KARMA (Tamat)

By YulieWang

2.2M 27.9K 1.2K

(Pindah ke Dreame) #1 in karma (1/11/2020) #1 in Abimanyu (3/11/2020) #1 in Hurt Romance (3/11/2020) #2 in Ch... More

Part 1
Part 3
Part 4
Part 5
Ibra Story
STONE COLD
Notif
NOTIF
Aksa Story

Part 2

64.9K 4.4K 75
By YulieWang

Satu kebohongan yang terucap akan memerlukan ratusan kebohongan lain untuk menutupinya. Itulah kira kira yang Sasha alami sekarang.

Dua minggu berlalu dan selama itu dia masih belum punya keberanian untuk mengakui kehamilannya di hadapan sang ibu.

Seperti normalnya wanita hamil di trimester pertama, dia juga mengalami morning sicknes. Hanya bedanya, Sasha harus mati matian menyembunyikan keadaannya. Tapi sampai kapan? Perutnya akan semakin membesar dan bundanya pasti akan menyadari kehamilannya.

Seperti pagi itu, wajah Sasha yang pucat pasi dan berat badannya yang terus menurun tak urung membuat bundanya makin khawatir. Selama beberapa hari ini entah sudah berapa kali wanita itu mengajak anaknya untuk ke dokter.

Tapi mana mungkin Sasha menurut untuk diajak ke dokter, bukankah itu sama halnya mencari mati?! Dia belum siap menghadapi kemarahan bundanya, apa lagi melihat kekecewaan di wajahnya.

"Sha, beneran kamu tidak mau ke dokter? Mukamu makin pucat lho."

"Tidak usah Bun, paling sebentar lagi juga baikan. Mungkin aku terlalu tegang karena sudah mau mulai masuk kuliah."

"Kalau begitu Bunda ke toko dulu ya, hari ini banyak pesenan kue."

"Mau dibantu?"

"Tidak usah, kamu istirahat saja di rumah. Bisa bisa nanti kamu malah pingsan di sana. Kalau ada apa apa segera hubungi Bunda!"

"Iya."

Begitu pintu kamarnya ditutup dari luar, Sasha segera berlari menuju toilet dan memuntahkan isi perutnya. Sudah dari tadi dia menahan rasa mualnya karena mencium bau parfum bundanya.

"Jangan bandel dong Nak! Bunda sudah hampir tidak kuat lagi muntah muntah terus begini."

Sasha terkulai lemas di tempat tidurnya, tangannya tidak berhenti mengelus perutnya yang masih saja terasa mual.

Apa kabarnya laki laki itu? Semenjak pertemuan terakhir mereka di apartement hari itu, dia menghilang begitu saja dari hidupnya. Jangankan menelfon sekedar menanyakan keadaannya, bahkan tak satu pun pesan yang dia kirimkan.

Sasha tertawa pelan saat air matanya mulai mengalir, rasanya terlalu menyakitkan. Dia benar benar sudah dicampakan seperti barang yang tidak ada harganya lagi.

Tapi tahukah kalian apa yang lebih menyakitkan dari sekedar dicampakkan? Saat kamu tahu sudah tidak diinginkan lagi, tapi hatimu masih terus berharap dia akan datang lagi padamu. Sialan sekali bukan?!

Namun bagaimana mungkin Sasha bisa melupakan seorang Aksa Pradipta begitu saja, sedangkan keberadaan anak dalam perutnya seperti alarm yang terus berdering mengingatkannya kembali pada laki laki brengsek itu.

Sasha sangat mencintai Aksa, itulah kenapa dia sampai rela menyerahkan dirinya pada pria itu. Sayangnya, demi ambisi untuk mendapatkan jabatan tertinggi di perusahaan keluarganya, Aksa lebih memilih membuang Sasha dan anaknya.

Harusnya sekarang dia sedang berbahagia karena keinginannya untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri impiannya lewat SNMPTN telah tercapai, bahkan bundanya begitu bangga saat mendengarnya.

