J A N G K A P | jihoon treasu...

Av oceanisaaa

1.7K 188 165

❝Aku ingin membuat kamu kamu merasa jangkap. Tapi sepertinya benar kata The Rose, it's better to be held than... Mer

p r e f a c e
c a s t // p l a y l i s t
e p i g r a f
johan

renandina

455 54 67
Av oceanisaaa

a/n : bisa di-skip kalau udah pernah baca. cuma dirubah detail-detailnya dikit-dikit.

.

.

.

.

Mas Dani 💙💜

Dek ...

Nanti, si johan mau ke rumah.
Mau pinjem jaket denim yang ada di lemari paling atas, nanti ambilin yo!

Oh ya, minggu ini aku nginep di kontrakannya anak². Mau muncak sama ajun yoshi, bilangno mami.

Eh, tak bilang sendiri ae

Ren menghela napas kala mengetik balasan "oke" atas pesan panjang lebar kakaknya, Dani.

Meletakkan gawainya di atas nakas, jantungnya kini berdegup kencang akibat pesan singkat Danny perihal kunjungan Johan ke rumahnya.

Johan sendiri kemari.

Tanpa Ajun, tanpa Dani, dan tanpa geng Forum Pemburu Harta Karunnyanya yang rusuh itu.

Jelas saja perasaan Ren sekarang tak karuan. Nano-nano dan gado-gado alias campur aduk.

Ini perihal Johan Prawira, si cinta dalam hatinya Ren selama empat tahun berjalan ini.

Si mantan ketua OSIS, mantan teman sekelasnya selama tiga tahun berturut-turut, dan teman kakaknya yang masih setia berstatus crush.

Pffft ....

Sejak hari pertamanya menggunakan seragam putih abu-abu hingga kini ia menginjak semester dua kuliah, perasaan Ren masih sama.

Tetap menyukai amat sangat sosok Johan Prawira.

Johan yang dengan mudahnya bersuara dan menjajakan pendapat.

Johan yang selalu bisa membuat siapapun, tua maupun muda dekat.

Johan yang penuh antusiasme, tanggung jawab, dan perhatian.

Johan yang selalu pintar membuat ujaran penuh penistaan tapi juga sayang bersamaan.

Johan yang suara dan tawa manis renyah miliknya selalu berhasil membuat Ren selalu terpikat.

Satu lagi, Johan dengan kericuhannnya.

Ren suka semua itu, semua tentang Johan.

Lagi-lagi ia menghela napas.

"Sudah tahunan mengalami cinta bertepuk sebelah tangan, tapi masih aja kerasa seseknya," monolognya, "ancen aku gak punya bakat jadi player pro one-sided love."
[memang]

Iya, nyatanya, semua perasaan Ren hanya ia simpan sendirian, tak pernah ia nyatakan dan tunjukkan hingga berujung pada cinta bertepuk sebelah tangan.

Bagaimana Johan akan membalas perasaan jika selama ini Ren hanya bungkam?

Bagaimana Ren akan mengungkapkan perasaan jika ia sadar bahwa Johan menganggapnya tak lebih adik dari Dani sahabat Johan, serta teman dan kenalan karena satu sekolahan.

Yah, begitulah.

Semua spekulasi ciptaannya sendiri mengantarkannya pada keputusan memedam rasa dan menahan diri agar tak bereaksi berlebihan saat berhadapan dengan Johan.

Ren tau, ada sekat tak kasat mata yang dibangun Johan untuk dirinya. Sekat yang tak mampu Ren hancurkan pun ia lewati.

Raga Ren dan Johan memang dekat, mereka sekelas selama tiga tahun, bahkan sering berjumpa setiap akhir pekan lantaran Johan sering mengantar Dani pulang ke rumah. Tapi hati dan pikiran mereka jauh, Ren tak pernah benar-benar berbincang dalam dengan Johan, mereka hanya bertukar sapa dan senyum dan berbasa-basi seperlunya. Johan tak memberinya ujaran sarkas seperti yang sering ia lakukan pada Ryana dan Helena, ia juga tak berbicara serius seperti saat bercengkrama dengan Siena dan Karina.

