Siapa Merebut Siapa [TAMAT]

By evanafla

3.3K 920 106

Mentari sang perempuan tomboy harus menghadapi masalah percintaannya. Dia dihadapkan untuk memilih lelaki yan... More

Bagian 1 : Mentari
Bagian 2: Teman Sekelas
Bagian 3: Mulai Dekat
Bagian 4: Dijodohkan?
Bagian 5: Curhat
Bagian 6: Selingkuh?
Bagian 7: Perhatianmu?
Bagian 8: Pacarmu?
Bagian 9: Pacar Kak Alya?
Bagian 10: Kamu Tak Percaya?
Bagian 11: Kencan?
Bagian 12: Menjauh?
Bagian 13: Melangkahi?
Bagian 14: Persiapan?
Bagian 15: Pertunangan?
Bagian 16: Makan Malam?
Bagian 18: Aira Marah?
Bagian 19: Kamu Hamil?
Bagian 20: Mengadu?
Bagian 21: Terciduk?
Bagian 22: Frustasi?
Bagian 23: Bolehkah Aku Gantikan?
Bagian 24: Obsesi atau Cinta?
Bagian 25: Dia Milikku?
Bagian 26: Natasha Kembali?
Bagian 27: Kamu Sakit?
Bagian 28: Maaf Aira?
Bagian 29: Maukah?
Bagian 30: Lamaran?
Bagian 31: Pernikahan?

Bagian 17: Cemburu?

70 24 1
By evanafla

Selamat membaca!🌻
--

Makan malam dimulai ketika semua sudah duduk mengelilingi meja. Luna dengan telaten menyendokkan nasi ke piring suaminya, Surya. Tak lupa dia menyendokkan pula lauk pauk sesuai keinginan Surya.

"Ayo Mentari! Kamu makan yang banyak, pilihlah makanan yang kamu suka! Maaf bila tidak enak masakannya," kekeh Luna yang mulai menyendokkan nasi untuk dirinya sendiri.

Mentari tersenyum malu. Dia rasa masakan tante Luna pasti enak. Dilihat dari tampilannya saja sangat menggoda untuk segera disantap oleh lidahnya. Tapi dia ragu karena melihat Bintang belum juga menyendokkan nasi dari tadi. Hatinya tak enak bila harus mendahului Bintang.

"Bisa tolong sendokkan nasi ke piring aku my sun?" Bintang menoleh dengan mata yang meminta tak lupa dia ulurkan piringnya pada Mentari.

"I-iya," Jawab Mentari terbata.

Malam ini Bintang ingin sekali dilayani oleh Mentari. Rasa cemburunya menginginkan dia dimanja oleh tunangannya. Dia ingin menegaskan bahwa Mentari itu miliknya dan Ravi harus memahaminya.

Mata Mentari melihat tak percaya dengan apa yang diminta oleh Bintang. Semua mata melihat pada Bintang sehingga dia tak punya pilihan untuk menolaknya. Dasar manja! Gerutunya.

Mentari mulai mengambilkan nasi untuk Bintang dengan tangan sedikit gemetar. Baru kali ini dia melakukannya. Tapi pikirnya memang ini hal yang seharusnya dia coba latih karena suatu hari nanti dia akan melakukan untuk suaminya.

Tapi setelah dia selesai melayani Bintang, dia bingung sendiri. Matanya beradu tatap dengan Ravi. Dia tak tahu haruskah dia dulu yang mengambil makanan ataukah menunggu Ravi. Sungguh canggung sekali. Mau mempersilahkan Ravi dahulu, dia ragu.

Untungnya Ravi mengambil inisiatif terlebih dahulu. Dia mulai memasukkan makanan ke piringnya. Walau hatinya merasa sebal dengan tingkah kakaknya yang tiba-tiba manja. Di hadapannya pula. Nafsu makannya sedikit berkurang jadinya.

Tak ada percakapan ketika mereka makan malam. Semua sibuk dengan suapan makanan ke dalam mulut mereka walau dengan berbagai macam ekspresi yang tersuguh.

Gerakan Mentari terhenti ketika sesendok makanan mendekati mulutnya. Refleks dia menatap sendok dan menoleh ke arah Bintang yang sedang tersenyum kepadanya. Ternyata Bintang ingin menyuapinya.

Mulut Bintang yang menganga, seolah menyuruhnya untuk membuka mulut dan menerima suapannya. Dia coba buka mulutnya walau rasa malu menghinggapinya. Dia tak berani menatap sekitar, karena pasti dia dan Bintang menjadi tontonan.

