Dear My Last,

By syaneirawan

5.5K 486 32

Sarah Dharmawan, 22tahun, sedang menikmati kekayaan nya kembali di Roma. Setelah lika-liku kisah cinta yang m... More

1. Selamat Tinggal Jakarta!
2. Dylan, Baskara, dan Farina
3. Una Vita In Vacanza!
4. Colosseo
5. Pelangi Setelah Hujan
6. Magnet Untuk Besi
7. Ubud
8. Bukan Sekedar Teman
9. Why Not Take A Change And Bet On Happiness?
10. What Should We Do Now?
11. Pelukan Hangat
12. Dalam Waktu Yang Bersamaan
13. Kentang dan Es Krim
14. Mengenang
15. Pernikahan Ratu dan Reno
16. Berbaur
17. Setiap Ombak Pasti Akan Mengikis dan Menciptakan Dataran Pasir Yang Halus
18. Bali
19. Maaf?
20. Ngambek
21. Aku Dapat Membaca Seberapa Besar Cintanya
22. Seperti Musafir
23. Awal
24. Jeanice
25. Bohong
26. Ketahuan
27. Nice Talk
28. Pembohong
[EPILOG]

29. Engagement

58 6 1
By syaneirawan

Sabtu yang menyenangkan karena baju buatan ku telah selesai dan sedang di kirim ke Milan, tempat pameran ku besok. Aku tidak pernah menyangka bisa berkolaborasi dengan Angelos Bratis, designer dari brand ternama Vogue. Dengan langkah lunglai, Baskara baru saja masuk ke kamar kami, ia pun menghampiri ku yang sedang duduk di atas kasur sambil membuka twitter. Iya, aku masih menggunakan twitter untuk mengetahui kabar yang sedang beredar di negara asal ku, Indonesia. Banyak hal lucu dan unik yang menjadi trending topik akhir-akhir ini. Tanpa menghiraukan Baskara, pria itu tiba-tiba merebut handphone ku dan menaruh nya di atas meja. Alis ku mengkerut protes. "Aku lagi capek." Ucap pria itu sambil memeluk dan menaruh wajah nya di atas perut ku.

"Me too." Ucap ku.

"Makanya mending kita tidur sebentar sebelum siap-siap ke Milan." Usul nya sambil menatap ku, aku pun menangguk. Benar juga, tidur mungkin akan menjadi pilihan terbaik dalam posisi sekarang ini. Kami membetulkan posisi tidur, aku menatap nya, dia pun begitu, ia menatap ku.

"Hampir satu tahun kita tinggal bareng..." Aku menyentuh pipi nya, ku mainkan ibu jari ku di alis nya yang tertata rapih. "Kita juga udah cukup berumur, apa kamu gak pernah terpikir buat tidur sama aku?" Tanya ku penasaran. Mata Baskara yang tertutup mulai terbuka perlahan.

"Kita orang Indonesia." Ucap nya mengingatkan. Kami bertatapan.

"Aku udah berumur, gak apa-apa Bas..." Ucap ku tanpa ragu. Yap! Akhir-akhir ini aku iri dengan tiap obrolan yang ku dengar dari teman-teman ku. Pergaulan di sini membawa ku ingin terbawa arus yang ada, sex bukan hal tabu di sini, toh keluarga kami sama-sama tahu kalau kami telah tinggal bersama. Baskara tertawa renyah.

"Kucing bisa berubah jadi singa kalau dapat umpan loh Sar." Ucap nya mengingatkan. Aku mengangguk seolah-olah aku menginginkannya. Aku umpannya, entah hormon apa yang sedang menguasai ku? Tapi aku memang menginginkannya, ingin, penasaran.

"Gak apa-apa." Ucap ku sementara Baskara mendekatkan wajahnya ke arah ku.

"Aku beli pengaman dulu." Ucapnya seraya mengecup ku. Kini giliran aku yang tertawa, pria mana yang tidak punya alat kontrasepsi di usia yang hampir kepala tiga? Hanya Baskara.

