KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

34.Sampah

473 37 1
By SiskaWdr10

|•34|Bertingkah mulu Kale.

                               *******

"Mau apa lo kesini?!" bentak Kale membuat Anya yang kege-eran langsung menunduk.

"Beresin kamar, Kale." Jawab Anya.

"Terus?" tanya Kale dengan posisi yang masih sangat dekat dengan Anya.

"Terus kenapa Kale nggak pakai baju?" tanya Anya polos.

"Terus kenapa ke kamar mandi gue!" ucap Kale membentak.

Anya salah paham, ia jadi takut bila Kale terus-terusan membentaknya. "Tadi kebelet banget, dari pada Anya pipis di sini."

"Pindah rumah gue kalau lo pipis di kamar gue." Jawab Kale berlebihan.

Apakah semenjijkan itu pipisnya, Anya?

"Yaudah." Kata Anya.

Wajah Kale semakin mendekati Anya. "Apa?" tanya Kale.

"Udah gitu aja." Balas Anya, ia takut sungguh.

Tiba-tiba Kale menyentil kening Anya cukup keras sampai si empunya meringis. "Dosa lo sengaja lama-lama di sini buat liat tubuh gue."

Anya langsung gelapan.  "Eh, nggak-nggak!" balas Anya. Bagaimana Anya mau pergi bila ia ditahan seperti ini.

"Yaudah keluar." Kata Kale masih dengan posisi yang dekat dengan Anya. Tolong beritahu Anya bagaimana caranya keluar dengan selamat.

Anya menudunduk bingung. "Kale." Teriak Risa yang akan segera ke kamar putranya.

Mendengar suara Risa Anya langsung memohon pada Kale untuk melepaskannya, karena takut Risa berpikir yang tidak-tidak, posisi mereka sangat dekat dan Kale tidak memakai baju. "Le, awas!!!" pinta Anya merengek.

Seru juga membuat Anya panik, Kale tersenyum kiri. "Apa?"

"Awas Le, ada Bunda Le." Balas Anya memohon dengan wajah memelas.

"Awas? lo ngusir gue, ini kan kamar gue." Kata Kale tak mau kalah.

Anya memejamkan matanya. "Plis."

Ceklek...

"Anya, ada apa?" tanya Risa, lalu mendekati kedua orang itu.

Kale tadi dengan cepat mengubah posisinya dan langsung memasang wajah datar, berbeda dengan Anya yang sedang bersender dekat pintu kamar mandi dengan wajah yang ketakutan.

"Bunda." Ucap Anya lalu memperhatikan Kale yang pura-pura menatap Anya bingung.

"Ngapain Anya kamu?" tanya Risa curiga pada Putranya.

Alis tebal Kale terangkat satu. "Apa si, Bun." Balas Kale.

Ingin sekali Anya menjitak laki-laki sialan itu yang sudah membuatnya sangat panik tapi sekarang ia berpura-pura tak tahu apa-apa.

"Udah ah, aku mau mandi." Ucap Kale lalu memasuki kamar mandinya.

Anya masih terdiam tak percaya. "Kamu nggak kenapa-kenapa, Nya?"

"Ah-ya, nggak papa Bun. Tadi ada kecoa terbang kayanya." Jawab Anya.

Malam hari kembali datang, saat Anya ingin menemani Ica ternyata Kale tengah bermain bersama Ica. Kale tertawa lepas bersama Ica, entah apa yang mereka bahas yang jelas Anya tak mau mengganggu. Ia pun duduk di meja makan asisten seraya memainkan handphonenya.

08xxxx:
Kami dari pihak kepolisian, ada perlu dengan Nyonya Anya.

Pesan itu membuat Anya yang bodoh ini langsung panik. "Hah?" tanpa pikir panjang Anya langsung menghubungi nomer tersebut.

"Halo." Ucap Anya panik.

"Ya, ini dari pihak polisi tidur." Jawab orang di seberang sana.

Anya mengenal suara itu, sialan. "Aishh ... apa?" tanya Anya kesal pada Galang.

Di sana Galang terkekeh kecil. "Senam jantung dulu, Nya."

"Kenapa?" tanya Anya menanyakan maksud Galang menelponnya.

"Pelajari buku-buku yang udah gue masukin ke tas lo." Jawab Galang.