Setahu Ren ada lima tipe intimasi atau tipe-tipe kedekatan, tapi payah, tak satupun poin ada pada hubungannya dan Johan.

Johan pada Ren itu datar dan formalitas.

Seperti judul lagu 5 Second Of Summer, "Close As Stranger".

Kini Ren menatap jaket denim Dani yang hendak Johan pinjam. Seulas senyum kecil terpatri dibirai tipisnya.

"Pasti dia ganteng banget kalo pake jaket ini," monolognya lagi, membayangkan tubuh Johan berbalut dengan jaket denim kakaknya, "persis oppa-oppa boyband."

Ganteng-ganteng bukan serigala.

"Sayang banget ganteng-ganteng gak suka sama aku," katanya sedih lantas tertawa sarkas, " tapi kasian juga Johan kalo dapet cewek kayak aku."

Sakit tapi tak berdarah.

Insecure dan rasa inferior menjajah.

Ia segera melipat jaket itu dan memasukannya ke dalam goodie bag coklat. Rencananya ia akan menyerahkan jaket itu pada Johan dan langsung berangkat ke kampus setelahnya. Kebetulan satu jam setengah lagi ia ada kelas Psikologi Kognitif.

Hendak turun dari kamar Danny suara mobil terdengar, beberapa jemang setelahnya bel rumahnya nyaring berbunyi. Ren buru-buru turun dan membuka pintu setelah memastikan penampilannya stunning hari ini —mau ketemu crush harus tampil paripurna.

"Renandina Cokroaminoto?" sapa Johan usai melepas masker hitamnya.

Ampun, mirip second leader Treasure beneran!

Itu Johan dengan suaranya yang renyah tapi manis, menyebut nama Ren lengkap, membuat jantung gadis berwajah mungil itu berdetak lebih cepat. Ia menelan salivanya samar-samar. Buru-buru ia kembali ke realita, sapaan Johan tidak boleh dianggurkan, "Mau minjem bajunya Mas Dani kan?" tanya Ren basa-basi memastikan.

Johan tersenyum, eye smile-nya menghiasi paras, "Iya, Mas Dani wes bilang ke kamu mestinya."

Ren mengangguk lantas menyerahkan goodie bag berisi jaket Dani kepada Johan.

Lelaki dengan t-shirt putih dan kemeja kotak-kotak abu-abu jingga tak dikancingkan itu melirik ke dalam goodie bag, memastikan bahwa jaket yang diberikan oleh Ren seperti yang hendak ia pinjam.

"Bener yang itu?"

Johan diam, tak kunjung menjawab. Ia justru menelisik penampilan Ren dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Jeda.

Johan memandangnya lekat sepersekian detik.

"Kamu rapi banget, mau ngampus ta, Ren?"

Ren menahan napas, dibilang rapi aja rasanya sudah hendak melayang ke langit-langit menyusul Nawangsari-nya Jaka Tarub.

Ren mengangguk.

Ada rona kecewa di kedua iris Johan.

Ah, apakah Ren tak salah lihat?

"Bareng aku aja, aku juga mau ke kampusmu kok," tawar Johan, mencoba tersenyum.

Ke kampus bersama anak adam yang selama ini memenuhi isi kepala Ren adalah sebuah anugrah dan rejeki nomplok.

Mimpi apa Ren semalam? Kenapa hari ini tiba-tiba Johan mau memberinya tumpangan ke kampus. Padahal selama ia kenal Johan tak pernah pemuda ini menawarinya tumpangan. Dulu saja saat hujan deras sepulang rapat OSIS, Johan dan motornya cuma lewat gak pake basa-basi.

"Kamu ... Ngapain ke kampusku?"

Johan terkekeh, "Aku mau lihat perform-nya Pamungkas, dia jadi guest star seminarnya anak Sasing. Kemarin Jeno sama Echan kalah pas mabar."

Kedua birai Ren membulat, "Oalah, gitu." Udah mau baper ternyata Johan cuma trying to be nice!

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

"Gimana, mau gak?"

