KALE [END]

By SiskaWdr10

49.1K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

37.Jealous

546 43 1
By SiskaWdr10

Dua hal yang susah dikontrol, emosi dan cemburu.

                                ******

"Apa?" tanya Anya sereya menoleh pada Galang.

Mereka bertatapan. "Bercanda, tegang amat." Balas Galang, sial sekali padahal Anya sudah salah tingkah. "Satu-satu ya point-nya."

"Bales dendam?" tanya Anya. Galang memberikan jempol sebagai balasan.

"Aishhh." Kesal Anya. "Galang pernah pacaran?" tanya Anya.

"Pertanyaan yang lain." Balas Galang.

"Galang pernah selingkuh?" tanya Anya membuat Galang menghela nafas lalu memandang Anya.

"Pacaran aja belum pernah apa lagi selingkuh gue." Balas Galang jujur.

"Bohong!" kata Anya tak percaya.

"Gue terlalu sibuk buat pacaran." Balas Galang.

Anya sekarang menatap Galang. "Seumur hidup sibuk, ngapain?"

"Ngelupain seseorang dengan cara belajar." Jawab Galang cepat.

Sungguh Anya semakin bingung, Galang tidak pernah berpacaran tapi seumur hidupnya ia tengah melakukan proses move-on. Sepertinya ini ada yang salah.

"Galang belajar karena hal itu?" tanya Anya penasaran.

Tatapan Galang menjadi kosong saat mendengar pertanyaan dari Anya, ia harus berbohong untuk kali ini. "Gue ... belajar karena suka, gue pengen nanti gue yang nentuin seberapa besar gaji gue karena skill yang gue punya, bukan karena ketetapan gaji dari sananya. Punya skill banyak bakalan dibayar besar oleh banyak orang, Nya."

Jawaban dari Galang seperti tidak memungkinkan bagi Anya. "Walaupun Galang orang punya, yang segala halnya bakalan terjamin lancar dan aman? karena bergantung sama seseorang itu nggak enak ya, mau sampai kapan kalau punya prinsip kaya gitu terus."

Galang mengangguk karena jawaban dari Anya dirasa benar. "Awalnya si gue pikir gitu, buat apa belajar? semua yang gue mau dengan mudah bisa kok gue dapet. Beda cerita saat gue udah belajar, banyak hal yang gue tahu dan ngerubah semua pikiran Maruk gue sebagai manusia."

"Lantas, Galang bisa dapetin semua setelah belajar?" tanya Anya. Galang menggeleng.

"Cinta." Jawab Galang. Anya dan Galang bertatapan. "Gue nggak bisa dapetin itu setelah belajar, banyak yang gue takutin. Ernest Hemingway pernah bilang, hal yang paling menyakitkan adalah kehilangan jati dirimu saat engkau terlalu mencintai seseorang. Serta lupa bahwa sebenarnya engkau juga spesial."

"Itu mungkin alasan mengapa orang-orang selalu bilang, semua orang akan bodoh karena cinta," kata Anya.

Tangan Galang mengusap lembut puncuk kepala Anya. "Nikah aja yuk." Balas Galang.

Kale berdecih saat melihat Galang mengusap rambut Anya seraya memandang lekat mata Anya. Tangan kiri Kale mengapal sedangkan yang kanan ia gunakan untuk memakan es doger. Mang Dadung jadi merasa bingung, Kale datang bersamaan dengan datangnya Anya dan Galang.

"Siapa dia, Mang?" tanya Kale penasaran.

Mang Dudung melihat kemana arah mata Kale. "Anya bilang temennya, Le."

"Oh." Jawab Kale datar. Mang Dadung mengetahui dari raut wajah Kale anak ini tengah cemburu.

"Nikah aja sama kambing, Anya mau sekolah dulu." Balas Anya pada ajakan Galang tadi.

Galang merubah posisi duduknya menjadi menghadap pada Anya. "Gimana kalau jawaban lo tadi itu bener, Nya."

"Yang mana?" tanya Anya dengan wajah polos.

Tangan Galang membentuk love. "Cinta."

"Nggak." Balas Anya.

