KALE [END]

Da SiskaWdr10

49.1K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... Altro

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

32.Macan tidur

405 34 19
Da SiskaWdr10

"Saya kalah duluan kalau disuruh bohong, apa lagi soal perasaan." -KALE-

                               *******

Kedua temannya telah meninggalkan kamar Kale, yang tersisa hanya Bule. Ia mendekati Kale yang terlihat sangat kacau.

Bule ikut memandang ke arah langit seperti Kale. "Yang sakit nggak cuma Anya, tapi juga lo. Jujur gue paling susah nemuin sisi gelap lo dari temen-temen gue yang lain. Gue nggak mihak lo ataupun Anya, alasan lo gini pasti udah lo pikirin beribu-ribu kali. Tapi kalau mengacunya ke masalah Ica, inget bro yang salah Bokapnya. Dia juga kalau disuruh milih pasti maunya nggak kenal lo. Jangan lupa maafan sama diri sendiri, gue balik ya." Ucap Bule. Kale hanya membalas dengan anggukan.

Setelah perginya teman-teman Kale, ia sendiri melamun di balkon kamarnya. Tak lama Risa datang dengan wajah memerah.

"Abang!" panggil Risa.

Kale menoleh. "Apa, Bun?" tanya Kale.

Risa duduk di ranjang Kale, tanpa diperintah Kale langsung mendekati Risa. "Kamu berantem sama, Anya?"

"Nggak, Bun. Cuma bercanda." Kilah Kale.

"Bercanda?!" Risa mencondongkan badannya pada Kale. "Bunda nggak yakin, bang."

"Bunda anaknya siapa si, aku apa Anya? aku kan, masa lebih percaya sama orang lain." Jawab Kale.

"Hm ... Abang bukan anak Bunda kalau sering bikin Anya nangis." Kata Risa.

"Dianya aja cengeng." Jawab Kale.

"Abang!" bentak Risa, lalu ia menghela nafas dan menggenggam tangan putranya. "Jangan bawa-bawa Ayahnya, Bang. Gimana kalau Ayahmu tahu masalah ini?"

Wajah Kale berubah datar, pasalanya satu keluarga ini berpihak pada Anya. "Aku nggak bisa diem aja liat Ica kaya gitu."

"Apa bikin orang menderita ada pengaruhnya?" tanya Risa.

Kale mengangguk. "Aku ngerasa tenang, kalau Bunda nggak izinin aku buat ganggu Anya, izinin aku buat donorin mata ke Ica."

"Ya Tuhan Azriel Putra." Jawab Risa tak habis pikir. "Bunda suruh jagain Ica bukan berarti Bunda nggak sayang kamu."

Kale mendunduk merasa bersalah. "Keluar gih cari angin biar kamu nggak mumet." Ucap Risa. Kale menoleh pada Risa.

"Boleh?"

"Asal ga minta uang mah sana gih." Jawab Risa, Kale tersenyum tipis.

Jawa sendiri tengah menikmati kopinya di angkringan sendirian, tadinya dengan Epot tapi sengaja Jawa usir. Adanya orang itu malah membuat Jawa semakin pening.

"Jawa?" panggil Sifa ketika sudah berdiri di hadapannya. Jawa menoleh pada Sifa.

"Oi, Fa. Ngapain kesini udah malem lho ini." Jawab Jawa sambil tersenyum simpul.

Ah senyum Jawa melelehkan hati Sifa. "Oh ya, Sifa kesini nganter sepupu Sifa. Tuh orangnya." Tunjuk Sifa pada laki-laki yang mengenakan baju dan celana hitam.

Jawa memecingkan matanya untuk melihat siapa orang yang Sifa tunjuk, orang itu berjalan mendekat.

"Ayo balik." Ajak sepupu Sifa yang tak lain dan tak bukan adalah Galang Aji Pangestu.

Ya, Galang adalah sepupu Sifa. Dia mengenal dan tahu banyak tentang Anya juga dari Sifa. Sifa juga sering memberi tahu kabar Anya pada Galang.

"Lang, Sifa mau duduk di sini dulu. Temenin." Ucap Sifa pada Galang. Jawa fokus memperhatikan wajah Galang.

