Dersik

Da khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... Altro

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst

"Graben"

23.7K 1.9K 320
Da khanifahda

Graben atau slenk adalah hasil dari patahan pada kulit bumi yang mengalami depresi dan terletak di antara dua bagian yang lebih tinggi.
.
.

Dersik, sebuah kata yang mewakilkan tentang suara angin. Aku teringat ketika tugas di Kalimantan dulu. Angin hutan yang berhembus, menggesekkan ranting dan pepohonan yang membuat suara khas di sana. Dersik, diam-diam membisikkanku tentang mantra ajaib. Seolah-olah aku terjebak dalam sebuah labirin kehidupan yang berputar layaknya cakra Sudarsana milik Basudewa Khrisna.

Dersik, awal ku menemukan sebuah kehidupan. Entah cinta, perjuangan, rasa sakit, kecewa, marah, dan bahagia. Semua terjadi seperti roda yang berputar, membuat diriku kadang merasa muak dan ingin berhenti saja.

Dersik, di tanah Borneo aku bertemu dengan dia. Laki-laki dengan wajah tegas nan mengintimidasi itu berhasil menyusup dengan cepat dan tepat di hatiku. Merayu dan menyembuhkan luka yang sempat membuatku kuyu. Dia yang angkuh berdiri menantang langit, tak ubahnya berhati lembut dan penyayang. Aku beruntung menemukannya.
Keraguan atas suara Dersik yang menipu sempat menyelinap di hatiku. Namun dengan keyakinan dan keteguhannya, ia berhasil masuk dan mengunci hatiku hingga sekarang, ayah dari anak-anakku kelak.

Dia juga yang berhasil membuatku yakin akan ada kebahagiaan setelah pahit yang ku enyam berpuluh tahun. Dia datang untuk memelukku dan menggengam tangannku erat. Dia juga yang membantu menghapus bayang-bayang kecemasan yang sempat membayangiku bertahun-tahun.

Aku tersentak, lantas kepingan memori dalam benakku seketika buyar ketika mendengar suara anak kecil tertawa riang tanpa beban. Lalu aku tersenyum ke arah laki-laki yang kini kelimpungan mengatasi putra kami yang sudah lancar berjalan. Bhre, adalah cahaya sekaligus permata yang membuatku bahagia menjadi seorang ibu. Malaikat kecil itu menjadi pelengkap kebahagiaan kami sebagai keluarga kecil. Bhre hadir untuk membuatku tersenyum dan tersenyum. Bhre adalah anugrah terindah yang pernah Tuhan berikan kepadaku.

"Ayo tangkap ayah Bang." Sayup-sayup aku mendengar Mas Raksa berbicara kepada putraku, Bhre, yang nampak tertawa riang dengan gigi depan yang berjumlah 4 itu. Bhre kini berusia 15 bulan dan sedang aktif-aktifnya membuat kami kelimpungan.

Tiba-tiba Bhre berlari kecil ke arahku yang sedang duduk di bawah pohon rindang. Kami saat ini sedang tamasya kecil di salah satu taman di kawasan Menteng. Mas Raksa mengajakku dan Bhre untuk sejenak melepas penat. Selain itu, ia juga ingin putra kami bisa mengenal dunia luar dengan baik.

"Mama, mik." Ucap putraku itu dengan sangat menggemaskan. Setelah bermain dengan ayahnya, nampaknya Bhre haus dan lapar. Segera aku memberikan susu dalam botol dimana itu adalah ASI yang sudah aku pumping sebelum pergi tadi. Langsung saja Bhre meminumnya sambil tiduran di pangkuanku.

Mas Raksa menghampiri diriku. Laki-laki itu lantas meneguk air mineral yang kami bawa dari asrama.
Lalu aku mengedarkan pandanganku ke taman yang begitu ramai di hari libur ini. Akhirnya kami bisa menikmati waktu bersama setelah sebulan lebih kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Kenapa kamu nggak mau mas ajak liburan ke Puncak?" tanya Mas Raksa kemudian.

