Iridescent

Por E-Jazzy

174K 41K 12.3K

[Completed Chapter] Danta berusia 75 tahun ini, dan satu-satunya acara jalan-jalan keluar rumah yang bisa pri... Mais

P I R A U
Semacam Prolog
Prolog Sungguhan
1 Februari 2001
2 Desember 2013
3 Januari 2014
4 Januari 2014
5 Januari 2014
6 Januari 2014
7 Januari 2014
8 Juni 2005
9 Januari 2014
10 Januari 2014
11 Desember 2005
12 Januari 2014
13 Januari 2014
14 Januari 2014
15 Januari 2014
16 Januari 2014
17 Januari -
18 Januari 2014
19 November 2004
20 Januari 2014
21 Januari 2014
22 Januari 2014
23 Januari 2014
24 Januari 2014
25 Januari 2014
Benar-benar Epilog
- Qalian bertanya & Akika menjawab (QnA) -
- Readers' Gallery -

Epilog Lainnya

7.2K 1.3K 613
Por E-Jazzy

"Tamat."

Mungkin kalian lupa, jadi akan kuingatkan: ada seorang pria tua di sebelahku, berniat meloncat dari atas jembatan. Barusan, aku mendongeng secara singkat. Kalian mungkin membacanya sebulan penuh—boleh jadi bertahun-tahun—tetapi di sini hanya beberapa jam.

Pak Danta merenungi air sungai di bawahnya. "Jadi ... si Grey ini. Akhir cerita menggantung?"

"Mungkin." Aku mengangguk-angguk.

"Anehnya," kata si pria tua, "aku merasa familier dengan sepotong cerita itu."

Pak Danta menggulung lengan bajunya, lalu melepas kupluknya. Beliau menampakkan bekas luka lama yang tergurat di sana. "Pasca pemberontakan 30 September, aku kehilangan pekerjaan. Aku sempat jadi sopir mobil boks ... sampai aku mengalami kecelakaan."

"Begitukah?"

"Ya ... aku mengantuk, lalu menabrak tiang. Orang-orang bilang, hanya sebatas itu: kecelakaan tunggal. Anehnya ... aku sering mendapati kilasan ingatan ...."

"Déjà vu?" usulku.

"Ya. Itu. Kilas ingatan itu menampakkan bahwa aku ... menabrak seseorang. Seharusnya kami berdua mati. Kadang, pemandangan itu menghantuiku. Namun, semua orang tahu saat itu memang kecelakaan tunggal. Lucunya, kejadiannya juga dekat bandara, persis seperti di awal ceritamu ... si Grey itu menghentikan seorang pria menyeberang, katamu?"

Aku tersenyum simpul. "Kakek, tidakkah sekarang saatnya Anda pulang?"

"Kenapa tiba-tiba sopan sekali?" Pak Danta bersungut-sungut. "Aku tidak mau pulang. Rumahku sepi."

"Bagaimana dengan pulang ke istri Anda?"

"Istriku sudah—" Kalimatnya terputus. Si pria tua menyadari betapa kini tubuhnya sudah terbaring menyamping di bawah jeruji pagar pembatas jembatan. Kulitnya pucat dan bibirnya membiru, lengan dan kaki kurusnya dirapatkan seperti memeluk diri sendiri—pria tua itu mati kedinginan, keletihan, dan ... yah, ketuaan. Sementara dirinya sendiri, yang duduk di sisiku, semata proyeksi—manifestasi, apa pun kau suka menyebutnya. Si pria tua membeliakkan mata ke arahku. "Se-sejak kapan?"

"Di pertengahan ceritaku." Aku terkekeh. "Cerita ini pastilah menarik sekali sampai-sampai, dalam kematian pun Anda ingin mendengarnya."

Di seberang jalan sana, seorang wanita tua berdiri menunggu. Rambutnya memutih, tersanggul ketat, bibirnya mengerutkan senyum.

"Oh, sayangku ...." Pak Danta berkaca-kaca matanya. Dia buru-buru berdiri seolah-olah sendi-sendinya diperbaharui. Untuk terakhir kali, dia menatap tubuhnya, lalu menatapku. "Terima kasih."

"Untuk apa?"

"Untuk menghentikanku," ujarnya. "Untuk membiarkanku pergi dengan cara yang lebih baik ketimbang rencanaku yang bodoh itu."

"Anggap saja saya membayar utang di masa lalu."

"Utang?" tanyanya.

Aku melambaikan tangan. "Selamat jalan, Kek."

Si pria tua baru setengah jalan, terseok-seok menuju mendiang istrinya, saat kemudian dia berhenti lagi. Dia menoleh kepadaku. "Siapa namamu, Nak?"

"Namaku tidak penting." Aku mengibas-ibas udara. "Selamat jalan, Pak Danta."

"Tunggu dulu, aku masih kepo." Pak Danta berpaling dan memukul-mukulkan tangannya ke udara. "Jadi, bagaimana? Ke mana kakaknya hilang? Dan bagaimana nasib Grey akhirnya? Dan aku yakin sekali Grey itu kau dasar anak kurang ajar! Jangan bertele-tele—otakku mulai macet!"

