Dersik

By khanifahda

757K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Bar Deposit

12.1K 1.4K 84
By khanifahda

Bar deposit adalah endapan sungai yang terdapat pada tepi atau tengah dari alur sungai. Endapan pada tengah alur sungai disebut gosong tengah (channel bar) dan endapan pada tepi disebut gosong tepi (point bar).
.
.

Sepanjang perjalanan kembali ke rumah, Raksa dan Gayatri hanya terdiam tak membuka obrolan apapun. Gayatri masih sibuk dengan pikirannya sendiri sedangkan Raksa masih fokus menyetir. Acara resepsi saudara sepupunya itu berakhir hingga malam hari sesuai dengan jadwal yaitu pukul 10 malam, tetapi Raksa dan Gayatri balik sehabis maghrib.

"Mas kecewa ya?" tanya Gayatri memecah kesunyian. Perempuan itu merasa jika sang suami kecewa karena mungkin harapan laki-laki itu yang pupus begitu saja.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Raksa ketika Gayatri keluar dari toilet. Wajah perempuan itu mendadak pucat. Dengan sigap pula, Raksa merangkul sang istri dan membawanya ke belakang panggung acara serta mendudukkannya di kursi kosong yang kosong di sana. Raksa dengan cepat juga langsung mencarikan teh hangat.

"Minum dulu." Gayatri yang lemas karena mengeluarkan semua isi perutnya pun langsung meminum tehnya.

"Udah enakan?" Gayatri mengangguk pelan.

"Kamu pusing nggak?" tanya Raksa, Gayatri hanya mengangguk pelan. Pusing kepalanya tak begitu berat, tetapi ia merasa jika kepalanya mendadak pusing setelah ia muntah.

Raksa lantas berdiri dan mencari sang mama. Mama biasanya membawa roll on minyak angin. Setelah sempat bingung mencari Kencana di antara kerumunan orang, Raksa akhirnya menemukan mamanya itu berada dibarisan ibu-ibu yang masih satu saudara.

Setelah mendapatkan minyak angin, segera ia kembali untuk menemui Gayatri yang masih terduduk. Wajahnya sudah tak sepucat tadi.

Gayatri langsung kembali ke toilet setelah mendapatkan minyak angin itu. Segera ia balurkan ke bagian tubuh yang dibutuhkan.

"Gimana? Sudah enakan belum?" tanya Raksa begitu Gayatri keluar dari toilet. Perempuan itu mengangguk, "alhamdulillah sudah mendingan Mas."

Tiba-tiba Hira datang menemui Gayatri, "Mbak Aya masih mual nggak? Aku bawa obat ini kalau Mbak Aya masih nggak enak badan." Tawar perempuan itu sambil memperlihatkan sebuah obat yang ia bawa.

Gayatri menggeleng, "udah mendingan kok Mbak."

"Syukurlah. Aku kepikiran karena kalian nggak kembali lagi." Gayatri tersenyum tipis, ia senang ketika orang-orang banyak yang memperdulikannya.

"Apa jangan-jangan kamu hamil Mbak?" Gayatri langsung menatap Hira cepat.

Gayatri langsung menggeleng cepat, "nggak Mbak. Lagi tadi pagi aku haid kok." Jawab Gayatri. Sementara itu Raksa terdiam di tempatnya. Perubahan mimik wajah laki-laki itu begitu kentara. Ucapan Hira barusan membuat Raksa kaget dan jawaban Gayatri justru membuat dirinya seketika diam.

Raksa menggeleng, "kecewa karena apa?"

Gayatri menghembuskan nafasnya panjang. "Mungkin karena aku belum hamil. Kamu sempet kaget ketika Mbak Hira tanya aku hamil dan langsung diam ketika aku bilang tidak." Ujar Gayatri mengutarakan keresahannya yang ia simpan sejak tadi.

Raksa masih fokus berkendara karena macet di kawasan simpang 5 Semarang. "Buat apa mas kecewa sama kamu?" lalu atensi Raksa menatap Gayatri yang terdiam di tempatnya.

