beberapa lampu kecil pada dinding pembatas balkon yang menambah kesan romantis.

"Ben, ini..." Evelyn terpana, hingga tidak mampu melanjutkan kata-katanya.

"Happy anniversary, Sayang." Ben maju selangkah, lalu merangkul Evelyn. Ditatapnya perempuan itu dengan segenap perasaan. "Terimakasih untuk hari-hari penuh cinta selama enam tahun ini. Terimakasih telah mendampingiku, dan menjadi Ibu terbaik untuk anak-anak kita. Aku mencintaimu." Ben mengecup dahi Evelyn dengan lembut, membuat perempuan itu tak mampu membendung air mata haru.

"Selamat ulang tahun pernikahan Mom, Dad... Kami mendoakan segala yang terbaik untuk kalian," ucap Angel. Oriel yang berdiri di sebelah Angel turut tertawa, meski sama sekali tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh ayah, ibu dan kakaknya.

Ben dan Evelyn tersenyum bahagia. Mereka berjongkok untuk mengecup kedua buah hatinya.

"Terimakasih, malaikat-malaikat kecilku sayang," ucap Evelyn, seraya mengusap air mata bahagia yang menetes membasahi pipinya.

"Kita akan merayakan hari spesial ini dengan makan malam istimewa. Jadi, ayo, semuanya duduk disini," Ben meraih Oriel ke dalam gendongannya, lalu menarikkan kursi untuk Evelyn dan Angel.

Dan pada akhirnya, mereka menyantap hidangan yang telah tersedia, dengan begitu ceria.

***

Usai makan malam, Ben dan Evelyn masih tetap duduk di balkon apartemen mereka, menikmati pemandangan langit yang kala itu berhiaskan beberapa buah bintang. Angel dan Oriel telah dibawa ke kamar oleh Anna, dan tinggallah mereka berdua duduk berhadapan dengan saling bertatapan.

"Terimakasih banyak, Ben. Malam ini aku benar-benar bahagia," ucap Evelyn dengan tulus seraya tersenyum manis pada Ben.

Ben membalas senyum itu, lantas meraih kedua tangan Evelyn dan menggenggamnya.

"Tidak perlu berterima kasih, Sayang. Kau pantas mendapatkan ini semua," sahutnya dengan lembut. "Ah ya, masih ada satu lagi yang yang ingin kuberikan padamu."

Evelyn mengerutkan dahi. "Apa itu?"

Ben tersenyum penuh teka-teki, lalu merogoh saku kemejanya. Ia mengeluarkan sebuah kotak dari dalam. Kotak beludru berukuran kecil dengan warna merah pekat. Kemudian, Ben mengangsurkan kotak tersebut pada Evelyn.

"Apa ini, Ben?"

"Bukalah."

Perlahan, jari-jari Evelyn bergerak membuka kotak tersebut. Dan betapa terkejutnya ia saat menatap benda yang bertahta dengan manis di dalamnya. Sebuah liontin berhiaskan berlian yang dibentuk menyerupai tiara mungil. Cantik sekali.

"Ben, ini... indah sekali," Evelyn memandang liontin itu dengan takjub.

Ben tersenyum. Ia bangkit dari duduknya, lantas melangkah mendekati Evelyn. Diraihnya liontin itu, kemudian dipasangkannya pada leher istri cantiknya. Setelah selesai, ia lalu mengulurkan tangan, meminta Evelyn untuk berdiri. Perempuan itu menurut. Ia meraih uluran tangan Ben dan berdiri tepat di hadapan suaminya.

"Liontin ini sangat cocok untukmu," kata Ben dengan lembut. "Kau tahu, saat melihatnya, aku dan Angel segera mengangguk bersamaan."

"Angel?"

"Ya, dia yang membantuku menemukan ini untukmu."

"Ah, ya ampun. Malaikat kecilku manis sekali." Evelyn tersenyum senang. Dan senyumannya seketika menjalar pada wajah Ben yang tampan.

"Kau tahu mengapa kami memilih liontin berhiaskan tiara kecil ini?" tanya Ben kemudian.

Evelyn menggeleng. "Mengapa?"

Ben kembali tersenyum. Ibu jarinya bergerak lembut, mengelus jemari Evelyn yang berada dalam genggamannya.

"Tiara adalah lambang keindahan dari seorang ratu. Dan kau, adalah ratu bagi kami. Ratu tercantik dalam kerajaan kecil ini, keluarga kita. Kau harus tahu bahwa aku, sang raja, dan juga putra dan putri mahkota kebanggaan kita, mencintaimu dengan setulus hati. Dengan segenap jiwa dan raga kami." Rentetan kalimat itu diucapkan oleh Ben dengan nada pelan dan lembut, namun begitu menggema dalam telinga Evelyn. Menimbulkan ledakan bahagia dalam hatinya, kemudian meluap melalui setetes air yang jatuh dari sudut matanya.