"Kemarin kan Bhre rada flu, takutnya kalau diajak pergi nanti malah demam. Terus juga, kita harus hemat Mas. Katanya pengen punya rumah sendiri? Nggak mungkin 'kan kita terus-terusan di asrama?"

Kemarin Mas Raksa sudah ingin mengajakku ke Puncak, Bogor sebagai gantinya quality time, namun aku menolaknya. Lagipula quality time nggak harus keluar kota. Cukup ke taman kota dan bersama keluarga itu sudah cukup. Selain itu, aku takut mengajak Bhre jalan jauh karena sempat flu kemarin.

"Masalah rumah 'kan sudah ada bagiannya." Ujar Mas Raksa lagi.

"Iya Mas, tapi nggak ada salahnya kita tetap saving money buat kebutuhan. Sekali jalan ke Puncak juga ngeluarin banyak biaya. Bhre diajak ke taman gini aja seneng lihat orang banyak."

Mas Raksa langsung mengangguk tak lama kemudian. "Benar, makasih ya sudah jadi Menteri Keuangan mas yang cerdas." Ujar Mas Raksa seraya tersenyum dan mengusap kepala putra kami yang nampak sibuk dengan dotnya.

Aku terkekeh pelan, "iya sama-sama Menteri Pertahananku. Sudah seharusnya begitu. Mungkin nanti kalau ada kesempatan kita bisa ke Malang aja, ke rumah Mbak Hira. Kayaknya Shima seneng banget sama abangnya ini." Usulku.

Daripada sering mengeluarkan uang untuk pergi ke tempat-tempat sekitar Jakarta, mending suatu hari nanti bisa ke Malang untuk bertemu dengan keponakan cantikku, Shima. Dua bulan yang lalu, Shima sempat ke Jakarta dan bocah itu nampak senang dan cocok bermain dengan Bhre. 

"Yah, mam." Ucap Bhre sambil melepas dotnya. Putraku itu lalu mengambil apel dan menyerahkan kepada ayahnya. Mas Raksa langsung menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
Lanta putraku itu mengajak ayahnya kembali untuk bermain. Sebuah komunitas reptil sedang mengadakan pameran tak jauh dari tempat kami menggelar kain yang biasa digunakan untuk piknik keluarga.

Bhre nampak penasaran dengan reptil di sana. Putraku itu bahkan tertarik untuk memegang ular piton. Mas Raksa lantas mendekatkan dengan pengawasannya juga.

Setelah puas bermain bersama komunitas reptil, nampaknya putraku itu sudah mulai bosan dan rewel. Segera Mas Raksa memberikannya kepadaku.

"Pulang saja yuk Mas. Bhre udah rewel banget." Ucapku dan Mas Raksa langsung mengangguk, lalu membereskan barang-barang piknik kami dan segera kembali ke asrama. Sekarang sudah menunjukkan pukul 11 siang. Sudah 2 jam kami berada di sana dan aku rasa sudah cukup untuk bermainnya.

Benar, ketika perjalanan pulang, Bhre tertidur setelah aku beri ASI. Total 2  botol sudah habis selama kami pergi. Bhre adalah turunan Mas Raksa yang sangat doyan makan. Aku saja kelimpungan memberikan dia ASI sehingga ketika malam aku bantu dengan susu formula. Sebuah pengalaman yang sangat berharga bagiku. Menjadi ibu yang rasanya bercampur aduk. Kebiasaan begadangku kini kembali terpakai.

Kembali kami terjebak macet. Jakarta memang luar biasa dan sangat membosankan ketika terjebak macet. Kadang juga putraku ini rewel ketika kami pergi dan terjebak macet. Untung saja Bhre sedang lelap tertidur dengan ekspresi lucunya yang menggemaskan.

"Kalau kamu ngantuk, tidur aja. Nanti kalau sudah sampai, mas bangunin." Ucap Mas Raksa memecah keheningan di antara kami. Memang semenjak masuk ke dalam mobil hingga terjebak macet ini, kami tak berbicara apapun.

"Belum ngantuk Mas." Jawabku. Aku memang belum merasa ngantuk walaupun aku kerap kali bangun di tengah malam dan begadang hingga subuh.