Kening Anya berkerut. "Buku?" tanya Anya sambil berjalan ke kamarnya dan mencari keberadaan tas.

Ternyata benar saja Galang memasukan banyak buku tebal di tas Anya, lantas mengapa Anya baru menyadarinya?

"Besok setor ke gue." Balas Galang.

"Galang kenapa masukin ini ke tas Anya?" tanya Anya bingung.

"Biar lo pusing." Jawab Galang enteng. "Pelajari, gue tutup telponnya."

"Tap-"

Pip....

"Makanan di meja." Ucap Kale yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu kamar Anya.

Anya mengangguk lalu berjalan mendekati meja makan, ternyata Kale ikut-ikutan duduk di depan Anya, pasti ada niat lain.

Senyum Anya merekah saat Kale membelikannya ayam goreng dengan sambal. "Euuuummm, wanginya aja udah enak." Ucap Anya ceria.

Sebelum Anya makan ia mencuci tangannya, Kale sibuk bermain ponsel. Kenapa juga harus di depan Anya. "Kale, ngapain?" tanya Anya.

Wajah datar Kale langsung menoleh pada Anya. "Ini rumah siapa?" tanya balik Kale membuat Anya langsung terdiam.

Ingat Anya, ingat yang di hadapanmu ini majikanmu bukan pacar atau seoarang teman. Batin Anya.

Dari kalian ada tidak yang seperti Anya, jika makan selalu didulukan yang tidak enak baru yang enak, seperti sekarang ini. Anya memakan nasinya lebih dulu baru ayamnya. Melihat itu Kale tersenyum licik, ia menyimpan handhponenya.

"Enak?" tanya Kale.

Anya mengangguk seraya tersenyum. "Banget! nasinya lembut." Balas Anya bersemangat.

"Gue boleh nyobain?" tanya Kale.

"Boleh."

Kalepun mendekati Anya dan mengambil satu ayam milik Anya yang sedari tadi ia jaga-jaga untuk dimakan paling terakhir. "A-Ka-"

"Enak banget." Seka Kale sambil mencocol paha ayam itu ke sambal.

"Enak kan, Anya juga mau dong." Ucap Anya meminta agar Kale mengembalikannya.

Mata tajam Kale langsung memandang pada Anya. "Hehe." Kata Anya menyengir karena takut.

"Udah jadi milik gue." Balas Kale membuat mata Anya membulat.

Sedikit saja Anya belum merasakan ayam itu, ini memang taktik Kale yang tahu tentang kebiasaan Anya. "Aishhh." Ucap Anya kesal, ia menyodorkan sambal itu pada Kale lalu bangkit dari duduknya untuk mencuci tangan.

Jika sajah Kale bukan siapa-siapa Anya sudah habis Anya maki-maki. Kale duduk di kursi Anya sambil kembali memakan ayam tersebut. "Eummm, enak." Ujar Kale untuk menggoda Anya.

Anya menoleh sekejap pada Kale lalu ia melangkah menuju kamarnya. "Buatin gue jus!" perintah Kale membuat Anya menghentikan langkahnya.

Kale bangkit dan mencuci tangannya. Anya membalikan badan untuk membuat jus, apa lagi rencana si biang kerok ini sekarang. "Anter ke kamar gue." Kata Kale lalu ia pergi menuju kamarnya.

Harus banyak sabar untuk Anya menghadapi majikan seperti Kale, ia menghela nafas lalu mulai membuat jus.

Saat Anya ingin mengantarkan jus, ia melihat satu pintu ruangan yang jarang terbuka tiba-tiba pintunya terbuka lebar, alhasil Anya mendekati untuk menutupnya. Tapi tiba-tiba matanya bertemu dengan sebuah bingkai besar berisi foto keluarga Kale. Anya dengan lancang memasukinya sambil membawa-bawa jus ditangannya.

"Waw." Ucap Anya kagum akan segala isi ruangan ini yang ditata sangat rapi sehingga membuat Anya ingin berlama-lama di sini. 

Foto masa kecil Kale, Ica dan yang lainya ada disini. Anya terkekeh kecil melihat foto wajah Kale yang sedari kecil sudah datar, ada beberapa saja yang tersenyum. Foto Ica dengan Kalepun banyak di sini, mereka begitu sangat dekat.

