Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Backswamp

11.3K 1.4K 101
By khanifahda

Backswamp atau Rawa Belakang adalah bagian dari dataran banjir dimana simpanan tanah liat menetap setelah banjir. Backswamps biasanya terletak di belakang sungai alam sebuah tanggul. Kemudian kembali rawa-rawa yang terletak agak jauh dari saluran sungai di dataran banjir tersebut. Ketika air tumpah ke dataran banjir, material terberat tetes keluar pertama dan materi terbaik dilakukan jarak yang lebih besar.
.
.

Gayatri terbaring lemah ketika diperiksa oleh salah satu dokter klinik. Perempuan itu baru sadar ketika sampai di sebuah klinik yang letaknya tak jauh dari ia jatuh. Terpaksa tadi Raksa menggendong sang istri karena masih lemas agar segera mendapat penanganan.

"Pusing Bu?" tanya dokter perempuan berusia 40 tahunan itu pada Gayatri. Gayatri hanya mengangguk lemah. Sementara Raksa berdiri tak jauh dari sana.

Raksa sempat menjelaskan keadaan dan peristiwa yang dialami oleh sang istri pada dokter sehingga dokter tersebut langsung melakukan tindakan.

"Tekanan darahnya rendah. Kemungkinan ibunya syok sehingga pingsan tadi ya? Selain itu, kurang istirahat dan sering begadang pasti." Gayatri tersenyum tipis. Ia membenarkan seluruh ucapan dokter berwajah manis itu. Akhir-akhir ini dirinya memang banyak begadang. Terkadang Raksa sudah tidur, dirinya masih lembur membaca berkas kasus berulang-ulang dan baru tidur pukul 1 ataupun 2 dini hari. Selain itu, kadang ia kurang memperhatikan asupan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.

Mata Gayatri menatap Raksa yang hanya terdiam di tempatnya. Beberapa waktu lalu mereka sempat bersitegang karena dirinya yang selalu tidur larut. Raksa marah ketika istrinya itu mengabaikan kesehatannya walau alasan Gayatri adalah pekerjaan juga.

"Nanti saya kasih resep obat untuk mengurangi rasa nyeri di badan ya. Selain itu, perhatikan pola makan dan jadwal tidur. Gangguan tidur bisa menyebabkan stres dan gangguan kesehatan lainnya. Keadaan ibu sebenarnya tidak apa-apa, tetapi karena beberapa hal tadi membuat ibu langsung syok dan pingsan." Dokter itu menjelaskan dengan ramah dan berusaha memberikan sugesti positif pada pasiennya itu.

Dokter perempuan itu lantas menatap Raksa sebentar sebelum akhirnya menatap Gayatri. "Mungkin kalian bisa datang ke dokter Obygn."

"Dokter Obygn? Bukannya itu dokter kandungan ya dok?" tanya Gayatri pelan. Dokter perempuan itu mengangguk.

"Kalian bisa ke sana terlebih dahulu. Di sebelah ada dokter Obygn yang kebetulan ada praktik hari ini." Ucap dokter tersebut dengan senyuman kecil.

"Tapi kalau boleh tahu, kenapa saya harus ke Obygn ya dok? Saya nggak hamil kok." Ucap Gayatri yang justru dibalas senyuman ramah dokter itu.

"Silahkan ibu dan bapak datang ke sana ya. Saya tidak bisa menjelaskan secara rinci karena saya juga tidak bisa memberikan diagnosa ke ibu secara lebih lanjut." Ucap dokter itu secara diplomatis.

Lalu Raksa menatap sang istri sebelum akhirnya mengucapkan terima kasih kepada dokter tersebut. Dokter perempuan itu tersenyum. Raksa lalu pamit dan keluar dari ruangan dokter itu dengan membantu sang istri berjalan.

Badan Gayatri kini mulai terasa sakit. Raksa dengan sabar membantu Gayatri untuk berjalan menuju poli Obygn. Mereka harus menunggu sebentar karena terpotong istirahat maghrib.