-

Malam itu adegan panas jalan dengan mulus di kamar kami, ku rasa tidak perlu diceritakan, ini terlalu pribadi untuk dibagikan. Yang terpenting, pada akhirnya pameran busana ku berjalan dengan lancar, penjualan melejit dan aku mendapatkan banyak tawaran kerja di perusahaan mode ternama. Baskara berdiri di samping ku sambil mengusap bahu ku hangat, kami berbincang sebentar dengan Guilio Alexandro pengusaha kaya dari Turki. Ia menyukai salah satu baju buatan ku dan menawarnya dengan harga yang cukup fantastis. Setelah pria berturban itu pergi, Baskara membisikan sesuatu ke telinga ku.

"Kita nikah yuk!" Mata ku membelalak, tangan ku otomatis mencubit pinggang nya. "Sakit! Sakit!" Keluhnya dengan badan menggeliat menjauh dari jangkauan ku.

"Gak romantis banget... ngajak nikah tuh harusnya ada cincin, bouquet bunga, gitu!" Protes ku dengan kedua alis yang saling bertautan.

"Fairy tale banget kalau kaya gitu. Males gak sih hidup dengan gaya internasional? Kita lamaran ala pribumi aja di Indonesia, pengajian, lamaran di hotel mana gitu, mau gak?" Tawar Baskara yang aku sendiri pun tidak tahu apakah ini serius atau tidak.

"Boleh... boleh. Berarti aku pakai kebaya, kamu pakai batik?" Baskara mengangguk menjawab pertanyaan ku. "Ini serius gak sih?" Tanya ku lagi.

"Serius." Jawabnya tegas. "Tinggal kamu nya aja mau apa enggak?" Tanya Baskara sambil mengusap kepala ku.

"Ya masa dijawab di sini... nanti gak surprise." Sikut ku menabrak pinggang nya. "Kapan kira-kira kita pulang ke Indonesia?" Tanya ku mengalihkan topik yang masih selaras. Baskara berpikir sejenak.

"Aku gak masalah kapan aja, balik lagi ke kamu, kan kamu yang kaya nya bakal crowded sama tawaran kerja? Kita harus nyiapin waktu tiga bulan buat lamaran sampai ke nikah." Ucapnya panjang lebar.

"Aku gak usah taken kontrak dulu deh sebelum kita nikah." Ujar ku memutuskan. Baskara lantas tersenyum, kini giliran kedua alis ku yang bertaut. "Kenapa?" Tanya ku penasaran.

"Kamu bikin statement kaya gitu bikin aku tau jawaban dari pertanyaan sebelumnya." Senyum nya semakin lebar seperti kuda. Tapi aku adalah aku, keledai bodoh yang sangat lambat dalam berpikir.

"Pertanyaan mana?" Tanya ku masih belum menyadari arah obrolan yang diucapkan oleh Baskara.

"Bakal diterima apa engga..." bibir ku membulat sambil mengangguk mengerti. Kini mata ku tertuju ke sekitar, orang-orang sudah bubar, hanya tersisa beberapa selebriti dan designer yang sedang bersua di pinggiran catwalk.

"Aku harus nyapa mereka." Izin ku kepada Baskara, pria itu mengangguk seraya aku melenggangkan langkah kaki ku.

-

Aku tidak perlu menjelaskan seberapa detail nya kegiatan ku di hari pameran busana itu, tapi cerita ini adalah kelanjutan dari arah obrolan kami saat itu. Kami telah tiba di Jakarta. Aku pernah dengar kalau hijau adalah warna surga, entah ayat berapa di kitab suci agama ku, tapi aku pernah mendengarnya. Baskara tidak terlalu mengerti tentang fashion, ia menyerahkan tanggung jawab tentang pakaian lamaran kami kepada ku. Seluruh keluarga perempuan aku buatkan baju tunik seragam berwarna hijau segar dengan bawahan batik hitam bermotif daun yang membuatnya senada. Para ibu, aku buatkan kebaya cantik berwarna persis dengan seragam keluarga. Sementara aku menggunakan kebaya rancangan designer ternama Indonesia dengan warna hijau yang agak lebih gelap dari seragam. Aku terlalu menjelaskan dengan detail baju perempuan-perempuan di acara lamaran kami, tapi jangan khawatir... para pria aku belikan kemeja sage green agar senada dengan pasangan nya. Baskara? Tentu ia mengenakan batik yang senada dengan rok yang aku pakai.