Tapi mimpinya terpaksa tandas begitu saja. Semua nilai nilai sempurna dan prestasinya selama ini berakhir sia sia.

Tok tok tok

"Non Sasha, ada temennya Non yang datang!"

Sasha segera menghapus air matanya, dia meringis saat kepalanya terasa semakin pening karena bangun tiba tiba.

"Siapa Bi?"

"Non Rena."

Sasha diam membeku. Sudah dua minggu dia menghindari sahabatnya itu, semua pesan ataupun panggilan selalu dia abaikan. Kenapa sekarang malah datang ke sini?

Bukan tanpa alasan dia bersikap begini, karena Rena adalah adik kandung pria brengsek itu. Semua yang berhubungan dengan keluarga mereka harus dia jauhi, termasuk Rena sahabat terbaiknya selama lima tahun ini.

Tapi dia sadar semua tidak akan selesai hanya dengan terus menghindar. Sasha melangkah tertatih keluar dari kamarnya. Tubuhnya benar benar lemas, ditambah rasa pusing dan mual yang makin menjadi.

"Sha, ya ampun kamu kenapa? Mukamu kok pucat begini? Kamu sakit?"

Sasha hanya diam menggeleng sambil menepis halus tangan sahabatnya yang ingin merangkul bahunya. Rena berdiri tertegun sambil memandang Sasha dengan tatapan khawatir.

"Ada perlu apa kamu ke sini?"

Rena yang baru saja duduk tampak sedikit terkejut. Pertanyaan dengan nada sengit dari Sasha semakin membuatnya bingung, kesalahan apa yang sudah dia lakukan hingga membuat sikap Sasha berubah padanya.

"Kamu kenapa terus menghindariku selama dua minggu ini? Apa aku membuat kesalahan?"

Tatapan mata mereka bertemu, untuk beberapa saat Sasha hanya diam membisu. Dia sedang memikirkan kata kata yang tepat untuk sahabatnya ini.

Bukan, mulai dari sekarang Rena akan menjadi mantan sahabat baginya. Meski Sasha tahu ini tidak adil bagi Rena yang tidak punya salah apa apa, tapi dia juga sudah tidak punya pilihan lain lagi.

"Kamu kenapa Sha? Jangan membuatku takut, kenapa kamu menatapku seperti itu?"

"Ren ...."

"Apapun masalahmu bisa kita selesaikan nanti. Sekarang ayo aku antar kamu ke dokter dulu! Wajahmu sudah pucat banget, Sha."

"Tidak perlu. Dengar, mulai sekarang tolong jangan mencariku lagi! Persahabatan kita cukup sampai di sini saja. Aku tidak bisa lagi berteman denganmu."

Rena melongo, dia seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Selama berteman mereka berdua bahkan tidak pernah bertengkar. Itulah kenapa Rena bingung saat dua minggu terakhir Sasha tiba tiba menghindar darinya.

Maksudnya datang kesana karena ingin menanyakan langsung pada sahabatnya itu, tapi dia justru mendapati Sasha yang aneh dan terlihat sedang tidak baik baik saja.

"Bercanda kamu tidak lucu Sha!"

"Karena aku memang sedang tidak bercanda. Aku tidak ingin lagi berhubungan lagi dengan kalian keluarga Pradipta."

Rena menggeleng tak mengerti. Tapi melihat wajah dingin dan serius sahabatnya, dia tahu ada sesuatu yang salah di sini.

"Apa ada hubungannya dengan Kak Aksa? Kalian putus? Kalaupun memang demikian, kenapa aku juga kena getahnya?"

Sasha masih membisu meski Rena menghujaninya dengan banyak pertanyaan. Mendengar nama Aksa disebut, tiba tiba membuat dadanya berdenyut nyeri.

"Kita bahkan sudah bersahabat mulai dari smp, Sha. Apa cuma karena alasan putus cinta dengan kakakku, lantas kamu juga mau mengakhiri persahabatan kita. Egois sekali kamu!"

