Le Wiston The Seas

By Blackpandora_Club

11.5K 1.8K 551

(Romance-Action-Comedy-Drama) Perjalanan menggunakan Le Wiston the Seas akan membuatmu melupakan permasalahan... More

Elorraine Zigfrids - Senyuman Iblis
De Denzel Miller - Taktik Sang Hades
De Denzel Miller - Tabir Keji
Illya Huttrayces - Sisi Berbeda
Illya Huttrayces - Little Light
Kemala Sari - Elf and Werewolf
Kemala Sari - Anak laki-laki
Nadine Afirsha - That Girl
Ryana Afoste - Manusia
Marian Elizabeth - Pelarian
Alyasa Angkasa - Pengejaran
Mo Xianzi - Keluarga
Mo Xianzi - Teman dan Musuh
Shashi Thanda - Rekanan Mungil
Peteduar Renderisies - Akulah Diriku
Adrielle Leora - Pemantik Api Dan Rasa Benci
Kaira Amanda - Gadis Dengan Badai
Jack Daniel - Akhir Petualangan
Elorraine Zigfrids - Topeng Dibalik Kegelapan
Elorraine Zigfrids - Sekelebat Bayangan Pekat
De Denzel Miller - Teruntuk Memori Tolonglah Pergi
Illya Huttrayces - Lembar Putih Yang Baru
Illya Huttrayces - Hari Yang Sial, Mungkin?
Kemala Sari - Sisi Buruk
Ryana Afoste - Lukisan Kematian
Marian Elizabeth - Pesta Dan Tipu Daya Marian
Mo Xianzi - Draft
Shashi Thanda - Kebebasan
Adrielle Leora - Merah Darah Pembunuh
Peteduar Renderisies - Wanita Bertopeng
Kaira Amanda - Gadis Menyedihkan
Elorraine Zigfrids - Markas tersembunyi
De Denzel Miller - Waktunya Bergerak
Illya Huttrayces - Kesepakatan
Kemala Sari - Pembicaraan Gelap
Ryana Afoste - Fri(end)ship
Marian Elizabeth - Bak Ditelan Lautan
Alyasa Angkasa - Alasan Untuk Bersama
Mo Xianzi - Figurinha
Adrielle Leora - Broken Mirror
Adrielle Leora - Gairah
Peteduar Renderisies - Segelas Barcadi
Kaira Amanda - Gadis yang Dikutuk
Elorraine Zigfrids - Alunan Nada Kematian
Elorraine Zigfrids - Kebiasaan Kuno
De Denzel Miller - Pencuri dan Penipu
De Denzel Miller - Hari yang Baik?
Illya Huttrayces - NOCTURNAL MIND IN D MINOR
Kemala Sari - Akhir
Ryana Afoste - Recovery
Marian Elizabeth - Akhir dan Awal
Alyasa Angkasa - Ruang Sendiri
Mo Xianzi - Gege
Adrielle Leora - Angel's Curse
Adrielle Leora - Saviour
Peteduar Renderisies - Gamang Peringatan
Kaira Amanda - Gadis yang Harinya Luar Biasa
De Denzel Miller - Kencan dan Mantan
De Denzel Miller - Kebenaran dan Kebohongan
Elorraine Zigfrids - Rintik Hujan
De Denzel Miller - Antara Cinta dan Logika
Elorraine Zigfrids - Menikah
Kemala Sari - Pengungkapan
Ryana Afoste - Home
Marian Elizabeth - Diterpa Ombak
Alyasa Angkasa - Langkah Pembuka
Mo Xianzi - Aku Sudah Lelah
Peteduar Renderisies - Ancaman
Adrielle Leora - Spy
De Denzel Miller - Bimbang
Elorraine Zigfrids - Scarborough Fair
De Denzel Miller - Rintik Darah
Elorraine Zigfrids - Pengorbanan Sang Ayah
Kemala Sari - Kehilangan
Ryana Afoste - The Empty Exhibition
Marian Elizabeth - Terombang-ambing Dalam Hati
Marian Elizabeth - Bukan Akhir Perjalanan
Alyasa Angkasa - Diluvian Radolph
Alyasa Angkasa - Rendezvouz Terakhir I
Alyasa Angkasa - Rendezvouz Terakhir II
Pete dan Leora - Budak Cinta
Illya Huttrayces - Suara Nyaring
Epilog - Elorraine Zigfrids
Epilog - De Denzel Miller
Epilog - Alyasa Angkasa
Epilog - Kemala Sari
Epilog - Marian Elizabeth

Elorraine Zigfrids - Kasino dan Pendosa

531 64 36
By Blackpandora_Club

[ Elorra ]
Kasino dan Pendosa

•••

Kehidupan malam nyatanya sangat sibuk. Bahkan lebih ramai ketimbang siang. Salah satunya, gedung kasino. Arena pertarungan penuh tantangan yang dapat menguras habis harta bendamu dalam sekali putaran. Sebaliknya, untuk seorang pemenang akan memperoleh uang dalam jumlah banyak sesuai taruhan yang telah disepakati. Anehnya, semua itu hanya bermodalkan kartu dan meja—tentunya uang taruhan yang telah ditukar dengan koin judi.