Tak lupa, Galang juga mengenal siapa Kale, Bule, Epot dan Jawa dari Sifa. Tapi sekarang ia akan berpura-pura tak mengenal Jawa.

"Boleh kan, Wa?" tanya Sifa.

Jawa mengangguk seraya menyodorkan tangannya pada Galang, Galang tersenyum tipis. "Galang." Ucap Galang.

"Panggil gue Jawa aja." Jawab Jawa. "Duduk aja dulu."

Merekapun duduk bertiga tidak saling berhadapan. Jawa di kiri, Sifa di tengah, Galang di kanan, bersebalahan.

"Jawa lagi ada problem ya, mukanya kusut amat. Hehe." Ucap Sifa hati-hati.

Galang sendiri merasa sangat canggung, ia memilih bermain handhpone saja. Jawa memandang kosong kearah depan. "Terlalu berlebihan nggak sih kalau gue nggak suka cewek dibentak?" tanya Jawa.

"Nggak kok, Sifa malah maunya semua cowok kaya Jawa." Jawab Sifa jujur.

Jawa mengangguk sambil tersenyum kiri membayangkan wajah Anya yang ketakutan. "Kalau boleh Sifa tahu, emang siapa yang dibentak?" tanya Sifa.

"Temen lo." Balas Jawa. Galang langsung memandang pada Jawa.

"Anya?" tanya Sifa memastikan. Lagi-lagi Jawa mengangguk sebagai balasan.

Sifa dan Galang langsung bertatapan karena terkejut, pasti sedang ada masalah antara Kale dengan Anya, tapi apakah pantas Kale membentaknya?

"Gue nggak tahu udah berapa kali Kale bersikap kaya gitu ke Anya." Lanjut Jawa. "Itu bikin gue sedih karena inget masalalu, Fa."

Galang maupun Sifa dapat melihat kesedihan yang terpancar di wajah Jawa. Najwa benar-benar berpengaruh untuk Jawa. Dengan lembut Sifa mengusap pelan pundak Jawa.

"Maybe cuma sekali Kale bentak, Anya." Balas Sifa menenagkan.

"Gue tahu Sif dia mengacunya ke masalah Bokap Anya, tapi ayolah kekanan-kanakan banget jatohnya." Kata Jawa.

Yang Galang pikirkan perasaan Anya sekarang, mungkin tengah hancur. Hari itu Anya bilang ia sering dibentak, ternyata Kale pelakunya.

Kale sendiri bukan main keluar, ia malah ke kamar Ica dan melamun di hadapan Ica.

"Abang kok diem aja?" tanya Ica.

"Nggak papa, ca." Jawab Kale. Ikatan batin Kale dengan Ica sangat kuat sehingga Ica benar-benar bisa tahu tanpa melihat keadaan Kale.

"Abang lagi ada masalah ya?" tanya Ica.

"Abang lagi ada duit, mau beli ice cream nggak?" tanya Kale mengalihkan pembicaraan. Ica meraba wajah Kale, terasa hangat akibat menahan kesal.

"Abang." Panggil Ica.

"Iya, Ica." Jawab Kale.

"Jujur sama, Ica. Lagi ada masalah ya?" tanya Ica sangat penasaran.

"Orang dewasa selalu punya masalah, Ca." Jawab Kale. "Makannya nikmati masa-masa remaja kamu."

"Masalahnya hati? kangen sama Kak Anya ya Abang?" goda Ica membuat Kale terkekeh kecil.

Sifa dan Galang sekarang sudah ada di dalam mobil. "Denger kan Lang?" tanya Sifa.

"Hm." Jawab Galang.

"Ya, maka dari itu lo jangan bentak Anya terus lang." Ujar Sifa memperingati.

Sifa ini salah kaprah pada Galang. "Gue bentak nggak ada tujuan nyakitin hatinya." Balas Galang

"Ishhh! sawan tau nggak Lang anak orang." Kata Sifa dengan nada nyolot.

"Biar jantungnya berdetak terus kalau ketemu gue, ciaaah." Ucap Galang lalu tertawa puas.

"Geli Lang, iw." Jawab Sifa pada sepupunya yang sangat percaya diri itu.

