Cactus in Love

By OdeliaVallerie

40K 1.1K 106

Terkadang hidup tidak semulus itu. Di saat kamu pikir kamu telah punya segalanya, ternyata kamu malah tidak m... More

Prolog
Part 2 A
Part 2 B

Part 1

10.5K 321 37
By OdeliaVallerie

Holla Readers ^^

Kita kembali dengan new part Cactus in Love. Cerita ini lebih ringan dibanding GM dan kita harap kalian dapat menikmatinya tanpa memutar otak atau menguras emosi seperti ketika membaca GM. Hihihi Tapi tetep jangan lupa vote dan komen yaaa ^^

Happy reading readers ^^

***

“What? Kamu bakal dijodohin sama siapa??” pekik Rosalyn.

Joana diam sambil mememainkan ujung rambutnya. Ada kilau jahil di matanya ketika ia menatap dua orang sahabat cewek terbaiknya, Rosalyn dan Vannesa. Ia tahu mereka pasti akan terkejut, sama seperti dirinya sendiri.

“Namanya Seamus. Dan hanya ada satu Seamus yang sepadan dengan keluarga kami, seperti yang dikatakan oleh Dad tadi.” Ucap Joana sambil memutar bola matanya dengan gaya bosan, sedangkan Gary yang duduk di samping Joana langsung meringis mendengar perkataan gadis itu.

Rosalyn, gadis centil dengan rambut ikal kemerahan terlihat lebih shock mendengar berita itu dibanding Joana sendiri. Sejak tadi ia berkali-kali membuka dan menutup mulutnya seperti ikan koki yang kekurangan oksigen. Sedangkan Vannesa yang paling kalem diantara mereka hanya tersenyum seperti biasanya mendengar berita itu. Seakan senyumnya sanggup menyelesaikan masalah besar yang tengah Joana hadapi. Ini masalah besar! Masalah besar!! Bagaimana mungkin gadis itu masih bisa tersenyum? Pikir Joana dengan gemas. Kalau saja Joana tidak mengenal gadis itu sejak kecil, mungkin ia sudah menjambak rambut Vannesa sedari tadi.

Rosalyn, Vannesa dan Joana memang sudah saling mengenal sejak mereka masih berada di taman kanak-kanak. Persahabatan mereka ini bertahan hingga sekarang karena mereka selalu menempuh pendidikan di tempat yang sama. Selain itu, mereka juga berasal dari kalangan yang sama. Bila orangtua Joana memiliki usaha perhotelan di Singapura dan Indonesia, maka orangtua Rosalyn memiliki pabrik makanan dan minuman yang sudah terkenal sejak dahulu. Sedangkan untuk Vannesa, orangnya bergerak di bidang kontruksi dan properti. Selain kesamaan status sosial, mereka juga memiliki gaya hidup yang sama. Gemar akan barang-barang mewah, kehidupan malam, dan suka menjadi sorotan publik.

Meskipun manja dan menyebalkan, namun mereka bukanlah orang yang suka melakukan bully seperti yang biasa dilakukan anak-anak kaya raya pada umumnya. Ketiganya yakin dan percaya kalau bully hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak punya keseimbangan antara uang dan mental. Mereka juga menganggap kalau bully merupakan perlakuan hina, yang dilakukan oleh orang yang sama hinanya. Sebagai orang berpendidikan, tentu saja mereka tidak ingin dipandang hina. Setidaknya Joana, Rosalyn dan Vannesa masih bisa menggunakan benda lembek di dalam kepala mereka yang disebut dengan otak itu berguna secara maksimal. Meski tak jarang juga mereka melakukan hal-hal yang membuat orangtua mereka pusing. Bahkan lebih pusing daripada ketika harus membayar pajak penghasilan pada Negara. Ketiganya juga masih bisa memaklumi kesenjangan sosial dan tidak menjadikan hal itu sebagai batasan dalam bersosialisasi. Terbukti mereka bisa berteman baik dengan Gary yang sejak sekolah dasar selalu membuntuti mereka. Well, membuntuti Joana lebih tepatnya.

“Seamus Geraldo.” Ucap Vannesa sambil tersenyum simpul. Tidak perlu buku panduan untuk tahu segala sesuatu tentang Seamus sang Don Juan yang sudah terkenal di kalangan para sosialita di Jakarta. Bahkan mungkin di seluruh Indonesia, terutama di kalangan para pebisnis.

 “Yup.” Ucap Joana dengan nada final.

“Aku ingat kalau kau tidak tertarik pada pria itu.” Kenang Rosalyn sambil menyisir rambut ikalnya. Mereka sedang berada di dalam kamar Joana sekarang, melalukan pajama party, minus Gary tentunya karena Joana akan menendang bokong pria itu keluar dari kamar tepat pada pukul sebelas nanti. Saat ini Gary sedang keluar dari kamar karena ada telepon penting yang harus diterimanya. “Aku ingat ketika kita masih di sekolah menengah dan dia mengajakmu berdansa, dan kau menolaknya.” Rosalyn sedikit terkikik ketika mengatakan itu, teringat betapa murkanya Joana saat itu.

