ET CETERA

By youraraa_

3.9K 431 990

[END] Jung Jaehyun ft. You; Short Stories Cover: pinterest.com © Youraraa, 2023 More

0 #등등
1 #단 하루만
2 #희생
3 #더 사랑하는 쪽이 아프다
5 #나의 모든 날
6 #별처럼 빗나는 시간
7 #운명 이라면
8 #조금만 더
9 #비가 오는 날엔
10 #너의 하루는 좀 어때
11 #거짓말 처럼
12 #여자이나까
13 #처음 만날따처럼
Imperfect: Instagram

4 #내 눈물 모아

309 46 125
By youraraa_

Backsound #4

Whee In 'Mamamoo' With My Tears (Original Song by 'the late' Seo Ji Won)

P.S: Cerita ini dibagi menjadi dua chapter.

Title: Ignorant Husband (Pt. 1)

***

"Mumpung kamu di sini, ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan dengan kamu. Jadi dengarkan kata-kata saya secara baik-baik, karena saya tidak akan mengulanginya dua kali. Pertama, karena pernikahan ini di gelar secara rahasia, jadi di manapun kamu berada, jangan pernah memanggil nama saya atau bahkan berlagak dekat dengan saya ketika kamu melihat saya. Terutama di kampus. Saya tidak mau orang lain tahu bahwa saya sudah menikah. Apalagi menikah dengan mahasiswinya sendiri."

"Kedua, lebih baik simpan cincin pernikahan palsu kita ini. Lagi pula saya tidak akan memakainya, karena saya tidak mau orang lain menyadarinya. Ketiga, urusi urusan masing-masing. Kita memang tinggal satu atap, tetapi saya tidak mau kamu menginterupsi kegiatan saya. Lebih baik pura-pura saja kita tinggal sendiri-sendiri. Kamu di kamarmu, saya di kamar saya. Dan saya juga tidak akan ikut campur dengan kehidupanmu."

"Keempat, saya tidak mencintai kamu. Sampai kapanpun. Pernikahan ini murni saya lakukan karena terpaksa. Jadi, saya hanya tidak mau kamu sakit hati nantinya. Kalau nanti kamu sudah tidak kuat tinggal bersama saya, bilang saja. Saya yang akan berbicara dengan orang tuamu dan menjelaskan bahwa kita tidak saling mencintai dan lebih baik pernikahan ini di akhiri saja. Kamu paham?"

"Nana! Hey! Nana!"

Seorang lelaki yang tengah duduk di sampingmu terus saja memanggil namamu sambil menggoyang-goyangkan tubuhmu. Pasalnya teman lelakimu itu merasa jika sedari tadi kamu tengah melamun, meskipun lelaki tersebut tidak tahu apa yang sedang kamu pikirkan.

"Oh, hah? Ada apa?"

Kamu terkejut sampai-sampai bolpoin yang sedang kamu pegang langsung terlempar dan jatuh ke lantai kelas, membuat teman lelakimu itu dengan sabar mengambil bolpoin milikmu sambil menghela napas pelan.

"Nana, kalau anda tidak mau mengikuti kelas saya, saya persilakan anda untuk keluar dari kelas saya sekarang juga. Saya tidak suka melihat anda terus bengong di dalam kelas saya dan sama sekali tidak mendengarkan materi kuliah hari ini. Kehadiran anda hanya mengganggu pemandangan saya saja."

"Duh mampus, lo tuh dari tadi dipanggil sama pak Jeffrey buat jawab pertanyaan. Tapi lo-nya malah bengong gini. Auto nilai lo entar jeblok, Nana."

Dimas, teman terdekat yang kamu miliki di kelas itu berbicara dengan cara berbisik karena takut dengan aura menegangkan yang di perlihatkan oleh dosen kalian yang sepertinya marah karena kamu tidak menjawab ketika ditanya.

Badanmu menegang, dan kamu pun hanya bisa meminta maaf sambil membungkuk beberapa kali karena hari ini kamu memang tidak konsen dalam mengikuti perkuliahan. Dosenmu yang bernama Jeffrey Rajaswara itu malah menghiraukanmu, dan melanjutkan perkuliahan dengan menunjuk mahasiswa yang lain.

Kamu kembali duduk dan hanya bisa memandangi lelaki yang sudah berstatus sebagai suamimu itu dengan tatapan sendu, karena sejak tadi pun pikiranmu terus saja di hantui oleh perkataan yang di lontarkan oleh Jeffrey beberapa waktu yang lalu, setelah kalian resmi menikah secara tertutup dan diam-diam.

