[END] Detective Moufrobi : Th...

By Kafuusa

110K 30.2K 2.7K

Niat mau berlibur ke Taman Pockleland, yang ada orangtua Watson Dan tewas oleh ledakan bom. Sakit hati dengan... More

Prologue
File 0.1.1 - A New Student Who Lost His Emotions
File 0.1.2 - Want to Join Our Club?
File 0.1.3 - Annoying Curiosity
File 0.1.4 - That Tree Has a Secret
File 0.1.5 - Dispute in Crime Scene
File 0.1.6 - The First Villain
File 0.2.1 - Pile of Case Requests
File 0.2.2 - Just an Assumption
File 0.2.3 - The Wooden Doll Trick
File 0.2.4 - Long Distance Instruction
File 0.3.1 - More and More Famous
File 0.3.2 - Invitation to Teamwork
File 0.3.3 - The Precious Handkerchief
File 0.3.4 - Hidden Message in The Flute
File 0.3.5 - I'm Not Detective, I'm Just Holmes Fans
File 0.3.6 - That key Lies in The Musical Instrument
File 0.3.7 - Smart Little Girl
File 0.3.8 - That Poor Family is Smiled
File 0.4.1 - The Pathetic Client
File 0.4.2 - Don't Want to Refrain Anymore
File 0.4.3 - Imagine If He Smiled
File 0.4.4 - Who is The Real Client?
File 0.4.5 - Hatred Towards Rich Families
File 0.4.6 - His Ears Heat Up
File 0.4.7 - Past Conversation
File 0.4.8 - A Big House Who Deserted
File 0.4.9 - Arrival of Magician Friend
File 0.5.1 - I'm Out of This Club
File 0.5.2 - Why Should I?
File 0.5.3 - Everything is Suspicious
File 0.5.4 - Luxury Hotels Without Time
File 0.5.5 - Looking For Information
File 0.5.6 - In The Middle of Doubt
File 0.5.7 - Already Destined
File 0.5.8 - The Arrival of Three New Detectives
File 0.5.9 - Heart, The Past Rival
File 0.6.1 - I Want to Break
File 0.6.2 - Aiden's House
File 0.6.4 - That Gloomy Detective Was Punished
File 0.6.5 - Don't Change The Title
File 0.6.6 - A Sunny Day for Action
File 0.6.7 - Heavy Investigation
File 0.6.8 - Unexpected Assistance
File 0.6.9 - Had Become a Habit
File 0.6.10 - Last Instructions at The School Locker
File 0.6.11 - As a Result of Forgetting One Sign
File 0.7.1 - Annoying Reporters
File 0.7.2 - Cunning Classmates
File 0.7.3 - It's Time to Discuss The Main Antagonist
File 0.7.4 - Other Victims Besides Robin Poorstag
File 0.7.5 - The Affairs I Have Solved Voluntarily
File 0.7.6 - Unfavorable Bets
File 0.7.7 - Cute and Cool
File 0.7.8 - The Strange Dirty Girl
File 0.7.9 - Weeping on The Mountain
File 0.7.10 - Profiler's Advice
File 0.7.11 - Warm Hypocritic
File 0.8.1 - Watson's Secret
File 0.8.2 - Hold Up Yourself Aiden
File 0.8.3 - 002562, Hindegrass, 002562, Hindegrass...
File 0.8.4 - Andeng Manipulation Game
File 0.8.5 - I Know But I Don't Remember
File 0.8.6 - Only on The Right
File 0.8.7 - Smart Nephew
File 0.8.8 - Bad Feeling and Black Ribbon
File 0.8.9 - One Lies
File 0.8.10 - Utilize a Disease
File 0.8.11 - Return to Topau Mountain
File 0.9.1 - He Sank With His World
File 0.9.2 - New Problem Again
File 0.9.3 - Two Corpses in A Storm Prison
File 0.9.4 - Don't Want to Go Crazy
File 0.9.5 - Feelings of Discomfort
File 0.9.6 - The Proverb That Helps
File 0.9.7 - Mysterious Soil Mounds
File 0.9.8 - Something Missing is Reappeared
File 0.9.9 - The Trigger is A That Syndrome
File 0.9.10 - The True Meaning of The Code
File 0.10.1 - I'm The Burden
File 0.10.2 - Moufrobi is in Danger
File 0.10.3 - Greetings From The Past Character
File 0.10.4 - Three White Balls, A Baby Dinosaurs, Snow, The Waves
File 0.10.5 - Aiden and Jeremy's Talks
File 0.10.6 - The Internal Conflict They Hide
File 0.10.7 - Back to The Terminus Stadium
File 0.10.8 - Entered Into The Grip
File 0.10.9 - Detective Madoka vs Immoral Predator (1)
File 0.10.10 - Detective Madoka vs Immoral Predator (2)
File 0.10.11 - Gloomy Detective vs Immoral Predator (1)
File 0.10.12 - Gloomy Detective vs Immoral Predator (2)
File 0.10.13 - Detective Who Lost His Voice
File 0.10.14 - Aleena Lan, Daughter of The Mafia
File 0.10.15 - Day After The Incident
File 0.10.16 - Decision to Return
File 0.10.17 - Get Ready to New York
File 0.10.18 - Goodbye Watson
Epilogue

