Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Flood Plain
Horst
"Graben"

Natural Levee

12.2K 1.4K 92
By khanifahda

Natural Levee atau Tanggul Alam merupakan akumulasi sedimen berupa igir/tanggul memanjang dan membatasi alur sungai. Tinggi maksimum suatu tanggul terdapat pada bagian tepi dalam tanggul yang berbatasan dengan alur sungai dengan lereng yang curam. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi muka air sungai pernah menapai permukaan tanggul tersebut pada saat terjadi banjir besar.
.
.

"Kemungkinan besar istri lo diteror sama orang Rak." Ucap laki-laki yang memakai pakaian polisi lengkap yang kini menatap Raksa dengan wajah serius.

Setelah sempat berkoneksi sana sini, hingga Raksa menghubungi pihak Dinas Perhubungan yang memegang CCTV di titik vital yang dilewati Gayatri akhirnya Raksa menemukan titik terang. Ia sudah mengantongi orang yang menabrak dan membuntuti sang istri. Kini Kepolisian tinggal memburu dan menyelidiki motif pelaku sebenarnya.

"Kira-kira masih ada hubungannya sama kasus yang ditangani istri gue nggak?" tanya Raksa pada laki-laki bernama Dewa itu. Dewa merupakan teman satu SMA yang sekarang bertugas di Mabes Polri.

Dewa nampak berpikir sejenak, lalu menghubungi via whatsapp ke salah satu orang yang bekerja di lapangan.

"Gue belum bisa memastikan, Rak. Tapi Kepolisian saat ini lagi mengejar pelaku itu. Berdasarkan plat nomor yang sudah diproses, orang yang menyebabkan istri lo celaka adalah orang-orang suruhan yang sengaja dibayar. Orang-orang gue sedang menyelidiki beberapa kelompok yang sengaja menjadikan mereka itu pesuruh bayaran."

Raksa mengangguk ketika Dewa menjelaskan hal ini. Ia masih belum puas jika pelaku yang membuat istrinya itu celaka belum ditemukan. Ia harus menemukan secepatnya.

Raksa sejak tadi malam langsung mengurusi hal ini. Ketika tadi malam ia meninggalkan Gayatri tak lain dan tak bukan karena langsung menghubungi Dewa serta membuat laporan atas insiden yang menimpa sang istri. Sebagai suami ia tak rela jika istrinya itu dalam bahaya dan dicelakakan. Sebisa mungkin Raksa harus menemukan orang yang telah membuat Gayatri mengalami sakit dan hampir saja kehilangan anaknya itu.

"Secepatnya kabarin gue ya Wa, kalau lo dapat informasi apapun itu." Ucap Raksa yang diangguki oleh Dewa. Ia belum tenang jika pelaku belum ditemukan.

"Cepat sembuh buat istri lo. Memang divisi yang ditempati oleh istri lo itu taruhannya nyawa Rak. Banyak yang akhirnya minta pindah divisi karena pertama, jam kerjanya bisa gila-gilaan, kedua setiap operasi nyawa mereka adalah taruhannya dan terakhir berdampak pada kehidupan sehari-hari dimana bisa saja jadi target teror orang-orang yang masih nggak terima kasusnya diungkap dan akhirnya mereka ditangkap oleh Kepolisian. Seperti sebuah roda, mereka menghalalkan segala cara buat balas dendam, termasuk membayar orang lain untuk melakukan teror. Simple case yang bisa dibaca oleh Kepolisian."

Raksa membenarkan setiap kalimat Dewa tadi. Pekerjaan sang istri sangat beresiko memang. Tetapi ia paham jika istrinya itu sudah terlanjur nyaman walaupun beresiko.

"Makasih Wa. Gue berharap banget supaya pelaku ditemukan. Gue nggak rela lihat istri gue kesakitan dari tadi malam. Ditambah lagi istri gue hampir saja keguguran kemarin." Dewa nampak agak kaget dengan cerita yang dilontarkan Raksa. Pantas saja Raksa langsung marah-marah tadi malam dengan wajah kusut dan murka.