Kamu mencintai Jeffrey, tetapi tidak dengan suamimu itu. Salahkan dirimu karena kamu mencintainya dalam diam selama ini, tetapi kamu juga merasa bahagia ketika tahu bahwa yang di jodohkan oleh orangtuamu adalah lelaki tersebut. Lelaki yang telah membuatmu selalu bersemangat ketika kuliah, meskipun kamu hanya bisa mencintainya dalam diam.

Tetapi saat ini berbeda, dosenmu itu mengatakan hal-hal yang menyakitkan disaat kamu sedang berusaha untuk membuatnya luluh kepadamu. Dan hatimu harus kembali teriris karena di dalam kelas pun Jeffrey terlihat tidak peduli denganmu.

Lagi pula, selama kamu menjadi mahasiswanya selama ini, Jeffrey juga tidak mengenalmu. Kamu hanya terlihat seperti mahasiswa kutu buku yang pendiam, sehingga dosenmu itu juga tidak begitu mengetahui keberadaanmu.

Kamu hanyalah mahasiswa biasa, sedangkan Jeffrey adalah dosen yang terkenal dan memiliki banyak penggemar di kampusmu. Jadi kalian memang terlihat memiliki tingkatan kasta yang berbeda, tidak ada cocok-cocoknya sama sekali.

"Nana, lo kenapa bengong terus, sih? Gue perhatiin beberapa hari ini lo kayak lagi ada masalah. Apa lo lagi sakit? Kalo lo sakit, nanti pulang kuliah gue anter pulang. Gimana?"

"Gak perlu. Aku gak apa-apa, kok."

Kamu memalsukan senyumanmu kepada Dimas karena sebenarnya sekarang ini kamu sedang tidak baik-baik saja. Masalahnya pernikahan kalian baru berjalan seminggu, namun selama seminggu ini kamu tetap tidak bisa mendekati suamimu itu.

Jeffrey sangat dingin, dan terlihat sekali selalu menjaga jarak dan bahkan menganggapmu tidak ada ketika berada di rumah. Tepat seperti perkataan menusuknya yang di lontarkan kepadamu setelah menikah seminggu yang lalu.

Rasanya sakit, tetapi kamu tetap ingin berusaha untuk membuat Jeffrey luluh. Mengingat kamu yang memang sudah mencintai dosenmu itu sejak lama, jadi kamu tetap berusaha kuat demi pernikahan kalian meskipun mungkin membutuhkan waktu yang lama.

'Aku tidak peduli dengan kata-kata itu. Aku tetap harus berusaha agar pak Jeffrey bisa menerimaku sebagai istrinya. Masih ada banyak waktu. Nana, kamu pasti bisa. Aku tahu pak Jeffrey akan menerimaku pada akhirnya.'

***

"Pak, pak Jeffrey sudah makan? Kebetulan saya sudah membuatkan sup ayam kesukaan bapak. Kebetulan mama pak Jeffrey yang bilang kalau makanan favorit bapak adalah sup ayam."

Hening. Seperti biasa, tidak ada jawaban dari Jeffrey yang sepertinya terlihat sedang sibuk mengetik di dalam kamarnya. Kamu hanya bisa menghela napas perlahan, lalu menaruh nampan berisi semangkuk nasi hangat dan sup ayam, lengkap dengan teh hangat untuk suamimu itu di bawah pintu kamarnya.

Meskipun kamu tahu jika tindakanmu itu percuma, tetapi kamu tetap tidak ingin menyerah. Selama seminggu lebih ini kamu sudah berusaha menjadi istri yang baik untuk suamimu, meskipun semua usahamu terlihat sia-sia. Makanan yang kamu buat untuk Jeffrey tidak pernah sekalipun di makan olehnya, karena ia lebih suka makan di luar daripada di rumah.

Konyolnya, kamu malah terlihat lebih mirip seperti pembantu di rumahnya. Bayangkan saja, semua urusan rumah kamu semua yang mengerjakannya sendirian. Membersihkan rumah, mencuci pakaianmu dan milik Jeffrey, berbelanja kebutuhan pokok, dan hal-hal lainnya.