"Kamu di sini dulu. Mas mau shalat." Ucap Raksa pelan. Gayatri langsung mencegah suaminya itu, "aku gimana Mas? Aku juga belum shalat."

Raksa terdiam, "ya sudah sini bareng mas ke mushala." Lalu Gayatri kembali dibantu untuk menuju mushala. Mushala terletak di dekat parkiran klinik. Klinik yang lumayan lengkap ini terdiri banyak poli, tetapi paling ramai adalah poli umum dan anak.

"Kamu shalatnya duduk aja kalau nggak kuat berdiri." Ucap Raksa lagi. Gayatri hanya mengangguk. Sebelumnya Raksa membantu sang istri untuk mengambil air wudhu. Jaket Gayatri yang robek sudah ditanggalkan Raksa sejak di mobil tadi. Kini tersisa kemeja batik dan celana kain yang sudah robek di sekitaran lutut.

Gayatri segera melaksanakan shalat maghrib dengan duduk. Ia tak kuat berdiri lama-lama. Selesai shalat, tiba-tiba ia merasakan sakit di bagian perut bawahnya, tetapi ia bisa menahan hal itu.

Lalu Raksa dan Gayatri kembali ke poli Obygn. Namun sebelum itu, Gayatri ke belakang terlebih dahulu. Ketika ia menyelesaikan permasalahannya itu, ia melihat darah di celana dalamnya. Gayatri lupa bahwa ia sudah telat haid. Seharusnya minggu pertama bulan ini ia sudah haid, tetapi sampai akhir bulan tak kunjung haid juga. Pikirannya berusaha positif, mungkin saja dirinya telat haid dan hari ini ia baru mulai haid pertama.

Kini giliran Gayatri masuk ke dalam poli Obygn. Raksa masih setia mendampinginya. Bahkan laki-laki itu belum berganti pakaian dinasnya.

Mereka lalu dipersilahkan duduk oleh dokter perempuan yang berusia 50 tahunan. Dokter itu tersenyum ramah dan mempersilahkan Gayatri untuk duduk dan menceritakan apa yang dikeluhkan. Gayatri menceritakan tentang dia yang dirujuk oleh dokter umum ke poli Obygn ini.

"Kapan terakhir ibu haid hari pertama?" tanya dokter perempuan itu kemudian. Lantas Gayatri menjawab di awal bulan lalu. Dokter itu mengangguk. Lalu dokter tersebut kembali bertanya hal-hal lain yang dijawab dengan baik oleh Gayatri.

Dokter perempuan itu tersenyum dan mempersilahkan Gayatri untuk berbaring dan menjalani pemeriksaan. Dirinya masih bingung mengapa harus di Obygn padahal dirinya merasa tak hamil dan tak menemukan gejala layaknya orang hamil. Selain itu, dirinya juga mengeluarkan darah tadi.

"Lihat bapak ibu, titik kecil itu adalah janin kalian." Gayatri langsung syok begitupun Raksa.

"Janin dok?" tanya Raksa. Dokter perempuan itu mengangguk. "Iya Pak, istri anda sedang mengandung."

Gayatri bingung harus apa. Tadi ia merasa jika haid tapi sekarang justru dokter memberikan diagnosa bahwa ia hamil.

"Tapi dok, saya mengeluarkan darah tadi." Ucap Gayatri yang membuat dokter perempuan itu kaget.

"Darah? Sebentar." Lalu dokter itu melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada kandungan Gayatri. Gayatri bahkan diajak untuk masuk ke dalam suatu ruangan untuk memastikan sesuatu. Tak lama kemudian mereka kembali dan Gayatri dipersilahkan duduk terlebih dahulu.

Dokter perempuan itu menghela nafasnya, "maaf ibu, anda mengalami pendarahan ringan. Benturan akibat ibu terjatuh tadi membuat guncangan sedikit di kandungan ibu sehingga mengakibatkan pendarahan."