Lamaran kami berlangsung di restoran Mie Aceh milik ayah ku. Dengan perencanaan yang matang, ayah berhasil merenovasi ruang terbuka di restoran menjadi taman indah seperti di dunia peri. Aku menggunakan taman sebagai venue lamaran, anggap saja tema lamaran ku adalah garden party. Teman-teman ku datang, tapi ada satu orang yang masih ku cari sampai saat ini. Dio. Rasanya aku tidak lupa mengirimkan undangan kepada dirinya, aku berusaha mengingat kembali hingga akhirnya sosok itu datang. Dio datang membawa anak nya, aku dengar dari Nelin, istrinya meninggal satu bulan yang lalu. Wajahnya kusut namun ia tetap usaha tersenyum meski tak selebar biasanya.

"Hai Yo!" Sapa Baskara seraya merangkul pinggang ku. Dio tersenyum sambil menggendong anaknya, Asha. "Kita turut berduka cita yaa, atas kepergian istri lo. Makasih udah nyempetin dateng ke sini." Lanjut calon suami ku dengan ramah.

"Thanks. Congrats juga yaa untuk kalian, semoga dilancarkan segala acaranya hingga akad." Ucapnya sambil menatap aku dan Baskara bergantian.

"Amin." Ucap Baskara membalas doa yang diucapkan oleh Dio.

"Sarahhh..." Raelee. Penulis favorit ku yang secara tiba-tiba menjadi sahabat ku. Wanita itu sangat cantik, gaun kuning muda yang melekat ditubuhnya tidak membanting warna kulitnya yang putih. Rambutnya ia sanggul asal, tas putih mutiara, serta kacamata yang selalu melekat di mata nya tak menghalangi kecantikannya. "Selamat yaa... semoga lancar sampai hari-H." ucapnya memeluk ku hangat. "Tadi aku nyasar gara-gara sok tahu bawa mobil sendirian ke sini, emang cewe yaa... gak bisa baca google maps." Cerocosnya seraya bergantian kini salaman dengan Baskara.

"Ya tuhan, ke Bekasi aja pake nyasar." Ucapku diakhiri tawa renyah. Dio perlahan mundur mencari tempat duduk untuk menikmati hidangan yang kami sediakan.

"Iya. Aku belum pernah ke sini... Rencana nya mau resepsi dimana?" Tanya Raelee ramah.

"Rencana nya sih Bali, nanti datang ya!" Jawabku sementara Baskara hanya menyimak obrolan kami berdua dengan senyuman hangat. Raelee mengangguk sambil bergumam pertanda ia setuju akan datang ke pernikahan ku, matanya menjuru melihat food stalls yang kami sediakan.

"Wih ada kopi capullus!" Serunya berseri. Untuk ukuran pesta lamaran, acara kami tergolong mewah. Aku dan Baskara sengaja menyewa food stalls makanan kesukaan kami di Jakarta demi menyuguhkan makanan enak untuk para tamu. Ada kopi favoritku, sushi favoritku, donat favorit Baskara, kambing guling favorit Baskara, bakso favorit Baskara, hey! Setelah ku pikir-pikir, lebih banyak makanan favorit Baskara di acara lamaran kami. Rencananya, di pernikahan kami nanti pun, aku akan menyewa food stalls yang sama.

"Iya. Ayo dinikmati dulu makanan nya..." ucap Baskara mempersilahkan. Wanita itu mengangguk setuju seraya meninggalkan kami.