Gedung kasino adalah kawasan yang paling digemari para borjuis untuk sekedar mempamerkan sekaligus membuang harta duniawi mereka. Tempat hiburan ini mampu menapak ke peringkat tertinggi pada fasilitas kapal Le Wiston the Seas di atas bioskop, bar, karaoke dan kolam renang.

Suara koin-koin judi memenuhi area gedung. Bukan sekedar tempat judi biasa, kasino ini difasilitasi pendingin ruangan, sofa di pusat aula, perabotan berkelas dan sebagainya yang membuat tempat ini selalu digandrungi para konglomerat kelas satu. Biasanya, penumpang kelas dua, tiga dan empat lebih banyak menghabiskan waktunya di minimarket ataupun food court di kala sore.

Tubrukan koin-koin judi yang terdengar nyaring bercampur menjadi satu dengan seruan para Dealer di kala itu. Alhasil membuat kasino semakin ramai dipenuhi oleh kaum borjuis, belum lagi para proletar yang menyusup menjadi pengusaha kaya.

Satu meja terdiri dari empat orang pemain beserta satu Dealer yang siap memimpin jalannya permainan. Dalam satu putaran atau ronde akan mengeluarkan seorang pemenang jika mendapatkan kartu bernilai paling tinggi. Begitulah sistemnya.

Elorra tersenyum memandangi para tamunya ketika memasuki area perjudian. Sedangkan Illya yang berada di sisinya hanya memasang wajah datar sekaligus mengeksplor kemajuan tempat tersebut.

"Saya tidak menyangka, tempat ini memiliki omset dengan presentase tinggi jika diletakkan di tengah-tengah kapal." Illya membuka keheningan diantara mereka berdua.

Tetap dengan senyuman khasnya, Elorra mengangguk pelan. "Tentu saja, Le Wiston the Seas menerapkan fasilitas yang berbeda dari pada kapal lain. Misalnya kasino. Mengingat tidak semua kapal pesiar memiliki fasilitas perjudian dan bar. Selain itu, para tamu konglomerat cenderung menyukai kehidupan malam yang mahal."

Illya tersenyum tipis, si wajah dingin sepertinya tertarik dengan pembawaan Elorra yang tenang ketika berbincang mengenai masalah proyek. Pembicaraan tentang pekerjaan kembali berlanjut sekaligus mengkseplor seisi gedung kasino. Tak jarang, Elorra juga menyambut para tamunya ketika sedang bertugas.

Namun perbincangan mereka tidak bertahan lama, ketika sekretaris Illya mendatanginya. "Maaf, Mr. Illya. Anda perlu mengecek keadaan bar kali ini. "

Illya sedikit terkejut, namun raut keterkejutan itu disamarkan dengan wajah datarnya. "Baiklah saya akan segera ke sana."

"Apakah ada masalah, Tuan Illya?" Elorra bertanya, suaranya yang lemah lembut namun menyiratkan ketegasan membuat Illya tersadar dari lamunannya sejenak.

"Tidak ada, Miss. Hanya tentang pekerjaan pribadi. Apakah saya boleh meminta waktu untuk meninggalkan Miss Elorra di tempat ini sebentar? Saya akan kembali secepatnya."

Elorra tersenyum penuh arti. "Tentu saja, anda tidak perlu sungkan meninggalkan saya. Bukankah perbincangan kita sudah selesai?"

Illya mengangguk setuju. Mata tajam bak seekor elang itu menelusuri sorot violet milik Elorra, berusaha membaca kepribadian sang wanita yang cenderung membingungkan baginya.

"Terima kasih, setelah ini saya akan segera menemui anda. Tolong tunggu kehadiran saya diluar kasino, Miss. Sebagai pria terhormat, saya perlu mengantar seorang wanita agar tetap selamat hingga tiba di kediamannya," kata Illya lalu beralih pergi bersama sekretarisnya keluar dari area perjudian.

Elorra terdiam, memandangi punggung tegap Illya yang kian menjauh. Senyuman teduh itu tetap mengambang di wajah cantiknya. Seorang Illya sangat mustahil tertarik pada wanita seperti Elorra.

