Mémori - J & R

By archannnn

22.8K 2.5K 158

for some, J and R are the best memory. - short story compilation about J and R with different plot, situation... More

M - JR 00 ; intro
M - JR 01 ; dompet
M - JR 03 ; bumil
M - JR 04 ; one night stand?
M - JR 05 ; ubi rebus

M - JR 02 ; janda

3.4K 474 36
By archannnn


jefri and roselin

mémori

"Jadi, kapan nyusul?"

Jefri hanya memasang wajah datar mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut temannya. Tidak ada niat menjawab.

Hari ini adalah hari pernikahan Bram, rekan kerja yang kini sudah merangkap sebagai sahabat Jefri. Setelah empat tahun berpacaran, akhirnya lelaki itu bisa menikahi kekasihnya.

Bram menepuk pundak Jefri "Gue udah nikah, ngga bisa terus-terusan ladenin lo lagi, cari pacar gih." Ucap lelaki itu.

Ya, Jefri memang selalu mengandalkan Bram di setiap kesempatan, Bram yang selalu ada untuk Jefri ketika lelaki itu sedang dalam keadaan rumit.

Kini Jefri menjadi bujang terakhir di antara semua temannya.

"Belom mikir ke sana," Jawab Jefri singkat.

"Heh. Umur lo udah mau kepala tiga! Seenggaknya usaha cari pacar kek." Pekik Bram gemas.

Jefri diam.

Bram menghela nafas.

Keduanya sedang duduk di kursi tamu, acara pernikahan sudah selesai, hanya tinggal keluarga yang masih berkumpul di gedung yang disewa Bram untuk resepsi pernikahannya.

Sebagai sahabat yang baik, Jefri menemani sampai acara selesai.

"Ada nih, Nanda, umur dua empat, temennya adek istri gue, mau gue kenalin ngga?" Tawar Bram.

Kening Jeffrey mengeryit kesal "Udah sih, lo baru nikah malah bahas ginian."

Bram kembali menghela nafas, sebenarnya Bram hanya khawatir. Temannya yang satu ini sangat kaku dan tidak peduli dengan dirinya sendiri. Hanya Bram satu-satunya teman yang masih bisa mengurus lelaki itu. Tapi kini ia sudah menikah, ia tidak bisa sepenuhnya menemani Jefri.

Kini gantian Jefri yang menepuk pundak Bram "Sorry gue ngerepotin lo terus, lo santai aja, idup tenang sama istri lo."

Jefri hidup sendiri di Kota, jauh dari Ibu dan Adiknya yang tinggal di desa. Hidup tanpa ayah membuatnya harus menjadi tulang punggung untuk Ibu dan Adiknya.

Ayahnya meninggal karna kecelakaan kerja saat umurnya beranjak ke sepuluh tahun, di saat si adik masih menghisap ASI dari sang Ibu.

Lulus sekolah, Jefri langsung merantau ke kota untuk mencari pekerjaan.

Menjadi pelayan, office boy, hingga menjadi ojek antar-jemput anak sekolah menggunakan motor butut yang ia bawa dari desa. Semua pekerjaan sudah ia coba untuk membiayai sekolah adik dan kuliahnya sendiri.

Walaupun Ibunya masih memiliki mata pencarian sebagai penjahit, tapi itu sama sekali tidak cukup untuk membiayai Jefri dan adiknya sekaligus.

Jefri berinisiatif pergi, mengadu nasib dan mencari uang di Kota untuk menghidupi dirinya dan keluarga.

Tidak pernah sekalipun terlintas dalam otaknya untuk menjalin hubungan dengan seseorang.

"Kerja dimana, Mas?" Tanya seorang wanita manis dengan hijab yang menutupi kepalanya yang kini duduk di depan Jefri.

"Di perusahaan logistik." Jawabnya singkat.

"Wah, bagian apa?"

"Mekanik."

Wanita itu mengangguk kemudian kembali diam. Tangannya meraih minuman miliknya di meja, kemudian meneguk minuman itu.

"Kalo Nanda teller di Bank jbj Syariah hehe," Wanita itu kembali mengeluarkan suara diakhiri dengan tawa renyah.

Sedari tadi wanita itu mencoba mencairkan suasana, namun gagal. Sangat sulit mempertahankan obrolan dengan Jefri.