"Kenapa nggak?" tanya Galang.

"Ya karena Anya kurang yakin," kata Anya.

Galang tersenyum simpul. "Di dunia ini nggak ada yang cuma-cuma, termasuk energi yang gue keluarin buat lo itu artinya tanda cinta dari gue ke lo."

"Salah satu alasan wanita nolak cowo itu karena laki-lakinya terlalu cepat mengungkapkan apa yang dia rasa, wajar si kalau takut ketikung atau takut ngerasa ngegantungin cewek, tapi make sense-nya wanita akan bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa yang disukai laki-laki itu padahal baru kenal dan belum lihat sisi gelap dari kami, bagaiaman jika nanti ketika tahu sisi gelap itu kalian kabur?" tanya Anya.

"Penganggum rahasia itu nggak cuma di dunia haluan, tapi real life Anya. Mereka bakalan cari tahu semua tentang cewek yang disukainya termasuk sisi gelanyanya juga, udah itu baru mengungkapnya, apa itu terbilang cukup cepet ya? memang ada yang seperti lo bilang, tapi inget itu nggak semua." Balas Galang.

"Jadi Galang itu-"

"Sana lagi yuk, gue haus!" seka Galang sambil berdiri.

Belum selesai Anya berbicara sudah dipotong. "Aishhh."

"Sini gue bantu," kata Galang sambil memberikan tangannya pada Anya.

Anya menerima tarikan tangan Galang tapi ia tiba-tiba ia hilang keseimbangan dan akhirnya menambrak dada bidang milik Galang. Mereka akhirnya bertatapan.

Bruk....

Tanpa sadar Kale menggebrak meja Mang Dadung karena kesal melihat kedua orang di seberang sana begitu dekat.

Anya dan Galang kembali ke warung Mang Dadung dan langsung tertugun saat melihat ada Kale yang sedang memasang wajah dingin menahan kesal. Ini kali pertama Galang bisa melihat Kale sedekat ini, biasanya Galang melihat Kale dari jauh, benar kata Sifa Kale adalah saingan yang sulit dikalahkan bila dalam segi wajah.

Kale menatap Galang sangat tidak bersahabat, sedangkan Galang biasa saja. "Galang ini Kale yang aku maksud," ucap Anya berniat mencairkan suasana.

"Lo ngomongin gue?!" bentak Kale membuat mata Anya tertutup.

"Ngomongin hal baiknya." Tandas Galang. "Gue Galang," ucap Galang memperkenalkan diri dengan menyodorkan tangannya.

Bukan menerima tangan Galang Kale malah memperhatikan Anya, Anya menurunkan tangan Galang. "Duduk dulu yuk." Ajak Anya pada kedua laki-laki itu.

Anya di tengah Galang di kiri dan Kale di sebelah kanan. Hawanya terasa sangat panas terkhusus untuk Kale.

Mang Dadung kembali memberikan es Doger secara cuma-cuma untuk mencairkan suasana.

"Makasih Mang," ucap Galang dan Anya secara bersamaan, sontak Kale langsung memperhatikan kedua orang itu. Mang Dadung membalas dengan anggukan kecil.

"Lo udah nempel rumus-rumus yang gue suruh, Nya?" tanya Galang.

"Udah." Balas Anya. "Itu ngebantu banget, makasih Lang."

Kale diam seribu bahasa. "Mang Dadung boleh ikutan duduk ya?"

"Boleh-boleh." Jawab Anya pada Mang Dadung yang tengah membawa lakban putih serta kertas.

"Ngapain, Mang?" tanya Galang.

"Nempel menu baru." Balas Mang Dadung.

Anya melirik sekilas pada Kale. "Sini, aku aja Mang," kata Kale lalu menarik lakban itu.

"Mang satu," kata pelanggan Mang Dadung yang baru saja datang.

"Sebentar ya Le," ucap Mang Dadung yang dijawab anggunakn oleh Kale.

"Mau pulang jam berapa, Nya?" tanya Galang.

"Dia pulang sama gue." Balas Kale sambil fokus pada lakban.