"Tapi seminarnya di kampus C, Han? Kuliahku di kampus B."

Johan lagi-lagi tersenyum, "Ya gapapa aku mampir sebentar ke kampus B, acaranya masih nanti sore kok."

"Beneran gak ngerepotin ini?"

Jeda.

"Nganter kamu itu salah satu wish list-ku selama ini sih, Ren."

Ren terdiam meski membatin dari dalam, barusan Johan flirting apa ngerjain aku seh?

"Udah gak usah tanya lagi," katanya, "aku tunggu di mobil, rumah sama pagernya dikunci. Kamu sering kelupaan loh."

Cuk, sejak kapan Johan tahu aku teledor, sering lupa ngunci pintu?

🐼🐼🐼

Ren hanya menatap jalanan, Johan yang biasanya banyak bicara dengan orang lain hanya diam fokus dengan kemudinya. Untung saja lagu-lagu Paramore mengalun. Mulai dari "When It Rains" sampai "Still Into You". Setidaknya suara Hayley Williams dapat meredam atmosfir canggung antara keduanya.

Mungkin flirting tadi cuma cara Johan mencairkan suasana, sekarang ia kembali ke mode default khusus untuk Ren, datar dan formalitas.

Jarak itu tetap ada.

Jarak itu tetap terasa.

"Ren," panggil Johan saat mereka terjebak di lampu merah. Lagu "Still Into You" menjadi backsong mereka saat ini.

Ren melirik sekilas, ia jelas melihat Johan menatap lurus ke jalanan di depannya.

"Lama kayaknya aku gak ketemu kamu, kamu sibuk ngambis ta?"

Ada yang tersentil di hati Ren, mengapa Johan bertanya demikian jika saat bertemu saja ia pasti pura-pura tak melihat. Ah, apa ini model basa-basi seorang Johan Prawira? Tapi, Johan dan basa-basi sepertinya bukan dua hal yang dapat disandingkan. Dia kan ahli mengejek, kalo urusan mengenyahkan canggung pasti pake cara nistain.

"Lumayan sih, banyak jurnal sama buku yang harus dibaca," jawab Ren jujur. "Lagian kita gak sekampus ya pastinya jarang ketemu."

"Bener seh," timpal Johan lirih, lantas melajukan roda besinya, lampu menyala hijau. "Masih suka Paramore?" tanyanya gak nyambung.

Ren menoleh, lagi-lagi kaget, Johan tau kalo aku suka sama Paramore?

"Kamu ... tau kalo aku suka sama Paramore?" tanya Ren mencoba datar, meski ada yang meletup dalam dadanya saat mengetahui bahwa ternyata Johan lagi-lagi tahu detail kecil tentang dirinya. Rasanya lebih deg-degan dari pada saat ia berhasil di-notice Jae DAY6 di Twitter.

Johan menoleh, saat pandangan mereka bertemu ia berujar, "Tau dari dulu, dari hari pertama kita masuk SMA."

Ada yang janggal. Meski semua tentang Johan hari ini menyenangkan, ini jelas bukan Johan yang biasanya.

"Kamu kenapa, Han?"

"Aku?" tanyanya kini membelokan kemudi. "Lagi seneng aja hari ini."

"Kamu aneh."

Johan ngakak, "Dari pada aneh, lebih suka dibilang ganteng dan bikin gemes seh."

Ren mengerjap, Johan tumben rusuh sama aku? "Kamu selama ini gak —"

"Gak peduli, datar, formal?"

Ren mengangguk, sekarang lampu merah lagi. "Sorry ya Han, aku emang ngerasa selama ini kamu kayak bikin jarak ke aku. Aku kira itu ke semua temen-temen. Tapi ternyata enggak. Kamu ke Lia, Helen, Siena, sampek si Karin gak seperti kamu ke aku. Terus tiba-tiba hari ini kamu ..." Ren menggigit bibir bawahnya sesaat, " ... berubah. Kayak bukan kamu, Han."

Johan terdiam.

Ren jadi merasa salah berucap, tapi salah sendiri, kenapa tingkah polah dan ujaran Johan hari ini memang jungkir balik 180 derajat, membuat gadis itu merasa ini adalah momentum tepat untuk bertanya pun berpendapat.