Anya sadar ia terlalu lama disini, ia pun berniat pergi tapi satu foto mengurungkan niatnya. Anya menyimpan jus pesanan Kale lalu mengambil bingkai berukuran sedang yang menarik perhatiannya.

"Ayah." Ucap Anya.

Foto yang Anya pegang berisi foto, Febrianto di kiri, Risa di tengah dan Elang di kanan. Jelas ini tanda tanya besar untuk Anya.

"Anya." Panggil Febrianto saat ia baru memaskui ruangan yang jarang sekali ia kunjungi ini.

Tanpa rasa malu Anya langsung menyodorkan bingkai tersebut pada Febrianto. Senja pernah bilang pada Anya kalau Elang punya masalah pribadi dengan Febrianto mungkin ini jawabannya.

"Kamu dapet foto ini dari mana?" tanya Febrainto seraya mengambil bingkai tersebut.

"Itu Ayahku?" tanya Anya.

Wajah Febrianto berubah resah, pasti Anya akan banyak bertanya. "Iya."

"Ayah dari dulu deket ya sama Ayahku?" tanya Anya semakin penasaran.

"Kita memang bersahabat, Nya. Sekarang sudah malam, kamu harus pergi tidur." Balas Febrianto mengalihkan pembicaraan.

Anya dapat melihat ada yang Febrianto sembunyikan. "Ayah sama Ayahku ada masalah apa sebenernya?"

"Anya."

"Aku anaknya yah, aku berhak tahu." Balas Anya mendesak.

Antara bingung dan bimbang yang Febrianto rasakan. "Plis, Ayah." Ucap Anya memohon.

Dengan berat hati akhirnya Febrianto mau mencerikan pada Anya. "Kami bertiga berteman sejak umur kami lima tahun, Ayah, Ayahmu dan Bunda Risa. Kita adalah seorang sahabat hingga status kita menjadi anak kuliah. Tidak ada yang kuat berteman tanpa perasaan dengan lawan jenis, kita bertiga merasakan cinta segitiga. Entah kamu percaya atau nggak, Ayah dulu ngerasa nggak pantes buat Bunda Risa, akhirnya Ayah ngalah buat Ayahmu. Tapi semua tidak sesaui yang kita bayangkan, ternyata Bunda Risa lebih mencintai Ayah dari pada Ayahmu, Ayahmu bilang ia mengikhlaskan cintanya Bunda Risa untuk Ayah, dan ayah memilih berpacaran dengan Bunda Risa, pada dasarnya mulut dan hati selalu berbeda, Ayahmu lama-lama muak melihat kedekatan kita berdua dan dia marah besar, cinta seolah sangat merusak pertemanan kita, seiring berjalannya waktu Ayahmu mulai dewasa dan kembali berdamai dengan kami, tapi sayangkan Ayahmu jadi takut untuk jatuh cinta pada gadis manapun, sampai Ayah dan Bunda Risa memutuskan untuk menikah ia masih melajang dan akhirnya ia dijodhkan dengan Mamamu Senja, perjodohan itu tekanan untuk Ayahmu yang masih mencinta Bunda Risa, tapi lama-lama cinta itu mungkin tumbuh dengan sendirinya sehingga mereka bisa punya anak secantik dan sebaik kamu." Tutur Febrianto bercerita.

Cerita itu terasa sangat menyedihkan bagi Anya. "Tapi dendam tetap dendam kan, Yah? Jadi Ayahku menabrak Ica dengan alasan ini semua." Balas Anya sambil meneteskan air matanya.

"Bukan begitu Anya, mungkin Ayahmu punya alasan lain, kalau kamu mau tahu Ayah nggak marah sama Ayah kamu, kita sahabat dekat dulu Nya, coba saja kalau Ayah tidak mengajak Ayahmu untuk jujur pada Risa, mungkin semua ini tak terjadi." Kata Febrianto. Ini juga alasan mengapa Febrianto mauapun Risa selalu menganggap Anya adalah seperti anak kandungnya sendiri.

Anya mengusap air matanya. "Maafin Ayah Anya ya, yah" Balas Anya.

Febrianto mengusap pelan pundak Anya. "Ayah nggak suka kalau Anya sedih." Ucap Febrianto.