Dalam hati Jefri mengutuk Bram yang membuatnya bertemu dengan wanita di depannya. Bukannya Jefri tidak suka dengan Nanda, tapi ia tidak suka dengan cara Bram yang sering menjodoh-jodohkan dirinya dengan siapapun.

Bram menelpon sebelumnya, mengajak nongkrong bersama teman-teman yang lain di tempat biasa, tapi yang ia dapat malah seorang perempuan sedang duduk sendiri. Bram bodoh.

"Nanda?" Panggil Jefri.

"Ya, mas?" Jawab wanita itu cepat.

"Rumahnya dimana? Biar mas anterin."

Wanita itu menatap Jefri tidak percaya.

"Eh bodoh, anak orang kenapa malah lo anter pulang?" Ucap Bram saat menemukan Jefri sedang mengecek kondisi ban truk kontainer.

"Udah malem, gabaik keluar malem-malem sama laki-laki berdua." Jawab Jefri.

"Astaga, Jep, anak muda wajar kali."

Jefri hanya diam, tangannya sibuk memutar kunci inggris besar pada mur ban truk yang sedang ia cek.

Bram menggeleng kepala, sudah lelah dengan tingkah temannya yang satu ini.

Jefri bangun dari jongkoknya, melempar kunci inggris besar yang daritadi dipegangnya ke tanah, menepuk-nepuk tangan untuk menghilangkan debu.

Bram menatap Jefri dari atas kepala hingga ujung kaki, sebenarnya temannya ini tampan, hanya saja sangat kaku seperti patung.

"Baju kotor udah dicuci?" Tanya Bram.

"Udah, sebagian gue laundry." Jawab Jefri, lelaki itu sedang merapihkan peralatannya.

"Ayo makan, istri gue bawain bekel dua."

Jefri menoleh, senyum terpampang di wajahnya.

"Apaan senyam-senyum."

Tanpa menjawab, Jefri berjalan mendahului Bram. "Ayo,"

"Bener-bener ni orang." Keluh Bram.

Lulus kuliah, Jefri masih harus berjuang mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Kurang lebih tiga bulan, ia baru mendapatkan pekerjaan dengan ijazah sarjana yang sudah susah payah ia raih itu.

Berawal dari perusahaan kecil dengan gaji di bawah UMR hingga di terima di perusahaan logistik dengan gaji tinggi, ya walaupun resiko kecelakaan kerjanya juga tinggi.

Sudah berkali-kali Jefri pindah pekerjaan sejak lulus kuliah, jam terbang yang tinggi membuat gaji yang ditawarkan juga semakin tinggi.

Kini, hidup lelaki itu sudah bisa dibilang enak, bisa mencicil rumah KPR juga bisa membiayai kuliah si Adik.

Semua berubah karna kerja kerasnya selama ini.

"Makan yang banyak,"

"Iya mak,"

"Jangan lupa sholat,"

"Iya."

"Kalo ngga ada duit, gausah kirim-kirim ke mamak."

"Udah mas titipin ke adek."

"Hm, gimana udah ada pacar?"

"Udah ya mak, mas mau jalan pulang."

Lelaki itu langsung menutup sambungan telpon dengan ibunya. Terlalu malas mendengar pertanyaan mengenai pacar, pernikahan dan sebagainya.

Sebenarnya Jefri heran mengapa kebanyakan orang mematokan kebahagian adalah pada saat menemukan pasangan hidup, ia sudah membuktikan bahwa ia merasa cukup hidup sendiri.

Jam menunjukan hampir pukul delapan malam, sebenarnya pekerjaan Jefri sudah selesai sejak sore tadi namun yang namanya Jefri, memang betah berlama-lama di PT.

Ia membawa motornya keluar dari parkiran, melewati jalan yang biasa ia lewati.

Di tengah perjalanan, ia melewati seorang anak kecil yang mengenakan seragam taman kanak-kanak dan tas ransel di punggungnya sedang menangis sendiri di sebuah halte bis.

Jefri memperlambat laju motornya, rasa tidak tega dan khawatir menyerang hatinya.

Lelaki itu memilih untuk memutar balik, menepikan motor lalu menghampiri anak itu.

"Dek? Kenapa nangis di sini sendirian? Mamanya mana?" Tanya Jefri dengan lembut pada anak gadis kecil yang Jefri tebak berkisar umur lima sampai enam tahun.