"Aku punya alasan kenapa aku gitu," katanya, "pertama dulu aku goblok, kedua aku dulu gak punya kesempatan."

"Ngomong kok muter-muter gini sih?" Ren menautkan kedua alisnya.

Belum sempat menjawab gawai Ren going crazy, bergetar menunjukkan notifikasi panggilan. Itu Felix, Johan memang sengaja curi-curi pandang jadi tahu.

"Hi, bestie! Ini kelasnya Pak Bobby libur, wes gak usah going to ngampus."

"Leh, kok baru ngomong sekarang? Aku wes otw loh ini."

"Sorry, I juga baru tahu pas enter class. Pak Bobby dadakan tahu bulat, ."

Ren langsung mematikan gawainya sebal dan memasukkan ke dalam tasnya.

Johan tiba-tiba terkekeh.

"Lhapo?" sarkas Ren bete. Paling enak kalo ngambek itu pake bahasa Jawa, lebih mantep esmosinya.
[kenapa?]

"Kamu itu loh masih doyan dan obses sama belajar yaa, hobi banget pengen jadi orang pinter," tukasnya, "orang kelasnya libur kok malah kesel."

Ren mengerjap sesaat, benar juga ucapan Johan semenjak dulu ia memang tergila-gila belajar, satu geng dengan Maudy Ayunda dan Najwa Shihab. Tipikal temen sekelas yang suka bilang ada PR saat guru/dosen tanya padahal teman yang lain pura-pura hilang ingatan.

"Kamu juga kali, obses banget ikutan organisasi. Kita sama-sama obses meski beda jalur, Han," kilahnya, "aku gak kesel kok kelasnya libur, cuma ini udah dandan cantik masak ya gak jadi belajar."

Johan tertawa, "Yaudah, ikut aku aja lihat Pamungkas. Tadi niatku emang pengen ngajak kamu ikut seminar sama lihat konser ini sih."

"Han ...."

"Tanya pas di sana aja, aku mau fokus nyetir," kata Johan menahan senyum.

Ren?

Seneng tapi bingung.

🐼🐼🐼

Sekarang Ren tau kenapa teman-teman sekampusnya suka banget hangout kalo kelas diliburkan. Karena ternyata kelas libur terus diganti dengan jalan-jalan sama crush itu semenyenangkan ini. Ini pertama kali Ren tidak menggunakan kelas libur untuk berkutat dengan buku-buku dan jurnal ilmiah. Maklumlah mahasiswa ambis macam Ren selalu bingung dengan mahasiswa santuy dan kuliah cuma buat keren-keren doang, UKT mahal cuy, masa kuliah libur-libur terus —begitu pemikirannya. Sekarang Ren menuai karma, ternyata kelas libur asik juga jika dihabiskan bersama Johan, worth it lah!

Konser dan seminar anak Sasing dimulai pas malam hari ternyata, Johan tertangkap basah berbohong soal waktu konser yang katanya akan dihelat sore hari. Saat Ren menatapnya penuh tanda tanya, pemuda itu hanya nyengir lebar.

"Katahuan deh, aku emang nyari-nyari alesan aja biar bisa nganter kamu kuliah."

Pipi Ren langsung memerah.

Dari siang hingga senja mulai terlihat, dari kampus B sampai tiba di lokasi acara alias convention center di kampus C, Johan tak henti-hentinya bercerita, mulai dari menceritakan kelakuan anak-anak HIMA, teman-teman satu fakultasnya, sampai kelakuan anak-anak komunitas luar kampusnya, Johan ikut komunitas mengajar baru-baru ini. Semua cerita Johan seru, dunia asing nan menarik yang jarang Ren masuki. Habisnya, dibandingkan mengikuti organisasi sosial dan kemanusiaan seperti yang Johan lakukan, Ren lebih memilih ikut olimpiade dan kompetisi menulis karya tulis ilmiah.