"Anjir! Gue bakal cepet berkoordinasi dengan satuan gue Rak. Sudah nggak bisa ditoleransi ini." Sahut Dewa langsung setelah ia mendengar cerita Raksa itu. Sebagai seorang suami sekaligus ayah dari satu anak, tentu Dewa sangat marah ketika ada orang yang mengusik dan membuat celaka orang yang disayang. Ia benar-benar merasakan seperti apa yang dirasakan oleh Raksa. Rasa marah dan tak terima pasti sangat mendominasi hati dan pikiran saat ini.

"Btw, selamat bro, gue turut seneng istri lo hamil."
Raksa mengangguk, "makasih Wa."

Dewa tersenyum, "saran gue sekarang lo bisa jaga istri lo lebih ketat lagi. Kita nggak tahu apakah mereka masih ambisi memburu istri lo atau tidak."

Raksa mengangguk, "iya Wa, gue bakal lebih jaga istri gue. Gue nggak mau kecolongan lagi. Cukup kejadian ini sampai sini, gue nggak mau menanggung resiko lebih banyak lagi ke depannya. Keselamatan istri dan anak gue yang utama."

Dewa tertawa kecil, "kayaknya sudah siap jadi bapak nih."

Raksa ikut terkekeh di tempatnya. "Sebenarnya kami nggak tahu kalau ternyata istri gue hamil. Dia kemarin memang sibuk-sibuknya sehingga sampai lupa hal-hal semacam itu. Antara bersyukur sama kaget soalnya gue sama istri belum membicarakan masalah anak lebih lanjut. Namun ternyata Tuhan kasih kita rezeki itu lebih cepat. Gue sangat bersyukur, artinya gue harus siap dan bertanggung jawab sepenuhnya atas amanah yang diberikan." Jelasnya yang membuat Dewa menepuk pelan bahu Raksa.

"Kadang apa yang kita nggak minta, tapi bagi Tuhan itu yang terbaik jadinya langsung dikasih." Ujar Dewa menambahkan.

Sudah hampir 1 jam mereka membahas hal ini di ruangan Dewa. Sengaja Raksa meminta izin satu hari ke Danyon karena sang istri sakit. Beruntung para Komandannya itu memberikan Raksa kelonggaran dan mendo'akan kesembuhan untuk Gayatri. Sebenarnya juga Gayatri meminta sang suami untuk tidak izin saja, namun nampaknya suaminya itu memang keras kepala, alhasil tetap kekeh izin dan menjaga dirinya.

Setelah berbincang sejenak, Raksa pamit pada Dewa untuk kembali ke asrama. Raksa masih tak tenang dengan sang istri yang ia tinggal sendirian di asrama. Ketika hendak pergi tadi, Gayatri mengaku mengantuk dan kemungkinan tidur ketika ia tinggal sebentar tadi.

Ketika berjalan di lobi, tiba-tiba ia bertemu dengan sang mama. Langsung saja Kencana menahan Raksa dan mengajaknya untuk berbicara sejenak. Ia hanya tahu jika Gayatri sakit. Namun hari ini ia justru bertemu Raksa di Mabes Polri. Jarang sekali putranya itu menginjakkan kakinya di sana.

"Sebenarnya ada apa le?" tanya Kencana pada Raksa. Kini mereka berada di ruangan Kencana. Raksa yang hendak kembali akhirnya mengurungkan niatnya.

"Aya sakit, Mah. Kemarin ditabrak sama orang nggak dikenal. Kemungkinan Aya sedang jadi tujuan kejahatan."

"Selain itu, Aya sempat mengalami pendarahan kecil kemarin. Kami nggak tahu kalau ternyata Aya sedang mengandung." Lanjut Raksa yang langsung membuat Kencana mengucap kalimat istighfar berkali-kali.

"Sekarang mantu mama gimana?" tanya Kencana yang tentunya sangat khawatir. Apalagi mendengar kata pendarahan membuat Kencana teringat dulu dimana ia juga pernah merasakan hal itu. Rasanya dunia berhenti ketika kehilangan darah daging yang ia nanti-nantikan kehadirannya.

"Alhamdulillah sudah mendingan Mah. Masih agak syok dan kaget dengan kejadian kemarin. Kata dokter harus bed rest dulu. Walaupun kandungannya baik-baik saja, tetapi kemungkinan bisa saja terulang kembali kalau nggak dijaga dengan baik."