Sejak pertemuan kali pertama mereka di mansion keluarga Zigfrids, Illya selalu memasang wajah tembok ketika bersama Elorra-hanya sekedar berbincang mengenai masalah pekerjaan dari pada kehidupan pribadi—mengingat, Illya merupakan tipe workaholic akut yang mampu mendirikan bisnis sendiri.

Tentu saja setelah ini ... Elorra akan melanjutkan aktivitas menyapa para tamunya secara formal, kemudian menunggu sang pujaan hati di luar kasino. Namun, fokusnya terhenti setelah indera pendengarannya menangkap sekumpulan pria paruh baya dengan perut buncit—saling berbincang mengenai sesuatu.

Jarak mereka cukup dekat dari tempat Elorra berpijak. Meskipun arah mata sang pemilik kapal menyapu ke tempat lain, tak dapat dipungkiri bahwa indera pendengarannya pun cukup tajam untuk mendengar seluruh isi percakapan seseorang dari jarak jauh sekalipun.

Mengingat sejak kecil, Elorra selalu dididik untuk menjadi mesin pembunuh agar memenuhi hasrat Tuan Zigfrids yang notabene juga dididik oleh sang kakek. Secara otomatis, ilmu kematian pun diserap. Baginya, hal itu merupakan sesuatu yang lumrah. Keluarga Zigfrids memang secara turun-temurun berprofesi sebagai pembunuh dibalik kedermawaan hati.

"Sadar tidak, tuan-tuan? Bahwa wanita itu makhluk paling lemah? Coba lihat seluruh area gedung kasino ini! Tidak ada wanita cantik. Kaum hawa tidak bisa bermain poker," seru salah satu dari pria berperut buncit, kumisnya cukup tebal dengan intonasi halus namun terkesan tidak memiliki komitmen. Manusia tipe ini merupakan spesies normal dikalangan konglomerat baru—orang kaya baru.

"Wanita hanyalah barang koleksi sebagai aset wajib saja. Meskipun emansipasi wanita sudah berlaku cukup lama, namun lihat saja ... mereka hanya mentok menjadi Dealer dan sisanya ... pelayan," sahut pria berkepala botak dengan rimbunan kalung serta gelang emas di tubuhnya. Tangan yang dipenuhi cincin giok itu pun menyodorkan koin judi kepada rekannya.

Rekan yang baru saja menerima koin-koin judi, tertawa menanggapi. Kali ini pria beruban dengan kacamata minus bermerek, jas tuxedo mahalnya terlihat tidak padu untuk dikenakan mengingat ukurannya sangat besar sehingga tubuhnya yang ceking tampak seperti orangan sawah.

"Tentu saja, Tuan. Wanita pada dasarnya hanya sebagai pemuas nafsu di atas ranjang," ucapnya blak-blakan sehingga membuat dua rekannya tertawa.

"Jika kalian ingin melihat wanita cantik, pergilah ke tempat pelacuran jangan berlibur di pesiar mewah ini!" Seorang pria-tidak, lebih tepatnya laki-laki muda berpakaian kasual-dengan kepercayaan diri penuh, berusaha menimpali percakapan para orang tua tersebut. Posisinya yang saat ini berada tak jauh dari mereka, baru saja menyelesaikan pertandingan judinya sebagai pemenang.

Pria berlapis kalung emas, terkekeh menanggapi. "Apakah keluargamu tidak pernah mengajari sopan santun anak muda? Bocah pada dasarnya tidak boleh memotong kalimat orang yang lebih tua. Siapa namamu? Dan dari keluarga konglomerat mana? Ataukah jangan-jangan anda ini penyusup kelas empat," ucapnya diiringi tawa.

Si penantang terdiam acuh seakan-akan menghiraukan ledekan para manusia tak beradap yang memang tidak patut didengarkan. Lalu dengan sekejap, dia melemparķan kartu-kartu miliknya ke atas meja mereka. Aksi tersebut sontak saja membuat semua mata para tamu tertuju kepadanya tak terkecuali Elorra.

"Mo Xianzi, itulah namaku. Penunggu kapal, sehingga tidak memiliki keluarga sah. Bahkan derajatku lebih tinggi ketimbang kalian para sampah masyarakat. Manusia seperti kalian tidak pantas berada di kapal ini."

"Pfft ... tidak pantas katanya," ucap si pria berkacamata mencoba mengulangi kalimat Xianzi. "Siapapun, tolong bawa anak ini kembali ke rumah. Sungguh, kami merasa terganggu karena ulahnya."

Xianzi terkekeh. "Jangan omong kosong!"

Pria berkumis yang sedari tadi menyaksikan, bangkit dari tempat duduknya. Lalu mencengkeram kuat kerah baju Xianzi hingga hampir robek rasanya. Suasana kasino pun mendadak ricuh. Semua orang memandang lirih ke arah Xianzi. Tatapan kasihan sekaligus merendahkan. Pada dasarnya semua konglomerat adalah sama.