Hati Anya rasanya seperti dicabik-cabik, ia pun memilih untuk mencari angin di luar meninggalkan jus itu di ruangan Febrianto. Ada Kale yang tersenyum licik mendengar semua cerita yang keluar dari mulut Febrianto. Sedari tadi Kale menunggu Anya dan ia pun mulai curiga dan akhirnya menemui Anya, itu kesempatan bagus untuk menguping.

Ditatapnya langit malam itu dengan mata berkaca-kaca oleh Anya, mengapa harus ia sendiri yang menanggung karma dari masalah pribadi Ayahnya. "Ciiih, emang buah nggak pernah jatuh jauh dari pohonnya." Ucap Kale tiba-tiba ada di sebelah Anya.

"Apa?" tanya Anya sambil menoleh pada Kale.

Kale ikut menatap pada Anya. "Lo sama ayah lo nggak ada bedanya, sama-sama gue benci." Balas Kale dengan mata tajam.

"Ka-"

"Gue denger semua." Seka Kale. Anya terkejut.

"Maafin Ayah Anya, Le." Ucap Anya sambil tersenyum sedih.

"Nggak akan." Balas Kale.

Anya menunduk takut. "Lo cinta gue?" tanya Kale.

"Kayanya pertanyaan itu nggak butuh jawaban, Le." Jawab Anya.

"Cinta?" tanya Kale. Anya mengangguk.

"Kalau gue maki-maki lo sekarang, lo masih cinta sama gue?" tanya Kale.

"Masih, karena itu nggak akan terjadi." Jawab Anya percaya diri.

Mendengar itu membuat Kale tertawa hambar. "Lo ngarep dapetin cinta gue, sedangkan lo aja bisa berdiri di sini bukan karena cinta, Nya. Bukan, nggak ada cinta di dunia ini buat lo, bahkan orang tua lo sendiri aja nggak! gimana rasanya dibuat dengan nafsu tanpa cinta, Sonya?" tanya Kale dengan nada meninggi.

Apa pantas laki-laki berkata seperti itu pada wanita. "Nggak! orang tua Anya saling cinta kok." Jawab Anya sambil menahan air mata.

"Sedih banget mungkin rasanya jadi Ibu lo, cuma dapet raganya aja nggak dapet hatinya. Ternyata emang dari dulu ya Nya, keluarga lo selalu ngemis cinta ke keluarga gue." Ujar Kale.

"Anya nggak ngemis." Balas Anya.

Kale berdecih. "Kalau gue usir lo sekarang dari rumah gue, lo bakalan lakuin itu. Mau?"

Anya dengan cepat menggeleng. "Kale jangan sangkut pautin masalah Ayah sama Anya, Anya nggak tahu apa-apa."

"Lo emang nggak tahu apa-apa, tapi sifat pengemis Ayah lo itu turun ke lo, dan gue benci banget hal itu." Jawab Kale.

"Nggak." Kata Anya.

"Iya, Anya!"

"Nggak!" balas Anya menahan air mata.

"Sekarang apa? lo cuma sampah, Nya. Kalau mereka berdua cinta sama lo nggak mungkin mereka rela ninggalin lo sendiri." Kata Kale membentak.

"Kale bisa diem nggak sih!" bentak Anya dengan air mata yang turun.

"Lo bisa mati aja nggak sih?" tanya balik Kale dengan nada yang juga meninggi. Ia terbawa emosi sampai mukanya memerah.

"Kale jahat!" jawab Anya.

"Lo sampah." Kata Kale.

Anya menatap lekat mata Kale. "Dari ribuan cowok di dunia kenapa Anya harus jatuh cinta sama cowok brengsek kaya Kale." Balas Anya. Ini kali pertama Anya mengucapkan kata itu pada laki-laki yang dulu selalu ia anggap sempurna ini.

Kale berdicih sambil ternyum kiri. "Gue juga bingung kenapa Tuhan mempertemukan kita lagi, apa mungkin ini kesempatan besar buat gue ngungkap kebusukan lo yang nggak pernah gue ketahui sebelumnya."

"Tuhan nggak salah, otak Kale aja yang terlalu pecik, lecik dan egois!" bentak Anya.

Repleks Kale mengangkat tangannya dan ia arahkan pada Anya, ia berniat menampar tapi ekspresi Anya yang sangat ketakutan dengan mata terpejam itu membuat Kale langsung mengepal tangannya dan mengurungkan niatnya.