Anak itu menoleh kearah Jefri, suara tangisnya malah semakin kencang "Huhu mamaaaa,"

"Shhh," Jefri menyapu pandangannya ke segala arah, tidak ada siapa-siapa, hanya sedikit kendaraan yang melintas.

"Rumah adek dimana? Biar om anter pulang."

Pertanyaan Jefri tidak dijawab, anak itu masih menangis.

"Kata mama gaboleh ngomong sama orang jahat," Ucap anak itu, sambil mengusap air matanya.

Jefri mengelus kepala anak itu "Om bukan orang jahat, om mau anter kamu pulang."

Anak itu menatap Jefri dengan mata polosnya "Beneran?"

Jefri mengangguk "Kamu kenapa bisa di sini sendiri?"

Tangis anak itu mulai mereda "Tadi Klara ditarik-tarik sama om jahat trus Klara lari kenceng."

Lelaki itu terkejut mendengar ucapan gadis kecil di depannya. Kemudian Jefri tersenyum kearah anak itu sambil menepuk kepalanya "Trus om jahatnya sekarang dimana?"

"Gak tau, Klara ngumpet di belakang tempat sampah."

Jefri menatap anak itu nanar, lalu mengelus kepalanya "Klara pinter," Puji Jefri.

Nafas Jefri memburu karna rasa kasihan, kesal dan marah. Sekarang ia sedang berpikir apa yang harus ia lakukan.

"Klara inget ngga rumahnya dimana?" Tanya Jefri lagi.

Anak itu menggeleng "Tapi mama sering ngomong Kota Baru,"

Jefri mengangguk, daerah itu memang tidak terlalu jauh, ia harus kembali melewati kantornya untuk ke daerah sana.

"Klara udah makan?" Jefri menatap anak itu yang masih sedikit terisak dengan wajah lesu dan lemas.

Anak itu kembali menggeleng.

"Om beliin roti ya? Abis itu om anterin Klara pulang." Jefri memasang senyum lebar untuk menghibur anak itu.

Klara menatap Jefri sesaat kemudian mengangguk, tangan anak itu menggenggam jari Jefri erat.

Jefri mengangkat anak itu ke dalam gendongannya, kemudian pergi mencari warung terdekat.

Jefri menjalankan motornya dengan pelan karna ia mengendara dengan satu tangan, tangan yang satunya ia gunakan untuk menahan tubuh Klara yang duduk di depannya.

Tas ransel milik anak itu ia sampirkan di pundaknya.

Motor Nmax memang agak sulit untuk membawa anak-anak di depan.

"Nama mama kamu siapa dek?" Tanya Jefri ke telinga anak itu.

"Roselin, om." Jawab anak itu ceria. Setelah Jefri membelikan roti dan susu kemasan, anak itu terlihat senang dan berhenti menangis.

"Bapak kamu?" Tanya Jefri lagi.

Jefri bisa merasakan anak itu menggeleng. Lelaki itu mengangguk tak acuh.

Sampai di daerah Kota Baru, Jefri mulai bertanya pada tiap orang jikalau mereka mengenal anak gadis yang dibawanya ataupun seseorang bernama Roselin.

Belum ada satupun orang yang mengenal anak ini maupun nama Ibunya.

"Klara inget ngga nama jalan rumah Klara? Nama tetangga atau nama pak RT gitu?"

"Klara punya guru ngaji namanya Pak Haji Sodikin, Om hehe."

Bisa-bisanya anak itu tertawa.

Jefri berhenti di sebuah warung yang lumayan ramai oleh bapak-bapak yang sedang ngopi.

"Misi pak, mau tanya, kenal Pak Haji Sodikin?" Tanya Jefri, menyebut nama guru ngaji Klara.

"Pak Haji Sodikin?" Tanya balik seorang pria tua yang memgenakan bawahan sarung.

"Lah, yang punya yayasan pengajian bukan?" Tanya pria tua yang lain.

Jefri mengangguk mantap, perasaannya lega "Iya betul, Pak."

"Dia mah rumahnya masih jauh, lu lurus aja terus ntar ketemu pertigaan belok kanan, nah lu nanya lagi dah tuh daerah sono." Jawab si Bapak dengan logat betawi yang sangat kental.

"Het kasian amat itu anaknya," Bapak itu melirik gadis kecil yang ada dalam genggaman Jefri, setengah tertidur, kepalanya tertunduk bersender pada lengan kekar lelaki itu.