Anya dan Galang langsung menoleh pada Kale. Kale cemburu itu wajar, karena tidak ada manusia yang ingin melihat seseorang yang dia cintai lebih akrab dengan yang lain.

Epot sore ini tengah ada di rumah Bule, ia kesal akhir-akhir ini menjadi penengah antara Kale dan Jawa.

"Pokonya kita harus mempersatukan mereka again men," kata Epot pada Bule yang tengah bersantai di balkon kamarnya tanpa mengenakan baju.

"Bocah banget tu anak berdua." Balas Bule.

Epot menyetujui ucapan Bule. "Gengsinya gede, Le. Sumpah gue di sekolah kadang bingung mau ikut Jawa atau Kale, kek gue tu anak broken-home yang harus milih emak atau bapak. Coba aja kalau ada lo-"

"Hadirnya gue emang berarti buat lo, pot." Seka Bule, Epot langsung memeragakan gaya muntah.

"Pikirin caranya mereka akur lagi deh," kata Epot.

"Gini." Bule berjalan mendekati Epot yang duduk di ranjangnya. "Gimana kalau kita masukin Kale sama Jawa ke satu ruangan kosong terus kasih pisau satu-satu, woah! pinter banget gue."

"Mau masuk sel lagi?" tanya Epot sambil memasang wajah datar. Bule langsung menyengir kuda.

"Malem tu anak berdua suruh ke sini aje." Balas Bule kali ini serius.

Epot berdecak kesal. "Gak bisa Maemun, sama-sama nggak mau ketemu."

"Ngibul tolol, bilang aja nggak ada Kale ke Jawa dan begitupun sebaliknya. Tuh ya, baru beberapa hari gue sekolah di Gapara udah pinter aja," kata Bule.

"Wait, gue telpon dua orang itu dulu." Kata Epot lalu mulai mencari nomer Jawa terlebih dulu.

"Aku bisa pulang sama Galang Le," ucap Anya. Kale langsung memandang Anya sinis.

"Oke, aku pulang sama kamu." Ralat Anya karena takut.

"Kalian akrab?" tanya Galang yang pura-pura tidak tahu.

"Iy-"

"Gak!" seka Kale terhadap ucapan Anya.

Galang memandang Kale dan Anya secera bergantian. "Anya bilang lo pacarnya," ucap Galang seenak jidat.

Detak jantung Anya rasanya langsung berhenti, Kale pasti akan memarahinya habis-habisan. Kale menoleh pada Galang. "Dia bilang itu ke semua cowok." Balas Kale berbohong.

"Nggak," tandas Anya yang langsung panik.

Apa yang Kale ucapankan adalah kebohongan, Galang tahu itu, ia pun menatap Anya. "Gue rasa yang lo bilang itu bukan Anya yang ini."

Anya tersenyum kikuk pada Galang, Kale kembali kesal dan cemburu.

Drttt...

Handphone Kale berdering ia pun segera mengangkatnya, lakban yang ia pegang sedari tadi ia tempelkan pada tangan Galang. "Lanjutin!" perintah Kale lalu bangkit untuk menepi.

Mulut Galang langsung terbuka lebar, begitupun dengan Anya. Pasalnya tangan Galang begitu banyak dipenuhi bulu dan Kale memasangkannya sangat lekat.

"Lang maaf," ucap Anya panik.

"Gimana lepasinya woi." Jawab  Galang kesal.

Anya jadi ikut panik. "Pelan-pelan aja, Lang. Ayo Anya bantuin," kata Anya.

"Pelan-pelan lebih perih." Sahut Galang sambil menggaruk tengkuknya, ingin sekali ia meninju Kale yang sedang mengangkat telpon itu.

"Hallo," ucap Epot di seberang sana.

"Apaan." Jawab Kale.

"Malem ke rumah Bule, kita-"

"Iya-iya." Seka Kale.

"Oke, ditung-"

Pip....

Kale langsung mematikan sambungan sepihak dan kembali ke mejanya, Anya memegang tangan Galang untuk melepaskan lakban yang berukuran besar itu. "Udah sore, ayo pulang." Ajak Kale pada Anya.

"Le, tapi ini tangan Galang." Balas Anya.

"Oh," kata Kale lalu mendekati tangan Galang.