"Maafin Anya, Le. Maaf." Ucap Anya dengan badan bergetar dan air mata yang terus turun.

Sungguh rasanya tangan Kale sangat gatal ingin menampar seseorang, ia pun pergi dari hadapan Anya untuk kembali mengontrol emosinya.

Anya juga segera pergi ke kamar untuk menangis, bila di luar tak aman. Sesampainya di kamar Anya menangis sejadi-jadinya dan ia menelpon Sifa untuk menceritkannya, yang masih baik pada Anya hanyalah Sifa.

Sifa bingung harus bagaimana memberikan respon terhadap cerita Anya, karena yang Sifa dengar hanya suara tangisan dan suara Anya mengeluarkan ingusnya.

"Kale jahat banget sama, Anya." Ucap Anya, dan itu yang dapat Sifa dengar dengan jelas. Mau bertanya ulang tapi tak enak, masa iya yang sedang sedih harus dibuat kesal.

"Lo harus kuat, Nya. Kalau nggak kuat bisa balik kerumah gue aja." Kata Sifa, lalu ia memberi semangat kata-kata bijak pada Anya secara panjang dan lebar.

Tapi pada dasarnya Anya yang menyebalkan ini, ia malah tertidur membiarkan Sifa mengoceh sendiri. "Nggak ada salahnya juga buat nyerah si, Nya sebenarnya."

"Nya." Panggil Sifa karena sangat hening di sebarang sana.

"Sonyaaaaa." Panggil Sifa dengan nada meninggi.

Apa lah panggilan Sifa, Anya sudah masuk ke alam bawah sadar. Setelah sambungan telpon dari Anya Sifa putus, ia langsung menelpon Galang untuk memberikan informasi keaadaan tentang Anya.

Yang Sifa beritahu secara jelas hanya Anya tengah sangat sedih akibat Kale.

                                🐟🐟🐟

Kedekatan Anya dan Galang kian hari makin membuat orang-orang curiga, pasalnya Galang dekat tanpa tujuan apapun di mata orang-orang, mereka tidak tahu saja kalau Galang punya rasa yang besar pada Anya.

Seperti biasanya, Anya duduk di tempat kemarin bersama Galang sambil membaca buku paket biologi, sedangkan Galang tengah membantu teman sekelasnya. Membaca tapi otaknya melayang-layang pada kejadian semalam.

"Mana tugas." Pinta Galang yang tiba-tiba datang membuat Anya terkejut.

"Aishhh ... Anya semalam ketiduran." Balas Anya.

Galang memandang wajah Anya seperti mengintrogasi. Benar yang Sifa katakan, lihat sekarang mata Anya masih terlihat sembab. "Serius." Lanjut Anya meyakinkan.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata Galang mengambil salah satu buku tulis Anya dan ia mulai menulis tugas yang harus Anya kerjakan. Diam sedikit saja Anya langsung melamun.

"Galang gangguin Anya karena cinta kan?" tanya Anya, Galang langsung berhenti menulis. "Anya tahu itu." Ucap Anya, Galang menoleh pada wajah Anya yang terlihat putus asa. "Tapi Kale bilang nggak ada yang cinta sama Anya di dunia ini." Lanjut Anya seraya tersenyum sedih.

Kesedihan di wajah Anya sangat terpancar jelas, yang Anya tahu Galang tak tahu apa-apa, jadi ia sedang sedih pun pasti dianggap bergurau, tapi lebih bagus begitu Anya malas bila harus bercerita masalahnya dan ia dikasihani.

"Apa?" tanya Galang dengan wajah yang pura-pura bingung.

Anya langsung tersadar dari lamunannya. "Nggak." Jawab Anya.

"Galang!!!" panggil Febi, dia salah satu anggota OSIS yang akrab dengan Galang.

Galang dan Anya menoleh pada Febi yang mendekatinya. "Suruh Reno ke ruangan kepsek, bantu nata ruangan itu, lo kan gerakanya cepet."

"Sekarang?" tanya Galang yang baru saja istirahat. Febi mengangguk.

Anya pun ikut bersama Galang, Febi bilang ini untuk merayakan hari ulang tahun kecil-kecilan kepsek, dia tak mau meriah.