"Sekarang giliranmu! Suapi aku!" Pinta Bintang.

Mata Mentari melihat ke sekelilingnya. Mereka hanya tersenyum, berbeda dengan Ravi yang seolah acuh terhadapnya. Dia tak mau memikirkannya. Walau hatinya merasa ada yang salah dengan Ravi. Tapi dia akhirnya menyuapi Bintang walau malu.

"Kita kalah sama mereka ya, Pa!" Sindir Luna yang bahagia melihat kemesraan anaknya.

"Dulu juga kita seperti itu, memangnya mama tak ingat?" Kekeh Surya yang menggoda Luna.

"Kapan?" Luna berusaha mengingat.

"Dulu. Saking lamanya, mama jadi tak ingat. Padahal itu sesuatu yang romantis, Ma,"

"Oh iya. Mama baru ingat. Kita juga sering makan sepiring berdua, kan? Maklum faktor U, jadi lupa" Tawa Luna yang diikuti semuanya kecuali Ravi yang masih acuh.

"Bintang cuma membiasakan Mentari supaya nanti dia tidak canggung melayaniku ketika di meja makan," senyum tak lepas dari bibir Bintang, dia melirik Mentari dan menggenggam tangan Mentari.

"Maafkan Bintang, Tari! Kadang dia itu suka manja,"

"Tidak apa-apa, Tante! Benar apa yang dikatakan Bintang, saya harus terbiasa," Mentari tersenyum malu.

"Kenapa dari tadi kamu diam saja?" Bintang bertanya pada Ravi.

Ravi yang sibuk dengan makanannya, tak langsung mendongak. Dia terdiam dan menghela nafasnya. Rasanya hatinya sedikit bermasalah, antara cemburu atau tak rela. Tapi yang pasti dia merasakan panas di hatinya.

"Aku tak komentar. Aku cemburu lihat kemesraan dua pasangan di hadapanku. Tahu begini, aku paksa Natasha datang kemari," senyum Ravi yang seolah dipaksakan.

"Memangnya Natasha kemana?"

"Dia pulang menjenguk ibunya. Sudah kangen katanya. Tadinya mau aku antar, tapi dia menolak,"

Mentari menyimak pembicaraan sepasang ibu dan anak di hadapannya. Dia menyimpulkan bahwa Natasha sudah pernah atau sering datang ke rumah ini. Bahkan Luna terlihat peduli dengan Natasha.

Tapi dia tak bisa membayangkan bila suatu saat nanti dia berada satu meja makan dengan Natasha. Akankah ada persaingan dalam meraih hati sang mertua? Mengingat Natasha pandai sekali bermuka dua.

"Malam ini, kamu menginap di sini saja! Tante sudah izin sama ibu kamu. Dia tidak keberatan. Tante ingin sekali ngobrol denganmu,"

"Ta-tapi Tari tidak bawa baju ganti,"

"Tenang saja! Kamu pakai baju tante. Sudah tante siapkan di kamar tamu. Tak boleh menolak!" Tegas Luna dengan nada bercanda.

"Padahal tidur di kamar Bintang saja," polos Bintang.

"Barteran?" Tanya Surya.

"Enggak,"

"Lalu?" Luna memicingkan matanya hingga muncul di dalam pikirannya. "Tidak boleh! Kalian belum sah jadi suami istri. Kamu mau dapat jeweran di telingamu sekarang?" Mata Luna melotot hampir keluar.

"Bercanda doang, Ma!" Kekeh Bintang.

Mentari menepuk lengan Bintang. Pikirannya sudah tak menentu. Bahkan sampai membayangkan dirinya sekamar dengan Bintang.

Makam malam mereka diselingi canda tawa. Tapi berbeda dengan Ravi yang terdiam tak bersuara dan acuh dengan gurauan mereka. Matanya sesekali melirik Mentari yang tertawa di samping Bintang dan kadang menyuapi kakaknya dengan penuh perhatian.

Hingga acara makan malam itu pun selesai. Luna mengajak Mentari untuk berbicara di ruang keluarga. Surya langsung menuju ruang kerja karena ada panggilan dari koleganya. Bintang pun sama. Dia izin untuk mengurus sedikit pekerjaannya. Berbeda dengan Ravi yang melenggang pergi tanpa berbicara.

🌞🌞🌞

Luna dan Mentari menikmati obrolan mereka. Mentari duduk persis di samping Luna. Mereka sudah seperti pasangan ibu dan anak perempuannya yang sedang curhat.