File 0.6.3 - Emergency Caller

1K 297 19
By Kafuusa

"Jangan coba-coba menghubungi kembali, Aiden!" Watson menegur saat Aiden hendak melakukan panggilan ulang. "Bisa jadi dia sedang bersembunyi. Apa yang terjadi jika saat kita meneleponnya, ponselnya berdering, dan terdengar oleh pelaku? Kita akan membahayakan nyawa korban."

Aiden menelan ludah, gemetar. Dia pasti syok oleh penelepon barusan.

Sial. Watson tidak mengerti. Dari mana dia mendapat nomor Aiden? Kalau dia ingin memanggil polisi, harusnya 911, kan? Kenapa dia malah menelepon Aiden? Apa dia kenalan Aiden? Atau dia mengambil sembarang nomor? Tapi, butuh kombinasi nomor untuk mengambil nomor ponsel seseorang dan prosesnya sangat lama. Atau mungkinkah dia salah mengira kami adalah pusat darurat, 911? Atau yang tadi itu hanya telepon iseng?

Watson rasa tidak. Didengar dari intonasi suara penelepon terdengar alami dan serak. Penelepon jelas dalam kondisi yang membutuhkan bantuan. Maka, entah siapa dia berhasil mengontak Aiden, dia dalam kondisi genting. Watson harus segera membantu.

"Apa yang harus kita lakukan, Watson?" tanya Hellen gugup.

Baiklah, apa yang harus mereka lakukan? Menelepon polisi dan menyerahkan masalah ini pada mereka? Tapi Watson curiga, polisi-polisi itu justru mempersulit keadaan dan parahnya berpangku tangan. Apalagi si Komisaris bernama Raum itu. Menurut Watson, hanya si Deon yang berguna.

Watson menatap jam, pukul empat sore lewat dua menit. Sudah delapan menit berlalu semenjak korban menelepon. Ck. Dia tak punya waktu berpikir lama.

"Dengarkan," Watson membuka diskusi. "Kita tidak bisa mengurusnya sendirian. Didengar dari telepon yang putus-putus, penelepon pasti berada di luar Moufrobi. Jika tidak salah menebak, di pendalaman yang jauh dari jaringan sinyal. Kita butuh orang dewasa pada kasus ini. Pelaku boleh jadi berbahaya untuk remaja seperti kita."

"Kita akan meminta bantuan Inspektur Deon?" simpul Jeremy.

"Bukan hanya dia." Watson tahu karena juga pernah mengalaminya. "Si Deon itu dari divisi penyelidikan regional satu, bukan? Dia pasti punya tim. Tak mungkin seorang detektif terikat sepertinya tidak mempunyai kelompok."

Jeremy tersentak, paham apa yang diincar Watson. "Wah, Watson. Otakmu sungguh licik sekali," katanya tersenyum jengkel.

"Ini demi keselamatan korban, Bari. Aku hanya bersikap kritis." Sherlock pemurung itu mengedikkan bahu, sok polos.

Jeremy menyeringai, berjabatan tangan dengan Watson, tos. "Ini yang kuinginkan sejak dulu! Keselamatan korban lebih utama tak peduli harus mengorbankan apa dan memanfaatkan siapa. Termasuk seseorang dengan derajat tinggi."

Hellen berbisik pada Aiden yang tak mengerti pembicaraan para cowok. "Eh, mereka membicarakan apa sih?"

Aiden balik berbisik, "Dan sama Jeremy mau memanfaatkan Inspektur Deon bersama teman-temannya."