 “Well, kalau kau berdansa dengan laki-laki yang tak berhenti memperhatikan belahan dadamu atau meremas bokongmu sepanjang lagu… what can I say??” ujar Joana sambil lagi-lagi memutar bola matanya. Kebiasaan menyebalkan yang sulit dihilangkan.

“Jadi, bisa disimpulkan kalau Seamus ini tertarik padamu? Tapi kau akan menolaknya mentah-mentah?” Tanya Rosalyn lagi.

“Dunno. Belum tentu Seamus sudah tahu tentang perjodohan ini.” Ucap Joana sambil menatap bayangannya pada cermin dan tersenyum puas karena wajahnya masih secantik beberapa menit lalu ketika ia melihat cermin bundar tersebut. “Mungkin saja dia sudah berhenti menjadi playboy lalu punya pacar yang sangat dicintainya. Aku penasaran dengan reaksinya atas perjodohan ini.” Ucap Joana sambil melirik Vannesa yang baru saja melepaskan masker dari wajahnya.

“Atau bisa jadi dia tipikal anak Mami yang akan melakukan apapun permintaan orangtuanya, termasuk menerima perjodohan ini?” Balas Vannesa berlagak terkejut. Matanya yang indah melebar dengan sempurna sedangkan bibirnya sedikit terbuka, namun mereka tidak akan melewatkan sinar matanya yang jenaka. Tawa ketiganya langsung meledak memenuhi kamar bernuansa pink tersebut. Joana dan Rosalyin menimpuk Vannesa dengan boneka-boneka bantal yang lembut karena sudah mengeluarkan ekpresi anehnya ditengah percakapan serius mereka.

“Well, mungkin tidak banyak berita tentang Seamus yang kita ketahui karena dia menempuh pendidikan di Amerika dan baru kembali tahun lalu.” Ucap Rosalyn sedikit berteriak agar perhatian kedua temannya kembali padanya. Joana dan Vannesa yang masih cekikikan menoleh pada Rosalyn yang mengibaskan rambut panjangnya dengan lagak sombong. “Tapi kalian pasti tahu tentang Flin Geraldo bukan?” Lanjut Rosalyn sambil mengacungkan majalah dengan cover Flin di depannya. Joana dan Vannesa langsung memekik dengan antusias dan merebut majalah tersebut dari tangan Rosalyn.

“Look at him!! Aku tidak akan menolak bila seseorang mengatur perjodohanku dengan duda ganteng ini.” Ucap Vannesa sambil memeluk majalah tersebut dengan gaya dramatis yang mengundang tawa dari Joana dan Rosalyn.

Siapa yang tidak kenal pada Flin? Saudara tertua Seamus Geraldo yang memiliki image lebih baik daripada Seamus sendiri. Flin menyelesaikan pendidikannya di Indonesia, itulah mengapa ia lebih dikenal daripada Seamus yang menghabiskan waktunya untuk bersekolah di luar negeri. Selain itu, Flin lebih dikenal karena prestasinya, bukan skandal menghebohkan seperti Seamus.

Flinston Geraldo. Pria yang membuat semua gadis patah hati ketika beberapa tahun lalu ia memutuskan untuk menikahi Catrine Olivia yang merupakan model cantik sekaligus objek mimpi basah semua laki-laki di Indonesia. Karir Olivia sedang melesat saat itu, begitu juga dengan Flin yang sukses menjalankan usaha perhotelan yang dikelolanya. Pesta pernikahan mereka diadakan secara besar-besaran dan mewah. Membuat Joana yang juga merupakan tamu undangan merasa yakin kalau malam pesta tersebut merupakan salah satu malam terbaiknya, karena ia merasa layaknya berada di surga pada saat itu. Ia selalu berharap suatu saat nanti ia akan menikah dengan pesta semegah dan seromantis itu.

Joana masih di sekolah menengah saat itu, dan menurut tebakannya, Flin berusia 25 tahun saat ia melangsungkan pernikahannya. Sejak hari itu pula Joana jatuh cinta dan memiliki pangeran impian baru. Bukan, Joana bukan jatuh cinta pada Flin, melainkan pada kisah romantisnya bersama Olivia.

Ia jatuh cinta pada bagaimana ekspresi Flin melembut ketika menatap Olivia. Atau ketika Flin seakan membeku pada dunianya sendiri hanya karena melihat senyuman Olivia. Ia juga jatuh cinta pada tatapan Flin yang selalu mengawasi Olivia lewat sudut matanya. Siapapun akan tahu kalau kedua orang itu jatuh cinta. Dan Joana mengingatkan dirinya sendiri bahwa ia harus menemukan cinta sejatinya seperti itu juga.

Dan nantinya ia akan lebih bahagia dari pasangan itu.

Dan ketika berita kecelakaan itu akhirnya sampai di telinganya, Joana tahu bukan hanya Flin saja yang patah hati. Bahkan ia juga merasakan patah hati yang sama. Olivia meninggal dalam kecelakaan saat perjalanan ke Bali untuk pemotretan dan kabarnya ia sedang mengandung saat peristawa naas itu terjadi, menambah perih bagi setiap orang yang ditinggalkan.