Jefri hanya tersenyum "Makasih ya pak, ayo pak," Pamitnya kemudian kembali menjalankan motor.

Lelaki itu berjalan sesuai dengan arahan Bapak tadi.

Sekitar lima belas menit berjalan ia melihat sebuah rumah yang terbuka lebar dan ramai dikunjungi orang, mobil polisi terparkir tidak jauh dari sana.

"Anaknya ilang."

Samar-samar ia mendengar pembicaraan ibu-ibu yang sedang berkumpul di pinggir jalan.

Jefri menghentikan motornya, membangunkan gadis kecil yang sudah tertidur di lengannya.

"Klara, hey, dek."

Anak itu terbangun.

Belum sempat Jefri membuka mulut, anak itu sudah berteriak senang, melompat dari motor "Itu rumah Klara, Om!" Anak itu berlarian sambil menunjuk rumahnya.

Jefri terdiam di motor, menghela nafas panjang merasa lega.

Klara berbalik melihat Jefri masih duduk diam di motor, anak itu kembali lalu menarik tangan Jefri. "Ayo ikut," Ucapnya, Jefri menurut.

Jefri berjalan mengikuti gadis itu, orang-orang disana mulai berteriak histeris saat melihat Klara dengan santai berjalan ke rumahnya sambil menarik seseorang lelaki asing.

"OCHI, KLARA PULANG!!" Teriak seorang wanita, kemudian berlari, menarik Klara dari genggaman Jefri.

Perempuan itu menangis. Jefri hanya diam.

Seorang wanita lain keluar dari dalam rumah dengan wajah berantakan dan mata sembab. Disusul dua orang lelaki berpakaian rapih.

"KLARA!!!!" Teriak wanita yang baru keluar itu.

"Mama!"

Klara berlari, memeluk wanita yang ia panggil mama.

Wanita itu menangis sambil memeluk anaknya.

Jefri hanya bisa berdiri canggung, dua pria berpakaian rapih itu sedari tadi terus menatapnya curiga.

Jefri melepas tas ransel milik Klara yang sejak tadi tersampir di pundaknya, meletakan benda itu di kursi tidak jauh dari sana.

"Klara dari mana aja?? Mama nyariin Klara dari tadi siang."

"Klara, Klara tadi dikejar-kejar om jahat, terus Klara ngumpet, terus ketemu om ini mah, terus Klara dianterin pulang sama om ini." Oceh anak itu panjang menjelaskan semua pada Ibunya.

Wanita itu melirik pria yang berdiri tidak jauh darinya.

Jefri mengangguk menyapa.

Keadaan rumah Klara sudah sepi, setelah mendapatkan keterangan dari Klara dan Jefri, dua orang polisi itu pun pergi.

Para tetangga sudah pulang ke rumah masing-masing. Klara juga sudah tidur bersama tantenya di kamar.

Kini hanya tinggal Jefri dan Roselin, Ibunya Klara, di ruang tamu.

"Sekali lagi makasih ya mas, saya gak tau harus bilang makasih kaya gimana lagi,"

Jefri mengangguk "Iya mba," Jawabnya singkat.

Lelaki itu melirik wanita yang duduk tidak jauh dengannya. Wanita ini memakai daster rumahan berbahan satin selutut tanpa lengan, ia memakai cardigan untuk menutupi lengan terbukanya. Tubuhnya kurus kecil namun berisi dibeberapa tempat.

Rambut wanita itu dikuncir keatas menampilkan leher jenjang dan bersihnya.

Jefri menelan ludah, merasa tidak nyaman karna menyukai pemandangan di depannya.

"Mba, saya pamit ya, engga enak udah malem." Pamit Jefri.

Roselin melirik jam di dinding, benar sudah hampir pukul dua belas malam.

"Oh iya," Jawab Roselin.

Jefri bangun dari duduknya, melangkah keluar, Roselin mengekor di belakang.

"Kalo ada butuh apa-apa hubungin saya aja ya mas," Ucap Roselin saat Jefri sudah naik ke motornya.

Jefri memandangi wajah wanita di depannya kemudian tersenyum "Harusnya saya yang ngomong gitu, mba." Jawabnya sambil memakai helm.

Setelah pamit, Jefri menjalankan motornya menjauh dari rumah Klara, ia ingin cepat-cepat sampai rumah lalu mengguyur tubuhnya dengan air dingin, menenangkan dirinya yang sejak tadi terus tegang.