"Dasar anak laki-laki."

"Ayolah kalian berdua, berhenti main-main. Kita harus bergerak."

*

Kantor Tim Penyelidikan Regional Satu.

Deon berdecak, melempar berkas-berkas tak berguna ke meja. Tidak ada satu pun yang bisa dijadikan petunjuk untuk menangkap CL. Dia benar-benar penghapus jejak yang andal. Bagaimana bisa dia mengamankan keberadaannya sepandai ini?

CL selalu beraksi tak menentu, bisa malam bisa siang. Bisa juga pagi dan tengah malam. Dan kenapa setiap dia beraksi, selalu tidak ada CCTV? Apa dia semacam hacker dan merusak semua CCTV di wilayah setempat?

"Sudahlah, Ernest," celetuk Max. "Kamu sudah tiga hari memeriksa semua dokumen-dokumen itu. Tidak makan dan tidak minum. Hanya mengonsumsi kafein. Aku tahu kamu sangat risau, namun kamu harus memperhatikan kesehatanmu juga."

"Bagaimana jika kamu ambruk saat kita menerima kasus baru?" imbuh Shani menambahi. Secara Deon adalah ketua tim.

Deon mengibaskan tangan, menghiraukan perhatian-perhatian kecil rekan-rekannya, fokus memeriksa biografi. "Kalian lanjuti saja tugas kalian. Aku bisa mengurus diri," ucapnya meneguk isi cangkir. Lagi-lagi kopi.

Shani bersungut-sungut, duduk di kursi. "Si Deon itu tidak sayang badan."

"Biarkan saja," cetus detektif lain, sibuk mengetik di komputer. Tatapan wajahnya menunjukkan kepribadian yang kuat. "Ya rugi kan dia, bukan kita."

"Seela, kamu tidak boleh ketus begitu dong. Sesekali lunak kek sama Ernest," omel Shani berkacak pinggang.

"Buat apa lunak kalau orangnya tidak mau dengar?" [Seela Samanthoa, 28 tahun, Detektif Divisi Investigasi.]

Dring! Berhenti sejenak dari catatan di tangan, kepala Deon menoleh ke benda petak eletronik di atas meja. Berdering. Tanda ada telepon masuk. Begitu dia melihat nomor si pemanggil, seulas senyuman 'penuh harapan' langsung terukir di wajahnya nan sayu.

Deon menerima panggilan tersebut. "Halo?"

Terdengar suara gaduh di seberang sana. "Pak, eh salah, Inspektur! Ada penelepon dalam bahaya! Cepatlah datang kemari! Jauh di hutan! Tapi kami tahu tempatnya! Gunakan fasilitas kalian!"

Dahi Deon mengernyit. "Ada apa di sana? Tolong jelaskan padaku dengan tenang. Aku tidak bisa mendengar kalian."

Shani dan Max bersitatap. Seela berhenti mengetik di keyboard, menyimak.

"Berikan ponsel itu padaku. Sudah kubilang aku saja. Kamu belum bisa mengatasi kepanikanmu, Stern." Suara asing yang familiar bagi Deon membuatnya tersenyum simpul sekali lagi. "Halo, Inspektur."

"Selamat siang, Watson Dan. Sepertinya kamu sangat membutuhkan bantuan sampai meneleponku."

"Ya," jawab Watson sekenanya.

"Katakan padaku, apa yang terjadi?"

"Kami sedang bermain lalu sekitar jam 16.12 tiba-tiba ada telepon asing yang meminta tolong. Dia sepertinya melakukan kombinasi nomor dan mendapat nomor Aiden. Dia salah memanggil nomor darurat, bukan 911 melainkan nomor Aiden. Cukup aneh bisa berpotensi jebakan, tapi aku berpikir rasional merujuk suara penelepon begitu nyata. Menurut perhitungan, korban berada jauh di luar Moufrobi. Kami sudah melakukan tinjauan dasar barusan; hutan yang paling dekat dengan Moufrobi hanyalah Hutan Maosav. Karena boleh jadi berbahaya, aku kira aku butuh bantuanmu. Begitulah. Jadi bagaimana? Mau nolong tidak?"

Deon tersenyum jengkel. Seorang remaja baru saja berbicara formal dengannya tanpa sopan santun sedikit pun. Tapi bagaimanapun, dia menghadapi bocah menyebalkan yang berguna. Amat berguna malahan.