Meskipun Jeffrey diam, ia memang selalu menaruh pakaian kotornya di tempat pencucian agar kamu mencucinya, lalu setelah kamu selesai menyetrika semua pakaiannya, Jeffrey akan langsung mengambilnya dan kembali masuk ke kamarnya.

Kamu tidak pernah memiliki hak untuk menjamah kamarnya, sehingga kamar Jeffrey adalah pengecualian untukmu. Kamu dilarang keras untuk masuk ke dalam kamarnya, meskipun kamu hanya ingin sekadar membersihkan kamar suamimu itu.

Setelah menaruh makanan di depan pintu kamar suamimu, kamu kembali berkutat di dapur karena kamu berniat ingin memberikan ibu mertuamu kue kering buatanmu sendiri.

Kebetulan besok adalah weekend, dan ibu mertuamu bilang ingin berkunjung ke rumah kalian sore ini dan akan menginap sampai besok. Artinya, kamu akan bersandiwara menjadi pasangan suami istri yang baik-baik saja di hadapan mertuamu nanti.

Meskipun Jeffrey tidak bilang kamu harus bersandiwara, tetapi kamu paham apa tugasmu. Sebagai seorang istri yang tidak ingin melihat sang mertua memarahi suamimu, kamu harus bersikap seolah-olah hubungan kalian baik-baik saja.

Hampir tiga setengah jam kamu berkutat di dapur, dan suara bel rumahmu berbunyi tepat ketika kue keringmu baru saja kamu angkat dari pemanggangan. Kamu tersenyum puas melihat hasil karyamu, lalu buru-buru membuka pintu untuk menyambut mertuamu.

"Halo, Nana menantu kesayangan mama. Apa kabar, sayang? Duh, maaf ya mama harus ganggu kalian yang pasti lagi mesra-mesraan di rumah. Kamu sudah isi belum, nak? Mama harap mama bisa dengar kabar baik secepatnya. Aduh, kenapa mama jadi heboh sendiri. Jeff di mana, sayang?"

"Jeff di sini, mah."

Kamu baru saja hendak membuka mulut untuk menjawab bertubi-tubi pertanyaan dari ibu mertuamu, tetapi kamu urungkan karena Jeffrey sudah bersuara untuk mendahuluimu.

Mungkin saja Jeffrey takut jika kamu mengatakan hal yang sejujurnya tentang kehidupan pernikahan kalian yang memang tidak harmonis itu kepada ibu mertuamu.

Jeffrey langsung memeluk erat ibunya sambil menatapmu dengan tatapan yang dingin. Lalu suamimu itu berusaha mengalihkan obrolan sambil menjauhkan kamu dengan ibunya, seakan Jeffrey memiliki pikiran yang buruk tentangmu, padahal kamu tidak pernah ada maksud untuk menceritakan hal yang sebenarnya.

Dengan tatapan sendu, kamu kembali ke dapur untuk membuatkan minuman serta menyuguhkan kue keringmu yang sudah selesai kamu buat tadi untuk mertuamu.

"Nana sudah isi belum, Jeff? Ayo cepat buatkan mama cucu. Mama sudah tidak sabar lagi."

"Papa kenapa tidak ikut, mah? Sibuk?"

"Biasalah. Papamu itu isinya kerja melulu. Mama saja selalu diabaikan kalau sedang berada di rumah. Nasib Nana tidak seperti mama, kan? Soalnya mama tahu kamu dosen yang sibuk. Awas saja kalau kamu tidak membahagiakan istrimu, nama kamu akan langsung mama coret dari kartu keluarga!"

Kamu hanya bisa tersenyum simpul sambil menyuguhkan hidangan di hadapan kedua orang yang kamu sayangi ini. Bahkan kamu merasa iri melihat kedekatan Jeffrey yang terlihat sangat manja dengan ibunya. Berbeda seratus delapan puluh derajat ketika ia bersamamu.

"Mah, ini diminum dulu tehnya. Nana juga membuat kue kering ini sendiri tadi. Semoga mama suka dan semoga saja rasa kuenya enak."

"Aduh, mama semakin sayang sama menantu mama kalau begini. Mama harap kamu cepat isi ya, sayang. Nanti mama paksa Jeff kalau Jeff-nya masih mau nunda. Tidak ada alasan meskipun kamu belum lulus. Gampang, nanti kamu tinggal cuti kuliah saja."

"Mah, dia itu masih kuliah. Tunggu lulus dulu."