"Aku akui keberanianmu anak muda, namun seorang konglomerat sepertiku tidak suka berbasa-basi. Tingkahmu membuat darahku naik pitam, sekarang tunjukan fakta dari argumenmu itu! Adakah wanita di tempat ini yang mampu bertarung judi hah?" ancam si pria berkumis yang diduga adalah ketua dari rekan-rekannya.

Xianzi terdiam memandang sorot mata penuh intimidasi di hadapannya. Semua orang tahu, Xianzi pasti kalah telak dalam berargumen mengingat tidak ada satupun dari mereka yang membawa seorang wanita pandai dalam berjudi. "Itu—"

"Ada. Saya yang akan melawan anda, Tuan."

Suara lemah gemulai itu memecah keheningan. Sekejap membuat semua mata tertuju ke si pembicara. Ricuh mendadak terhenti ketika sosok penantang lain menampilkan wajahnya dari balik kerumunan. Elorra menantang si tuan berkumis serta rekan-rekannya dalam berjudi. Tatapan memuja terlihat begitu kentara setelah Elorra menampakkan batang hidungnya secara jelas. Bahkan ketiga pria konglomerat itu pun meneguk ludah tidak percaya. Kecuali Xianzi.

"Bukankah itu Nona Elorraine Zigfrids?"

"Sungguh? Wanita secantik dia ingin bermain judi?"

"Apakah dia sudah memiliki kekasih?"

Bisikan para tamu memenuhi seluruh area gedung. Elorra terdiam sembari memasang senyuman ramah. Mata berwarna ungunya memancarkan keangkuhan. Wanita yang akan menjadi penerus keluarga Zigfrids itu melangkah maju menuju ketiga pria pembawa keributan.

Wajah Xianzi memerah padam, menahan emosi. "Apa yang kau lakukan disini?!"

Pria paruh baya dengan kacamata bermerek, tersenyum kagum. "Nona Elorra! Sungguh sebuah kehormatan menemuimu di tempat penuh dosa ini-"

"Lepaskan dia," ucap Elorra terkesan mengancam namun senyuman ramah itu tetap mengembang di wajahnnya.

"Tunggu, apa hubungan kalian berdua?Sepasang kekasih, hmm?" sahut pria berkalung emas.

Elorra tersenyum. "Saya tidak memiliki banyak waktu untuk berbasa-basi, tuan-tuan yang terhormat. Lepaskan adik saya dan mari kita langsungkan saja perjudian ini," ujarnya lembut namun menantang.

"Adik? Tunggu! Jangan bilang, laki-laki itu adalah Arthur putra tiri Mr. Zigfrids yang terkenal karena bakatnya dalam membuat aplikasi media sosial."

"Tuan Arthur anak buangan itu?"

"Dia cukup tampan, namun terkesan terburu-buru. Jadi nama panggilannya Mo Xianzi?"

Gedung kasino kembali ramai dipenuhi bisikan para tamu. Skandal dan gosip tidak penting berkumandang diantara mereka. Bahkan ingin rasanya Elorra mengebom kapal Le Wiston the Seas detik ini juga.

Pria dengan kumis tebal terkekeh meremehkan seraya melonggarkan cengkeraman tangannya terhadap Mo Xianzi. Pria itu bergegas kembali ke meja judi diikuti kedua rekannya. "Anda yakin ingin bermain judi, Nona? Perjudian bukan sekedar permainan monopoli, tetapi pertandingan dengan taruhan uang yang harus dibayar kepada pemenang."

Elorra tersenyum anggun memandangi sang lawan. Dia mendudukan tubuhnya pada kursi yang disediakan secara cepat oleh pelayan di dalam kasino tersebut. "Iya saya mengerti, lalu?"

Pria berkacamata menyahut, "Untuk kali ini kita tidak memakai taruhan uang. Tetapi diri anda sebagai jaminannya, bagaimana Nona?"

Elorra terdiam dengan wajah datar sejenak. Lalu kembali tersenyum. "Misalnya?"

Pria paruh baya berkalung emas itu menyiratkan sesuatu yang berhubungan dengan perilaku tidak senonoh. Elorra mampu membaca sorot matanya—pria ini mata keranjang akut—dilihat dari lirikan matanya yang diam-diam menelusuri setiap inci tubuh Elorra. "Jadi kekasih satu malam kami?"

"TIDAK—"

"Baiklah." Elorra memotong kalimat Xianzi dengan tenang. Tersirat jelas bahwa dia sangat marah melihat aksi kakak tirinya itu. "Perjudian ini hanya satu kali putaran. Saya sedang terburu-buru."