Tidak ada pilihan lain. Deon mengatakan apa yang dikatakan pelapor pada rekan-rekannya.

"Oh, jangan lupa bawa temanmu, Inspektur. Suaramu terdengar parau. Kamu kelelahan lembur, bukan? Aku khawatir Inspektur malah jadi beban nanti. Kurasa mobilmu cukup empat orang."

Telepon dimatikan sepihak.

Deon tergelak. Anak ini berani sekali meremehkanku. Lihat begitu kita bertemu nanti, geramnya dalam hati menelan bulat-bulat rasa kesal.

"Kita dapat tugas," kata Deon pada seluruh penghuni divisi penyelidikan regional satu. "Empat di bangsal, mencari dan melaporkan. Empat bersamaku di lapangan. Bergerak sekarang!"

"SIAP!" seru mereka serempak.

*

"Oke, dia setuju." Watson berkata datar, menyeringai licik. Memanfaatkan profesi Deon, ukh senangnya selangit. Rasakan itu karena sudah macam-macam dengan Watson!

Set! Watson terlonjak melihat Aiden membawa kotak besar penuh senjata, menjatuhkannya ke lantai. "Apa yang kamu bawa, Aiden? Benda-benda apa ini?" decaknya mengambil satu senjata. "Sebuah garpu?"

"Ini kumpulan senjata, Dan. Ada yang kubeli, ada yang kupinjam, ada juga yang kucuri." Aiden berkata, sibuk mengusai isi kotak. "Kita butuh senjata untuk perlindungan diri. Dan, ayo, cari senjata yang kamu suka."

Lupakan soal senjata, barusan Aiden bilang dia mencuri? Anak orang sekaya dia? Apa yang dia curi dan dari siapa? Polisi?

Hellen membawa senjata pistol cabai. Dia juga memakai baju pelindung di balik seragamnya. Tak lupa Aiden menyandeng pistol besar. Watson segera menimpuk kepalanya. "Buat apa kamu bawa pistol, hah? Kamu pergi berburu?"

Aiden menyengir. "Isi pelurunya kelereng kok, Dan. Jangan marah dong. Mana bisa aku main pistol, eh, mana mau aku bawa pistol. Itu kan di luar kemampuanku."

"Anak terlatih sepertimu tidak pandai menembak, jelas banget bohongnya."

"Dan pilih satu dong! Nanti siapa yang akan melindungimu?"

Watson mengambil benda pipih seperti tukik korek. Ditekannya tombolnya, ada cahaya keluar dari ujung tukik. "Aku pilih ini. Kita juga butuh senter."

"Hah?! Apa sih yang kamu pilih! Sini kubantu pilihkan-woah!" Kaki Aiden tersangkut ujung kotak. Tubuhnya oleng hendak menimpa Watson. Hei! Jangan timpa aku! Aku belum tahu berat badanmu!

Untunglah Jeremy cekatan menolong Aiden. Dia mendengus. "Berhentilah bermain-main, Aiden. Kita berangkat sekarang."

Aiden bersungut-sungut. "Iya, iya. Thanks."

Watson menatap ukiran di dekat batang tukik. Ada tulisan 'Eldwers' di sana. Apakah tidak apa dia memakai benda ini? Sepertinya benda ini penting sekali.

"Dan!" Aiden berseru. "Tunggu apalagi? Ayo kemari! Kita berangkat."

Watson mengangguk, memasukkan benda itu ke saku. Lupakan masalah lain, lupakan tentang rencana lain. Ada satu hal yang harus mereka selesaikan. Watson harap kasus satu ini tak memakan banyak waktu dan tenaga.

Hutan Maosav. Kami datang.







Continue Reading

You'll Also Like

760 200 31
"Orang besar, tak selalu menang. Orang kecil, tak selalu terkekang." Jack, remaja yang baru berusia 17 tahun harus merelakan cita-citanya, menjadi or...
1.5M 115K 56
"Altan jalan yuk" "Altan ngedate yok" "Altan nikah yuk" "Altan jadi pacar gue ya" "Altan mau jadi pacar gue ga?" "Altan pacaran yok" " Ishhh Altan go...
27K 2.1K 30
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...
35.5K 11K 76
BUKU KEDUA dari 'Kisah Watson' {WARNING: It is advisable to read the first book!} Watson pulang ke kota asalnya, New York. Hal itu meninggalkan jejak...