Sangat senang rasanya melihat semua orang yang ku sayang berkumpul di acara pertunangan kami, aku dapat melihat Farina yang serasi menggunakan baju berwarna merah dengan Dylan, Ratu yang dengan antusias diikuti Reno mengambil semua makanan dengan perut buncitnya karena sedang hamil, dan aku sangat terkejut ketika Raelee dengan sukarela menunggu troli bayi Asha karena Dio sedang mengambil makanan, Bunda, Ayah, Mama, Papa, dan adik-adik pun senang menikmati makanan yang kami sediakan. Ada satu hal penting yang sangat membuat aku bahagia yaitu tidak ada Jean di sini. Aku tidak melarang Baskara untuk tidak mengundangnya, tapi wanita itu tidak bisa kembali ke Indonesia karena sedang menjalani ospek mahasiswa baru di Sapienza. Aku merasa senang dalam diam.

"Kamu cantik banget hari ini." Bisik Baskara sambil merangkul pinggangku. Aku langsung menatapnya dengan alis bertaut.

"Terus biasanya gak cantik gitu?" Protesku bercanda. Baskara tersenyum sambil mengusap pinggangku. "Cantik dong." Balasnya menjawab pertanyaan ku dengan jujur.

-

Sangat menyenangkan datang ke pesta pertunangan Sarah dan Baskara, pandan latte capullus kesukaan ku menjadi salah satu menu di food stalls nya. Aku mengambil segelas kopi dan satu buah donat alpukat berwarna hijau kesukaan ku. Mata ku menjuru bingung harus bergabung dengan meja mana agar tidak membosankan. Aku kenal Ratu, tapi wanita itu sedang sibuk dengan tamu lainnya yang dapat ku duga merupakan keluarga besar Sarah. Aku dapat menduganya karena pakaian yang mereka kenakan hampir senada dengan pakaian yang dikenakan ibu dan ayah Sarah. Wajar kan kalau sahabat karib sangat mengenal keluarga kita? Kaki ku terus berjalan sembari celingukan.

"Nyari kursi?" Kepala ku otomatis menoleh menuju sumber suara yang berada tepat disamping kiri ku. Dio. Pria itu bertanya dengan senyuman tersungging di wajahnya. Aku pun mengangguk menjawab pertanyaan yang baru saja dilontarkan pria tersebut. "Duduk di sini aja... Biar saya bisa minta tolong jagain anak saya." Ucap pria itu sambil menepuk kursi yang ada di hadapannya.

"Eh... emang istrinya kemana Mas Dio?" Tanya ku kikuk. Aku khawatir keberadaan kita menjadi kesalahpahaman, intinya aku tidak mau di cap pelakor yang caper ke suami orang.

"Udah meninggal." Mata ku melotot sepersekian detik saking terkejutnya. Aku jadi merasa tidak enak menyinggung keberadaan istrinya.

"Maaf. Turut berduka cita yaa." Ucapku kikuk. Radhya tersenyum santai seraya mengangguk. Aku semakin merasa tidak enak karena aku yakin dalam lubuk hati paling dalam ia pasti sangat merasa sedih. Hal itu dapat aku rasakan melalui matanya yang berkaca-kaca menahan kesedihan.

"Santai aja, emang gak banyak yang tau." Pria itu menggaruk tengkuknya karena merasa lebih kikuk dari aku. "Boleh minta tolong kan?Soalnya saya belum ngambil makanan." Lanjut pria itu sambil melirik anaknya yang sedang duduk di dalam troli. Aku mengangguk sambil menaruh makanan ku diatas meja.

"Hai..." sapa ku pada bayi perempuan didalam troli. Usia nya mungkin sekitar sembilan bulan, aku dapat mengetahuinya karena bayi tersebut sudah bisa duduk dengan tegak. "Siapa namanya?" Lanjutku dengan nada gemas.

"Ashakirana. Nitip bentar yaa..." Jawab Dio seraya lari kecil menuju meja food halls dan prasmanan. Aku mengangguk tanpa menggubris Dio, mata ku tetap tertuju pada bayi malang yang sedang duduk didalam troli.