"Pendarahan? Lalu anak saya bagaimana dok?" tanya Gayatri yang sudah mulai panik. Rasanya sesak dan bertambah sakit mendengar berita ini. Ia sedih ketika dirinya sendiri tak sadar kalau ia hamil dan melalaikan hal ini. Sungguh Gayatri merasa gagal semisal terjadi apa-apa dengan janinnya itu. Sementara itu Raksa hanya bisa terdiam dengan wajah tanpa ekspresinya.

"Tenang ibu, alhamdulillah janin ibu masih kuat. Pendarahan ini masih bisa diatasi dengan beberapa obat dan istirahat yang cukup." Lalu dokter itu menjelaskan dengan baik supaya tak terjadi kesalahpahaman. Dokter itu juga menganjurkan Gayatri bed rest selama seminggu untuk memulihkan tenaga dan keadaan janinnya. Walaupun tak berdampak banyak, namun hal ini sangat berisiko tentunya.

"Anak saya usianya berapa dok?" tanya Raksa kemudian. Setelah lama bungkam akhirnya ia buka suara.

"Berdasarkan kalender haid istri anda, usia janin yang di kandung ibu sudah memasuki 5 minggu. Dijaga baik ya pak. Kasus ibu yang tidak sadar jika  mengandung ini sudah banyak terjadi dan beragam jenis latar belakangnya. Sekali lagi saya ucapkan selamat. Anda bisa menghubungi saya jika terjadi sesuatu dengan ibu. Semoga saja obat dan vitamin yang saya tulis bisa mengembalikan kekuatan kandungan dan membuat ibu tercukupi asupan gizinya."

Raksa mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Lantas mereka pamit dan Raksa memapah Gayatri pelan. Perempuan itu enggan menggunakan kursi roda dan memilih berjalan pelan. Raksa menuntun hingga masuk mobil, sedangkan Raksa menuju administrasi dan menebus resep dokter.

Sementara itu, Gayatri termenung dalam mobil. Ia masih lemas. Ia juga sangat kaget mengetahui dirinya hamil setelah kejadian kecelakaan tadi. Selama ini tak ada gejala yang dirasakan seperti ibu hamil kebanyakan. Ia tetap sama saja seperti biasanya. Bahkan ia sempat melakukan aktivitas yang sangat padat. Namun kenyataan dirinya ditabrak oleh orang misterius dan berdampak pada kandungannya itu serta membuat dirinya menjadi sangat bersalah saat ini. Seteledor itukah dia sampai tak sadar kalau dia telat haid dan hamil? Bagaimana jika ia tetap tak sadar hingga bulan depan? Sungguh ironi rasanya. Kesibukan pekerjaan dan kegiatan asrama membuat dirinya melalaikan hal kecil namun sangat vital. Dadanya sesak, ia ingin menangis mengetahui janin yang dikandungnya itu mendapatkan dampak dengan apa yang ia buat. Kelelahan dan stres menjadi sebab Gayatri pendarahan, ditambah tabrak lari juga. Pikiran negatif itu terus berputar dibenak Gayatri.

Tak lama kemudian Raksa kembali dengan membawa satu kantong obat. Laki-laki itu menatap sang istri sejenak sebelum akhirnya membuka suara.

"Maaf," ucap Raksa dengan mengusap pelan punggung tangan Gayatri. Kemudian laki-laki itu mengemudikan mobilnya keluar dari klinik dan menuju asrama. Sepanjang perjalanan, tak ada yang membuka suara. Gayatri masih runyam dengan pikirannya, begitupun dengan Raksa. Mereka tetap bungkam hingga masuk pelataran rumah.

Seperti tadi, Raksa kembali membantu sang istri untuk berjalan menuju rumah. Untuk urusan motor dan kejadian, Raksa meminta bantuan temannya tadi untuk mengurusinya.