"Tapi kamu capek pasti. Harus ngurus Bhre juga." Aku tersenyum. Tak terbesit sedikitpun rasa menyesal untuk menjadi ibu dan wanita karir walaupun waktuku tersita banyak. Namun pernah terbesit pemikiran tentang membandingkan perempuan seusia ku yang masih bekerja dan bisa menikmati waktunya untuk pergi ke banyak tempat dan menikmati waktunya. Tetapi hal itu segera ku tepis. Menikah dan mengandung adalah pilihanku. Sudah pula aku pikirkan matang-matang untuk membina rumah tangga dengan laki-laki yang kucintai dan sayangi ini. Jadi jika ditanya apakah aku menyesal maka aku bilang tidak. Tak ada yang aku sesali walaupun omongan miring mengenai diriku berhembus kencang. Biarlah, aku pun tak peduli.

Orang yang memandang rumah tangga ku adem ayem pun tak sepenuhnya benar. Mas Raksa yang sangat perhatian dan mendapat julukan bapak idaman di kalangan anggota itu juga tak sepenuhnya sempurna. Kami terkadang berbeda pola dalam mengasuh anak. Mas Raksa yang keras kepalanya kumat, kadang mendidik anak dengan cara militan yang kurang aku sukai. Sedangkan aku mendidik anak dengan cara heart to heart antara ibu dan anak pun kadang ditentang oleh suamiku. Aku memang bukan psikolog namun aku berusaha mendidik anak dengan cara yang bisa membentuk karakter baik anak. Disitu pula tantangannya. Aku dan Mas Raksa harus bisa menyelaraskan perbedaan di antara kami walau banyak sekali perdebatan yang muncul.

Kerikil kecil juga kerap kami temui. Mulai dari permasalahan diriku yang terlalu sibuk, Mas Raksa yang nggak suka sesuatu dan berdampak pada diriku yang harus sabar memberinya pengertian. Semua hal itu sudah pernah aku lalui.
Menikah memang indah. Namun jika semuanya siap. Niat dan cinta saja tidak cukup. Kematangan psikologi, pengetahuan berumah tangga, finansial, raga yang mumpuni pun harus terpenuhi.

Di sini juga aku ingin berbagi dengan kalian mengenai alasan mengapa aku belum bisa menerima pinangan Mas Raksa yang pertama. Aku berpikir bisa saja aku menerimanya sekarang itu juga. Namun aku sadar bahwa aku belum siap secara mental dan raga. Aku masih sibuk dengan memperbaiki hubungan keluarga. Aku juga masih belajar tentang ilmu agama yang masih sangat cetek bagiku. Selain itu, emosi yang ada di dalam diriku belum bisa aku pahami dengan baik. Aku sudah mempunyai firasat jika saat itu belum tepat waktunya untuk menikah. Ternyata juga Tuhan Maha Pemberi Petunjuk, selama setahun LDRan, aku benar-benar berusaha memahami diriku ini. Aku belajar berbagai hal termasuk bertanya masalah berumah tangga. Selama itu pula aku memahami karakter Mas Raksa. Mulai dari dia mengolah emosi, hingga bagaimana dirinya itu menyelesaikan masalah. Beruntung kami pernah operasi bersama sehingga aku tahu karakter sebenarnya dirinya ketika berhadapan dengan masalah. Mas Raksa yang ambisius, berani dan tak segan untuk bertindak keras namun sangat penyayang dan akan melindungi orang-orang yang ia cintai. Walaupun terkenal cuek dan tegas, namun aku beruntung bisa menemukan sifat kasih dan perhatian mama Kencana yang diturunkan kepada putranya itu.

Dari Dersik aku pun tahu. Bahwa hutan, senjata, dan mata-mata adalah hal yang sangat akrab denganku. Bahkan dengan hal itu aku bisa menemukan hal yang tak terduga. Aku menemukan mata angin ku yang sempat hancur dan membuatku kehilangan arah. Dia dengan senjata dan keberaniannya, mampu membuatku yakin dan bangkit jika kebahagiaan itu dijemput, bukan ditunggu. Dalam doaku juga meminta agar hatiku dan hatinya selalu diluaskan supaya bijak dalam menghadapi berbagai masalah yang menguji kita. Cukup sederhana, namun sangat bermakna bagiku.