"Tante harap kamu bisa maklum dapat suami seperti Bintang, dia sangat sibuk. Tante juga sering diacuhkan oleh Om Surya karena lebih mementingkan pekerjaannya. Tapi percayalah, itu semua mereka lakukan demi kita juga," Luna merangkul erat pundak Mentari.

"I-iya, Tante,"

"Mulai sekarang, kamu jangan panggil tante lagi! Panggil saja mama, seperti Bintang!"

"Baik tante. Eh! Ma-ma," ragu Mentari.

Luna tertawa kecil dan memeluk Mentari. "Mama dulu ingin sekali punya anak perempuan, tapi tidak kesampaian. Jadi sekarang mama sudah anggap kamu itu seperti anak mama sendiri,"

"Terima kasih, Tante. Eh! Mama," cekikik Mentari.

Ravi yang baru saja muncul, tak sengaja melihat kebersamaan kedua perempuan itu. Hatinya sungguh bahagia melihatnya. Mamanya sangat bahagia bila memiliki teman bicara.

Ketika dia mengenalkan Natasha, ibunya sering mengajak ngobrol dengannya. Tapi dia menyadari akhir-akhir ini, Natasha sudah lama tak pernah berkunjung ke rumahnya. Setiap diajak pun, Natasha selalu tidak bisa.

"Kayanya seru sekali ngobrolnya," Ravi yang tadinya berniat naik menuju kamarnya, malah ikut duduk tak jauh dari ibunya.

"Ravi? Sini, Nak! Kebetulan. Tolong kamu antar Mentari menuju kamarnya, nunggu kakakmu malah kelamaan. Itu kayanya ada panggilan telepon untuk mama,"

Luna bergegas meninggalkan keduanya. Kini hanya ada Mentari yang terduduk kaku dan Ravi yang ragu untuk berucap. Beberapa detik tak ada yang ingin membuka suara. Hingga mulut Ravi sudah tak kuat lagi menahan untuk bicara.

"Mari aku antar!" Ajak Ravi.

Mentari mengangguk lemah. Dia mengikuti kemana langkah Ravi dan tak berani melihat wajah Ravi. Dia merasa hatinya kembali bermasalah setiap melihat wajah Ravi apalagi mata Ravi yang selalu bisa menembus hatinya.

Ravi berhenti ketika di hadapannya ada sebuah pintu dimana tempat Mentari akan beristirahat. Tapi Mentari tak melihatnya. Dia yang tak fokus akhirnya menabrak dada bidang Ravi yang baru saja berbalik.

Tanpa sengaja tangan Ravi reflek memeluk tubuh Mentari yang seolah terpental setelah menubruk dadanya. Kini tatapannya tak lepas dari mata Mentari yang begitu bening seperti kaca.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

"Ekhem!" Sebuah suara keluar dari mulut lelaki di belakang Mentari.

Tatapan Ravi dan Mentari beralih pada sosok Bintang yang terlihat dingin dengan kedua tangannya dia masukkan ke saku celananya.

"Mau pelukan sampai kapan?"

Ravi dan Mentari kompak melihat tubuh mereka yang bersentuhan. Mulai sadar, keduanya langsung saling bergeser menjauh. Salah tingkah dirasakan oleh keduanya.

"Maaf! Tadi Tari menabrak tubuhku, aku refleks memeluknya," Ravi beralasan supaya kakaknya tak salah paham. "Kalau begitu saya pergi dulu. Ini kamarmu, Tari," tunjuknya.

Ravi langsung pergi. Dia tak ingin menambah keruh kesalahpahaman. Walau hatinya merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Dia masih ingat mata itu, mata yang memancarkan cinta. Tapi hatinya terenyuh, menginginkannya lagi.

Gila! Mana mungkin aku mencintai wanita yang akan menjadi pendamping kakakku, Ravi seakan frustasi memikirkannya.

Tidak mungkin dia jatuh cinta pada Mentari. Dia masih mencintai Natasha. Lagipula Mentari pasti mencintai kakaknya bukan dirinya. Tapi mata itu, kembali membuat pikirannya tak bisa berhenti memikirkan Mentari.

Di sisi lain, Bintang membukakan pintu kamar untuk Mentari. Dia rangkul pinggang Mentari dan mengajaknya untuk masuk ke kamar. Dua kali dia harus merasakan cemburu di malam ini.