Sejak saat itu kilau mata dimata Flin hilang. Ia tetap tampil seperti biasanya, namun kini pria itu terlihat begitu jauh dan tak terjangkau. Seakan sebagian dari hatinya ikut terkubur bersama jasad Olivia. Dan Joana cukup yakin kalau bukan hanya ia sendiri yang menyadari perubahan Flin tersebut.

Sentuhan lembut ditangannya membuat Joana tersadar dari lamunannya. Gary menatapnya dengan pandangan khawatir, entah sejak kapan pria itu kembali dari aktivitas menelpon tadi. Joana melihat ke sekeliling. Vannesa sedang fokus membaca artikel Flin yang ada di majalah sedangkan Rosalyn sedang menggulung rambutnya menggunakan rol rambut.

“What are you thinking about, princess?” bisik Gary sambil mengusap-usap lembut lengan Joana.

Gary memang selalu memanggilnya princess kalau hanya sedang berdua dengan Joana. Joana selalu suka dengan sentuhan-sentuhan ringan Gary di kulitnya. Membuatnya merasa...ntah lah. Terkadang Joana merasa Gary selalu memujanya. Terlalu memujanya. Terkadang ia juga merasakan sakit kalau memikirkan tentang perasaan diantara mereka yang tak bisa bersatu. Tapi Joana selalu bisa menghindari rasa sakit itu. Ia selalu memangkas perasaannya pada laki-laki ini sebelum menjadi semakin bertambah.

Mereka duduk berdekatan di sofa. Gary melingkarkan lengannya di kepala sofa dibelakang Joana. Mereka saling berbisik. Joana tahu Rosalyn dan Vannesa pura-pura sibuk untuk memberikan kesempatan dia dan Gary berbicara. Sepanjang perjalanan tadi memang Joana sudah menjelaskan secara singkat tentang perjodohan ini. Dan sepanjang jalan Gary hanya diam mendengarkan.

“Dunno. Hanya teringat Flin dan Olivia.” Jawab Joana jujur. Dia tidak pernah menyembunyikan apapun pada Gary, termasuk khayalannya tentang cinta sejati.

Gary hanya menghela nafasnya. Masih segar dalam ingatannya jawaban Gary saat pertama kali ia melontarkan khayalannya itu. Its suppossed to be me and you.

Joana berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah balkon apartemennya. Dari sini ia bisa melihat pemandangan kota Jakarta, terutama pada malam hari dimana kerlap kerlip lampu mengalahkan terangnya bintang di langit. Gary menyusulnya dan memeluknya dari belakang. Sesaat mereka hanya diam memperhatikan pemandangan di depan mereka. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Kau tahu, pertama kali kau menunjukkan pemandangan ini padaku, apa yang aku pikirkan?” Tanya Gary memecah keheningan diantara mereka.

“Kau pasti berpikir kalau aku jauh lebih cantik dari pemandangan ini. Atau pemandangan manapun. Ngaku!!” canda Joana sambil tertawa kecil.

“Hampir benar. Walau kau sangat narsis sekali, kelinci kecil!” balas Gary sambil tersenyum dan menjawil hidung Joana. “Well, saat itu kau dengan polosnya bilang kalau kau memilih apartemen ini, di lantai ini, di kamar ini karena pemandangannya. Kau dengan bangganya menunjukkan pemandangan malam Jakarta yang mirip dengan taburan emas pada beludru hitam. Malam itu aku tau kau ternyata tukang gombal juga ya.”

“Belum pernah dilempar ke bawah dari lantai 20 ya?” Ancam Joana mendengar ejekan Gary, yang hanya dibalas Gary dengan semakin mengetatkan pelukannya pada Joana.

“Well, nggak sampai satu menit kamu bukannya menatap kagum pada pemandangan dihadapanmu, tapi malah menatap ke atas. Ke langit malam. Dan aku tau kau terpesona dengan bintang-bintang di langit malam. Jauh lebih terpesona daripada lampu-lampu jalan itu, princess.”

“Dan saat itulah aku tau. Kau sebenarnya sesederhana itu. Sesederhana langit malam yang penuh bintang. Itulah dirimu yang sebenarnya. Dan aku tahu kalau aku jatuh cinta padamu.”

Joana hanya diam sebelum akhirnya tersenyum. Ia membalikkan tubuhnya dan menghadap Gary, persis seperti malam itu, malam pertama kali mereka di sini, di balkon ini. Gary mengusap wajah Joana dan menyelipkan anak rambut Joana ke belakang telinganya. Mengulang kembali kejadian waktu itu.

Lama keduanya terdiam dalam posisi seperti itu. Kemudian Joana menutup matanya dan membiarkan Gary menciumnya. Sekali lagi. Untuk yang terakhir kali, begitu pikirnya setiap kali ia berciuman dengan Gary. Ia selalu merasa setiap hari adalah hari perpisahan.