Bantal guling basah sudah terkena air mata Anya, ia terus saja menangis sampai lupa kalau perutnya belum terisi apapun dari pagi.

"Ayah sama Mama dimana, Anya mau pulang aja." Ucap Anya dengan mata sembabnya.

                               🐟🐟🐟

Pagi hari ini tak kalah kacaunya, alarm Bi Isma elor alhasil satu rumah telat. Tak ada acara sarapan, semuanya sibuk.

"Bi Anya berangkat dulu!" ucap Anya lalu berlari menuju trotoar.

Kale memasuki mobilnya dan mengendarainya, ia melihat Anya yang sedang berlari, lalu laju mobilnya ia pelankan untuk disamakan dengan langkah kaki Anya.

Anya menoleh pada mobil Kale dan tersenyum lebar, ia pikir Kale akan menumpanginya ternyata.

"Awali pagimu dengan berlari bukan berharap dapet tumpangan dari gue." Ucapnya, lalu Kale tancap gas lebih cepat meninggalkan Anya.

Benar-benar anak itu, apa ia tidak merasa bersalah atas kejadian semalam? Anya tak ada waktu untuk berpikir, ia harus terus berlali untuk segera sampai di sekolah.

"Terimakasih, Lang." Ucap Sarah ketika Galang mentandatangani surat persetujuan eskul.

"Beneran udah nanya, Anya?" tanya Abigel.

Galang mengangguk sebagai balasan, lalu pergi dari kelas tersebut.

Bel masuk berbunyi tepat saat Anya sudah sampai di depan gerbang. "Pak, cuma baru ketinggalan lima detik aja." Ucap Anya memohon pada satpam penjaga gerbang.

Melihat Anya yang sangat kewalah alhasil satpam itu membuka gerbang untuk Anya. "Ayo, cepet." Ucap Satpam itu. Anya langsung berlali untuk memasuki kelasnya. Tapi karena sekolah itu sangat luas dan besar Anya jadi membutuhkan banyak waktu untuk cepat sampai.

Dalam kelas Abigel resah sendiri karena jam pelajaran pertama Gurunya killer dan selalu datang tepat waktu seperti sekarang.

"Huh-huh-huh." Anya mengatur nafas ketika sudah sampai di depan pintu. Anak-anak memandang padanya.

"Mampus." Ucap gadis berambut panjang di ujung sana.

Abigel menepak keningnya sendiri melihat Anya yang terlambat. "Masih mau masuk?" tanya Bu Nadya dengan wajah dingin.

Anya menunduk dan mengangguk kecil. "Maaf Bu-"

"Lari tujuh kali di lapangan, setelahnya kamu tunggu di luar sampai jam pelajaran saya habis. Saya nggak suka punya murid yang nggak tepat waktu apapun alasannya." Sekat Bu Nadya.

Tak ada pilihan lain, Anya langsung pergi ke lapangan untuk menjalani hukumannya. Ia menyimpan tas di tepi lapangan, lalu menghela nafas untuk memulai lari. Ia benar-benar tak punya tenaga untuk berlari, perutnya masih belum terisi apapun.

Galang keluar dari kelas untuk menyimpan buku paket di ruang Guru, ia tersenyum sedih melihat Anya yang tengah berlari. Setelah dari ruang Guru Galang belok terlebih dulu ke kantin dan membeli aqua tidak dingin.

"Mbak minta robekan kertas dong." Kata Galang pada penjaga kantin.

"Kere amat ni adiknya pemilik saham." Jawab penjaga kantin itu bergurau.

"Galang juga manusia Mbak punya tangan punya kaki." Kata Galang nyeleneh hingga membuat penjaga kantin itu terkekeh kecil sambil memberikan Galang robekan kertas.

Kemana-mana Galang selalu membawa pena di saku bajunya, ia pun menulis kata untuk di tempel di air aqua yang ia beli untuk Anya.

Semangat larinya, siapa tahu besok masuk lomba panjat pinang. -Galang.

Galang terkekeh kecil membaca ulang tulisannya. Ia berlari ke tepi lapangan dan mengendap-ngendap untuk menyimpan botol tersebut.