Kamu hanya bisa terdiam dan memilih untuk kembali pergi ke dapur, karena hawa mencekam yang di perlihatkan Jeffrey tadi membuatmu takut. Apalagi suamimu itu seperti sengaja melotot kepadamu agar kamu tidak menginterupsi pembicaraan dirinya dengan ibunya, jadi lebih baik kamu menurut saja.

Lagi-lagi kamu hanya bisa diam, tanpa berani mengatakan apa-apa. Menurutmu diam lebih baik, daripada Jeffrey mengamuk padamu nantinya.

"Jeffrey! Kamu memanggil istrimu dengan sebutan apa tadi? Dia? Mama tidak salah dengar? Jeff, kamu tidakㅡ"

"Iya, maaf, mah. Maksud Jeff itu Nana. Iya, Jeff janji bakal memberikan mama cucu secepatnya. Mama jangan buat Nana jadi gak nyaman gitu dong, mah."

"Mama curiga dengan sikapmu ini. Kalau begitu mama tidak jadi menginap malam ini. Tapi kamu harus membuktikan omonganmu itu tadi, Jeff. Kalau sampai mama tahu kamu berlaku jahat kepada istrimu, kamu akan menanggung akibatnya sendiri nanti. Mama serius. Dan mama tidak akan peduli padamu kalau kamu menyesal nantinya."

Jeffrey hanya bisa menghela napas setelah dimarahi oleh ibunya sendiri. Memang salah Jeffrey karena tidak sengaja memanggil istrinya dengan sebutan yang tidak semestinya ia ucapkan ketika sedang bersama ibunya, mengingat ibunya ini memang terlihat sangat menyukaimu, meskipun ia sendiri tidak tahu alasannya.

Karena banyak ancaman yang di lontarkan oleh ibunya pada Jeffrey sejak sebelum kalian menikah hingga detik ini, membuat Jeffrey semakin tidak berani untuk melanggar omongan ibunya.

Mau tidak mau ia harus segera melakukan hubungan tersebut bersama denganmu. Meskipun pada akhirnya, ia harus tetap bercerai denganmu suatu saat nanti.

Masalah anak akan ia urus nanti, yang terpenting sekarang Jeffrey tetap akan hidup dalam sandiwara, begitu isi pikiran Jeffrey saat ini. Jeffrey merasa masih tidak bisa menerimamu, apalagi memiliki perasaan terhadapmu. Dan mungkin tidak akan pernah berubah.

Terpaksa, dengan sangat terpaksa Jeffrey melakukan semua ini semata-mata untuk menyenangkan ibunya, bukan karena cinta. Ya, doakan saja semoga suatu saat nanti suamimu itu mau membuka hati untukmu. Mungkin saja ia akan berubah ketika memiliki anak nanti. Hati orang tidak akan ada yang tahu, bukan?

***

Selang beberapa minggu kemudian...

"Lo masih mual? Pengen muntah lagi, gak? Gue anter lo pulang deh sekarang. Kalo lo pingsan di kampus, gue juga yang pusing."

Kamu menghiraukan ajakan Dimas, sembari terus menahan rasa mual yang luar biasa. Kamu lelah harus bolak balik ke toilet, berhubung saat ini posisimu sedang berada di kampus. Di kantin kampus lebih tepatnya, karena kebetulan kelasmu telah usai beberapa menit yang lalu.

"Gak usah. Aku panggil taksi aja nanti."

"Gak. Kali ini gak ada penolakan! Lo udah nolak ajakan gue berulangkali, Nana! Kali ini gue maksa! Lo udah keliatan pucet banget gini danㅡ wow? Itu dosen killer udah kayak artis papan atas aja. Gue kalah famous, padahal gantengnya juga sebelas dua belas. Iri gue."

Kamu seketika langsung menoleh ke arah teriakan para mahasiswi yang berteriak kegirangan sembari mengepung suamimu, siapa lagi kalau bukan Jeffrey.

Sudah menjadi pemandangan biasa bagimu ketika melihat suamimu itu sangat digandrungi oleh para kaum hawa, meskipun kini ada perasaan sakit luar biasa yang menjalar dalam hatimu.

Jeffrey tersenyum manis kepada para mahasiswi yang tengah mengerubunginya, tetapi ia bahkan tidak pernah tersenyum semanis itu kepadamu. Tidak pernah sama sekali. Matamu memanas, emosimu rasanya ingin bergejolak, ditambah tubuhmu yang sedang tidak enak seperti ini, membuatmu rasanya ingin berteriak sambil meluapkan segalanya.