Ketika akhirnya mereka melepaskan ciuman mereka, Joana hanya bergumam, “Saat itu aku hanya ingin bersamamu. Seandainya kita bisa bersama. Aku ingin kita selalu bersama. Tapi malam itu, keinginan di balik ciuman itu, aku mengucapkan selamat tinggal padamu Gary. Walau tahu aku akan selalu kembali kepadamu lagi di pagi harinya. Aku selalu merasa setiap malam adalah hari perpisahan kita. Ini tidak akan berhasil.”

Hanya itu yang Joana ucapkan sebelum kembali ke kamar dan meninggalkan Gary sendirian dengan bintangnya, langit malamnya dan perasaan cintanya.

***

“Café di hotel? Toko kue sendiri? Are you sure about this, sis?” Tanya Sarah ragu.

Sore itu Sarah sengaja pulang ke rumahnya untuk membicarakan hal ini dengan Sandra. Ibunya sudah setuju, bahkan sangat bersyukur dengan adanya kesempatan tersebut. Sonya, ibu mereka, bahkan merasa doanya sudah dijawab Tuhan untuk membuat anaknya berhasil. Ia begitu optimis dengan segala hal yang disampaikan Sandra mengenai seorang pria yang ingin membantu mereka membuka usaha pai susu agar lebih maju lagi tanpa menanyakan identitas pria baik tersebut.

“Orang itu tadi datang ke kedai dengan pengacaranya. Itu bukan hotel miliknya, tapi milik kakaknya. Kakaknya sudah setuju, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Pengacara itu menjelaskan beberapa hal. Pada dasarnya semuanya masuk akal dan cukup menguntungkan untuk kita, Sarah.” jelas Sandra tanpa berusaha menyembunyikan binar di matanya.

Sarah yang masih terlihat ragu sibuk membaca kontrak kerja yang disodorkan Sandra. Sandra memang belum menandatangani apapun, ia mengatakan masih harus mendiskusikan hal ini lebih dalam lagi. Dan sepertinya orang itu mengizinkan Sandra untuk berpikir.

“Jadi dia hanya pembeli yang baru sekali membeli pai mu dan langsung suka? Bahkan menawarkan akan membantumu membuka toko kue sendiri? Katakan padaku Sandra, setampan apa pria ini sampai kau begitu antusias dengan ide aneh ini.” Tanya Sarah masih tetap ragu dan berusaha menggoda kakaknya.

“Well, memang ini aneh. Dan yah, dia memang sangat tampan. Kau akan jatuh cinta padanya Sarah. Mengingat kau sangat mudah jatuh cinta. Tapi you know me lah, aku nggak peduli soal cinta. Bagiku hanya ada kau dan ibu.” Balas Sandra sambil tersenyum menatap ibunya, tetap bersemangat tanpa menyadari Sarah yang sedang menggodanya.

Sarah hanya tersenyum mendengarnya. Malp Hotel, pikirnya. Hotel besar milik keluarga Geraldo. Wait, what? Keluarga Geraldo??? Ini kan nama keluarga Om Abel.

Samar-samar diingatnya Om Abel pernah menceritakan tentang keluarganya. Ia punya dua orang anak. Tapi Sarah tidak ingat siapa namanya. Tapi Om Abel tahu siapa Sandra, tidak mungkin ia menyetujui hal ini, hal yang bisa membuat perselingkuhan mereka terbongkar. Atau ini anak kakaknya Om Abel? Kalau tidak salah namanya Alexander Geraldo.

“Kak, jadi siapa nama pria itu tadi? Yang datang ke kedai?” tanya Sarah mendadak cemas.

“Seamus. Seamus Geraldo. Dia datang bersama pengacaranya, Mr.Roberto Agashy. Kenapa memangnya?” tanya Sandra tanpa curiga sedikitpun dengan perubahan suara Sarah.

“Dia tidak menyebutkan nama orang tuanya atau nama kakaknya?” tanya Sarah lagi.

“Di kontrak itu ada nama kakaknya. Flinston Geraldo. Kalau nama orang tuanya aku tidak yakin dia menyebutkannya.” Kata Sandra sambil mengerutkan keningnya berusaha mengingat.

“Menurutku kau harus memikirkannya lagi kak. Ini mencurigakan. Bagaimana kalau mereka mencoba menipu kita atau apa. Apakah mereka meminta sesuatu sebagai bayaran?” tanya Sarah berusaha membuat alasan yang akan membuat Sandra menolak penawaran ini.

“Nggak Sarah. Ini bener-bener free. Kita hanya perlu datang ke cafe itu dan memajang pai-pai kita. Semua biaya akan ditanggung mereka. Untuk pembagian hasil kau bisa liat di kontrak. Fifty-fifty. Karena katanya harga disana pai kita akan jauh lebih mahal, maka keuntungan kita pun dijamin akan lebih banyak.” Jelas Sandra lagi.

“Mereka memang menganjurkan kita untuk melakukan inovasi pada bentuk pai tersebut agar sesuai dengan citra mewah hotel tersebut, dan juga agar kita mengembangkan citarasa pai ini untuk mencegah kebosanan. Hanya itu.” Lanjut Sandra bersemangat.