"Kan ada anak jalanan yang belum bisa baca gitu, Ren, terus aku ajarin dia. Besoknya pas aku balik ke sana dia nulis 'terima kasih mas johan', aku langsung speechless, seneng dan terharu, berasa akhirnya hidupku ada gunanya juga. Kebahagiaan ternyata sesimple itu Ren." Johan yang berbinar, senyumnya mengembang.

Inilah Johan yang selalu Ren bayangkan dan impikan, berbicara penuh antusiasme pada dirinya.

Ternyata, hari ini terwujud menjadi nyata.

"Itu namanya perilaku prososial sih," timpal Ren, "William dalam Syafriman tahun 2005 menyebutkan bahwa perilaku prososial itu tingkah laku seseorang yang bermaksud untuk merubah keadaan psikis dan fisik si penerima sedemikian rupa, sehingga penolong akan merasa bahwa si penerima menjadi lebih sejahtera atau puas secara material ataupun psikologis. Pengertian ini menekankan pada maksud dari perilaku untuk menciptakan kesejahteraan fisik maupun psikis."

Johan berkedip beberapa saat. Lalu bertepuk tangan, "Wow, gini ya rasanya ngomong sama mantan langganan juara pararel yang sekarang merangkap mahasiswi psikologi," Johan mengulurkan telapak tangannya, "coba baca apa yang aku pikirin sekarang."

Ren tertawa dan memukul telapak tangan Johan, "Emangnya aku Mama Lauren atau Roy Kiyoshi? Gak bisa aku baca pikiranmu, Han!"

Johan nyengir lebar, "Yah, kirain anak psikologi bisa gituan, kan enak, aku gak perlu bilang lagi kalo kamu tahu apa yang aku pikirin sekarang."

Ren berpikir sejenak, emangnya apa yang dipikirkan Johan? Yang jelas ada yang tak biasa, hanya itu yang ditangkapnya.

"Ren ...."

Gadis itu memberi atensi pada Johan.

"Sadar gak, Ren?"

Menautkan alisnya Ren menimpali, "Apa?"

"Ini percakapan terpanjang yang pernah kita bahas."

Ren menahan senyum, menahan detak jantung.

"Aku sering sih bacotan sama Ryana atau bahas isu-isu politik bareng Siena sama Karin," katanya tiba-tiba, "ngomong sama mereka asik."

"Terus?"

"Tapi setelah ngomong sama kamu hari ini, aku baru sadar mereka gak seseru kayak pas aku ngomong sama kamu." Johan menggaruk tengkuknya, "Cringe pol dan gilani banget ini, tapi cerita ke kamu itu bikin aku seneng banget. Lihat aku sampek gak sadar ngomong teros padahal di sini rame banget."

Ren bersemu, pipinya merah jambu.

Untung saja Johan tak tahu, ia menoleh ke belakangnya dan mendapati anak-anak HIMA Sasing yang kasak kusuk bak dengungan lebah madu, "Woi rame amat gak ada yang mau bagi duit apa?"

"Bangsat ancen Johan, nek gowo gandengan bening lali karo bolo-bolone! Santet ae rek!" cerocos Jeno.
[Bangsat emang Johan, kalo bawa cewek lupa sama temen-temennya, santet aja, gais!]

"Gatheli pol, menang give away tiket oleh gandengan bening maneh, Mbaknya ayo pulang, kasian ayu-ayu dapet mas-mas part-time host insert!"

[Nyebelin banget, menang tiket give away bisa bawa cewek cantik. Mbaknya ayo pulang kasian cantik-cantik dapet mas-mas cerewet part time pembawa acara insert]

"Cangkeman, Hanjis Jenong!" Johan langsung middle finger up!
[Bacot!]

Kebetulan sih tempat Johan dan Ren dekat dengan posisi teknisi sound serta panitia acara -tempat VIP karena bisa menonton Pamungkas dengan lebih leluasa dan gak desek-desekan, tiket taruhan gak kaleng-kaleng.

Ren cuma ketawa, mengamini penistaan anak-anak Sasing karena ujaran mereka tidak salah juga, Johan memang kadang mulutnya persis Rian Ibram Insert.