Namun kamu tahu di mana sekarang kamu berada. Di kampus. Dan tidak mungkin kamu akan bertingkah seperti orang gila meskipun saat ini kamu tengah melihat suamimu terlihat bahagia ketika tidak bersama dengan dirimu.

"Nana, muka lo kenapa kayak mau nangis gitu? Duh, gue anter ke dokter aja apa gimana? Ah elah, yaudahlah gue maksa. Lo gue anter pulang aja sekarang."

Dimas menarik paksa tanganmu, dan badanmu yang sudah lemas itu dengan pasrah langsung mengikuti kemana lelaki tersebut membawamu. Kalian berjalan melewati Jeffrey, dan tanpa sengaja pandangan kalian kini saling bertemu.

Seperti biasa, Jeffrey sama sekali tidak menganggapmu ada dan kembali sibuk memberikan fan service kepada para mahasiswinya, membuat luka dalam hatimu terbuka semakin lebar. Kamu tiba-tiba saja menangis dengan kencang, dan Dimas yang terlihat panik langsung memelukmu untuk menenangkanmu.

Kamu segera menyelesaikan tangismu dan memaksa Dimas untuk segera mengantarmu pulang. Karena Dimas memang menyukaimu diam-diam, jadi dengan senang hati ia mengantarkanmu pulang ke alamat orang tuamu.

Setelah Dimas mengantarmu pulang, kamu segera memesan taksi online untuk pulang ke rumah yang kamu tinggali bersama Jeffrey, tanpa masuk terlebih dahulu ke dalam rumahmu. Kamu tidak mau orang tuamu tahu kalau ada prahara rumah tangga yang sedang kalian hadapi, karena kamu tidak ingin membuat mereka sedih.

Seperti biasa, kamu akan berada di rumah sendirian hingga malam tiba. Jeffrey selalu pulang larut malam belakangan ini, dan kamu juga tidak tahu apa yang di lakukan oleh suamimu setelah jam perkuliahan berakhir.

Karena kamu masih merasa mual dan tidak enak badan, pada akhirnya kamu memilih untuk tidur. Nanti saja membuat makan malam untuk Jeffrey, lagi pula juga Jeffrey tidak pernah memakan masakanmu, begitu pikirmu.

***

"Pak Jeffrey? Bapak sudah berangkat ke kampus? Maaf saya terlambat bangun karena semalam badan saya tidak enak. Pak? Bapak masih di dalam?"

Kamu terus saja mengetuk pintu kamar suamimu sembari berusaha mengajak bicara suamimu. Pasalnya kamu semalam tidak bangun untuk membuatkan Jeffrey makan malam, sehingga pagi ini kamu merasa menyesal karena bangun kesiangan.

Kamu pagi ini sudah muntah berulangkali, namun kamu tetap tidak lupa dengan tugasmu sebagai seorang istri. Sudah beberapa kali kamu mengetuk pintu kamarnya, namun Jeffrey tetap tidak memberikan jawaban.

Hanya ada suara seperti rintihan yang samar-samar terdengar dari dalam, membuatmu memilih untuk mengambil kunci cadangan karena takut jika sesuatu terjadi pada Jeffrey.

"Maaf, pak. Saya akan masuk ke kamar bapak. Maafkan saya."

Kamu membuka pintu secara perlahan, dan kamu langsung berlari menghampiri Jeffrey yang sepertinya sedang bermimpi buruk. Kamu memberanikan diri untuk memegang kening suamimu itu, dan ternyata Jeffrey sedang demam. Kamu menjadi panik, dan segera kamu berlari ke dapur untuk mengambil kompresan.

Meskipun Jeffrey tidak pernah menganggapmu, tetapi Jeffrey tetaplah suamimu yang sah. Kamu tentu menjadi sedih karena melihat Jeffrey yang sedang sakit seperti itu. Sosok lelaki yang selama ini kamu pandang sebagai seseorang yang kuat, ternyata bisa terlihat lemah juga seperti ini.

Dengan telaten kamu mengompresnya, lalu membuatkan Jeffrey bubur agar bisa ia makan ketika bangun nanti. Dan terpaksa kamu tidak masuk kuliah hari ini, demi untuk merawat suamimu yang sedang sakit.