"Ngapain?" tanya Galang pada Kale dengan wajah memerah.

Brettt...

"Aw, Tuhan!!!" ringis Galang berteriak kencang saat Kale menarik lakban itu dengan sangat kuat.

Lakban itu di penuhi oleh bulu tangan Galang dan juga warna kulit Galang langsung memerah, pasti rasanya sangat sakit sekali.

"Ka-le," kata Anya tak percaya.

"Pulang." Ajak Kale lalu menarik tangan Anya.

"Lang, maaf." Teriak Anya pada Galang yang tengah mengipasi tangannya yang memerah itu.

Galang hendak bangkit untuk membalas perlakuan Kale. "Wah, nggak bisa di diemin ni, harga diri gue ni," ucap Galang, tapi tangannya kembali terasa perih. "Aw."

Anya dan Kale sekarang sudah duduk di dalam mobil. "Lo peduli sama dia?" tanya Kale memecahkan keheningan.

Dengan polosnya Anya mengangguk. Mendapat jawaban dari Anya membuat Kale langsung rem mendadak.

"Ka-le!" ucap Anya terkejut, ia memandang wajah dingin Kale yang menatap lurus ke depan.

"Ada apa?" tanya Anya. Bukan menjawab Kale malah menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh.

Dalam hati Kale memberi umpatan pada Anya, apakah tidak sadar kalau Kale ini tengah dilanda cemburu.

                               🐟🐟🐟

Sesuai yang Epot perintahkan kalau malam ini harus berkumpul di rumah Bule, entah ada acara apa yang jelas Kale butuh udara segar agar tidak menahan gejolak cemburu yang berkepanjangan ini.

"Abang, makan malam dulu," kata Risa saat melihat putranya hendak keluar rumah.

Kale menoleh pada meja makan, ia melihat ada Anya lalu ia ikut makan walaupun tidak lapar sedikitpun.

Kale menuangkan nasi sedikit dan juga menuangkan semua lauk yang ada di meja makan, Risa dan Febrianto beratapan bingung. Anak laki-lakinya itu biasanya tidak makan sebanyak itu, paling ia hanya memilih yang ia sukai saja.

"Makan nggak tadi siang kamu, Azil?" tanya Febrianto sambil mengambil lauk.

"Makan." Jawab Kale yang juga sibuk menuangkan lauk.

Bi Isma menyimpan buah-buahan segar dan melihat porsi makan Kale. "Lho itu nggak kebanyakan, Den?" tanya Bi Isma. Sayang juga bila makanannya terbuang.

Risa menoleh kebelakang, aman tidak ada Anya. "Biasa bi, masakan mantan selalu menggugah selera." Goda Risa pada putranya. Kale langsung memandang sinis pada Bundanya itu.

"Husss, kita mah yang tua diem-diem aja, Bun." Tandas Febrianto yang ikut menggoda.

"Apaan si orang lagi pengen banyak makan aja." Balas Kale sinis.

Kale mulai mencicipi makanan buatan Anya dan Bi Isma. "Bi, masakan bibi yang mana?" tanya Kale pelan saat Bi Isma menuangkan air di gelas Kale.

"Sayur kangkung sama goreng ayam aja den, yang lainya dimasak Anya." Balas Bi Isma. Kale hanya membalas dengan anggukan.

Makan malam kali ini Febrianto sangat lahap, sajian makanannya sangat ia sukai terlebih sambal buatan Anya.

"Pelan-pelan yah makannya," ucap Risa. Febrianto menuangkan sedikit sambal ke piring Risa.

"Cobain, Bun. Mantap." Balas Febrianto.

Kale berdecih seraya tersenyum kiri. "Berlebihan." Setelah mengucapkan itu ia bangkit dan berjalan menuju dapur.

"Abang." Panggil Risa karena Kale tiba-tiba pergi sebelum menghabiskan makanannya.

"Iya, nanti aku makan." Balas Kale.

"Anya!" panggil Kale membuat Bi Isma dan Anya yang sedang mengobrol terkejut.

Anya mendekati Kale. "Apa?"

"Makan di meja makan sama gue sekarang," kata Kale.