Di dalam sudah ada Reno dan Sarah yang sedang mendekorasi ruangan. Galang sangat muak saat tahu ada balon angin di sana, jujur dari kecil Galang takut pada balon.

"Duhhh, gue bantuin ngapain." Ucap Galang sambil menjauhi balon-balon.

Sikap Galang menunjukan kalau ia takut pada balon, semua langsung paham itu. "Ren, Galang ngapain?" tanya Febi.

"Tiupin balon aja, tar bantu pasangin ke atas." Ucap Reno yang ada di atas.

"Gak!" bantah Galang dengan wajah panik. Sarah terkekeh melihat itu.

"Lo takut?" tanya Sarah.

"Idih, nggak." Jawab Galang sok berani.

Sarah memberikan balon pada Galang. "Yaudah nih tiup, lo kan calon anggota OSIS." Ucap Sarah, Febi dan yang lain tersenyum mendengar itu. Tak hanya Sarah yang mengatakan hal itu, hampir semua anak mengatakan Galang calon anggota OSIS padahal anak itu sama sekali tak ada niat untuk mengikuti organisasi menyebalkan semacam itu.

"Nggak-nggak." Tolak Galang yang sudah berkeringat dingin.

Anya hanya menyimak mereka saja. "Sini Kak, sama Anya aja." Ucap Anya sambil tersenyum tipis.

Sarahpun memberikannya pada Anya. "Jangan lupa cepet-cepet pilih eskul." Ucap Sarah ramah, Anya mengangguk seraya meniup balon.

"Lo beneran nggak takut?" tanya Sarah. Galang menggeleng.

Dor!

"Aaaaah!" dengan cepat Galang memeluk Anya yang berada di sebelahnya. Sialan memang Febi sengaja meledakan balon di telinga Galang.

"Hahaha!" semua OSIS itu tertawa renyah.

Anya sendiri merasa aneh saat Galang memeluknya dengan wajah takut bagaikan anak pada Ibunya.

"Galang." Ucap Anya pelan.

"Udah kali modusnya." Kata Sarah membuat Galang tersadar dan segera melepaskan pelukan itu.

Saat Anya mau memasuki kelasnya ia berpapasan dengan Bule, penampilannya sedikit berubah tidak sangat urak-urakan. "Jangan deket-deket sama cowok lain, Kale cemburu." Ucap Bule pada Anya yang memperhatikannya.

Cemburu? tidak mungkin. Kale sangat membenci Anya atas perbuatan Ayahnya.

Tanpa menjawab ucapan Bule Anya melanjutkan langkahnya. "Cemburu? oh shits, pembohong!"

"Siapa?"

"Aishhh!" ucap Anya terkejut atas kehadiran Abigel yang tiba-tiba. "Yang Kunti bukan Anya, tapi kamu!" ucap Anya lalu berjalan kedekat meja kelompoknya bersama Desvilia.

"Lho, Nya. Kunti dasteran loh, gue pocong kali." Balas Abigel.

Anya langsung terdiam melihat Desvilia yang sedang sibuk mengatur jadwal les privatnya, mendekati hari ulangan dan tes agar masuk kelas unggulan membuat anak itu sangat gigih belajar. Orang-orang seniat itu agar masuk kelas robot, Anya jadi merasa minder, tapi tenang, ada Galang yang akan setia menjadi Guru privatnya.

"Giliran lo yang kerjain." Ucap Desvilia sambil memberikan kertas soal.

"Anya nggak paham, boleh nanya kamu?" tanya Anya baik-baik.

"Nggak!" jawab Desvilia sinis. "Gue aja ngerjain sendiri."

Anya lemot dan payah, satu soal saja tidak akan bisa ia kerjakan. Mungkin butuh waktu beberapa hari untuk memecahkannya, tapi ini kan berkelompok harusnya dilakukan bersama-sama. Dasar menyebalkan gadis hantu ini.

Bel istirahat berbunyi, ia makan seperti biasa bersama Abigel, Galang sangat sibuk sampai batang hidungnya tidak terlihat.

"Kumpulan tugas kalian masing-masing!" perintah Bu Nadya ketika jam pelajarannya kembali berlangsung, jam pelajaran MTK memang selalu paling lama.

"Des, ini belum satupun." Ucap Anya panik.