Kamu tersenyum, akhirnya kamu bisa menyentuh suamimu yang sedang tidur itu dengan bebas. Kemudian tanganmu dengan lembut menggenggam tangan suamimu yang besar, membuat airmatamu tiba-tiba saja menetes.

Salahkah jika dirimu menginginkan perhatian dan kasih sayang darinya? Berdosakah jika dirimu ingin dianggap oleh suamimu sendiri? Kamu bahkan tidak ingat sudah berapa banyak kamu meneteskan airmata semenjak kamu hidup berdua dengan Jeffrey. Rasanya kamu ingin mengadukan ini semua kepada orang tuamu, tetapi kamu tidak sanggup karena terlalu mencintainya.

Dan ketika kamu sedang asyik menangis, Jeffrey tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Lelaki tersebut terkejut dan langsung menghempaskan tanganmu dengan kasar. Kamu yang terkejut pun langsung menunduk dalam-dalam, takut jika Jeffrey akan marah besar terhadapmu.

"Sedang apa kamu di kamar saya?! Sudah saya bilang jika kamu tidak berhak masuk ke dalam kamar saya, bukan?!"

"Maaf, maafkan saya. Tapi bapak tadi demam, jadi sayaㅡ"

"Tidak usah sok peduli terhadap saya! Lebih baik kamu keluar dari kamar saya sekarang juga!"

Kamu masih diam sambil menggeleng dengan perlahan. Kamu ingin mencoba untuk tidak menuruti perkataan suamimu itu, lalu memberanikan diri untuk meraih tangannya kembali sambil menggenggamnya dengan erat.

Jeffrey terlihat sangat marah dengan tingkahmu itu. Jeffrey bangun dari tidurnya dan langsung mendorong tubuhmu ke belakang, membuatmu terjatuh di lantai kamarnya. Hatimu kembali terasa sakit, kamu tidak habis pikir apa kesalahanmu sampai-sampai Jeffrey selalu bersikap sekasar ini terhadapmu.

"Kalau kamu tidak mau keluar, saya saja yang akan keluar. Hari ini saya akan pulang larut seperti biasa. Jadi kamu tidak perlu menunggu saya. Sudah bagus semalam kamu tidak menunggu kedatangan saya dengan tidur di ruang tamu seperti biasanya, dan saya harap akan seperti itu untuk ke depannya."

"Pak, kenapa bapak terlihat sangat membenci saya? Apa salah saya, pak?"

Kamu menangis tersedu-sedu sambil meremas bajumu, sudah saatnya pula kamu menanyakan hal tersebut kepada suamimu itu. Kamu sudah tidak kuat untuk memendam semuanya lagi, jadi menurutmu sekarang adalah waktu yang tepat untuk menanyakannya.

"Salah kamu? Perlu saya katakan sejujur-jujurnya? Baiklah. Salahmu adalah karena kamu setuju untuk dijodohkan dan menikah dengan saya. Saya sudah memiliki seseorang yang saya cintai sejak kecil, dan mama bahkan sudah berkata akan menjodohkan saya dengannya. Saya akui saya memang sudah tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah keluarganya pindah ketika saya masih kecil, tetapi saya kecewa karena mama tidak menepati janjinya. Kamu bukan Nara yang saya cintai, jadi jangan harap saya akan luluh meskipun kita sudah menikah."

Hatimu teriris, rasanya sampai kamu sudah tidak sanggup untuk menangis lagi. Dan setelah mengatakan kata-kata menyakitkan tersebut, Jeffrey langsung mengambil kunci mobilnya dan pergi meninggalkanmu yang masih terduduk di lantai kamar.

***

Kamu hanya diam di rumah hingga malam tiba. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 malam, tetapi Jeffrey belum pulang juga. Seperti biasanya, kamu akan menunggunya pulang meskipun terkadang kamu akan ketiduran di sofa ruang tamu sembari menunggunya datang.

Tetapi berbeda dengan malam ini. Pikiranmu sudah kosong, dan kamu bahkan belum makan apapun hari ini, karena kamu hanya menghabiskan waktu dengan bengong di ruang tamu hingga malam tiba.

Kamu berpikir untuk pergi dari rumah jika nanti Jeffrey akan kembali memarahimu, namun kamu masih berusaha untuk terus berpikir positif, siapa tahu Jeffrey akan meminta maaf setelah pulang nanti.

Suara mobil berhenti di pekarangan rumah, tanda jika Jeffrey sudah pulang. Kamu berdiri sambil berusaha tersenyum manis untuk menyambutnya, tetapi senyumanmu luntur seketika ketika Jeffrey membawa pulang seorang wanita dalam keadaan dirinya yang mabuk berat.