"Nggak, nggak enak sama Bunda sama Ayah mu." Balas Anya.

"Bibi juga, ayo ikut." Ajak Kale, tapi Bi Isma menolaknya alhasil hanya Anya yang Kale ajak.

Risa maupun Febrianto senang adanya Anya di meja makan. "Makan-makan ayo Nya," kata Febrinato.

"Makasih, yah." Balas Anya seraya tersenyum tipis.

Kale mulai menyendok makanan di piringnya. "Nya, seriusan ini sambelnya enak," ucap Risa yang diberikan dua jempol oleh Febrianto. Anya jadi malu, ia pun tersenyum canggung.

"Makasih, hehe." Jawab Anya sopan. Anya porsi makannya sedikit karena merasa tidak enak makan dengan atasan.

Tiba-tiba Kale maneraik mangkok isi sambal buatan Anya dan mencicipinya dengan wajah dingin khas chef Juna. Inilah niat Kale, mengomentari rasanya.

Sekali mencicipi ternyata rasanya benar enak, kedua kali tetap enak, alhasil Kale mencicipi satu sendok ia masukan kemulutnya. "Hah!"

Semua menoleh pada Kale yang ricuh sendiri. "Apanya yang enak!" ucap Kale dengan suara meninggi. "Pedes gitu."

"Minum, Abang." Balas Risa sambil memberikan Kale air putih.

"Enak juga, kamu aja nyobainnya satu sendok jadi pedes," kata Febrianto membela Anya.

Wajah Kale kini memerah. Sekarang Kale mencicipi tempe goreng buatan Anya. "Asin," kata Kale berbohong.

Risa menoleh pada putranya itu. "Perasaan nggak deh, Bang."

"Aku masukin garamnya pas kok." Lanjut Anya. Kale itu sejujurnya hanya kesal karena cemburu pada Anya.

"Asin, satu mangkok kali garamnya," ucap Kale. Febrinato mencicipi tempe goreng buatan Anya.

"Lidah kamu bermasalah kali." Balas Febrianto.

Kale kembali menyendok telor ceplok balado buatan Anya. "Setan, kok rasanya enak," ucap Kale dalam hati.

"Bau amis telornya!" kata Kale mengomentari.

"Abang!" kesal Risa karena putranya itu terus saja mengomentari masakan Anya. "Makan aja, kalau nggak mau nggak usah."

Mata Kale melirik sekilas pada Anya, Anya langsung pura-pura menikmati makanannya. Hatinya sedih karena komentar Kale tidak ada yang menyenangkan hatinya padahal ia masak dengan penuh cinta, lain kali ia harus berlatih memasak yang lebih enak.

Tak senang karena Risa terus membela Anya akhirnya Kale bangkit dan meninggalkan makanannya begitu saja. "Abang, habisin dulu. Nanti nangis lho."

Kale berjalan keluar rumah sambil memaki jaket hitam bombernya, diantara banyaknya jaket milik Kale, ia memang paling suka jaket bomber. "Beliin balon aja biar nggak nangis," kata Kale.

"Yah, anak mu itu jadi jelek sekarang sikapnya," ucap Risa pada Febrianto yang masih terus makan padahal sudah habis satu porsi.

"Ya, nggak papa Bun. Orang kitanya aja nggak cakep." Balas Febrainto membuat Anya menahan tawa.

"Ishhh." Kesal Risa pada suami dan putranya.

Jawa yang sedang duduk di ranjang Bule tersenyum-senyum sambil memegang handphone, pesan sederhana dari Sifa selalu aneh dan itu malah membuat Jawa merasa gemas pada Sifa.

"Cie, Jawa. Handhponenya pake gencu ya? senyam-senyum aja lo," kata Epot menggoda.

Tersadar Jawa langsung memasukan handphonenya. "Gini ya pot, cinta di diawali dengan huruf C dan diakhir dengan huruf A. Jadi bisa seindah itu karena diberi bumbu kasih sayang dan kesetiaan yang tulus." Balas Jawa nyeleneh.

"Huek." Bule pura-pura muntah.