Raksa langsung membantu Gayatri untuk istirahat, "nggak usah mandi. Tapi ganti pakaian saja." Gayatri mengangguk. Lalu Raksa mengambilkan baju. Lantas laki-laki itu membantu sang istri untuk berganti seluruh pakaian dan membantu Gayatri untuk shalat isya terlebih dulu. Raksa masih sama seperti tadi, wajahnya kucel karena belum mandi dan masih bau keringat.

"Mas beliin kamu makan dulu ya?" walaupun wajah Raksa begitu terlihat lelah, namun laki-laki itu masih sabar mengurus sang istri. Bahkan Raksa belum berganti pakaian sama sekali.

"Mas mandi dulu dan shalat. Aku belum lapar Mas." Raksa menggeleng, "kamu belum makan dari siang." Tolak Raksa. Saat ini yang terpenting adalah istrinya serta janin yang dikandung sang istri.

Gayatri kembali menggeleng, "Mas mandi dulu ya? Aku benar-benar nggak nafsu makan." Wajah melas Gayatri membuat Raksa tak kembali membujuk Gayatri untuk makan. Akhirnya Raksa berinisiatif memberikan segelas air putih dan roti di kulkas.

"Kalau lapar bisa dibuat ganjal perut."

Gayatri mengangguk. Entah mengapa walaupun Raksa sangat peduli dengannya, tetapi ia merasa juga Raksa sedang terbebani sesuatu. Seperti ada hal yang disembunyikan dari dirinya. Raksa yang biasa jahil padanya, mendadak aneh dan kaku namun tetap peduli dengannya.

Sekitar 30 menit Raksa mandi dan shalat, laki-laki itu menghampiri Gayatri yang terbaring miring. Badannya terasa sakit sekarang. Efek ia jatuh baru terasa malam hari ini. Tetapi Gayatri berusaha menahannya dengan baik.

Raksa dengan sigap memesan layanan makanan via delivery. Laki-laki itu membelikan bubur ayam. Gayatri awalnya menolak karena tiba-tiba rasanya pahit di mulut, tetapi karena bujukan suaminya itu ia mau menerima suapan walaupun hanya 5 sendok.

Lantas Gayatri meminum obat dan vitamin yang sudah ditebus di klinik tadi. Raksa keluar sebentar sehingga ia berusaha meminum obatnya sendiri. Perlahan tangannya mengusap pelan perutnya. Bahkan ia tak sadar jika ada kehidupan di sana. Ia juga tak tahu jika kejadian tadi mengancam jiwa janin yang ia kandung. Namun ternyata Tuhan Maha Pengasih sehingga ia dan janin baik-baik saja dan hanya disarankan istirahat saja.

Perasaan bersalah, kecewa dan lainnya kini beradu satu. Perasaan inilah yang sama seperti ia rasakan ketika ia banyak menemui kegagalan dan diremehkan oleh banyak orang. Memori trauma masa kecil dan remajanya kini kembali datang dengan cara berbeda. Ia takut jika hal itu kembali terulang untuk kedua kalianya. Ia tak kuat bila harus mengulang memori paling ia benci itu.

"Mas keluar sebentar. Nanti mas balik. Kamu istirahat dan tidur. Besok mama akan ke sini." Ucap Raksa sambil mengambil jaket dan topinya. Laki-laki itu nampak terburu-buru sehingga tak sempat memberikan Gayatri senyuman.

Entah dasarnya ia sedang sensitif atau terbawa perasaan, mata Gayatri berkaca-kaca. Ia seperti di abaikan oleh sang suami. Ia takut Raksa kecewa dengannya. Apalagi sepanjang tadi, laki-laki itu hanya menunjukkan ekspresi datar walaupun masih peduli dengannya.

Gayatri di tempat tidur tak bisa memejamkan matanya. Lantas tangannya terulur mengusap perutnya yang rata itu. Ia merasa seperti terjalin ikatan batin antara dia dan sang calon buah hati.