“Tapi tetap saja kau harus memikirkanya lagi. Berjanjilah padaku.” Pinta Sarah. Sandra hanya bisa mengangguk terhadap permintaan adik semata wayangnya tersebut dan menghela nafas karena setelah pembicaraan itu Sarah langsung kembali ke kampusnya.

Sepeninggal Sarah, hanya tinggal Sandra dan ibunya di rumah itu. Sarah memang lebih memilih menyewa kos-kosan dekat kampusnya dari pada tinggal dengan mereka. Menghemat ongkos, itu alasan Sarah dulu. Jadilah hanya tinggal Sandra dan ibunya di rumah mungil mereka.

Ayah mereka telah lama meninggal karena kecelakaan. Saat itu Sandra masih berumur 4 tahun sedangkan Sarah 2 tahun. Ayah dan Ibunya telah menabung untuk biaya pendidikan mereka, sehingga mereka masih bisa bersekolah meskipun hidup pas-pasan. Untuk kuliah, mereka mengandalkan beasiswa karena uang pendidikan tersebut sudah semakin menipis. Selain itu, keduanya juga mengambil pekerjaan paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan mereka selama kuliah karena tidak mungkin mereka meminta semuanya pada Ibu mereka yang sudah mulai menua.

Ibu mereka terpaksa menjadi pembantu rumah tangga di rumah mantan bos ayahnya. Selain itu, ia juga menjadi tukang cuci dari rumah ke rumah untuk menambah penghasilannya. Saat itu Sonya sangat bersyukur bisa mendapat pekerjaan sehingga dapat menghidupi kedua anaknya.

Kehidupan mereka begitu berat namun Sandra dan Sarah adalah dua gadis yang cerdas. Dengan berbagai cara mereka berusaha meringankan beban Ibunya. Mulai dari mencari beasiswa untuk pendidikan mereka, atau dengan bekerja part time agar Ibu mereka tidak perlu memberikan mereka uang jajan. Kehidupan yang keras membuat mental keduanya tumbuh lebih cepat dibandingkan anak-anak seusianya.

Ketika kuliah Sarah mendapat beasiswa bersekolah di salah satu kampus bergengsi di Jakarta. Sandra sempat khawatir dengan pilihan Sarah karena takut adiknya itu tidak punya teman di sekolah yang hanya berisi anak-anak kalangan atas saja. Namun Sarah punya tekad besar untuk memperbaiki kehidupannya, sehingga ia memutuskan masuk ke kampus itu. Sedangkan Sandra yang sederhana memilih untuk kuliah di universitas negeri yang menurutnya dimana ia bisa berbaur dengan siapa saja, mengingat jenjang sosial tidak terlalu menjadi masalah besar disana.

“Kamu akan menerimanya kan, Sandra? Firasat ibu mengatakan kau harus menerimanya.” Pinta ibunya. Mereka sedang berbaring dalam diam di kamar tempat mereka berbagi tempat tidur.

Sandra membalikkan badannya menghadap ke Ibunya yang langsung menggenggam tangan Sandra. “Ibu selalu merasa bersalah tidak bisa memberikan kehidupan yang nyaman untuk kalian. Sejak kecil kalian selalu membantu ibu. Kalian tidak pernah bisa bersenang-senang.” Ujar Ibunya sedih.

“Nggak ma, Sandra bahagia kok dengan keluarga kecil kita. Sandra sudah puas dengan ini semua. Mama jangan khawatir ya.” Balas Sandra berusaha menenangkan Ibunya.

“Perasaan Sandra mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja kok. Mungkin Sarah ragu karena takut tertipu, tapi Sandra akan tetap menerima tawaran ini. Seamus sepertinya orang baik.” Ujar Sandra lagi.

“Sandra ingin membuat mama bangga dengan Sandra. Sandra mau mama berhenti bekerja nantinya. Mama di rumah saja. Lihat, telapak tangan mama kasar begini. Aku ingin mama lebih merawat diri lagi. Perhatikan kesehatan mama juga ya.” Lanjutnya.

“Kau tahu kan majikan mama begitu baik pada mama. Mama tidak ingin jadi beban kalian juga nak.”

“Ma, mama tidak pernah jadi beban. Besok aku akan menemui orang itu dan melakukan kesepakatan.” Balas Sandra dengan nada final, lantas memeluk tubuh kurus Ibunya yang berbalutkan daster kumal yang mulai kehilangan warna karena terlalu sering dicuci dan dipakai. Tekad Sandra bulat. Ia harus mengambil kesempatan ini apapun resikonya.

***

“Seamus Geraldo? Dia anak kakakku, Alexander Geraldo. Dan kau bilang tadi dia mau melakukan apa?” tanya Abelardo.

Dia dan Sarah baru menyelesaikan satu ronde panas di ranjang. Sarah kemudian teringat akan Sandra dan langsung menanyakannya. “Dia menawarkan kakakku untuk membuka cafe di Malp Hotel. Bahkan dia membawa pengacara untuk menemui kakakku.” Jelas Sarah lagi.

“Malp Hotel bukan tanggung jawab Seamus, Flin yang menjalankannya. Flin kakak Seamus. Aneh sekali kalau Seamus mau ikut campur masalah hotel.” Jawab Abelardo.