"Itu artinya, awalnya C yang artinya cinta dan akhirnya A yang artinya anjing karena udah mantan," kata Epot yang disetujui Bule.

Jawa merubah posisi duduknya. "Anjing itu...."

Pintu terbuka dan menampilkan Kale yang baru saja sampai. "Yang baru datang." Lanjut Jawa lalu memasang wajah datar.

Kale menoleh pada Jawa. "Apa?" tanya Kale dengan wajah yang tak kalah datarnya.

Bule bangkit dari duduknya dan ia pindah duduk ke tengah ranjang, di ikuti Epot. "Jangan gitu lah sama temen, duduknya deketin dong Le, wa. Kita kan mau bacain Yasin buat kepergiannya Epot," kata Bule yang langsung mendapatkan lemparan bantal dari Epot.

"Lebay lo segala tahu Yasin." Balas Epot.

"Gue adalah umat Kristus yang punya toleransi tinggi," kata Bule dengan wajah sok tenang.

Kale duduk di dekat Epot, sedangkan Jawa duduk di sebelah Bule, mereka berdua berhadapan. "Ini ceritanya lo berdua bikin acara supaya gue sama Jawa akur?" tanya Kale.

Semua terdiam. "Ciiih, siapa juga yang berantem." Lanjut Kale.

"Siapa juga yang numpahin jamu di kepala cewek." Balas Jawa menyidir.

"Oittt! udeh-udeh, kita kan sahabat forever satu untuk selamanya." Rerai Bule dengan gaya bicara alay.

"Mual-mual gue." Balas Epot.

Bule derdeham untuk mencairkan suasana. "Serius, men. Kita ini kan udah lama berteman jadi ayolah gak asik kalau kaya gini. Dari dulu sampai sekarang itu kita selalu duduk sama rata berdiri tanpa raja, nggak ada yang lebih unggul dari kita berempat wajar kalau salah satu ngelakuin kesalahan sekalipun itu hal yang bener-bener fatal."

"Lagian gue udah maafan juga sama Anya." Jawab Kale. Jawa langsung menoleh pada Kale. "Bukan karena lo, ini karena gue sadar kalau gue salah," kata Kale berbohong, tapi ia janji untuk meminta maaf sepulang dari sini.

"Gue rasa lo bohong." Balas Jawa dengan mata yang memecing.

"Serah, wa." Kata Kale.

"PS kuy ah." Ajak Epot yang tiba-tiba langsung bangkit dari duduknya.

Karena malam itu malam Sabtu akhirnya mereka bermain sampai larut malam. Jawa berdiri di balkon kamar Bule sambil melihat ke arah langit Kale menghampirinya.

"Gladis suka sama lo," ucap Kale membuat Jawa langsung menoleh padanya.

Jawa jadi mengingat saat ia di rooftop bersama Gladis. Gadis itu terang-terangan mengatakan suka pada Jawa. Terputar kembali hari itu di otak Jawa.

"Bukan orang sembarang yang bisa masuk ke hati gue," ucap Jawa.

Gladis mengerutkan bibirnya. "Gue harus jadi siapa supaya lo suka gue?"

"Nggak perlu repot-repot jadi orang lain, kalau jadi diri sendiri aja udah cantik." Balas Jawa dengan tatapan kosong. Apa ini, mengapa Jawa memuji Gladis.

"Tapi tetep nggak ada yang secantik Najwa." Lanjutnya membuat Gladis kembali mengerutkan bibirnya.

"Beruntung jadi Najwa," ucap Gladis.

Jawa menoleh pada Gladis. "Iya, tapi nggak beruntung bagi gue yang sekarang dia tinggilin."

Mata Gladis melihat tangan Jawa yang terluka, ia pun meronggoh saku roknya untuk mengambil hansaplast yang ia dapat dari ruang UKS, Gladis mengambil tangan kiri Jawa. "Sakit itu harus diobatin secepetnya biar nggak makin parah, begitupun hati lo." kata Gladis sambil menempelkan hansaplast di tangan Jawa.

Mereka bertatapan, lalu Jawa memutuskannya dan mengambil tangannya dari Gladis. "Seseorang yang baru biasanya bikin nambah sakit, bukan mengobati." Balas Jawa. "Makasih."