Keberuntungan sedang berpihak pada Anya hari ini, ia bisa berlari sampai tujuh kali. Sesudahnya ia duduk di dekat tasnya.

Bibirnya melengkung membentuk senyum saat melihat ada aqua dekat tasnya. "Punya siapa ni?" tanya Anya sambil mengambil aqua dan kertas tersebut.

Galang memang menyebalkan, tapi ia juga baik. Anya terkekeh kecil membaca tulisan Galang, tapi sebentar. Tulisan rapi Galang seperti mirip dengan seseorang, sayangnya Anya lupa siapa.

Satu botol aqua habis Anya minum. Ia pun melamun menunggu jam pelajaran Bu Nadya habis. "Gimana mau masuk kelas unggulan kalau di pelajaran MTK Anya bolos hari ini." Ucap Anya lalu menghela nafas.

Tak terasa pelajaran pertama telah habis, Anya langsung memasuki ruangannya.

"Anya, seriusan?" tanya Abigel saat Anya sudah duduk di sebelahnya.

"Apa?" tanya Anya.

"Lo ikut eskul silat?"

"Hah?!" tanya Anya sangat terkejut.

"Kata Galang, bahkan dia udah tanda tangan di surat eskul." Balas Abigel.

Anya kembali bangkit dari duduknya, Abigel dengan cepat menahannya. "Lo mau kena hukum lagi? bentar lagi Gurunya datang."

"Aishhhhh, sialan." Ucap Anya kesal sendiri.

Baru saja tadi Anya bilang Galang baik, sekarang sudah berulah lagi. Selama jam pelajaran Anya benar-benar kesal dan seaskali memberi umpatan untuk si biang kerok itu.

Di Jailen sudah jam istirahat, Kale tidak telat karena menggunkan mobil. Jawa nampaknya masih tidak ingin mengobrol dengan Kale.

Jawa pergi begitu saja tanpa mengajak kedua temannya. "Ikut nggak lo." Ajak Epot.

Kale menggeleng. "Tar gue nyusul."

Langkah Jawa terhenti saat Gladis berdiri di hadapannya. "Temennya Kale kan?"

Alis Jawa terangkat satu. "Bukan." Jawab Jawa lalu melanjutkan langkahnya.

"Ada di kelas." Kata Epot pada Gladis lalu mengikuti Jawa.

Rokok itu Jawa sebat sambil tertawa bersama anak lain yang berada di tempat itu. "Bule udah mulai sekolah?" tanya Faisal.

"Besok, katanya." Jawab Epot.

"Ah gile ya, saingan dong kita sama tu anak?" tanya Faisal.

"Insaf kali tu anak." Balas Jawa.

Kale sedang duduk berhadapan dengan Salsabila di kelas. "Kantin yuk, Le. Gue mau bahas Kevin."

"Anto!" panggil Gladis dengan wajah ceria. Kale dan Salsabila langsung menoleh padanya.

"Gue harus ke kantin sama Gladis, bil. Ikut?" tanya Kale.

Jadi bagaimana? Kale di tengah Gladis di kiri dan Salsabila di kanan. Memalukan! tidak-tidak, Salsabila untung menolaknya.

"Next time aja, gue mau ke kelas duluan." Ucap Salsabila lalu bangkit dari hadapan Kale. Menyebalkan sekali Gladis.

"Yuk kantin." Ajak Kale pada Gladis.

"Salsabila siapa lo?" tanya Gladis.

"Temen." Jawab Kale.

Kale menjawabnya teman, tapi Gladis kurang yakin.

"Galaaaaang!!!" panggil Anya dengan wajah yang sangat kesal.

Galang yang sedang mengobrol dengan Fahri langsung menoleh pada Anya. "Nanti deh gue bahas lagi." Kata Galang. Fahri membalas dengan anggukan.

"Kenapa? baru juga bel bunyi udah ngebet aja mau ketemu gue." Jawab Galang. Anya memutar malas bola matanya.

"Apa?" tanya Anya.

"What?" tanya balik Galang.

"Apa-apaan, Anya ikut silat? gak!" jawab Anya.