"Oh, ada wanita di sini rupanya. Sayang, dia siapamu? Atau jangan-jangan dia istrimu?"

"Haha, wanita itu? Bukan, dia hanya pembantu di rumah ini. Hiraukan saja dia, lebih baik kita lanjutkan kegiatan kita tadi."

Seorang wanita seksi dengan pakaian yang kurang bahan itu hanya tersenyum sinis kepadamu, lalu membopong Jeffrey hingga duduk di atas sofa. Kamu mundur beberapa langkah ke belakang karena pikiranmu mendadak kembali kosong, seakan tidak bisa memercayai apa yang baru saja kamu lihat sekarang.

Di depan matamu, wanita tersebut dengan santainya mencium suamimu sambil duduk di atas pahanya, dan kamu pun hanya bisa diam mematung di tempat.

Apalagi kamu juga melihat Jeffrey yang terlihat begitu menikmati permainan wanita tersebut, dan kamu tidak menyangka jika lelaki yang kamu idolakan selama ini ternyata sebejat itu. Airmatamu turun dengan derasnya, lalu kamu memilih untuk pergi ke kamar dan mengemasi barang-barangmu.

Selang satu jam setelah kamu selesai berkemas dan memantapkan hatimu, kamu keluar dari kamarmu dan mendapati Jeffrey yang tengah tertidur pulas di atas sofa.

Wanita itu sudah pergi, dan kamu tidak tahu apakah wanita itu mengambil uang dan barang berharga milik Jeffrey atau tidak. Dan karena melihat kondisi Jeffrey yang terlihat menyedihkan, hati kecilmu sedikit kembali terketuk.

Untuk yang terakhir kalinya kamu mencoba menjadi istri yang baik dengan membopong Jeffrey masuk ke dalam kamarnya. Tidak lupa juga kamu melepaskan sepatunya dan memakaikan selimut untuk Jeffrey.

Sebelum kamu pergi, kamu membuatkan beberapa makanan pereda pengar dan meninggalkan secarik kertas yang berisi jika kamu memilih untuk pergi dari rumah. Baru setelah itu kamu masuk kembali ke dalam kamar Jeffrey untuk mengatakan kata-kata terakhir untuknya.

"Ternyata aku salah. Ternyata pengorbananku selama menjadi istrimu tidak ada gunanya. Aku sekarang sadar, aku tidak berhak untuk terus mendapatkan perlakuan buruk seperti ini. Aku juga seorang manusia yang memiliki perasaan, tidak sepantasnya kamuㅡJeffrey, menyakitiku sampai seperti ini."

"Persetan kalau kamu adalah dosenku sendiri. Persetan dengan panggilan hormatku selama ini kepadamu. Persetan jika sampai saat ini aku masih berstatus sebagai istri sahmu. Aku sudah tidak peduli lagi, Jeff. Kamu sudah kelewatan. Seharusnya aku tidak mencintaimu selama ini. Aku salah, dan lebih baik aku pergi saja dari hidupmu, daripada aku terus hidup dengan orang yang tidak memiliki hati sepertimu. Kalaupun nanti kamu ingin menggugat cerai, aku akan langsung menyetujuinya. Cari saja Nara-mu itu. Aku sudah muak!"

"Terakhir, mumpung sekarang kamu sedang mabuk berat, akan aku katakan satu kejutan yang seharusnya menjadi kebahagiaan kita. Aku positif hamil, Jeff. Setelah malam itu kamu dengan terpaksa melakukannya karena paksaan dari mama, kini aku mengandung buah hatimu. Dan jangan harap aku akan kembali kepadamu lagi setelah ini. Aku akan membesarkan anakku sendirian, tanpamu. Jadi, selamat tinggal, Jeffrey Rajaswara."

***

To Be Continued ㅡ

Continue Reading

You'll Also Like

259K 8.3K 60
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
726K 18.4K 52
WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJASAMANYA. INI ONESHOOT ATAU TWOSHOOT YA...
42.8K 4.6K 40
Bagaimana rasanya 'dilupakan'? ©️est 17 Jul'20
132K 14K 30
[ COMPLETED ] Aku dengan segala kelemahanku, membuatku berpikir jika sebenarnya aku memang tak pantas untuk mencinta dan dicinta.