"Maaf jika mamamu ini sangat egois. Bahkan saat kamu hadir, mama tidak tahu dan mengabaikan tubuh mama ini. Maaf nak, mama sangat menyesal. Jangan hukum mama ya? Kamu anak hebat dan kuat." Batinnya berucap menguatkan. Ia terus merapalkan nama Tuhan dengan menahan sakit di badannya itu.

Sampai pukul 11 malam lebih, Raksa tak kunjung kembali. Gayatri juga tak bisa tidur. Hanya membalikkan tubuhnya untuk mencari posisi nyaman, namun kembali lagi, hal itu tidak berpengaruh sama sekali. Sampai akhirnya Gayatri menyerah dan tetap terjaga dengan mata menatap langit-langit kamarnya.

Baru saja Gayatri menatap jam yang menunjukkan pukul setengah 12 malam, Raksa membuka pintu kamar. Laki-laki itu nampak kaget melihat Gayatri yang masih terjaga.

"Mas dari mana?" tanya Gayatri penasaran.

Raksa terdiam sebentar sebelum akhirnya melangkah ke gantungan baju dan menggantungkan jaket serta topi di sana.

"Kenapa belum tidur?" bukannya menjawab, justru Raksa bertanya lain.

Gayatri tersenyum tipis, "jangan mengalihkan Mas. Mas habis dari mana?" tanya perempuan itu lagi.

Raksa menghela nafasnya. Laki-laki itu tetap tak menjawab dan malah duduk di samping Gayatri. "Tidur, kamu harus istirahat." Ucapnya. Gayatri menggeleng keras.

"Apa beratnya buat mas untuk sekedar menjawab pertanyaan Aya?" tanya Gayatri pelan. Raksa yang nampaknya bersiap untuk tidur kini mengurungkan niatnya.

"Tidur ya? Kamu lelah." Jawab Raksa diplomatis. Namun justru Gayatari bertambah kesal dan kecewa.

"Apa susahnya untuk menjawab dari tempat A atau baru bertemu dengan B? Apa Mas? Mas kecewa sama saya? Apa saya ada salah dengan Mas?" tanya Gayatri penuh dengan keresahannya. Bahkan kata ganti aku kini berganti dengan saya yang artinya Gayatri sudah difase sangat serius.
Raksa menatap istrinya sejenak. Lalu Raksa mendekat dan duduk menyenderkan kepalanya di samping sang istri.

"Mas sedari tadi peduli sama aku, tetapi diraut wajah Mas nggak ada sama sekali senyuman. Mas seperti menyembunyikan sesuatu dan bukan seperti Raksa yang aku kenal. Kalau aku ada salah, tolong beritahu aku Mas. Jangan diam seperti ini. Aku memang salah dengan mengabaikan kesehatanku akhir-akhir ini hingga aku nggak sadar kalau hamil. Ini salah satu kebodohan dan kecerobohanku. Hampir saja aku habis bersama anak kita, lalu penyesalan seperti apa yang harus aku ungkapkan Mas?"

Gayatri berkata dengan nada lirih. Bahkan ia mengabaikan badannya yang masih nyeri karena kecelakaan tadi. Rasa penasaran yang membuatnya mendesak Raksa supaya laki-laki itu menjawab pertanyaan yang sudah ia ajukan.
Raksa terdiam menatap sang istri. Gayatri menatap dengan pandangan terluka. lalu ia bisa apa?

Raksa menarik nafasnya dalam sebelum menjawab pertanyaan Gayatri. Ia tak tega harus membiarkan perempuannya itu merasa bersalah terus menerus.