Aku memutar bola mata. "Harusnya sudah jelas, Kek—kakaknya menghilang ke dimensi lain. Untuk artian yang lebih luas, tempatnya menghilang adalah dimensi infinit. Bagi makhluk-makhluk yang berada di dimensi lebih tinggi, mereka menganggap dimensi infinit itu sebagai 'dimensi kedua' karena dari perspektif mereka, mereka adalah makhluk tiga dimensi yang tengah membaca ceritanya."

"Oke ...." Si kakek masih tampak tak puas. "Jadi, apakah kau—maksudku, Grey menemukan jalan menuju kakaknya?"

"Nah." Aku mengulas senyum. "Jika memang betul saya ini Grey, hanya ada dua kemungkinan, 'kan, Kek? Kisahnya berakhir mengenaskan karena tujuan saya untuk masuk ke dimensi infinit tak kunjung terwujud sampai sekarang. Saya cuma kelayapan, membantu hantu-hantu menyeberang, menunggu kekasih yang masih kuliah di seberang sana .... Atau, kisah ini berakhir bahagia dengan cerita menggantung karena saya akhirnya mampu menyeberang."

Si kakek menautkan alisnya, merasakan keganjilan, tetapi masih belum mampu memahaminya dengan benar. "Kalau kau—Grey menyeberang ke dimensi infinit, bagaimana dengan mamanya? Sahabatnya? Pacarnya?"

"Kalau Grey beruntung, dia bisa keluar bersama kakaknya. Mereka mungkin menjalani bertahun-tahun dalam lembaran kertas, tetapi saat mereka keluar, mungkin hanya setahun berlalu—boleh jadi hanya beberapa jam. Kalau mereka beruntung, mereka akan kembali ke dunia yang seharusnya, pulang ke keluarga, teman, dan pacar mereka yang seharusnya."

"Baiklah kuasumsikan ceritanya berakhir bahagia."

"Lucu sekali, Anda ini, Pak Danta." Aku melambaikan tangan pada si kakek, bersiap untuk pergi. "Jjika benar saya ini Grey, dan saya berhasil menemukan jalur yang lebih aman menuju dimensi infinit, artinya saat ini saya sedang dalam perjalan menemukan kakak saya. Artinya saat ini saya berada dalam dimensi dua—lembaran kertas atau layar gadget, berupa kumpulan tulisan dan gambar. Artinya, semua yang kita saksikan sekarang sudah rata ke dalam lipatan kertas dimensi dua. Artinya, menurut perspektif mereka yang membaca, segala hal yang kita alami sekarang, hanya fiksi karangan seseorang. Kita semua hanya fiksi, termasuk Anda sendiri, Pak Danta."

Pak Danta membuka mulutnya, tetapi tidak mampu berkata-kata. Si pria tua menggeleng, lalu berjalan kembali ke istrinya. Saat mereka telah bersisian, si pria tua berteriak dari seberang jalan, "Kalau ini memang dimensi kedua dan kita hanya tempelan pada selembar kertas atau layar gadget, apakah ini cerita tentang Grey atau tentangku?"

"Mungkin tentang Anda." Aku menelengkan kepala. "Anda mau memberi judul sendiri?"

"Aku tak pandai memberi judul ... tetapi mengenai konsep warna pada ceritamu barusan—"

"Ya?"

"Grey menolak pintu hitam dan putih. Dia bilang dia memiliki banyak pilihan warna pada pintunya sendiri."

Aku menatap gelombang air sungai, riaknya yang memantulkan cahaya perak rembulan. "Ya. Hanya ada satu pintu, sebetulnya, dengan warna yang terus berubah sesuai sudut pandang yang melihatnya."

"Pilihkan kosakata untuk kalimat itu."

Aku tersenyum, menumpu siku ke pagar pembatas jembatan. "Iridescent."

"Bagus." Pak Danta mengangguk-angguk. Dia menggamit lengan istrinya dan bersiap pergi—bebas. "Sampaikan pada penulis laknat itu, cantumkan Iridescent sebagai judulnya."

IRIDESCENT
- SELESAI -

Terima kasih telah menemani Iridescent hingga akhir

.

.

.

QnA
Silakan drop pertanyaan yang ingin kalian ajukan di kolom komen
Kalo sempat, nanti saya jawab ;-;

Iridescent | Wattpad Trailer
C O M I N G   S O O N

Continuar a ler

Também vai Gostar

37.7K 4K 28
Menceritakan tentang penghuni komplek kocak yang menjadi kumpulan karang taruna ditinggal di komplek Ratulangi. Seperti apa kisahnya? Ikutin terus y...
208K 49.4K 80
[Pemenang Wattys 2021 Kategori Fantasi dan Dunia Paling Atraktif] Ketika dunia telah lenyap bersama sejarah jauh tertimbun berselimutkan perairan tan...
13.7K 2.8K 5
[Completed Chapter] Persahabatan? Bak perang dihalalkan di tengah kedamaian Tak ubahnya para jemawa berkelindan Persis orang-orang melarat berjalinan...
91.4K 8.2K 120
Pengarang: Gardenia Jenis: perjalanan waktu dan kelahiran kembali Status: Selesai Pembaruan terakhir: 09-03-2024 Bab terbaru: Teks utama Bab 119 Pemb...