"Ini kamarmu,"

Mentari yang hatinya masih bergejolak tak karuan hanya mengangguk dan menikmati suasana kamar yang dirasanya cukup nyaman. Suasana putih memang lebih dominan. Walau ada beberapa pernak-pernik berwarna emas.

"Semoga kamu nyaman," bisik Bintang.

Mata Mentari menatap mata Bintang yang bersinar. Tetapi dia merasakan ada luka di mata itu. Dia mulai sadar, kejadian tadi rupanya mungkin saja melukai hati Bintang. Kembali hatinya merasa bersalah.

Bintang mengajaknya duduk di sofa, tak jauh dari kasur. Mereka duduk bersebelahan. Tangan kiri Bintang merangkul bahu Mentari. Dia mendorong lembut kepala Mentari agar bersandar di bahunya.

"Maaf! Kamu pasti merasa terabaikan, pekerjaan memanggilku?" Bintang mengelus lembut kepala Mentari da mengecupnya.

Mentari merasa nyaman dengan elusan di kepalanya. Ciuman Bintang membuatnya merasa semakin bersalah pada Bintang. Kadang terbersit rasa marah atas kejadian tadi. Tapi hatinya pun tak bisa memungkiri bahwa cinta untuk Ravi masih menyapanya.

Tak ada suara untuk beberapa saat. Mereka berdua seakan menikmati keheningan dan kedekatan keduanya. Mentari yang terdiam, tangannya mulai memeluk perut Bintang. Kepalanya semakin terlena di bahu Bintang. Matanya terpejam merasakan kehangatan.

"Aku mencintaimu. Aku cemburu melihatmu dekat dengan adikku sendiri. Padahal aku tahu kamu hanya mencintaiku," tatapan kosong Bintang berbeda dengan ucapannya yang menusuk hati Mentari.

Deg.

Ucapan Bintang semakin membuatnya bersalah lagi dan lagi. Dia pun menatap manik mata tunangannya yang terasa lelah dan menyimpan kesedihan. Dia mengelus pipi Bintang dengan lembut dan Bintang mulai memejamkan matanya merasakan sentuhan Mentari.

"Maaf! Maaf bila aku membuatmu terluka! Aku juga mencintaimu, my star," lirihnya menatap dalam mata Bintang.

Mata Bintang membalas tatapan Mentari. Dia tersenyum dan mengelus balik pipi Mentari dengan lembut. Dia merasa wanita di hadapannya semakin cantik saja. Sungguh lebih cantik dibandingkan dengan wanita yang dulu dia pacari. Mungkinkah karena dia sudah jatuh cinta lebih dalam pada Mentari.

Ibu jarinya mengelus bibir merah muda Mentari yang menurutnya teramat seksi. Dia meyakinkan dalam hatinya bahwa Mentari hanyalah miliknya. Dia sudah tak menginginkan yang lain.

Bintang sadar bahwa selama ini dia selalu berganti-ganti pacar. Bila lama berhubungan pun dengan seorang perempuan, dia pasti berselingkuh. Tapi kali ini sungguh sangat berbeda.

"Istirahatlah! Aku harus cepat pergi,"

"Kamu mau kemana?" Kedua alis Mentari tertaut.

"Aku takut, terlalu lama berdua denganmu saat ini membuatku khilaf. Kamu menggoda imanku, my sun," kekeh Bintang mengelus pipi Mentari.

Refleks Mentari menjauhkan tubuhnya. Dia sadar akan sesuatu. "Aku juga tak ingin khilaf," tawanya.

"Semoga mimpi indah, my sun! Maaf aku tak bisa mengajakmu berbicara lebih lama lagi, bisa-bisa aku kena semprot mamaku bila kamu tidur kemalaman karena aku,"

"Besok kita lanjutkan,"

"Lanjutkan apa?" Bintang mendekatkan wajahnya dan tersenyum menggoda Mentari.

"Lanjutkan ngobrolnya. Memangnya apa?"

"Kirain...,"

"Kirain apa?"

Bintang sungguh gemas dengan raut wajah Mentari yang penasaran. Dia pun dengan cepat mencium pipi kanan Mentari cukup lama sehingga Mentari mematung di hadapannya.

"Sudah mengerti?" Bintang tersenyum dan menaikturunkan alisnya.

Pipi Mentari terasa memanas. Dia mulai paham arah pertanyaan Bintang. Sungguh kali ini dia tak kuasa menahan semburat merah di pipinya. Dia sangat malu tapi bahagia.

Bintang benar-benar membuat hatinya kembali merasakan cinta. Getaran itu kini milik Bintang seorang. Cinta untuk Ravi seolah tergeser dengan sikap Bintang padanya untuk saat ini.