"Maaf, mas sudah bikin kamu kecewa. Bukan maksud mas marah atau kecewa sama kamu. Tetapi mas harus bagaimana ketika kamu menjadi korban kecelakaan yang disebabkan oleh ulah mereka yang mencoba mencelakakan kamu? Dari situ mas sudah merasa kecolongan dalam menjaga kamu. Bisa-bisanya kamu dimata-matai dan akhirnya kamu dicelakai oleh orang tersebut. Ditambah lagi kamu hampir saja keguguran, mas bahkan nggak bisa mengerti kamu akhir-akhir ini. Kesehatan, pola makan bahkan stres yang kamu alami ini juga luput dari pandangan mas. Lantas sebagai laki-laki, mas sedang dipertanyaan dalam hal tanggung jawab. Apakah mas disebut sebagai laki-laki bertanggung jawab atau tidak? Dan please stop menyalahkan diri kamu sendiri. Di sini mas juga ikut andil bahkan yang seharusnya bertanggung jawab adalah mas."

"Mas diam bukan karena kecewa atau marah sama kamu. Mas diam karena sedang berpikir. Bagaimana bisa kamu sampai mengalami hal ini? Itu teguran mas sebagai suami karena kurang memperhatikan kamu dan mengerti kamu."

Gayatri terdiam menatap selimut yang menutupi sebatas pahanya. Perempuan itu merasakan sesak yang luar biasa. Batinnya ingin menangis tapi tak bisa, seperti ada ganjalan yang menghalangi Gayatri untuk melepas sesaknya itu.

"Mas pergi bukan karena mas mau lari atau marah sama kamu. Mas sedang mencari tahu siapa yang sudah mencelakai kamu. Tolong jangan salahkan diri kamu sendiri. Ingat kata dokter, kamu nggak boleh stres ataupun sakit lagi. Ada nyawa lain yang harus kamu jaga." Lanjut Raksa yang semakin membuat Gayatri emosional.

"Sekarang tidur ya? Kamu harus cukup istirahat." Raksa membantu istrinya itu untuk berbaring, namun Gayatri menahannya dan langsung memeluk sang suami. Tangis perempuan itu baru bisa pecah ketika dirinya memeluk sang suami.

Raksa memejamkan matanya sejenak dan membawa sang istri itu dalam pelukannya yang nyaman. Ia membiarkan Gayatri menangis dalam dekapannya. Gayatri tak berkata begitupun Raksa. Tangan laki-laki itu hanya mengelus punggung sang istri untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan. 

Cukup lama Gayatri memeluk Raksa sambil menangis. Sedangkan laki-laki itu masih setia memeluk sang istri dan memberikan usapan menenangkan. Tak ada kata yang terlontar selama Raksa memeluk Gayatri. Hingga pada akhirnya Gayatri tenang dan tertidur dipelukan sang suami. Perlahan Raksa membaringkan sang istri itu dengan nyaman. Ia sangat paham jika istrinya itu kelelahan dan sakit. Sebisa mungkin ia harus sabar sebagai laki-laki supaya tidak meledak seketika nantinya.

Setelah memastikan Gayatri nyaman berbaring, Raksa mengusap dahi sang istri dengan lembut dan menghapus sisa air mata yang membekas di pipinya. Raksa memandang istrinya yang tertidur itu sampai akhirnya dering gawainya membuat dirinya cepat mengangkatnya sambil berjalan keluar kamar.

.
.
.

Mohon maaf jika ada kekurangannya ya. Saya masih terbatas sekali mengenai pengetahuan tentang hal medis. Mohon koreksinya jika ada yang salah, terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

283K 25K 52
Berawal dari Bunga yang di tinggalkan oleh calon suami yang selama ini selalu didambakannya, Bunga malah berakhir menikah dengan sahabat dari calon s...
406K 65.2K 69
[ Spin off Move On] "Rasa rindu yang paling menyakitkan adalah ketika kita merindukan seseorang yang berbeda dunia dengan kita. Hanya tercurahkan le...
604K 33.4K 46
Langsung baca saja ya!!
551 112 6
"Oh ayolah! Aku ingin membuat cerita tentang Haruka malah masuk isekai!!" Aleandra Hika, seorang penulis Fanfic dan pelajar kelas 2 SMK, dia penasara...