"Nggak berterimakasih lo sama gue, gue udah dengan senang hati lho tanda tangan." Kata Galang.

Ya, Tuhan beri hidayah untuk Galang. "Tapi Anya nggak minta!"

"Ya, jiwa baik gue yang minta!" balas Galang membentak Anya.

Anya langsung menunduk takut. "Anya nggak bisa, Lang."

"Nanti diajarin kali, supaya lo bisa ribut sama gue." Jawab Galang.

"Aishhhh." Anya kesal sendiri. "Kenapa harus silat?"

"Supaya lo nolak." Jawab Galang.

"Ya ... ini udah nolak." Kata Anya.

Galang menatap wajah Anya. "Ada syaratnya kalau lo nolak."

Mata Anya membulat. "Apa?"

"Terima tawaran gue soal belajar sama gue kemarin." Jawab Galang.

Anya tersenyum lebar, pasti ada maksud lain dari tujuan Galang ini. "Oh, tidak bisa begitu Bapak Galang." Jawab Anya.

"Oh, harus bisa." Jawab Galang ikut tersenyum lebar.

"Gak! Anya bakalan minta batalin ke osisnya." Ucap Anya sambil berjalan.

"Nggak akan bisa." Teriak Galang. "Gue yang tanda tangan, gue juga yang harus batalin."

Ucapan Galang membuat langkah Anya terhenti, ia membalikan badannya. "Jangan bohong, Lang." Balas Anya. Galang melangkah mendekati Anya.

"Serius gue." Ujar Galang.

Ada dua pilihan Anya sekarang, ikut silat atau belajar dengan Galang. Anya berpikir terlebih dulu. Kalau belajar dengan Galang pasti Galang punya tujuan lain, misalnya merepotkan Anya. Jelas Anya tak mau, di rumah saja sudah direpotkan ditambah lagi di sekolah. Tidak! silat? sepertinya itu bukan eskul yang terlalu buruk juga.

"Hm, oke deh Anya ikut silat aja." Ucap Anya membuat Galang terkejut.

"Ah-hah?!"

Anya mengangguk lalu berjalan menuju kelasnya. "Anya, seriusan lo?" tanya Galang seraya menyamakan langkah kakinya dengan Anya, Anya hanya membalas dengan anggukan kecil sambil tersenyum tipis.

"Oke lo hebat." Balas Galang, Anya langsung menghentikan langkahnya dan menatap pada Galang.

"Apanya?" tanya Anya dengan wajah polos.

"Silat disini nggak main-main, Kak Triona sebagai Guru pembinanya ngajarinnya lumayan keras, nggak boleh ngeluh, nggak boleh nggak bisa, nggka boleh nangis." Jawab Galang menakut-nakuti.

"Nggak boleh nangis kalau apa?" tanya Anya dengan wajah takutnya.

"Kalau patah tulang." Balas Galang.

"Gak! Anya nggak mau ikut silat." Ujar Anya dengan nada meninggi dan wajah takutnya. Dasar Anya, pendiriannya sangat tidak kuat.

"Pilihan ada di tangan anda." Balas Galang.

"Oke, Anya mau belajar sama Galang." Kata Anya finaly.

Untuk pertama kalinya Galang mengusap rambut Anya dengan lembut. "Good girl." Ucap Galang dengan senyum tipisnya.

Merekapun berjalan menuju ruangan OSIS, ruangan OSIS cukup dekat dengan kantin, ini kesempatan untuk Anya dapat bertanya.

"Di sini juga dikasih makan saat istirahat, tapi kok Anya nggak, Lang?" tanya Anya.

Galang menoleh pada Anya. "Oh itu, yang dikasih cuma anak kelas unggulan sama anak kelas tiga, karena kelas tiga banyak biaya pengeluaran."

"Kalau kelas unggulan karena apa?" tanya Anya.

"Apresiasi karena mereka nggak males belajar." Jawab Galang. Membuat Anya mengerutkan bibirnya.

"Nggak adil." Kata Anya mengeluh.

