[UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!]
Happy reading...
*****
"Permisi Bu."
"Silahkan duduk, Rin." Rina mengangguk lalu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan atasannya.
"Begini Bu Anna, maksud kedatangan saya kesini, saya ingin menyampaikan kalau saya akan mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai sekretaris disini." Anna terkejut saat mendengar ucapan dari sekretarisnya.
"Kenapa tiba-tiba sekali Rin?" tanya Anna untuk mengetahui lebih dalam lagi alasan Rina untuk mengundurkan diri.
"Suami saya ada pekerjaan yang harus diurusi di luar kota, dan saya harus ikut. Kemungkinan besar saya akan lama disana Bu," jelas Rina dan
Anna mengangguk paham.
Anna menghela napas pendek. "Begini, saya tidak akan melarang keputusan kamu untuk mengundurkan diri, tapi saya sedikit kecewa kalau kamu mengundurkan diri. Padahal kerja kamu selama menjadi sekretaris saya sangat bagus," Anna menjeda ucapannya. "tapi tak apa, saya menghargai keputusan kamu." Jawaban Anna membuat Rina merasa legah.
"Terimakasih Bu Anna," ucap Rina sambil tersenyum ramah.
"Apa bisa kamu bekerja beberapa hari lagi sambil menunggu pengganti baru kamu?"
Rina mengangguk. "Bisa Bu."
*****
"Oh ya, kemarin malem lo mau curhat apa Ya?" tanya Fia pada Cia. Mereka masih berada di kelas dan hendak pergi ke kantin.
"Enggak jadi deh," jawab Cia. Karena Fia tipe orang yang tidak suka memaksa, akhirnya dia hanya mengangguk saja.
"Hai Cia, apa kabar?" tanya seseorang yang tiba-tiba sudah berada di depannya. Orang itu tersenyum padanya.
Cia berusaha untuk tersenyum. "Baik. Lo sendiri?" tanya balik Cia basa-basi dan tak berminat.
"Seperti yang lo liat." Fia yang melihat interaksi mereka berdua terheran. Percakapan mereka seperti orang yang sudah lama tak bertemu dan berarti mereka sudah saling mengenal.
"Oh ya, kenalin ini Fia," ujar Cia memperkenalkan Fia pada cewek itu.
"Keira," sapa orang itu sambil menjulurkan tangannya dan disambut oleh Fia. "Fia," jawabnya.
"Kita mau ke kantin, lo mau gabung?" Cia merutuki dirinya sendiri kenapa dia tiba-tiba bertanya seperti itu. Itu di luar dugaannya, dia mengira Keira akan menolaknya, tapi ternyata tidak.
"Boleh," jawab Keira sambil mengangguk. Cia pun hanya bisa tersenyum pasrah, lalu mereka bertiga bergegas untuk pergi ke kantin.
*****
"Ohh...Jadi kalian udah saling kenal?" ujar Fia saat Cia menceritakan kalau Keira adalah teman kecilnya dulu. Cia hanya mengangguk mengiyakan, sedangkan Keira. Gadis itu seperti sedang mencari-cari seseorang. Saat ini mereka sedang berada di kantin.
"Oh ya, daritadi kok gue belum liat Lian ya?" tanya Keira entah ditujukan pada siapa. Cia yang mendengar Keira memanggil nama Ali dengan sebutan Lian, merasa tidak suka.
Fia yang belum tahu pun bertanya. "Lian siapa?"
"Maksud gue Ali," jawab Keira membenarkan. Fia mengangguk sambil ber 'oh' ria. Memang, tadi saat bel istirahat berbunyi, Keira belum sempat bertemu dengan cowok itu.
*****
"Lian!" Ali menoleh saat seseorang memanggilnya dan dia melihat Keira sedang berjalan ke arahnya. Saat ini cowok itu hendak pergi ke parkiran.
"Hai Lian," sapa Keira sambil tersenyum. Ali pun membalas, namun hanya sebentar.
"Lo mau pulang ya?" tanya Keira basa-basi, padahal dirinya sudah tau kalau Ali akan berjalan ke parkiran.
"Iya," jawab Ali singkat. Senyum Keira luntur saat mendengar jawaban Ali yang singkat.
"Gue boleh nebeng gak sama lo. Kata Papah, gue gak boleh pulang sendirian. Lo mau kan anterin gue pulang?" Cowok itu tampak kelihatan sedang berpikir. Namun tak lama kemudian Ali mengangguk mengiyakan, tapi bukan karena dia peduli dengan cewek itu. Kalau Ali tidak menuruti keinginannya, cewek itu akan mengadu pada Papahnya dan ujung-ujungnya dia sendiri yang akan menanggung akibatnya.
Ali memang sudah hapal dengan sifat cewek itu, karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Ya. Ali, Cia, dan Keira sudah berteman sejak kecil, tapi sejak mereka masih kelas 1 SMP, Keira pindah keluar negeri, dengan alasan Papahnya ada pekerjaan yang harus diurusi disana.