"Cepat tidur!"

"Kamu juga cepat tidur. Aku mau ganti pakaian dulu,"

"Aku tunggu sampai kamu tidur,"

"Maksudmu?"

"Hatiku terasa tenang ketika kau sudah nyaman masuk ke dunia mimpimu,"

"Sudah jangan gombal terus! Sekarang kamu balik ke kamarmu! Aku mau bersiap untuk tidur," Mentari berdiri dan menarik tubuh Bintang untuk berdiri.

Tapi rasa malas menghinggapi Bintang. Dia pun tak sadar menarik tangan Mentari sehingga Mentari terjatuh di pelukannya. Mata mereka kembali saling bertatap.

Lagi, Mentari bertatapan seperti itu. Jantungnya berpacu tak karuan. Bahkan dia bisa merasakan helaan nafas Bintang. Bintang tersenyum dan dibalas senyumannya. Hingga Bintang mendekatkan bibir dengan bibirnya.

"Ekhem!" Suara wanita terdengar di ambang pintu.

Keduanya refleks memperbaiki posisinya dan menoleh ke arah wanita yang sedang bertolak pinggang menatap mereka berdua dengan menggelengkan kepalanya.

"Mama? Ganggu suasana saja!" kesal Bintang bercanda.

"Besok kalian menikah saja kalau begini terus!" Luna mendekati keduanya.

"Beneran? Bintang laksanakan dengan senang hati,"

"Maunya!" Luna menjewer telinga Bintang.

Bintang hanya bisa mengaduh. Berbeda dengan Mentari yang tak kuasa menahan tawanya melihat ekspresi Bintang.

"Tadi sibuk kerja, sekarang sibuk pacaran. Kalau mama tidak datang, kalian bisa-bisa sibuk buat anak!"

"Mama pintar, deh! Makanya jangan ganggu, biar kita bisa cepat-cepat kasih mama cucu," canda Bintang tetapi Luna semakin membulatkan matanya.

"Enak saja mau hamilin anak orang tanpa menghalalkannya dulu! Sudah! Sekarang kamu masuk kamar, biarkan Mentari istirahat. Ini sudah malam, Bintang!"

Dengan berat hati Bintang melenggang keluar dari kamar Mentari. Tetapi sebelumnya dia memberikan kecupan harak jauh untuk Mentari. Walau mendapat pelototan tajam dari ibunya.

Mentari hanya tersenyum dan menutup mulutnya karena menahan tawa melihat sikap Luna dan Bintang. Tetapi ketika Luna berbalik menatapnya, dia berusaha bersikap biasa walau hatinya masih ingin tertawa.

Luna menyuruh Mentari untuk segera tidur. Sebelumnya dia menyuruh Mentari untuk mengunci pintu kamarnya, takut Bintang menyelinap di malam hari masuk ke kamarnya. Walau sedikit bercanda tapi memang Luna seakan serius mengatakannya.

Tak lupa Luna mencium kening Mentari sebelum meninggalkan Mentari sebagai ciuman pengantar sebelum tidur. Rasanya dia akan tidur dengan nyenyak dan mimpi indah malam ini. Semoga saja.

🌞🌞🌞

Memang cemburu menguras hati. Tapi kadang seseorang tak sadar bahwa dia sedang merasakan cemburu.

Mohon maaf untuk typo!🙏

Terima kasih untuk perhatiannya!❤

Salam,
evanafla

09 - 09 - 2020

Continue Reading

You'll Also Like

121K 6K 50
Hidup Rebecca Junia Sherin sudah hancur jauh sebelum dia mengenal Edgar Yoda Putralaka. Mengenal laki-laki itu, membuatnya semakin terpuruk dalam kep...
1.5K 173 21
|| FOLLOW DULU SEBELUM BACA || PART LENGKAP Ini tentang pencarian cinta. . Awan kelabu menggantung di atas langit. Mendung itu bukanlah sebuah kepas...
230 79 41
Eliana berencana menyimpan perasaannya hingga akhir, tapi keadaan memaksanya untuk mengungkapkan bahkan memaksa untuk dilepaskan. Di tengah kekalutan...
1.4K 52 10
KARYA ETTY DIALLOVA PRATAMA CERITA DI AMBIL DARI SEBUAH KISAH NYATA PARA TKW TAIWAN FORMOSA SO YANG MERASA PERNAH MEMBACA JANGAN HERAN 😊😊