"Egois?! Kamu bilang aku egois?! Kenapa kamu tidak tanyakan saja pada kakak kesayanganmu itu, apa yang sudah dia lakukan padaku!"

Sasha sangat tahu, Rena tidak bersalah apa apa. Tapi kata kata gadis itu barusan sudah berhasil memancing emosinya.

"Aku sudah tidak ingin lagi berhubungan dengan semua hal yang menyangkut keluarga Pradipta, termasuk kamu. Jadi tolong jangan mencariku lagi Ren!"

"Ada apa sebenarnya antara kamu dengan Kak Aksa, bukankah hubungan kalian baik baik saja? Kakakku begitu mencintai kamu, mana mungkin dia menyakitimu"

Sasha tertawa sinis. Lihatlah! Bahkan adiknya sendiri juga tertipu, akting Aksa selama ini memang terlalu sempurna.

"Cinta katamu?! Bajingan seperti kakakmu mana mungkin mengerti apa itu cinta, hanya mendengarnya saja aku sudah merasa jijik."

"Jaga mulutmu! Kamu sudah keterlaluan menghina kakakku, bahkan kamu juga membawa bawa keluarga kami."

Salahkan saja hormon kehamilannya, karena semenjak hamil emosi Sasha memang sangat labil dan meledak ledak. Apalagi akhir akhir ini kondisinya dalam keadaan yang sangat tertekan.

"Aku hamil, Ren."

Rena terbelalak kaget. Dia seperti tidak percaya dengsn apa yang baru saja dia dengar tadi itu. Tidak ada wajah bercanda Sasha, sahabatnya itu kini justru sedang menatapnya sedih dengan mata berkaca kaca.

"Hamil? Kamu hamil anak Kak Aksa? Apa kamu sudah memberitahu tentang kehamilanmu pada kakakku?"

"Sudah, dia menyuruhku menggugurkan kandunganku. Kakakmu yang bajingan itu bahkan menuduhku sudah tidur dengan laki laki lain."

Sasha menghapus air matanya kasar. Semua amarah dan beban di hatinya yang disimpan sendirian selama dua minggu ini seakan membuncah di dadanya.

Rena terdiam menatapnya tak percaya, apa benar kakaknya sebrengsek itu. Apa lagi kakaknya juga tahu Sasha adalah sahabat karibnya.

"Tapi kakakku bukan orang seperti itu Sha, mungkin ini hanya salah paham. Aku bisa membawanya ke sini untuk bicara baik baik denganmu."

"Tidak usah, semua sudah selesai Ren. Aku tidak butuh lagi tanggung jawab dari kakakmu, karena baginya anak ini hanya akan jadi batu sandungan untuknya."

"Sha, kamu jangan begini! Ayo kita selesaikan semua secara baik baik. Anak itu butuh ayah, aku akan bicara dengan Kak Aksa dan orang tuaku."

"Aku bilang tidak perlu! Sejak awal dia sudah tidak menginginkan anak ini, lagi pula tanpa Aksa pun aku juga mampu membesarkan anakku sendirian."

Sasha berteriak marah, Rena bahkan sudah menangis tergugu. Dia sama sekali tidak menyangka masalahnya akan seperti ini. Yang dia tahu kakaknya sangat mencintai Sasha, tapi kenapa bisa begini akhirnya.

"Pergi! Jangan pernah datang lagi ke sini, anakku tidak butuh ayah bajingan seperti kakakmu itu."

"Anak apa? Apa maksudmu Sha? Siapa yang hamil?!"

Mereka berdua menoleh kaget, Sasha makin keras menangis melihat bundanya muncul dari pintu rumah yang tiba tiba terbuka dengan kasar dari luar.

"Aku sedang bertanya padamu Sha, apa maksud ucapanmu tadi? Siapa yang hamil?!"

Wanita itu menatap nyalang anaknya. Sebenarnya tadi dia sudah mendengar semua pembicaraan mereka dari luar, tapi sekarang dia ingin mendengarkan sendiri pengakuan langsung dari anaknya.

"Maafkan Sasha, Bunda. Sasha hamil."