"Maksudnya? Lo lagi deketin janda?!"

Jefri menghela nafas mendengar pekikan temannya itu.

"Udah berapa gadis gue kenalin ke lo, kurang apa sih Jep?" Bram mendelik kesal ke arah lelaki yang duduk di depannya.

Keduanya sedang makan siang di jam istirahat.

"Jangan-jangan lo punya fetish sama janda?" Ucap Bram ngawur.

"Gue ngga bilang lagi deketin janda, gue bilang ada perempuan yang lagi deket sama gue tapi udah punya anak satu." Jelas Jefri.

"Sama aja." Timpal Bram, lelaki itu memajukan tubuhnya mendekat ke arah Jefri "Biasanya janda emang lebih jago, Jep." Ucapnya lalu terkikik.

Jefri tidak mengindahkan ucapan Bram sama sekali.

"Udah lo pastiin dia bener-bener udah ngga bersuami?" Tanya Bram, Jefri hanya mengangguk.

"Sorry, suaminya meninggal atau cerai?" Tanya Bram lagi, penasaran.

"Cerai,"

"Waduh, ngeri lu Jep,"

Jefri diam, reaksi Bram tidak jauh beda sepertinya saat pertama kali ia mendengar langsung dari Roselin. Akhir-akhir ini fakta itu mebuatnya kepikiran.

Setelah kejadian Jefri menolong Klara dan mengantar anak itu pulang, ia masih berhubungan baik dengan Klara juga Ibunya.

Sesekali ia mampir membawa makanan, dengan alasan ingin melihat Klara.

Atau mungkin ingin melihat Ibunya?

Tidak disangka hubungan Jefri dan Roselin semakin dekat, layaknya remaja yang sedang PDKT. Malu-malu kucing saat bertemu, mencuri waktu untuk ngobrol berdua saat Jefri datang berkunjung.

Malam ini Jefri pulang lebih awal, lelaki itu sudah menidurkan tubuhnya di ranjang bersiap untuk tidur.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, ada panggilan video call dari Roselin.

Alis Jefri mengerut, dengan cepat ia merapihkan rambut juga pakaiannya sebelum mengangkat panggilan itu.

"Om Jefri!"

Suara pekikan Klara terdengar bersamaan dengan wajah anak itu terpampang di layar ponsel Jefri.

Jefri tersenyum.

"Eh Klara, udah malem kok belum bobo?"

Anak itu tersenyum membuat pipi gembulnya naik, sangat menggemaskan.

"Abis belajar sama mama."

"Kamu nyolong hp mama lagi ya?"

"Hehe iya, mama lagi diluar kamar."

"Klara, kamu ngapain?"

Samar-samar Jefri mendengar suara Roselin.

"Lagi vidiocall sama Om Jefriii." Ucap anak itu.

Jefri bisa melihat layar ponselnya bergerak, Roselin mengambil alih ponsel miliknya.

Kini wajah Roselin terpampang di layar.

Bisa dilihat Roselin mengenakan pakaian tidur lengan tali tipis, dengan wajah bersih dan imutnya.

Membuat dada Jefri nyeri karna rasa senang.

Tak sadar Jefri tersenyum.

"Mas, maaf ya malem-malem Klara ganggu." Ucap Roselin dari sebrang sana.

Roselin berusia dua tahun lebih muda dari Jefri, maka dari itu ia memanggil Jefri dengan panggilan 'Mas'

"Iya gapapa, Rose." Jawab Jefri "Besok aku boleh main? Mau ketemu Klara."

"Boleh mas, tapi agak sorean aja soalnya aku mau belanja bulanan dulu."

"Besok sekalian aku anter aja belanjanya."

Roselin terlihat tersentak lalu menggeleng "Jangan mas, nanti ngerepotin."

"Engga kok,"

Wanita itu memajukan bibirnya pasrah. "Yaudah, mas."

Melihat itu rasanya Jefri ingin memukul dinding sangking gemasnya.

Setelah beberapa percakapan, mereka manutup panggilan karena Klara sudah ribut minta tidur.

Jefri rebahan di ranjang sambil otaknya tidak berhenti memikirkan Roselin. Sudah lama sekali, ini yang pertama semenjak terakhir jaman kuliah ia merasakan debaran seperti ini. Rasanya sangat menyenangkan. Rasanya ia ingin selalu melihat wajah wanita itu.