“Well, Sandra bilang Flin juga sudah menyetujui semuanya. Bahkan orang tua mereka sudah menyetujuinya juga.” Jelas Sarah lagi.

Abelardo mengetatkan pelukannya pada Sarah sambil mendesah pasrah. “Entahlah sayang, mungkin memang Seamus melihat peluang yang bagus. Mungkin ke depannya prospek pai susu kalian bisa lebih baik. Seamus memang pandai mencari peluang bisnis.” Jelasnya lagi sambil membelai-belai rambut Sarah.

Sarah merapatkan dirinya dalam pelukan Abelardo, menyurukkan kepalanya ke leher pria itu dan menghirup aroma parfumnya dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya yang masih ragu dengan Seamus. “Apa om yakin tidak ada niat tersembunyi? Bagaimana kalau hubungan kita terbongkar karena hal ini?” Tanya Sarah cemas.

“Everything will be fine, sweetheart. Kamu jangan khawatir. Seamus biasanya tidak berburu gadis seperti kakakmu. Bukannya kakakmu tidak menarik, hanya saja dia terlalu polos. Dan mengenai pai susu, dulu kan aku sudah bilang mau mendanai kalian untuk kedai yang lebih besar dari itu, tapi kau selalu menolaknya.”

“Well, aku tidak mau terlalu banyak merepotkanmu. Dan aku takut hubungan kita terungkap dan kita tidak bisa bersama lagi.” Jawab Sarah dengan nada manja dan kembali memeluk Abelardo dengan lebih erat lagi. Abelardo hanya tersenyum menanggapi ulah Sarah. Ia merasakan kejantanannya kembali mengeras karena Sarah bergelayutan di tubuhnya.

Ia mungkin memang sudah kepala lima, tapi fisiknya masih jantan dan kuat. Darah Spanyol dalam dirinya dan pola hidup yang sehat membuatnya terlihat lebih muda 20 tahun dari usianya. Dan untuk urusan ranjang, ia masih sangat ganas dan memuaskan.

“Jangan khawatir, sayang. Aku akan mengaturnya. Kita tidak akan berpisah. Aku terlalu mencintaimu untuk berpisah denganmu.” Ucapnya menenangkan Sarah. Diciumnya puncak kepala gadis itu. Mungkin memang cinta ini salah, terlarang. Tapi ia yakin Sarah juga merasakan hal yang sama terhadapnya.

“Aku tidak akan memaafkannya kalau dia berani berbuat macam-macam pada Sandra. Aku tidak peduli meskipun dia keponakan om sekalipun.” Kata Sarah mengancam. Abelardo mengangkat wajah Sarah agar menatap matanya.

“Aku juga tidak akan membiarkannya Sarah sayang. Aku tidak akan membiarkan kau dan orang-orang yang kau sayangi terluka.” Ucapnya kemudian mengecup pelan bibir Sarah yang cemberut. Sarah melunak. Ia tersenyum diperlakukan semanis itu.

“Aku dengar Seamus akan dijodohkan. Calista yang sedang sakit-sakitan ingin segera menimang cucu. Flin jelas tidak bisa diharapkan. Maka Seamus lah satu-satunya jalan.” Ucap Abel setelah yakin mood Sarah telah kembali membaik.

“Flin yang istrinya meninggal karena kecelakaan itu?” Tanya Sarah.

“Iya. Sepertinya hatinya ikut mati bersama Olivia. Kasihan dia. Padahal mereka belum lama menikah. Belum lama merasakan surga dunia.” Goda Abelardo sambil meremas bokong Sarah. Sarah tersenyum dan merasakan kejantanan Abelardo yang mulai mengeras lagi.

“Om cabul deh.” Katanya dengan wajah cemberut, namun ada kerlingan nakal dimatanya.

“Aku mau tidur aja om, cape.” Kata Sarah pura-pura menguap. Ia melepaskan diri dari pelukan Abelardo dan memunggungi pria itu, pura-pura terlelap.

“Okay, nite sweetheart.” Kata Abelardo pura-pura setuju. Ia kemudian memeluk Sarah dari belakang. Tangannya memegang payudara Sarah. Mengelus-elus putingnya dengan lembut.

“Hello, I’m trying to sleep here. Kalau tangan om terus disitu bagaimana aku bisa tidur?” Tanya Sarah sambil cekikikan.

“Sarah sayang, nggak ada juga orang tidur sambil menggesek-gesekkan bokongnya ke kemaluan orang seperti yang sedang bokongmu lakukan ini.” Balas Abelardo sambil menepuk bokong Sarah. Sarah makin cekikikan.

Abelardo kemudian menarik Sarah, menindihnya dan menciumnya dengan ganas. Kejantanannya sudah begitu keras dan butuh pelepasan. Mereka berciuman dengan panas dan kembali memasuki pergulatan panas di ronde kedua.

***

“Look at that bitch. Turtle neck, eh? Pasti mau sembunyiin bekas jual diri semalem.” Cibir Rosalyn melihat Sarah memasuki kelas dengan baju turtle neck kuning mentega dan celana panjang hitamnya. Joana disampingnya hanya menatap Sarah dengan pandangan mencela. Dan Vannesa hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan malas melihat kelakuan kedua sahabatnya itu.