Evelyn benar-benar bersyukur memiliki sosok suami seperti Ben. Di matanya, Ben adalah suami yang nyaris sempurna, terutama cara lelaki itu mencintainya. Ben tidak pernah ragu mengungkapkan rasa cintanya pada Evelyn, entah itu lewat tindakan maupun kata-kata. Ben juga selalu memberikan perhatian yang luar biasa padanya, menjaganya, mengusahakan kebahagiaannya, bahkan meski terkadang harus mengorbankan dirinya sendiri.

Evelyn masih mengingat dengan jelas hari-hari yang mereka lalui selama enam tahun belakangan, terutama saat dirinya tengah mengandung Oriel. Kala itu, Ben benar-benar berusaha keras menjadi suami yang baik untuk Evelyn. Lelaki itu tidak pernah lupa membuatkan susu untuknya, hingga memijat kaki dan punggungnya. Bahkan meski dirinya merasa lelah setelah bekerja seharianpun, Ben tidak peduli. Ia tidak pernah absen melakukan hal tersebut untuk istrinya tercinta.

Evelyn juga tidak dapat melupakan hari persalinannya, saat ia tengah berjuang melahirkan Oriel ke dunia. Kala itu ekspresi wajah Ben benar-benar panik dan cemas. Tidak sedetikpun ia meninggalkan Evelyn dari ruang persalinan. Lelaki itu bahkan merelakan tangannya terluka akibat cakaran Evelyn, sebagai pelampiasan atas sakit yang dirasakannya. Dan Ben berubah layaknya lelaki yang paling bahagia di dunia, saat akhirnya ia mendengar tangis bayi lelaki itu.

Oriel Gracio Davine Brown. Nama yang indah, yang memiliki arti malaikat pemberian Tuhan yang tercinta. Ben menyematkan nama itu padanya. Dan sama seperti Angel, Ben juga memperlakukan Oriel layaknya malaikat yang sangat ia cintai.

"Kau menangis lagi. Maafkan aku, Sayang." Ben berucap dengan nada menyesal seraya mengusap airmata Evelyn dengan lembut. Dan saat itulah, Evelyn memajukan tubuhnya, menubruk dada Ben yang bidang.

"Aku mencintaimu, Ben. Sangat mencintaimu," kata perempuan itu, dengan tangis yang kian pecah di pundak suaminya.

Ben membelai halus puncak kepala Evelyn "Aku tahu, sayang. Aku juga."

Ben dan Evelyn. Kedua insan itu saling berpelukan, dibawah sinar bulan yang seolah tampak tersenyum menyaksikan kebahagiaan mereka. Menyaksikan kehidupan pernikahan dua anak manusia, dengan akhir yang tidak pernah terduga.

Ya, awalnya pernikahan ini hanyalah pura-pura. Awalnya, mereka tidak pernah mengharapkannya. Tetapi, setelah melewati waktu yang cukup panjang bersama, melalui hari-hari yang penuh doa dan air mata, pada akhirnya, Ben dan Evelyn menyadari satu hal.

Bahwa Tuhan telah menciptakan pertemuan tidak terduga untuk mempersatukan mereka. Mengikat mereka dalam pernikahan yang sesungguhnya. Entahlah akan bagaimana kisah ini pada akhirnya, Ben dan Evelyn percaya bahwa cinta yang dimiliki keduanya, akan memampukan mereka menghadapi segala rintangan yang ada.

Dan kedua insan itu senantiasa berdoa, agar cinta yang mereka miliki tumbuh semakin kuat setiap harinya, hingga mereka menutup mata.

***

"Tak peduli seberapa besar kau mengharapkannya, jika dia bukan jodohmu, maka kalian tidak akan pernah bersatu. Sebaliknya, tak peduli seberapa kuat kau menyangkalnya, jika dia memang ditetapkan untukmu, maka waktu akan menumbuhkan cinta itu."

-Frisca Marth-

Continue Reading

You'll Also Like

16.2K 1.5K 19
(Romance-Comedy) [AZURA POV] πŸ”Ž Kata Enyak, "Pados itu mantu-able pisan, Ra. Kamu mending sama Pados aja, daripada sama pacar enggak jelasmu itu." Be...
937K 50.2K 34
-Baik buruknya seseorang terlihat dari cara seseorang memandang- EarlyCetta_2015
4.7M 219K 55
Lily Spencer dan Teddy Alexander akan menikah dalam satu bulan kedepan, namun ia harus membatalkan pernikahannya tersebut. Pernikahan impiannya harus...
521K 24K 23
Bertemu lagi dengan mantan yang kamu benci dan dia minta balikan lagi? bahkan keluargamu memaksa untuk bersamanya? inilah kisah seorang gadis yang su...