"Makasih ya." Aku yang larut dalam pikiranku sendiri seketika langsung menatap Mas Raksa.

"Terima kasih sudah mau bertahan dengan sikap mas yang keras, menyebalkan, egois dan keras kepala." Ujar Mas Raksa seraya menatapku sambil tersenyum. Senyum yang sering ia berikan kepadaku dan Bhre.

Aku mengangguk, "sudah menjadi komitmen bersama Mas buat saling melengkapi dan memperbaiki." Mas Raksa kembali tersenyum dan mengusap kepalaku pelan. Ia tak berkata kembali. Ia kembali fokus menatap jalanan.

Lantas kisah kami belumlah usai. Masih ada banyak kisah-kisah lain yang menunggu kami. Masih juga ada batu-batu yang menanti di depan. Tak ada kisah yang berakhir bahagia dan sedih. Dua elemen tersebut sudah diciptakan oleh Tuhan secara seimbang. Kematian bukan akhir yang sedih dan senyuman juga bukan akhir yang bahagia. Kunci hidup adalah bukan mencari happy ending, namun bagaimana kita tetap menjalani hidup dengan mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan.

.

Terima kasih yang sudah memberikan dukungan untuk cerita ini. Entah yang membaca, memberikan vote, komentar maupun semuanya. Terima kasih, tanpa kalian saya nggak punya semangat sebesar ini buat tetap yakin untuk menulis cerita.

Saya harap kalian yang berada dimanapun itu, tetap sehat dan bahagia. Jangan lupa tersenyum dan bersyukur, ya. Hidup tak ubahnya seperti pagelaran Wayang Kulit. Ada dalang, lakon baik dan buruk, perang, amarah, masalah, bahagia dan sebagainya.

Sekian cerita ini sampai di sini. Semoga bisa memberikan nilai baik untuk pembaca semua. Saya mohon maaf atas kekurangan cerita ini. Saya sangat sadar jika Dersik ini masih banyak kekurangannya. Entah dari PUEBInya, kedangkalan dalam menggali plot, keterbatasan pengetahuan saya dan masih banyak lagi. Namun kalian tetap memberikan saya power dan tak jarang memberitahu letak kesalahan saya, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih.

.

Untuk sequel ataupun cerita dari Bhre dan Shima, mohon maaf saya belum bisa mengiyakan terlebih dahulu. Bisa jadi saya membuat, tetapi bisa jadi tidak. Sekarang juga saya sudah aktif kembali berkegiatan sehingga saya menulisnya tidak seintensif bulan-bulan kemarin.

.

Oh iya satu lagi. Sebagai akhir, saya ingin meminta kesan kalian selama membaca Dersik ini. Saya sangat menerima kritikan dan saran dari pembaca semua. Tetapi jika tidak berkenan, tidak apa-apa. Saya tidak memaksa ya😂

.

Akhir kata, saya mohon maaf atas kata ataupun respon saya yang kurang berkenan, ya. Semoga kita bisa bertemu di lain kisah lagi.
Tetap semangat 💓

Salam hangat,
Khanifahda

Start : 27 Februari 2020
End : 14 September 2020

Continua a leggere

Ti piacerĂ  anche

33.7K 7.6K 30
Tiga tahun lamanya, Madhan tak pulang ke rumah, ia kabur karena tak tahan dengan perselisihan ia dan kedua orang tuanya. Asya, kakak perempuan Madhan...
5.8M 281K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...
83K 9.9K 32
-completed- Jeno, pangeran dari negeri Neviar tidak sengaja masuk ke alam yang berbeda dari manusia, dunia di mana para makhluk yang di anggap mitos...
235K 10.5K 43
Selesai Alnera Zaskia 27 tahun, berjalan 5 tahun hidupnya dihabiskan bersama kenangan sang mantan, karir cemerlang tidak selalu jalan berdampingan de...