"Adil kalau lo udah masuk kelas unggulan Nya, kita belajar mati-matian, kalau diperlakuin sama kaya anak yang lain ngerasanya lebih nggak adil, setiap malem nggak ada waktu buat main handphone bedakan sama yang lain? adil itu bukan sama rata, tapi memberi hak sesuai kebutuhannya." Tutur Galang menjelaskan.

Anya tertegun di tempat. "Apa lagi, Lang enaknya?"

Saat Galang akan menjawab mereka sudah sampai tepat di depan pintu ruangan OSIS. Anya masuk diantar oleh Galang. Selesai urusan itu Anya kembali berjalan ke kantin diikuti Galang.

"Enaknya apa lagi, Lang?" tanya Anya.

"Banyak, gue nggak mau sebutin." Balas Galang.

Sesampainya di kantin Anya tak melihat ada Abigel, kemana anak itu?

"Ikut gue!" ajak Galang sambil menarik tangan Anya. Ternyata Anya diajak duduk di bawah pohon yang terdapat bangku dan meja untuk belajar.

"Tunggu, kalau pergi gue bakalan cari." Ancam Galang. Anya hanya membalas dengan anggukan.

Setelah Galang pergi, Anya melipat tangannya menjadi bantal dan tertidur, perutnya kembali berbunyi.

Membutuhkan waktu lima belas menit untuk Galang dapat kembali menemui Anya. Dia datang membawa beberapa buku pelajaran yang tebal dan satu plastik makanan serta minuman. "Belajar sekarang?" tanya Anya.

"Waktu yang baik nggak boleh ditunda-tunda." Jawab Galang.

Menyebalkan sekali, Galang menyodorkan pelastik besar berisi makanan itu pada Anya. "Kita makan dulu supaya belajarnya konsentrasi." Kata Galang yang sepertinya tahu apa maunya Anya.

"Bukan konsen malah ngantuk." Balas Anya.

"Oh, yaudah gue aja yang makan." Ucap Galang sambil menarik plastiknya.

"E-e-eh! Anya mau juga." Jawab Anya.

Galangpun memberikannya pada Anya secara cuma-cuma lalu mereka mulai melakukan pembelajaran. "Ngerangkum sebanyak ini?" tanya Anya tak habis pikir pada perintah Galang. Tahu sendiri Anya bila menulis itu sangat lama.

"Iya, supaya lo hafal." Balas Galang sambil membuka cikinya.

Anya menghela nafas untuk yang ke tiga kalinya. Sedangkan Galang sendiri hanya terkekeh kecil.

"Nggak akan gue biarin ini beneran terjadi!" ucap gadis yang sedari tadi memantau Anya dan Galang.

Bel masuk berbunyi Anya segera ke kelasnya begitupun Galang, baru belajar satu kali saja membuat Anya kesal dan marah. Apa lagi nanti? Ah sudah lah.

Saat masuk ke kelas ada gadis yang memandang Anya sinis, gadis tadi yang memantau Anya bersama Galang, sungguh Anya takut. Ia segera bergegas duduk di sebelah Abigel. "Gel!"

"Apa?" jawab Abigel yang sedang bermain ponsel.

Anya bernafas lega saat orang itu sudah tak memantaunya. "Cewek yang duduk diujung siapa namanya?" tanya Anya ketakutan.

Abigel menoleh kebelakang. "Desvilia, anaknya ansos dan ambisi banget buat masuk kelas unggulan, tapi selalu kalah sama Caca yang dapet nilai gede terus di kelas ini." Jawab Abigel.

Caca adalah ketua kelas yang baik serta pintar, tak salah kalau seisi kelas mengenalnya.

Anya hanya mengangguk-ngangguk. "Kenapa?" tanya Abigel. Anya balas dengan menggelengkan kepalanya.

Sebelum pulang suluruh anak-anak diperintahkan untuk berbaris di lapangan karena akan diberitahu tentang pengumuman.

"Ini semua murid yang dikumpulkan, tapi kok nggak ada Galang?" tanya Anya.

Abigel terkekeh kecil. "Anak kelas unggulan tuh kalau ada apa-apa kumpulan nya di ruangan khusus biar nggak kepanasan kaya kita." Jawab Abigel.