Kencana menghela nafasnya panjang. Pasti menantunya itu butuh dukungan dan pendampingan. Walaupun punya mental kuat, tak menutup kemungkinan pula bisa menjadi beban tersendiri jika sudah merambah ke teror.

"Sekarang di asrama sendiri?" Raksa mengangguk, "Raksa rasa cukup aman Mah karena penjagaan di depan cukup baik dan ketat. Semisal pulang ke rumah ayah, Raksa tambah khawatir, kalau di rumah mama sama saja nggak ada orang. Jadinya Raksa memutuskan agar Aya tetap di asrama nantinya."

Kencana mengangguk, "nanti mama langsung ke sana. Mama khawatir sama Aya, le." Kencana tiba-tiba kepikiran dengan sang menantu. Rasanya jika ia longgar, ia bisa langsung tancap gas ke asrama. Sayang, dirinya masih ada dinas hingga menjelang sore nantinya.

Raksa mengangguk, "baik Mah." Lalu mereka berbincang sejenak sebelum akhirnya Raksa pamit pada sang mama. Ia harus segera pulang ke asrama karena sudah meninggalkan Gayatri lama.

*****

Benar apa yang dikatakan ibu-ibu warung kemarin. Ketika bangun tadi subuh, Gayatri menemukan kaki dan tangannya gosong serta terasa nyeri di tulang. Perempuan itu bahkan mengakui lebih baik ditonjok ketimbang tertimpa motor yang rasanya tak karuan itu. Tetapi mending tidak keduanya karena sama-sama sakit untuk dirasakan.

Gayatri sementara tak bekerja terlebih dahulu. Perempuan itu langsung diajukan izin oleh sang suami karena sakit. Tadi pagi juga ia merasakan seperti apa yang ibu hamil rasakan pada umumnya. Tiba-tiba ia mual dan mengeluarkan semua sarapannya. Rasanya tersiksa dengan keadaan seperti ini. Tetapi Gayatri menjadi lebih tahu tentang perjuangan seorang ibu dalam mengandung.

Selama di rumah dari pagi hingga siang, Gayatri tak beranjak dari ranjangnya. Gayatri yang tak terbiasa tidur pagi, tiba-tiba merasa mengantuk dan langsung tidur sesaat setelah Raksa pamit keluar sebentar tadi. Gayatri tertidur sekitar 30 menit dan kembali bangun ketika merasa haus tadi.

Sekitar pukul 11 lebih, Raksa pulang. Raksa keluar pukul setengah 10 karena harus menemui Dewa. Raksa sementara tak memberitahu hal ini karena ia memikirkan tentang kondisi Gayatri.

"Gimana? Masih mual nggak?" Gayatri menggeleng. Setelah meminum vitamin sekaligus beberapa obat, perempuan itu sudah agak mendingan. Sedikit demi sedikit Gayatri makan buah dan roti supaya tetap ada nutrisi yang masuk.

Raksa mengangguk, lalu menyalakan televisi di kamarnya. Meninggalkan Gayatri selama 2 jam cukup membuatnya khawatir. Seharusnya ia tak keluar tadi, tetapi panggilan Dewa yang mendadak membuat Raksa mau tak mau harus datang ke Mabes Polri dan bertemu dengan sang mama di sana.

"Mas aku mau cerita." Raksa hanya bergumam mengiyakan.

"Sebenarnya aku dibuntuti sejak dari rumah ayah kemarin. Hampir 2 minggu kayaknya. Kemarin aku mau ngegap orang itu, tetapi aku sengaja mencari tempat. Namun justru aku yang ditabrak dulu sama dia." Ujar Gayatri. Keadaannya yang lumayan mendingan membuat Gayatri bisa bercerita secara leluasa dengan sang suami.

"Kenapa nggak cerita ke mas?" tanya Raksa seraya menatap sang istri. Ia ingin Gayatri terbuka dengannya.

"Maaf, aku kira aku bisa menyelesaikannya sendiri kemarin. Tetapi malah nggak bisa." Ucap Gayatri sedikit menyesal. Bagaimana pun juga ia harus terbuka dengan Raksa.

Raksa menghela nafasnya, "kalau ada apa-apa, langsung bilang ke mas. Apapun itu. Bahaya masih mengintai kamu." 

Gayatri hanya diam. Ia salah karena tak terbuka dengan sang suami. Dirinya sampai kepikiran dengan hal ini.