"Aca udah mamam belum?" Bayi itu lunglai dan hampir saja terjatuh dari posisi duduknya. Untung saja aku dengan sigap menahan dan memutuskan untuk memangku nya. Kasihan anak ini, andai ia mengerti, mungkin ia akan merasa sedih karena ibu nya telah tiada. Bayi itu tertawa sambil menggoyang-goyangkan lengannya. Gemas. Ucapku dalam hati.

"Thank you yaa..." Dio menarik kursi diseberangku. "Sini!" Ucapnya berniat mengambil anaknya dari pangkuan ku.

"Makan aja dulu." Tolak ku hangat. Aku yakin ia lebih butuh banyak tenaga dari makanan karena terlalu lelah mengurus bayi dalam pangkuan ku. Aku melihat tiga piring kecil berisi donat, sushi, kambing guling, dan kopi yang diambilnya. Dapat dipastikan, ia pasti merasa sangat lapar. Pria itu melahap dua potong sushi sekaligus, ia merasa tidak enak telah merepotkan ku. "Santai aja makannya!" Ucap ku memperingatkan.

"Nanti kalau kelamaan ngerepotin..." Pria itu mengonfirmasi perkiraanku. Kini tangan nya memegang gelas kopi seraya menyeruputnya.

"Gak ngerepotin kok. Makan aja dulu sepuasnya!" Aku tersenyum. Pria itu menggaruk tengkuknya dan memakan donat secara bersamaan. "Makan nasi dulu sekalian, prasmanan nya enak loh! Tadi aku lihat ada bistik sama fish n chips yang kayanya enak banget..." Lanjut ku mempersilahkan.

"Gak apa-apa?" Pria itu bertanya memastikan. Aku mengangguk, pria itu tersenyum senang.

"Lagian Aca juga enjoy sama saya, makan aja dulu!" Ini kedua kali nya aku mempersilahkan. Pria itu melihat anak dalam pangkuan ku. Gadis kecil itu sedang sibuk menggigit lengan ku, air liurnya berlumuran. Dio dengan sigap mengambil tissue dan mengelap lengan ku.

"Sorry yaa, jadi ngerepotin nih." Ucap pria itu tanpa menatapku. Mata nya sedang fokus melihat lengan ku.

"Ih gak apa-apa, saya seneng sama anak kecil kok." Pria itu kini menatap ku sambil tersenyum. "Udah ambil makan aja dulu!" Perintah ku yang di indahkan oleh pria itu. Ia bergegas mengambil makanan dari meja prasmanan lalu memakannya dengan cepat. Aku berkali-kali mengingatkannya agar tak tersedak sambil bermain dengan anaknya. Tapi pria itu tidak mendengarkannya karena takut merepotkan ku. Mungkin keberadaan ku dan Dio yang sedang bersama terlihat sangat aneh di mata tamu lain. Tapi mau bagaimana lagi? Aku senang membantu pria itu, apalagi anak nya tak terlalu rewel ketika aku jaga.

-b e r s a m b u n g-

Hi guys I'm back! Banyak hal tak terduga dua tahun belakangan ini yang membuat saya hiatus menulis. Insyaallah author akan mulai menulis lagi, jangan bosen buat baca tulisan ku. Senang sekali membaca komentar-komentar yang membuat aku ingin melanjutkan novel ini, terima kasih yaa ☺️

Semoga kalian sehat selalu ✨

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 31.6K 46
When young Diovanna is framed for something she didn't do and is sent off to a "boarding school" she feels abandoned and betrayed. But one thing was...
28.9M 915K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...
609K 32.4K 20
𝐒𝐡𝐢𝐯𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 𝐱 𝐑𝐮𝐝𝐫𝐚𝐤𝐬𝐡 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 ~By 𝐊𝐚𝐣𝐮ꨄ︎...
122K 6.4K 60
Ketika trauma masa lalu akan cinta yang masih terus menghantui membuatnya takut untuk memulai cinta yang baru dengan orang yang berbeda. Lalu, bagaim...