"APA YANG KAKAK LAKUKAN? INI—"

"Tentu, Nona. Hanya satu kali putaran." Pria berkumis terkekeh. Sekali lagi, perkataan Xianzi dipotong.

"Lalu, jika perjudian ini dimenangkan oleh saya ... anda semua harus berlutut sekaligus mencium kaki saya tepat dihadapan para tamu, bagaimana tuan-tuan?" Elorra tersenyum menantang seraya melipat kedua tangannya. Sorot mata ungunya menyiratkan keangkuhan tiada tara yang mengharuskan setiap musuhnya mati.

Ketiga pria itu terkejut atas taruhan yang ditawarkan oleh Elorra. Harga diri harus dipertaruhkan dalam permainan. Tidak ada uang diantara mereka, karena kekuasaan dan pangkat lah yang dikejar para konglomerat.

"Setuju," jawab mereka bergantian.

Elorra tersenyum teduh, namun sorot matanya seakan-akan membunuh. "Bagus, permainan judi apa yang akan kita mainkan kali ini? Blackjack? Poker?"

"Poker." Pria berkacamata menyahut. "Permainan judi kelas dunia. Anda siap Nona?" lanjutnya seraya menyeringai mesum.

Elorra tersenyum, kali ini mengarah ke menyeringai. "Siap, sebelum anda."

"Saya sangat suka dengan wanita penuh percaya diri, Nona. Mari kita mulai. Dealer!" seru pria berkumis seraya memanggil seorang Dealer.

Seorang pria berbalutkan seragam khas Dealer mendatangi mereka berempat. Seraya mengocok kartu dengan cepat, sang Dealer pun memulai permainan dengan membagikan lima kartu pada setiap pemain.

Elorra dan ketiga pria konglomerat mendapatkan bagiannya masing-masing namun tidak boleh diperlihatkan ke pemain lain sebelum aba-aba yang disampaikan oleh Dealer.

Ketiga konglomerat tertawa penuh percaya diri setelah mengecek kartunya masing-masing. Sedangkan Elorra hanya terdiam tenang, memandangi para musuhnya. Kepribadiannya yang tidak mudah ditebak membuat para tamu keheranan.

Dealer, small blind, big blind akan terus bergantian searah putaran jam. Namun, mengingat pertandingan ini mengejar taruhan harga diri maka hanya membutuhkan seorang Dealer. Lalu, setiap pemain akan dibagikan dua buah kartu atau yang dikenal dengan nama hole cards. Awal permainan bisanya disebut dengan pre flop.

Pemain mempunyai tiga pilihan yaitu call sesuai dengan nilai taruhan yang dipasang oleh big blind, raise meningkatkan nilai taruhan dari big blind sampai limit yang ditentukan, fold tidak ikut dalam putaran tersebut. Jika pemain memilih fold, secara otomatis menggugurkan diri.

Kemudian Dealer akan membuka tiga buah kartu, biasanya disebut dengan nama the flop. Setiap pemain bisa membuat kombinasi dari tiga kartu lalu digabungkan dengan dua kartu yang ada ditangan.

"The Showdown!" Dealer memberi aba-aba. Istilah ini berarti babak penentuan. Semua kartu harus dibuka dan diperlihatkan kepada musuhnya. Seseorang akan dikatakan sebagai pemenang bila kelima kartunya masing-masing menunjukan kombinasi terbaik.

Pria berkumis dengan percaya diri mencetak kartu bernilai Flush. Sedangkan si kacamata, meraih kartu kombinasi Full House. Untuk pria berkalung emas mendapatkan nilai terendah dibandingkan yang lainnya, yakni Three of Kind. Lalu sekarang tiba saatnya Elorra menunjukkan kartu kombinasinya.

Semua mata tertuju kepada sosok Elorra, bahkan Xianzi sudah menggigit jari karena menunggu tidak sabar. Dia takut jika kakak tirinya itu kalah, mengingat para pria di tempat ini sangat pandai dalam bermain judi.

Elorra tersenyum seraya meletakkan kelima kartunya di atas meja. Membiarkan para musuhnya mengecek dengan sendirinya. Betapa terkejutnya mereka ketika lima kartu milik Elorra meraih nilai kombinasi sempurna, bahkan para master judi pun tak akan mampu menandingi kombinasi ini

"Tidak mungkin!" pekik salah satu dari mereka. "Kombinasi legendaris!"

"Satu putaran ini dimenangkan oleh Nona Elorra! Dengan kombinasi kartunya yang sangat legendaris, Royal Flush!"

Para tamu bertepuk tangan tidak percaya. Sorakan kemenangan terdengar memenuhi seisi gedung. Sementara para pria dihadapannya hanya bisa terdiam mati kutu. Xianzi yang semula menggigit jari sontak memeluk kakaknya tidak percaya.