"Mas, apa Mas tadi cari tahu pelaku ya?" Gayatri sedari tadi malam punya feeling jika Raksa akan terus mencari pelaku. Perlahan ia tahu karakter sang suami. Raksa tak akan melepaskan begitu saja orang-orang yang mengusik keluarganya.

Raksa tersenyum singkat. "Itulah mengapa mas nggak memberi tahu kamu. Kamu pasti tahu sendiri."

"Cerita dong Mas. Aku nggak apa-apa kok." Desak Gayatri. Ia ingin tahu apa yang sudah didapat sang suami.

"Jangan, kamu masih belum stabil." Ujar Raksa posesif.

"Nggak kok. Aku udah nggak mual, sakit badanku perlahan reda, tinggal gosong di kaki dan tangan dikit. Ayolah Mas." Rengek Gayatri karena ia ingin tahu.

Raksa berdecak pelan, "intinya sedang ditangani oleh Kepolisian."

Gayatru menghembuskan nafasnya pelan, netranya lalu menatap televisi di depannya. "Apa ada hubungannya dengan orang-orang yang pernah aku tangani ya Mas?" entah mengapa Gayatri punya firasat jika masih ada sisa dendam dan ingin membalasnya karena kasusnya berhasil diungkap oleh Kepolisian. Walaupun identitas anggota staf Intel sudah ditutup rapat, namun tak menutup kemungkinan anggota di divisi Gayatri bisa diteror kapan saja.

"Selama ada mas, kamu akan mas pastikan baik-baik saja." Ucap Raksa. Gayatri tersenyum, "tetapi Mas tetap hati-hati. Aku tahu mereka bukan orang yang mudah menyerah. Kadang kelicikan mereka bisa menghalalkan segala cara."

Raksa mengangguk. Lalu menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 12 siang lebih. Suara adzan sudah terdengar di beberapa masjid dan mushala terdekat.

"Shalat dhuhur yuk? Habis shalat kamu langsung minum obat dan tidur." Gayatri mengangguk dan langsung dibantu untuk pergi ke kamar mandi. Setelah itu mereka melaksanakan shalat dhuhur berjamaah.

Pukul 3 sore, Kencana datang. Perempuan itu langsung menemui sang menantu yang masih berada di atas ranjang.

"Gimana nok? Masih mual dan sakit ya?" tanya Kencana pada Gayatri yang dijawab dengan gelengan kepala, "alhamdulillah sudah nggak Mah. Tapi badan masih agak pegel rasanya."

Kencana tersenyum lembut, "istirahat ya? Kamu sementara cuti kerja dulu. Walaupun sudah enakan badannya, tetapi kamu juga ingat kalau kamu sedang mengandung dan butuh bed rest sejenak."

Gayatri mengangguk, ia bahagia ketika banyak orang yang peduli dengannya. "Iya Mah makasih. Makasih mama udah datang ke sini." Ujar perempuan itu.

Kencana tersenyum dan mengusap tangan sang menantu, "nggak usah bilang makasih. Sudah seharusnya begini nok. Mama seneng akhirnya punya cucu lagi. Nanti biar bisa main sama Shima ya." Gayatri terkekeh pelan.

Akhirnya mereka berbincang banyak hal. Sampai akhirnya dering gawai Kencana membuat obrolan mereka terhenti.

"Wa'alaikumussalam. Ada apa kung?" Jawab Kencana sedikit sewot nampaknya.

"Kamu dimana? Masih di asrama Raksa ya?"

"Iya kenapa?" Kencana sebenarnya agak kesal ketika sang suami malah menelponnya ketika sedang berbincang dengan sang menantu.

"Nggak ada apa-apa. Mau bilang kalau mas pulang larut karena masih di Bandung. Kamu kalau di sana dulu nggak apa-apa."

"Iya. Lagian Nana juga di sini aja lah. Mas nggak pulang cepat, ngapain Nana mau pulang cepat, nggak ada yang Nana masakin juga." Ucap Kencana cepat. Sementara Damar di seberang hanya bisa menutup matanya. Serba salah dia mengabari sang istri. Begitu batinnya.

"Iya, iya. Mas hanya ngabarin kamu. Jangan sewot dulu." Jawab Damar berusaha sabar.