Lupakan segala akal sehat dan omong kosong lainnya tentang kehidupan kampus yang sehat tanpa bullying. Sarah tidak termasuk di dalam kamus anti bullying Joana dan Rosalyn.

Kalau Rosalyn membenci Sarah karena dulu hampir semua gebetan Rosalyn menyukai Sarah, alasan Joana membenci Sarah mulanya adalah karena Sarah berhasil mengalahkannya dalam pemilihan ketua kelas ketika semester satu lalu. Ipk Sarah juga lebih tinggi 1 point dibanding Joana dan dalam pemilihan Miss Kampus, Sarah lebih unggul 3 suara, menjadikan Sarah Miss Kampus dan Joana sebagai runner up. Bagaimana mungkin ia bisa dikalahkan oleh gadis yang masuk kampus ini pun karena beasiswa. Bukannya bermaksud merendahkan sih, tapi kan tetap saja!

Pokoknya Joana cinta damai. Bila dunia ini tidak ada Sarah tapinya.

Oke mungkin Joana terdengar kekanak-kanakan, tapi ia benci dikalahkan. Ia benci menjadi nomor dua. Harga dirinya terusik, terlebih lagi ketika Gary berpacaran dengan Sarah. Hanya Tuhan yang tau apa alasan Gary memilih wanita itu ketimbang puluhan wanita lain yang ada di kampus ini. Gary bilang karakter Sarah mirip dengannya. Joana tidak mengerti apa maksud Gary. Kenapa juga Joana harus mirip dengan gadis yang paling dibencinya di kelas ini, bahkan di kampus ini?

Sarah terlihat cuek dan mengeluarkan sebuah novel dari tasnya. Ia membaca dalam diam, berusaha mengacuhkan cibiran Rosalyn.

“Paling juga baca novel bokep.” Ujar Rosalyn dengan suara yang lebih kencang. Beberapa mahasiswa lain mulai menoleh dan memperhatikan mereka. Ntah ada setan apa dalam Rosalyn pagi ini. Rosalyn memang sangat membenci Sarah, bahkan melebihi perasaan benci Joana pada Sarah.

“Biasa, buat praktek nanti malem.” Tambah Rosalyn lagi. Oke, mungkin ini sudah keterlaluan, pikir Joana. Joana baru saja akan menarik Rosalyn pergi ketika ia melihat Sarah dengan keras membanting novelnya dan berjalan kearah mereka. Joana mengurungkan niatnya dan menatap Sarah dengan pandangan dingin.

Sarah berhenti di depan mereka dan tanpa disangka-sangka ia membuka kaus turtle neck nya. Pekikan kaget datang dari sekeliling mereka. Beberapa mahasiwa cowok bahkan bersiul-siul menggoda melihatnya, sedangkan Rosalyn dan Joana menganga dan menatap dengan pandangan tidak percaya dengan pemandangan di depan mereka. Vannesa hanya memutar bola matanya. Namun ternyata Sarah memakai kaus ketat berkerah rendah di dalam turtle necknya.

“Did you see any marks on my neck, Miss Mileo?” Tanya Sarah pada Rosalyn yang hanya membuang mukanya.

“Did you?” Tanya Sarah pada Joana sekarang. Joana hanya mendengus sebal.

Sarah tidak menunggu jawaban apapun. Ia segera kembali ke tempatnya dan memasukkan kausnya tadi ke dalam tasnya sambil tersenyum puas. Puas bisa membuat gadis-gadis iseng itu terdiam. Kalau ada orang yang bisa mengalahkan para gadis manja itu, sudah pasti Sarah orangnya.

***

“Kau harusnya ada di sana Gary dan melihat kelakuan pacarmu!! Dia bahkan tidak malu membuka bajunya di dalam kelas!” pekik Rosalyn marah pada Gary. Siang itu mereka kembali berkumpul di apartemen Joana. Malamnya Joana akan bertemu untuk makan malam dengan orang tuanya dan orang tua Seamus.

“Aku nggak habis pikir kau masih mau bertahan dengannya dengan semua kelakuan jalangnya itu.” Joana menambahkan sambil memutar bola matanya. Ia tidak bisa bergerak terlalu banyak karena sedang memakai masker pada wajahnya.

“Well, aku sudah mendengar cerita lengkapnya dari Sarah, ladies. Dan kalian yang menggodanya lebih dulu. Sarah hanya melakukan pembelaan.” Ujar Gary santai sambil tertawa.

“Pembelaan katanya? Dengan membuka bajunya di depan kelas? Really Gary?” Tanya Rosalyn menaikkan suaranya satu oktaf lebih tinggi. Ia hampir saja melemparkan sisir yang sedang dipakainya pada Gary. Rosalyn tergila-gila pada sisir. Menurutnya rambut ikalnya sangat sulit diatur dan ia tak bisa hidup tanpa sisir.

“Pasti dia melebih-lebihkan cerita. “ ujar Joana tidak mau disalahkan.