"Tepati janji kalian." Elorra tersenyum seraya menuntut janji dari kesombongan mereka.

Ketiga pria itu mau tidak mau harus berlutut di hadapan Elorra seraya mencium kaki sang pemenang. Para tamu saling berbisik, memandang kasihan pada ketiga pria yang statusnya dijuluki sebagai sampah masyarakat.

Sang pemenang judi hanya duduk manis di atas kursi empuk sembari memandang remeh ke para pecundang. Senyuman khasnya masih senantiasa hadir di kala perendahan martabat seorang konglomerat.

"Ah, manusia bermuka dua," bisiknya pelan. Xianzi mendengar gumaman sang kakak walaupun nyaris tersamarkan oleh kerumunan tamu. Dia paham betul, Elorra membenci kaum borjuis. Tidak hanya ketiga musuhnya, namun seluruh tamu kelas satu.

***

Kapal Le Wiston the Seas merajai seluk beluk lautan, menghampas derasnya ombak malam dikala sang purnama memancarkan cahaya temaramnya. Elorra melepaskan sanggul khas wanita kebangsawanannya sembari menerawang lautan lepas dari kejauhan-membayangkan sebuah pulau di tengah kegelapan tiada tara.

Angin dingin mendesir lembut meniup setiap jengkal rambut hitam Elorra yang tergerai indah. Pertandingan kasino kelas satu itu membuatnya lelah. Bahkan setelah aksi perendahan martabat, dia pun segera keluar mencari udara segar. Meninggalkan sang adik sekaligus mengurangi rasa penatnya sejenak. Terlebih lagi, Tuan Illya akan menemuinya di luar kasino. Jarak bar dengan kasino memang terlampau jauh, Illya pasti membutuhkan waktu lebih untuk sekedar berjalan kemari bersama sekretaris setianya.

Menuju ke dek kapal yang sepi pengunjung adalah tujuan utamanya saat ini. Beruntung atau sial, kunjungan itu justru mempertemukannya dengan seorang pria misterius yang keberadaannya patut dicurigai.

"Permisi, Madam." Seorang pria aneh tak diketahui asalnya tiba-tiba mengajak Elorra berbincang sembari tersenyum penuh daya pikat.

Elorra yang sedari tadi memunggunginya, berbalik menghadap si pembicara. Senyuman manis sekejap mengembang di wajahnya. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

"Apakah anda melihat kacamata saya?"

Elorra terdiam sejenak, menganalisa pria yang berdiri tepat dihadapannya dengan pembawaan tenang. Kentara sekali, dia semasa hidupnya belum pernah memakai kacamata. Dilihat dari sudut kelopak matanya, tidak terdapat bekas tipis freakel lensa yang melekat. Pria ini berniat menipu seorang Elorra rupanya? Apakah dia salah satu dari tuan konglomerat berhidung belang?

"Maaf?"

"Ah, anda tidak melihatnya ya?" Dia terdiam sejenak seolah-olah sedang berpikir. "Sayang sekali, padahal saya sangat membutuhkan kacamata itu. Saya melihat Dewi Persephone menampakkan dirinya di hadapanku sekarang?" ucapnya blak-blakan kemudian menyeringai menawan.

Elorra dengan tenang menjawab, "Benarkah? Saya rasa sebentar lagi anda akan menghilang. Mengingat Hades, suami Persephone adalah seorang raja dunia bawah yang pencemburu."

Pria asing itu melangkah mendekat menuju ke sang pujaan hati—target yang akan dimangsanya. Elorra berjalan mundur mengikuti irama kaki sang pria dengan tenang. Dirinya sudah siap menusukkan belati ke leher manusia dihadapannya jika berani macam-macam.

Dia berhenti melangkah ketika Elorra telah terpojok pada pembatas kapal. Ia menundukkan wajahnya yang tampan agar setara dengan tinggi si gadis. "Jika itu terjadi maka tidak masalah," ujarnya berbisik lembut. "Asalkan saya bisa melihat sang dewi dari dekat, istri Hades pun akan saya culik."

Elorra terkekeh pelan. "Lalu, apa yang akan anda lakukan jika berhasil menculik Persephone dari sang raja dunia bawah? Anda akan menjadikannya wanita simpananmu?" ucapnya dengan nada lembut tetapi cukup menohok.

"Tidak, anda sangat lucu sekali, Madam." Pria bersurai coklat dengan mata Amber tajam bak seekor elang itu tertawa menanggapi perkataan Elorra. "Tentu saja saya akan menjadikannya sebagai ibu dari anak-anakku kelak."