Tak salah kalau semua anak menginginkan masuk ke kelas sialan itu, kalau begini Anya akan semaksimal mungkin belajar bersama Galang. Pengumuman tersebut ternyata memberi tahu kalau satu Minggu lagi akan ada ulangan kenaikan kelas.

Selesai itu anak-anak dibolehkan untuk pulang. Anya berjalan menuju halte. "Anya!" panggil seseorang yang berlari mendekati Anya.

Anya membalikan badannya. Ia mengatur nafas dan tersenyum pada Anya. "Gue Fahri, kenal kan?" tanya Fahri. Anya mengangguk, lalu Fahri memberikan kertas pada Anya, Anya mengambilnya denga kening berkerut.

"Apa?"

"Kata Galang tulis dan hafalin ini, besok setor ke dia." Jawab Fahri.

Berisi:

-Buku indo hal 41-60 baca
-Fisika tentang jangka sorong pahami
-Inggris hal 41 task 1-5 isi
-Biologi rangkum tentang bakteri
-Hafalin perkalian 7-8

For otak Anya, spirit. -Galang.

Mata Anya membulat membaca itu. "Seriusan, ri?"

Fahri mengangguk. "Gue eskul duluan ya, bye." Ucapnya.

"Aishhh." Melelahkan untuk Anya.

Tak ada waktu untuk Salsabila mengobrol dengan Kale, Gladis terus saja mengintili Kale sampai ke tempat biasa. Benar-benar seperti posisi Salsabila digantikan.

Malam harinya Anya  menyuapi Ica makan sambil sesekali mengobrol hal-hal kecil mengenai keseharian anak itu.

"Putri, kamu kenal dengan Abangku?" tanya Ica.

Anya berdehem untuk menjawab, ia meniru suara semut. "Ya, anak laki-laki yang berwajah datar itu?"

Ica mengangguk. "Dia memang jarang tersenyum walau di area rumah." Kata Ica membuat Anya tersenyum tipis. "Semalam dia ke kamarku kayanya dia lagi kangen sama seseorang."

"Bagaimana kau bisa tahu, apakah dia bercerita padamu?" tanya Anya.

Sebagai balasan Ica menggeleng. "feeling aku bilang gitu, Abang kayanya kangen sama pacarnya."

Anya terdiam menyimak apa yang Ica ceritakan. "Pacar Abangku cantik, namanya Anya." Ucap Ica membuat hati Anya pilu. "Tapi dia ninggalin Abang secara tiba-tiba tanpa perpisahan terakhir, Abang bilang dia ikut keluarganya pindah ke luar kota." Sedikit terkejut Anya saat mendengar cerita dari Ica.

"Oh ya, lantas apakah Abangmu sedih?" tanya Anya. Ica mengangguk.

"Sangat, sebelum ada putri kesini setau Ica Abang semenjak perginya Kak Anya dia sengaja nyibukin diri biar cepet move-on, sampai sekarang malah." Jawab Ica.

"Ica tahu dari mana?" tanya Anya.

"Bunda bilang ke Ica." Balas Ica. "Ica sampai sekarang nggak tahu kenapa Kak Anya tiba-tiba ninggalin Ica dan Abang, padahal sebelumnya dia bilang mau nemenin Ica juga kaya Abang." Ucap Ica sedih, mata Anya mulai berkaca-kaca. "Apa dia nggak suka ya liat keadaan Ica yang sekarang."

"Nggak!" jawab Anya dengan cepat, tak lupa dengan suara semutnya. "Pasti dia punya alasan buat pergi." Lanjut Anya dengan satu teteh air mata yang membasahi pipinya.

"Hm ... mungkin, tapi Anya berharap Abang bisa temuin pacar yang baik lagi kaya Kak Anya, put." Kata Ica. Anya mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Memang harusnya seperti itu, ca." Jawab Anya.

Selesai dari kamar Ica Anya pergi ke dapur untuk makan malam, tapi ia lupa sekarang Kale yang mengatur makannya dan harus bertanya dulu pada dia.

"Ahhh." Keluh Anya kesal sendiri.

Saat ingin melangkah menuju kamar Kale, Bi Isma menarik tangan Anya untuk membantunya mengangkat rak kaca.