Kale menapak pelan pundak Jawa karena anak itu malah melamun. "Dia cewek baik-baik kok," ucap Kale.

Jawa berdecih sambil menatap wajah Kale. "Lo lagi promosiiin dia ke gue?" tanya Jawa.

Jawa selalu salah sangka pada Kale, menyebalkan sekali. Kale berjalan ke dekat Bule dan Epot yang tengah bermain PS. "Ya, kalau lo gamau gue kasih Epot." Balas Kale.

"Apaan?" tanya Epot sambil fokus ke layar di depan.

"Buat lo aja, kenapa? masih belum bisa move-on juga?" tanya Jawa membuat Bule dan Epot kebingungan.

Kale mengambil bantal milik Bule lalu ia lemparkan pada wajah Jawa. "Berisik."

Pukul jam sebelas malam Kale baru tiba di kamar, perutnya tiba-tiba berbunyi. Membayangkan masakan Anya membuat Kale semakin lapar, ia pun berjalan turun ke meja makan.

"Semoga masih ada," ucap Kale berharap. Sesampainya di meja makan ternyata benar masih ada.

Kale mengambil satu tempe lalu ia masukan kedalam mulut sereya mencicipi makanan yang lain, Kale melihat kesana-kemari dan aman rumahnya sudah sepi. Ketika Kale menyendok nasi tiba-tiba.

"Kale."

"Aaaa!" jawab Kale terkejut pada Anya yang berada di belakangnya, Kale membalikan badan dengan tempe yang sedang ia kunyah dan ada di tangannya. Mati sudah harga diri Kale.

"Kale ngapain?" tanya Anya dengan wajah polos.

Karena malu Kale menyimpan kembali tempe milik Anya. "Katanya asin," ucap Anya yang sama sekali tidak berniat balas dendam.

Wajah Kale memerah akibat menahan malu. "Ya-ya-ya ... emang kata siapa manis?!" tanya Kale membentak hingga Anya menunduk seraya menutup mata.

Mata Kale melihat pada tangan Anya yang membawa tempat makan, lalu Anya menyodorkannya pada Kale. "Ini."

"Apa?" tanya Kale.

Anya mengangkat kepalanya pada wajah Kale. "Kata Kale masakan Anya nggak enak semua, jadi Anya buatin mie ayam aja. Ini enak kok."

Rasanya Kale ingin jungkir balik saja disini. Ia menatap Anya seolah meragukan kemudian diambil lah tempat makan itu, "Oke."

Diterima saja sudah cukup bagi Anya, berharap Kale mengucapkan terimakasih hanya membuat sakit saja. Anya membalikan badannya untuk pergi ke kamarnya. "Anya!" panggil Kale. Anya menoleh pada Kale.

Kale berjalan mendekati wajah Anya, Anya yang takut langsung berjalan mundur. "Kenapa?" tanya Anya.

"Maaf." Balas Kale dengan suara lembut dan pelan di telinga Anya. Mata Anya seketika membulat.

"Untuk apa?" tanya Anya.

Kale menjahui telinga Anya, "Disuruh Jawa." Jawab Kale lalu melangkah menuju kamarnya. Anya memutar bola mata malas.

"Aish."

                               ******

1.Anya

2.Galang


Continue Reading

You'll Also Like

892K 6.3K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
BACK (✓) By 에마

Teen Fiction

8.9K 1.5K 19
Sequel of 'Dear My Friend' Darmagi Kiwani telah menyelesaikan kuliahnya di Inggris. Sebenarnya, ia bisa saja memilih perusahaan di sana. Ada beberapa...
15K 934 41
"Gue cuman minta lo buat ga pergi, apa gitu aja sulit buat lo turutin!" "Harus sampe kapan aku terus yang harus nunggu? Aku cape Aby cape!" "Tinggal...
1M 64.6K 73
[PART LENGKAP] #1 IN KISAH REMAJA [22/02/2022] Galang Pramudya, ketua The Lion di SMA Elang, yang terkenal ganas dalam menghabisi musuhnya. Tapi beru...