Elorra menghela napas sejenak. "Saya kira Tuan sedang mabuk. Sebaiknya anda bergegas kembali ke kabin," ucapnya berbohong. Jelas ia tahu, pria di hadapannya ini tidak mabuk. Aroma alkohol belum melekat pada tubuhnya yang maskulin.

Pria bersurai coklat itu terdiam sejenak, memandangi gaun elegan dengan model terbuka pada bagian lengan dan dada dihadapannya. Syal bulu rubah putih yang dipakai sang wanita tidak menjamin tahan akan terpaan angin malam.

Namun harus ia akui, wanita ini cukup kuat menahan terpaan angin dingin dengan wajahnya yang tenang. Sangat berbeda dari gadis-gadis yang kerap ditemuinya. Rata-rata, mereka akan mengode—memintanya untuk menjadi pria gentle—memasangkan jas kepada seorang perempuan ketika menggigil.

Elorra menangkap basah sang penggombal maut yang sejak tadi memperhatikan tubuhnya. "Sepertinya saya harus pergi. Tolong jaga mata anda ketika bertemu dengan wanita seperti saya."

"Tunggu!" Belum sempat melenggang pergi, laki-laki itu menarik lengan mulus Elorra dengan sangat ahli agar tidak pergi meninggalkannya. Namun, bukan Elorra Zigfrids namanya jika membiarkan tubuhnya disentuh oleh pria asing. Dengan sangat cekatan, Elorra memutar tubuhnya kebelakang lalu membanting sang penggombal jitu ke lantai.

Aksi tak terduga Elorra sontak saja membuat sosok dihadapannya terkejut. Pria itu berusaha beranjak bangun, namun berhasil dicegah oleh si wanita dengan teknik mengunci—menahan tubuhnya di atas musuh. Disertai belati tajam yang siap menebas leher sosok dihadapannya.

"Sudah saya katakan bukan? Jaga mata anda terhadap wanita seperti saya." Senyuman meneduhkan menghiasi wajah Elorra di kala itu—senyuman penuh kemisteriusan yang tidak mudah ditebak oleh siapapun.

Si pria asing terkejut lalu kembali tersenyum memandangi wanita di atasnya. "Iya tadi saya mabuk. Saya baru menyadarinya, mabuk karena melihat pesona anda yang indah mengalahkan Dewi Aphrodite."

"Berhentilah bercanda. Anda pasti pembunuh bayaran bukan? Saya akan membunuh anda detik ini juga."

"Ah ... salah, Madam. Saya penculik bukan pembunuh bayaran."

"Apa tujuanmu?" Bagaikan petir Zeus menghantam semangkuk sup busuk, sifat Elorra berbalik seratus delapan puluh derajat menjadi dingin dibandingkan lima menit yang lalu.

Sang penggombal jitu tidak menyerah. Dia cukup tertarik dengan wanita misterius yang baru saja ditemuinya ini. Sungguh kejadian tak terduga, wanita anggun sepertinya ternyata lihai dalam memainkan senjata.

"Tujuan saya?" Pria itu terkekeh pelan. "Menculik anda." Dia dalam sekejap menangkis belati milik Elorra ke lantai terjauh, lalu memutar tubuh wanita dihapannya dengan lembut namun cukup sigap. Mereka berdua bertukar posisi. Sekarang, ia berada tepat di atas.

Wajah Elorra tampak tenang. Namun dia sangat yakin, wanita itu cukup terkejut melihat aksinya yang tak terduga.

"Saya akan menculik anda cepat atau lambat. Madam telah membuat saya tertarik. Bahkan meskipun saat ini anda berstatus sebagai seorang istri dari dewa mitos pun, saya tetap akan menculik anda. Bagaimana?"

Elorra terkekeh pelan. "Tuan adalah pria terbodoh yang pernah saya temui dalam hidup ini. Gombalan anda sungguh receh."

"Tentu, saya menjadi bodoh karena terpesona melihat anda dalam jarak sedekat ini." Sekali lagi, dia melancarkan serangan gombalan mautnya di waktu yang tidak tepat. Ia beranjak berdiri, lalu melepaskan setelan jasnya. Dipasangkanlah jas bermodal merek itu kepada Elorra dengan lembut, berusaha menutupi tubuh sang pujaan hati dari terpaan angin malam.

Elorra terdiam. Kali ini dia berhenti tersenyum, lebih tepatnya terkejut. Mata sayunya memandang lekat, jauh ke dalam sorot sang pria. Sungguh berbeda dengan sikap buaya daratnya. Tersirat pertanyaan yang tidak mampu diutarakan.