"Hah, serius?" tanya Desvilia.

"Anya nggak paham." Jawab Anya jujur.

"Duh, bodoh banget si lo!" bentak Desvilia. Lalu ia bergegas mengambil kertas untuk mengkotret, tapi sayang waktu habis dan kertas jawaban sudah Bu Nadya ambil secara paksa.

"Cuma terisi setengahnya saja?!" tanya Bu Nadya menggema keseluruh penjuru kelas. Ini fiks salah Anya.

"Maaf, Bu. Ini salah Anya, Anya nggak paham." Ucap Anya sambil menunduk, Abigel sedih melihat teman barunya itu.

"Jelas kamu salah! memang pada dasarnya anak-anak di kelas ini lemot semua, apa lagi kamu berdua, Ibu kira kalian disatukan akan selesai dengan baik ternyata sangat kacau!" bentak Bu Nadya.

Desvilia meremas roknya kesal pada Anya. "Ini salah kalian berdua, nilai kalian masih di bawah rata-rata!" ucap Bu Nadya lalu berjalan ke mejanya.

Lama-lama Anya semakin bodoh bila selalu dibentak seperti ini, dibentak di depan banyak orang itu malunya berkali-kali lipat.

Demi apapun Desvilia ingin meninju wajah polos Anya, ia sudah susah payah mengerjakan tapi tetap di bawah KKM akibat Anya. Lagi pula bukankah itu salahnya sendiri? kenapa tak mau bekerja sama dengan Anya.

"Jangan terlalu dipikirin, Nya." Ucap Abigel saat jam pulang berlangsung. Anya sengaja menglambatkan aktivitas memasukan bukunya, ia menunggu sepi. "Gue duluan ya, Nya."

"Hm ... gapapa, Gel. Hati-hati." Ucap Anya pada Abigel yang bergegas pergi. Anya mengangguk sambil tersenyum sedih.

Setelah kelas sepi, Desvilia mendekati Anya dan tiba-tiba menendang meja Anya. "Ini semua gara-gara lo bodoh! ganggu aja hidup gue, nggak ada gunanya dasar." Ucap Desvilia memarahi Anya, sedari tadi ia tahan-tahan emosinya.

"Iya, Des. Maafin Anya." Balas Anya ketakutan.

"Enyah aja dari hadapan gue, sampah!" maki Desvilia lalu pergi dari hadapan Anya.

Setelah perginya Desvilia air mata Anya turun begitu saja, mengapa Anya disebut sampah? ia bodoh, tapi apa julukan itu harus dilontarkan pada Anya.

Katakanlah Anya cengeng, memang begitu faktanya. Ia menutup wajahnya menggunakan tangan lalu kembali menangis, percayalah bahkan Anya sendiri saja menganggap dirinya sampah dan ketika orang-orang memperjelasnya dengan ucapan menyakitkan hati Anya terasa seperti dicabik-cabik.

"Hiks .... hiks ... hiks...." Suara tangisan Anya di kelas yang cukup sepi.

Darah mengalir di hidung Galang saat dirinya tengah melihat Anya menangis, hari ini ia banyak berpikir dan mengeluarkan energi. Galang mengambil tissue di tasnya untuk mengelap darah di hidung lalu mendekati Anya dan duduk di sebelahnya.

"Sampah bisa bernilai tinggi di mata orang keren kaya gue. Jangan nangis, sini gue daur ulang." Ucap Galang membuat Anya langsung menoleh padanya.

Galang tengah memberikan kode, atau hanya kata-kata penenang?

                         .    *******

1.Anya

2.Kale (sebelum masuk angin)

3.Galang


Continue Reading

You'll Also Like

ALRES By ⛓️

Teen Fiction

333K 19.3K 29
❗DI JAMIN ALUR CERITA GAK AKAN KETEBAK ❗ ___________________________________________ -Antara Aku, Kamu, dan Sandiwara- Tentang Alres Anibrata, cowok...
32.3K 4.3K 66
|UPDATE SETIAP HARI| Perhatian : Mengandung kata yang kurang pantas dan kasar. Mohon jangan ditiru, dan bijak dalam memilih bacaan. Chia membenci Kai...
595K 22.1K 68
Arka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi...
AKSARA By ☆

Teen Fiction

306K 23.2K 42
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tamp...