Selang beberapa puluh menit ....

"Nah, ini rek penampilan yang kita-kita tunggu, Mas Pamungkas dengan One Only..."

Sorai penonton bergemuruh memenuhi convention center kampus yang disulap menjadi venue konser.

"Kalo urusan cinta, aku emang goblok banget." Johan berucap, memandang Pamungkas di atas stage yang sedang check sound. Ia gugup. Seriusan, Ren baru kali ini melihat Johan tidak percaya diri. "Aku gak jago ngungkapin perasaan sama orang yang aku sayang." Johan lantas mengalihkan pandangannya ke Ren.

Tatapan mereka bertemu, saling beradu.

"Since day one, aku suka sama kamu diem-diem."

Ren menelan salivanya.

"Selama ini aku nahan diri buat gak deketin kamu, gak ngomong berlebihan sama kamu." Johan kini menautkan kelima jarinya pada milik Ren, "I try my best to hiding my feeling, yah walaupun si koala buntung Ajun, Pangeran Jepun, sama masmu masih aja tau."

"Han ..."

"Edan, aku gemes banget kalo kamu panggil aku pake singkatan itu," tukas Johan gemas sampai kedua hazelnya menyipit.

Ren ingat memang ia memanggil Johan dengan "Han" alih-alih seperti teman-teman lainnya yang memanggil cowok ini dengan panggilan "Jo". Ren berasumsi bahwa panggilan Jo terlalu kebarat-baratan, Ren risih aja, habisnya wajah Johan kayak member TREASURE bukan member One Direction. Johan mah masih kalah ganteng sama Harry.

"Maaf, tapi enak manggil 'Han' daripada 'Jo'."

Johan nyengir, "Gak papa sih, seneng aku sebenarnya selama ini, berasa udah pacaran sama kamu."

Ren tak berpikir sejauh itu, to be honest. Yah, walaupun dia suka Johan tapi tak pernah terbesit panggilan 'Han' ia jadikan ajang flirting.

Merasa Ren cengo, Johan' buru-buru ambil situasi. Ia menampakkan wajah serius lagi. Mantan ketua OSIS emang jago banget ngatur emosi. "Renandina, aku yakin pasti ini kayak tahu bulat digoreng dadakan di mobil lima ratu—"

"Han, kamu ngomong apa jualan tahu bulat?" Ren Baru tahu rasanya meladeni kelakuan absurd Johan, anak-anak geng harta karunnya gemes kesel sama Johan kayak aku gak ya?

"Sepurane, iki haduh aku deg-degan," katanya lantas berdeham. "Intinya aku suka kamu Ren, aku mau nebus waktu-waktu yang gak aku pergunakan buat sama kamu."
[Maaf, ini ...]

Ren mengerjap, jadi aku selama ini aku gak jatuh cinta sendirian?

Johan merapatkan kelima jemarinya, semakin rapat menggenggam tangan mungil Ren, lantas ia mengangkatnya mensejajarkan dengan dadanya. "Start countin' all the days, forever I will stay with you, with you, one only you. Go far and roam about, comeback and callin' out to me—"

"Gak usah nyanyi, kamu saingan sama Pamungkas tuh."

Johan nyengir menurunkan tangan mereka, "Jadi aku boleh suka sama kamu?"

Ren terdiam sesaat, "Kalo kamu bisa kasih alasan logis kenapa kamu jaga jarak sama aku."

Johan tersenyum

[]

Fortsett å les

You'll Also Like

22.3K 635 11
[One Shoot] [Two Shoot] 1821+ area❗ Adegan berbahaya ‼️ tidak pantas untuk di tiru Cast : Taehyung (Top) Jungkook (bot) # 1 oneshoot (23/05/2024) #...
77.2K 3.1K 24
MENGANDUNG 18+❗⚠️❗⚠️❗ sorry kalo ada typo yaw🤗
614K 47K 37
Perpindahan jiwa musim 4 🌼follow akun author untuk membaca🌼 Karalina yang meninggal dunia, tiba-tiba terbangun di tubuh Elisa Karaline. Si antagon...
279K 8.8K 62
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.