Sepulang belanja, Klara langsung tertidur karna kelelahan. Anak itu sangat aktif dan berlarian kesana-kemari.

Roselin dan Jefri duduk di ruang tengah berdua, mengobrol.

"Mas.."

"Hm?"

"Aku takut," Roselin mengucapkan itu sambil menunduk.

Jefri mengangkat alis "Kenapa?"

Roselin menggeleng lemah "Takut tetangga mikir yang engga-engga setiap mas datang."

"Jadi aku ngga boleh dateng lagi?" Tanya Jefri pada intinya.

Roselin memandang wajah Jefri "Aku janda mas, aku engga tau maksud mas sering datang untuk apa, apalagi tetangga." Roselin menghela nafas pelan, ia takut tetangga menganggapnya perempuan tidak benar dan lagi, ia tidak mau berharap terlalu besar atas perlakuan Jefri padanya, ia tahu diri.

Keduanya terdiam cukup lama.

"Rose,"

Roselin menatap balik Jefri yang menatapnya lekat.

"Aku punya tabungan tapi ngga terlalu besar, aku juga udah ada rumah walaupun masih nyicil. Pekerjaan aku udah tetap, Insyaallah gaji cukup untuk biaya hidup bertiga." Ucap Jefri panjang, menatap mata wanita di depannya.

Jantung Roselin berdetak cepat, matanya bergerak gelisah "Maksudnya mas?" Tanyanya dengan suara agak parau.

"Aku mau nikahin kamu," Kalimat itu keluar dari mulut Jefri dengan lancar.

Ia tidak tahu wanita di depannya ingin pingsan karna serangan jantung.

Roselin seperti kehilangan suaranya, lehernya tercekat.

"T-tapi mas," Roselin tergagap.

"Tinggal kamu mau sama aku atau engga, Rose."

"Aku janda mas–" Wanita itu menunduk dalam, mencoba menyadarkan Jefri atas siapa dirinya.

"Hati aku milih kamu, Rose."

Roselin menoleh dengan mata sedikit berkaca-kaca "Keluarga kamu?"

"Aku udah bilang semua ke mamak, aku disuruh bawa kamu ke kampung buat ketemu dia."

Roselin diam, Jefri menatap wanita itu "Kamu pikirin dulu, aku ngga minta jawaban sekarang, Rose."

Roselin tau Jefri adalah lelaki baik-baik, sholeh dan pekerja keras. Fakta itu membuatnya merasa tidak cukup baik untuk lelaki itu.

Dulunya ia adalah korban KDRT dari mantan suami. Enam tahun hidup sendiri membiayai hidupnya dan anaknya. Masih ada rasa trauma untuk memulai hubungan baru.

Rumah tangganya mengalami kegagalan, ia tidak mau itu semua terulang lagi.

Walaupun Roselin yakin bahwa Jefri adalah lelaki yang bertanggung jawab dan tidak akan berbuat kasar padanya.

Sebenarnya rasa itu sudah tumbuh di hati Roselin pada Jefri, lelaki itu menimbulkan perasaan yang selama enam tahun ini sudah ia pendam dalam-dalam.

Keduanya diam dalam hening.

"..Kapan mas?"

Jefri menoleh, memasang wajah tanya.

"Kapan kita ke kampung ketemu mamak mas?"

mémori

Klara

Bram

J&R

Continue Reading

You'll Also Like

252K 16.7K 57
Tiada yang rela mengurus Pasha setelah bapak meninggal. Gadis itu terpaksa ikut dengan Winda ke ibu kota. Putus sekolah, mencari pekerjaan dan harus...
1.5M 32.2K 23
Yusuf Kuswanto, 35 tahun. seorang duda yg ditinggal pergi oleh istrinya saat melahirkan sang buah hati Ery Putri Kuswanto. anaknya sensitif dengan su...
50.6K 5K 28
DOSA TANGGUNG SENDIRI!!! CERITA INI HANYA FIKTIF TIDAK ADA SANGKUT PAUT NYA DENGAN CERITA ASLI. Area B×B & G×G & B×G!!! Berbijaklah dalam memilih bac...
55.8K 342 5
oneshoot 🔞🔞 lanjutan Polos polos binal yang dihapus sama akun nya juga di hapus Karina X All Warning!!! 🌚🥵 penuh dengan uh ah