"Siapa yang sewot Mas?" jawab Kencana cepat.

"Pulang Bandung jangan lupa bawa peuyeum. Kalau lupa, Nana suruh putar balik ke Bandung. Cucumu ngiler kalau nggak kesampaian ngidamnya." Kencana tadi langsung mengabari sang suami jika Gayatri hamil.

"Aya ngidam peuyeum?" tanya Damar. Kencana tersenyum. "Pokoknya bawain aja Mas."

Damar lantas berdecak, "itu yang mah mau kamu, bukan menantu ayah." Kencana lantas tertawa.

"Sudah ya, mas masih ada urusan. Sampaikan salam ayah buat Raksa dan Aya." Ujar Damar mengakhiri panggilannya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Kencana terkekeh pelan di tempatnya. "Maaf ya nok namamu tak catut. Habisnya mama udah lama pengen makan peuyeum Bandung. Biarin ayahmu itu harus cari dulu peuyeum sebelum pulang."

Gayatri tersenyum. Tadi Kencana sengaja meloud speaker telepon sehingga dirinya tahu apa yang diperbincangkan. Ternyata benar, ayah mertuanya itu kalau sudah berhadapan dengan sang istri, jarang bisa berkutik. Padahal wajah ayah mertuanya itu tak ada ramah-ramahnya sama sekali. Namun ketika berhadapan dengan sang istri, Damar berubah menjadi laki-laki yang iya-iya saja.

"Mah, mama mau nggak cerita awal ketemu ayah? Kalian kelihatan harmonis sekali. Aya jadi seneng lihat mama dan ayah." Ucap Gayatri yang sangat berhati-hati. Ia sangat kepo sejak awal. Sempat merasa tak pantas bertanya seperti itu, tetapi melihat mama Kencana yang begitu welcome, membuat Gayatri memberanikan diri.

Kencana tergelak, ia kaget ditanya hal itu oleh sang menantu. "Kalau mama nggak berkenan, nggak usah Ma." Lanjut Gayatri sungkan. Seharusnya ia tak bertanya seperti itu.

Mama kembali terkekeh, "nggak apa-apa nok. Mama malah seneng ditanya seperti itu. Tanya apa aja selama mama bisa jawab dan mau jawab." Kencana masih tertawa kecil.

"Jangan posisikan kamu sebagai menantu mama, kamu putri mama, sama kayak Raksa, Hira bahkan Eling. Jadi jangan sungkan sama mama kalau ada apa-apa." Kencana memberi nasihat. Ia tak suka membedakan antara anak dan menantu. Baginya seseorang yang telah menikah dengan putra putrinya akan secara otomatis menjadi anaknya juga.

Gayatri terseyum, "makasih Ma."

Gayatri lalu terdiam sebentar. Entah mengapa ia ingin memeluk mama mertuanya itu. Ia ketagihan dipeluk oleh Kencana.

"Kenapa?" tanya Kencana seakan tahu jika Gayatri ingin berucap sesuatu.

"Emm, boleh nggak kalau Aya peluk mama dulu?" tanya Gayatri pelan.

Kencana lantas tersenyum. Lengannya langsung terbuka lebar, "sini peluk mama sepuasnya." Langsung saja Gayatri masuk ke dalam pelukan Kencana. Pelukan hangat khas seorang mama kini ia bisa rasakan. Walaupun Kencana adalah mama mertuanya, bagi Gayatri Kencana adalah mama sebenarnya. Tak apa ia tak mendapat kesempatan merasakan kasih sayang ibu kandung, namun Tuhan telah memberikan dirinya ganti berupa mertua yang sangat baik. Beruntunglah dia mendapatkan ibu mertua idaman semua perempuan.

.
.
.

Menuju ending, next cepat atau nanti aja? Hehe.

Continue Reading

You'll Also Like

178K 14.8K 20
Bercerita tentang seorang gadis yang kerap dicemooh teman dan lingkungan, karena penampilan fisiknya tidak sesuai namanya. Rumah dan keluarga yang p...
924K 18.1K 42
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
1.1M 29.3K 10
Dia adalah seorang gadis yang rela melepaskan cintanya untuk seorang sahabat, berharap jika perempuan itu dapat bahagia bersama orang yang dicintainy...
681K 5.8K 19
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...