"Pakailah jas ini agar tubuh Madam yang indah bak berlian itu tidak kedinginan. Saya tahu, anda berusaha menepis rasa dingin. Lalu, saya tidak suka jika ada pria lain memandangi tubuh anda ...." Sang penggombal misterius tersenyum hangat memandangi wanita dihadapannya. "Karena hanya saya yang boleh melihatnya."

"Apa—"

"Ssst ... berhentilah memuja diriku, Sayang. Saya memang cukup tampan," bisiknya lembut sembari menutup mulut Elorra dengan jari telunjuknya. "Lady Elorra, senang berjumpa denganmu di tempat ini. Namun, sepertinya saya harus pergi," lanjutnya seraya mencium punggung tangan sang wanita.

"Tuan tahu nama saya?"

"Ya, semua orang tahu putri keluarga Zigfrids yang tersohor. Anggun dan cerdas untuk wanita seusianya. Pertunjukkan biolanya sangat memukau, membuat pria manapun terpesona memandangnya. Namun saya tidak menduga, bahwa dia pintar bergulat. Cukup unik. Ah, dan satu lagi ...."

Pria misterius itu mengecup kening Elorra dengan cepat. Wanita yang dicium sontak melayangkan tinjunya, namun melesat. Dia dengan cekatannya menghindar lalu melompat ke atas pembatas kapal, bahkan pria bermata madu itu tidak takut terjatuh ke dalam amukan ombak samudra.

"Pria kurang ajar!"

"Ssst ... panggil namaku Denzel, sayang. Calon ayah dari anak-anakmu kelak." Setelah mengucapkan gombalan terakhirnya, dia bergegas melompat ke laut.

Elorra pun terkejut, ternyata sosok bernama Denzel itu ingin menemuinya setelah menjadi hantu. Mengingat saat ini, dia bersungguh-sungguh ingin bunuh diri. Elorra berjalan ke pembatas kapal, memeriksa sekali lagi lautan yang marah. Ternyata, si penggombal jitu tidak menceburkan dirinya, justru memanjat pembatas di lantai bawah.

Denzel mengadahkan kepalanya ke atas, menatap Elorra sembari tersenyum sejenak lalu beralih pergi ditelan oleh kegelapan.

"Pria gila," gumam Elorra pelan.

"Miss, Elorra." Suara berat yang diduga milik Illya membuyarkan lamunannya. Pria berwajah datar itu sangat khawatir namun disisi lain lega ketika wanita yang sedari tadi dicarinya sudah ditemukan. "Saya bilang tolong menunggu di luar kasino, Miss. Saya mencari anda dari tadi!" ucapnya sembari mengacak rambut.

Elorra tersenyum anggun lalu bergegas pergi menghampiri Illya. "Ah, maafkan saya. Angin malam membuat saya terbujuk untuk melihatnya lebih jauh. Bagaimana dengan keadaan bar, Tuan Illya?"

Illya tersenyum tipis. Nyaris tak terlihat. "Baik, Miss. Hanya ada sedikit kendala, namun semua sudah teratasi. Lalu anda sendiri?"

Elorra tersenyum menanggapi, merasakan sekaligus menikmati dinginnya angin malam ... bahkan secara spontan meremas pelan jas asing yang baru saja diberikan untuknya. "Sangat baik, bahkan saya hampir membunuh orang."

Illya terkejut. "Maaf?"

Elorra tertawa anggun sembari menutup mulut dengan jemari lentiknya. "Tidak apa-apa ... tadi saya hanya mengatakan bahwa anda tampan, Tuan illya."

Illya menaikkan alis bagian kirinya setelah mendengar kalimat pujian dari sosok Elorra di sisinya. Wajahnya tampak datar. Lalu tanpa sadar, dia berjalan mendahului si wanita. Elorra hanya bisa menahan diri untuk tidak tertawa melihat tingkah Illya yang menurutnya sangat manis.

"Tuan Illya! Jangan cepat-cepat!" ucapnya seraya menyamakan langkah kakinya dengan Illya.

"Anda terlalu lama, Miss." Illya menjawab sekaligus mengalihkan wajahnya acuh.

Elorra memang sangat pintar dalam segala hal. Namun sepertinya, sang antagonis yang anggun melewatkan sesuatu ... Illya diam-diam tersenyum ketika wajahnya teralihkan.

Continue Reading

You'll Also Like

5.9M 309K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
3.4M 299K 71
"Apa yang baru saja terjadi?" Bisik Runa pelan dengan tatapan menerawang. Ia masih syok dengan kerumunan wartawan tadi, yang melihatnya keluar dari h...
1.8M 26.8K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
Ken & Cat (END) By ...

Historical Fiction

7.2M 763K 53
Catrionna Arches dipaksa menikah dengan jenderal militer kerajaan, Kenard Gilson. Perjodohan yang telah dirancang sejak lama oleh kedua ayah mereka...