Ali tidak percaya kalau Keira akan kembali lagi dan lebih parahnya sekarang cewek itu satu sekolah dengannya. Mengingat bagaimana sikap manjanya dulu Keira padanya, membuat dirinya merasa risih jika bersama cewek itu dan Keira akan melakukan apapun untuk bisa mendapatkan apa yang dia suka, termasuk Ali.
Memang benar Keira itu cantik, tapi ada satu yang Ali tidak suka yaitu sikap manjanya. Ali tau, alasan yang dibuat Keira itu hanya omong kosong. Dia hanya mengada-ngada agar diantarkan pulang olehnya.
Dalam hati Keira bersorak kesenangan. Lalu mereka berdua berjalan menuju parkiran.
"Si Ali mau aja sih kalo sama Keira," ujar Fia yang sejak tadi mendengar percakapan Ali dan Keira. Dia tidak sendiri, ada Cia juga di sebelahnya dengan menatap tidak suka pada dua sejoli itu.
*****
Ali berjalan ke arah ruang tamu dan melihat Bundanya sedang duduk di sofa sambil memijat pelipisnya. Ada rasa khawatir saat Bundanya seperti itu. Cowok itu segera menghampiri Bundanya.
"Bunda sakit?" tanya Ali saat sudah duduk di samping Bundanya lalu tangannya bergerak untuk menyentuh keningnya.
Anna menoleh pada Ali. "Sedikit pusing aja," jawab Anna dengan suara lemahnya. Ali melepaskan tangannya.
"Ini pasti karena Bunda terlalu banyak kerja." Ali merasa kasihan melihat Bundanya seperti ini. Anna menggeleng cepat untuk meyakinkan kalau dirinya tidak apa-apa dan tidak ingin melihat anaknya khawatir.
Drtt...Drtt...
Ponsel Anna berdering tanda ada panggilan masuk. Cepat-cepat Anna mengangkatnya lalu beranjak dari duduknya sedikit agak menjauh dari Ali.
"Halo?"
"...."
"Bagus kalo gitu. Besok kamu suruh orang itu datang ke kantor saya ya."
"...."
"Oke. Terimakasih Rin." Anna mematikan sambungannya. Lalu kembali duduk di samping Ali.
"Siapa Bun?" tanya Ali.
"Rina, sekretaris Bunda. Dia kan mau mengundurkan diri dari jabatannya, jadi Bunda minta tolong sama Rina untuk carikan penggantinya. Terus tadi Rina bilang, udah ketemu sama orangnya." Ali manggut-manggut mendengar penjelasan Bundanya.
"Yaudah, kalau gitu Bunda ke kamar dulu ya mau istirahat. Kamu juga, tidurnya jangan kemaleman," ujar Anna sembari mengingatkan. Ali mengangguk mengiyakan. Anna bangkit dari duduknya dan berjalan ke kamarnya.
*****
"Reza! Liat charger Kakak gak?" Reza yang sedang duduk di sofa langsung menoleh pada Kakaknya yang sedang menggeledah rumah untuk mencari benda itu.
"Mana aku tau. Aku kan gak pernah minjem barang Kakak," jawab Reza sambil ngegas dan membuat Cia kesal. Songong sekali bocah itu, batinnya.
Cia berhenti sebentar lalu menatap Adiknya. "Heh jangan lupa ya, waktu itu kamu pernah pinjem buku pantun Kakak buat ngegombal pacar kamu itu," balas Cia sinis. Reza terdiam. Memang benar, dia pernah meminjam buku Kakaknya, tanpa meminta izin alias mengambil secara diam-diam. Untung saja Cia tau kelakuan Adiknya karena sempat kepergok waktu mengambil buku itu.
"Eh ralat. Ngambil, bukan pinjem!" ujar Cia membenarkan.
"Masih inget aja," gumam Reza yang sebenarnya bukan gumaman, karena masih bisa terdengar oleh Cia.
Cia mendengus sebal, lalu melanjutkan kegiatannya mencari barangnya yang hilang. "Mana sihh!" Cia mulai kesal. Semuanya sudah ia geledah, bahkan kamarnya sudah seperti kapal pecah hanya untuk mencari benda itu.
Cia berhenti sejenak. "Ayo Cia inget-inget!"
"Cia pinjem cas-an dong," ujar seseorang.
"Enggak bawa," jawab Cia berbohong, padahal charger itu ada dalam tasnya.
"Bohong. Gue tau kok setiap hari lo selalu bawa cas-an." Ali memang selalu bisa menebak.
"Emang buat apa sih?" Cia merutuki dirinya karena pertanyaan unfaedah itu. Sudah jelas dia tau jawabannya.
Ali menunjukkan ponselnya. "Tuh liat batre hp gue tinggal 5 persen, nanti keburu mati."
Tak mau memperpanjang, Cia langsung mengambil chargernya di dalam tas, lalu memberikannnya pada Ali.
"Nih! Jangan lupa balikin kalo udah selesai."
"Ali!" pekik Cia saat tau kalau chargernya masih berada di cowok itu. Pasti Ali lupa mengembalikkannya pada Cia dan sekarang dia harus mengambilnya sendiri ke rumah cowok itu.
*****
Tbc.....