“Well, aku juga mendengar cerita lengkapnya dari Vannesa dan seratus persen sama. Kecuali jika Vannesa kini berada di pihak Sarah…” balas Gary sengaja menggantung kalimatnya.

Joana dan Rosalyn menatap Vannesa dengan tatapan membunuh. Vannesa mengangkat wajahnya dari majalah yang sedang dibacanya, memasang wajah polosnya dan hanya menggangkat bahu, “Girls, aku hanya menceritakan kejadian yang sesungguhnya.”

Rosalyn mendesah kesal. “Aku tidak yakin dia masih perawan. Pasti dia sudah tidur dengan setiap lelaki yang menjadi pacarnya.” Kata Rosalyn dengan suara pelan. Ia kemudian mengambil keripik kentang disamping Vannesa dan mulai melahapnya. Satu hal yang membuat Joana dan Vannesa iri adalah Rosalyn sangat sulit untuk gemuk, sebanyak apapun yang ia makan, timbangannya tetap stabil.

“Rose, pacarnya ada di depan kalian loh. Dan aku berani bersumpah kalau aku belum pernah menyentuhnya.” Kata Gary dengan gaya bersungguh-sungguh yang palsu, terlihat sekali ia menahan tawanya.

“Joana akan membunuhmu kalau kau berani macam-macam dengannya, Gary.” Ujar Rosalyn sambil tertawa.

Hubungannya dengan Sarah dan Joana memang rumit. Ia mencintai Joana tanpa ragu. Namun ia tidak bisa bersama dengan Joana karena keadaan yang tidak mengizinkan. Joana pun tidak pernah mempermasalahkan dirinya memiliki pacar, walau ketika tahu kalau Sarah yang menjadi pilihan Gary, Joana sempat mogok bicara dengannya selama seminggu. Hubungannya dengan Joana hanya sebatas sahabat. Okelah, sahabat dengan sedikit skinship. Dan ciuman beberapa kali.

Gary bisa melihat Joana dalam diri Sarah. Mereka berdua sama-sama ambisius, cenderung perfeksionis. Joana tidak akan pernah berhenti mengejar apa yang menjadi keinginannya, begitu juga Sarah. Dan keduanya sama-sama butuh pengakuan. Keduanya sama-sama tahu apa yang mereka inginkan dalam hidup mereka walau kadang Gary merasa mereka berdua gadis paling kebingungan dengan diri mereka sendiri, yang pernah Gary temui.

Gary memilih Sarah karena mereka berasal dari kalangan yang sama. Mereka sama-sama penerima beasiswa untuk masuk ke kampus bergengsi ini. Ibunya bekerja sebagai sekertaris pemilik kampus ini. Jadi sejak kecil ia bisa bersekolah gratis karena selain kampus ini, bos Ibunya memiliki yayasan pendidikan yang mengelola lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak sampai ke bangku universitas. Keluarganya yang kecil hanya terdiri dari ia dan Ibunya saja. Gary anak tunggal dan ayahnya telah lama meninggal.

Sarah masuk ke universitas ini karena beasiswa juga. Kalau identitas Gary sebagai penerima beasiswa hanya diketahui oleh Joana mulanya yang lalu bocor ke Rosalyn dan Vannesa, tidak begitu dengan Sarah. Namanya ada di papan pengumuman di loby kampus, sebagai sepuluh besar penerima beasiswa karena mendapat nilai UN yang mengagumkan semasa SMA.

Dan parahnya, ia yang paling tidak mampu atau paling miskin diantara ke sepuluh anak tersebut. Kalau bukan karena kepintaran dan kecantikannya, tidak akan ada yang mau berteman dengannya.

Gary tahu betul bagaimana karakter anak-anak orang kaya disini. Ia telah bersama mereka hampir seumur hidupnya sejak di sekolah dasar. Kebanyakan dari mereka suka membully yang lemah dan pamer kekayaan.

Beruntung baginya dapat berteman dengan Joana and the gank karena mereka tidak seperti itu. Well, mungkin naluri mereka sebagai wanita saja yang membuatnya selalu membully Sarah karena merasa tersaingi. Bagi mereka Sarah selalu masuk dalam daftar pengecualian.

“Baju mana yang sebaiknya aku pakai?” teriak Joana di depan lemari pakaiannya. Ia telah membersihkan masker diwajahnya dan mulai melempar keluar semua gaun-gaun yang ia miliki dari dalam lemari. Rosalyn berlari ke arahnya dengan semangat dan membantunya memilih. Vannesa meletakkan majalah yang sedang dibacanya dan ikut bergabung juga. Hanya Gary yang diam di sofa yang ia duduki sejak tadi dan mulai mengambil posisi untuk tidur.

“Bangunkan aku kalau kalian sudah selesai.” Ujar Gary dengan malas dan menutup matanya.

Continue Reading

You'll Also Like

375K 28.9K 37
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini ⚠️⛔ Anak di bawah umur 18 thn jgn membaca cerita ini. 🔞⚠️. ...
1.8M 87.1K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
7.1M 349K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
437K 27.2K 55
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...