"Makasih, neng." Ucap Bi Isma sambil tersenyum setelah Anya membantunya mengangkat rak tersebut.

Anya mengangguk, Bi Isma mendekti Anya. "Kalau inget revonasi atau pindah-pindah barang gitu, Bibi jadi inget sama den Kale."

"Kenapa Bi?" tanya Anya penasaran.

Bi Isma duduk di meja makan sambil kembali memotong bawang. "Dulu pas revonasi ruangan sebelah kamarnya Den Kale, kan lumayan berisik ya Nya, tahu sendiri anak itu kalau tidur nggak mau sedikitpun diganggu nah pas renovasinya itu malem karena paginya bakalan ada acara." Tutur Bi Isma bercerita, Anya menyimak sambil menopang dagunya sendiri. "Dug dug dug, suara berisik lah pokonya, kebangun si Kale langsung nyemperin tukang basnya dan dimarahin habis-habisan, katanya gini 'berisik mang berisik, saya lagi tidur tolong pengertiannya' itu mah Ayah Febrianto sama Bunda Risa yang malu." Bi Isma tertawa kecil mengingat kejadian itu.

Tak sadar Anya pun ikut tertawa, dulu juga Febrianto, Risa dan Ica sempat bilang seperti itu. "Hahaha, terus Kalenya diomelin nggak Bi sama Bunda?"

Bi Isma mengangguk. "Nggak dikasih uang jajan satu hari, namanya tukang bas lagi kerja ya Nya dia malah minta dingertiin."

Mendengar cerita Bi Isma membuat Anya kembali tersenyum lebar. Selesai mengobrol dengan Bi Isma Anya pergi menuju kamar Kale.

Beberapa kali Anya mengetuk dan memanggil tapi Kale tak kunjung merespon dengan hati-hati Anya membuka pelan pintu kamar Kale. Sial, anak itu tengah tertidur pulas tanpa memuluk apapun, mungkin karena terlalu lelah. Ia masih sangat ingat cerita Bi Isma tadi, alhasil Anya mengurungkan niatnya.

Tapi, Anya juga ingat pesan Galang jika perut lapar tak akan konsentrasi untuk belajar, sedangkan ia malam ini akan mengerjakan tugas-tugas dari Galang. "Aishhhh, Anya harus apa ya?" tanya Anya sambil menggigit kukunya.

Lima menit berpikir akhirnya ia memutuskan untuk membangunkan Kale. Ia harus siap terkena amukannya karena membangunkan macan tidur.

Anya berjalan pelan mendekati ranjang Kale, lalu menghirup nafas dalam-dalam dan membuangnya, sungguh. Jantung Anya berdetak sangat kencang.

"Ka-kale." Ucap Anya sambil memegang lengan Kale. Tak ada respon dari Kale.

Dengan badan yang bergetar Anya kembali membangunkan Kale. "Le, Ka-ka Le." Panggil Anya pelan, bagaimana bisa bangun?!

Sudah cukup, Anya harus pergi. Tiba-tiba. "Akh-"

Kale menarik lengan Anya dan Anyapun jatuh kedalam pelukan Kale seraya tertidur.

                               ******

1.Galang

2.Sifa

3.Ica


Continua a leggere

Ti piacerà anche

1.4M 115K 71
[Sequel Of Sekasa] WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA! Pemberontak, suka kebut-kebutan, tidak tertib dan di takuti seisi sekolah. Itulah sifat yang dimil...
BACK (✓) Da 에마

Teen Fiction

8.9K 1.5K 19
Sequel of 'Dear My Friend' Darmagi Kiwani telah menyelesaikan kuliahnya di Inggris. Sebenarnya, ia bisa saja memilih perusahaan di sana. Ada beberapa...
1M 64.6K 73
[PART LENGKAP] #1 IN KISAH REMAJA [22/02/2022] Galang Pramudya, ketua The Lion di SMA Elang, yang terkenal ganas dalam menghabisi musuhnya. Tapi beru...
AndinArya Da dei

Teen Fiction

1.3M 32.4K 12
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Gue mau lo jadi pacar gue." Satu tarikan nafas dengan nekat yang kuat Arya keluarkan. Hening. Semua murid bahkan te...