Dan tangis wanita setengah baya itu pun meledak, tubuhnya jatuh terduduk di lantai. Pengakuan anaknya yang baru saja dia dengar seperti pisau yang menusuk jantungnya, sakit.

"Kenapa kamu bisa sebodoh itu, Sha? Bunda memberikan kebebasan padamu karena percaya kamu bisa menjaga diri. Kenapa malah seperti ini jadinya?"

"Maaf Bun, maafkan Sasha. Aku tahu, aku salah. Tolong jangan seperti ini, Bun."

Sasha duduk bersujud di depan bundanya yang masih bersimpuh di lantai dengan tangis pilunya.

"Bangun Tante, jangan kayak gini. Aku akan pulang dan bicara dengan orang tuaku. Aku yakin mereka pasti bisa membuat Kak Aksa berubah pikiran."

"Aku bilang tidak perlu! Apa kamu tuli?! Pergi kamu, aku tidak butuh tanggung jawab laki laki bajingan itu!"

Plak

Ambar, bunda Sasha menampar keras wajah anaknya. Bekas memerah tercetak jelas di pipi Sasha.

"Jaga omonganmu! Kami tidak pernah mengajarimu untuk memaki sekasar itu."

"Dia sudah menolakku juga anak di perutku, Bun. Laki laki itu tidak hanya menyuruhku membunuh anak ini, tapi dia juga sudah menuduhku tidur dengan orang lain."

Ambar memeluk anaknya yang menangis semakin keras. Demi Tuhan, dia tidak rela anak kesayangannya diperlakukan seperti ini.

"Maafkan Sasha, Bun. Aku sudah mencorengkan aib di keluarga ini. Sakit Bun, dia membuangku seperti sampah tidak berguna."

Rena tidak tahu lagi harus berbuat apa, dia hanya diam terisak melihat dua orang di hadapannya saling memeluk dan menangis.

"Ayo bangun dulu Sha, nanti kandunganmu kenapa napa. Kita bicarakan baik baik untuk mencari jalan keluarnya."

Ambar dan Rena membantu Sasha bangun, tapi baru saja berdiri sebentar tubuh Sasha tiba tiba ambruk. Beruntung Rena bergerak cepat menopang tubuh lemah Sasha, sehingga tidak sampai jatuh menghantam lantai.

"Ya Allah Sha, kamu kenapa? Bangun Sha!"

Mereka membawa tubuh Sasha ke sofa, tangis keduanya kembali pecah melihat wajah gadis itu yang pucat pasi dengan bibir membiru.

"Tolong panggil Bi Siti sama Mang Udin, kita bawa Sasha ke rumah sakit sekarang!"

Rena berlari ke arah dapur, Ambar menggenggam tangan anaknya yang sudah sedingin es.

"Kamu harus kuat Sha, jangan sampai anak sama cucu Bunda kenapa napa."

Saat Rena datang bersama dua orang lainnya, mereka membantu Ambar membawa Sasha ke rumah sakit terdekat.

Ambar bukannya malu dengan keadaan anaknya yang hamil di luar nikah, toh semua sudah terlanjur terjadi. Tapi dia sedih melihat anaknya seterluka ini. Terkutuklah Aksa yang sudah membuat Sashanya seperti ini.

Anak semata wayang yang diamanatkan mendiang suaminya supaya dijaga baik baik, sekarang sedang menderita di depan matanya.

Ambar menangis memeluk tubuh Sasha, Ibu mana yang akan sampai hati melihat anaknya seperti ini.

"Apa yang harus Bunda lakukan sekarang Sha?"


Sasha

Rena

Continue Reading

You'll Also Like

937K 50.2K 34
-Baik buruknya seseorang terlihat dari cara seseorang memandang- EarlyCetta_2015
6.1K 668 44
"Dear U... I have something for U. It's about U." ยป๐Ÿ’Œ CO(US)IN book 1 Hei! Apa di dunia ini ada jasa menitip salam? Jika ada, aku ingin menitip salam...
5.2M 280K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
6.3M 324K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...