Kemudian tangan Raksa terulur mengusap kepala Gayatri yang tertutup hijab, "aku nggak kecewa kok. Mas cuma kaget pas Hira bilang gitu terus mas diam karena merasa bahwa anak memanglah rezeki yang tak dapat kita paksakan kehadirannya." Raksa tersenyum sebelum kembali mengemudikan mobilnya menuju kawasan Pecinan Semarang, tanpa Gayatri tahu tentunya.

"Maaf ya Mas, mungkin aku belum bisa memberikan apa yang Mas inginkan." Balas Gayatri pelan. Raksa yang awalnya menatap jalanan, kini kembali menatap istrinya itu cepat.

"No! Kamu jangan bilang gitu. Kita kan sempat membahas masalah anak kemarin kalau kita sama-sama ikhtiar dan nggak nunda. Anak juga rezeki dari Tuhan, lalu kenapa Mas harus kecewa? Kalau belum dikasih sekarang kan artinya belum rezeki kita. Jadi, jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri ya? Jalani saja, Tuhan pasti punya rencana terbaik." Ucapan Raksa bagai angin segar dikala panas. Namun tidak bagi Gayatri, perempuan itu masih berpikiran tidak-tidak.

"Tapi Mas-"

Raksa langsung menggengam tangan Gayatri lembut, lalu tersenyum ke arah istrinya itu. "Sudah ya? Mas nggak mau buat kamu pusing lagi. Sekarang tenangkan pikiranmu, kita cari obat masuk angin buat kamu." Tangan Raksa lalu beralih mengusap kepala istrinya itu seraya terkekeh kecil.

Gayatri yang awalnya menunjukkan wajah bersalah serta sedih kini perlahan ikut tersenyum. Lalu pandangannya mengarah ke jalan raya. "Loh bukannya kita pulang ya mas? Kok ke sini?" tanya Gayatri bingung karena Raksa membelokkan mobilnya ke sebuah parkiran yang sudah sangat ramai. Lalu gemerlap lampu berwarna merah khas kampung Cina menjadi pemandangan pertama Gayatri.

"Ayo turun. Kita makan di sini ya? Kangen kulineran di Semarang." Ajak Raksa sambil melepas seat belt.

Gayatri menggelengkan kepalanya tak percaya, "Mas, tadi sebelum kita pulang, Mas sudah habis satu piring nasi pindang loh." Gayatri tak habis pikir dengan nafsu makan dari Raksa ini.

Raksa tergelak, "jangan kaget dong, lagian kamu sudah paham dengan mas kan? Ayo keburu malam. Nanti kamu masuk angin lagi. Besok kan kita mau pergi juga."

"Kemana Mas?" tanya Gayatri kepo karena Raksa tak memberitahu akan kemana saja nantinya ketika di Semarang.

"Sudah nurut saja pokoknya kamu seneng." Jawab Raksa yang membuat Gayatri berdecak kecewa. Namun tak ayal mereka turun dari mobil dan berjalan menuju kawasan pasar Semawis yang masuk dalam kawasan Pecinan ini. Di kiri kanan kawasan Pecinan itu, terdapat banyak sekali pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai macam kuliner khas. Rasanya tak akan puas bila hanya di sana sebentar saja. Kawasan ini menjadi surga bagi pemburu kuliner di kota Semarang.

Raksa dengan cepat menggenggam tangan istrinya itu. Semenjak menikah, jika mereka berjalan, Raksa selalu menggandeng sang istri. Apalagi jika keadaannya ramai, Raksa tak akan segan untuk menjadi benteng bagi sang istri.

Raksa kemudian mengajak Gayatri ke penjual wedang tahu. Wedang tahu ini disiram dengan air jahe yang sangat segar dan bisa menjadi obat ketika kembung melanda.

"Kamu kan masuk angin, kita makan ini dulu sebelum kita keliling cari makanan lain." Gayatri mengangguk dan duduk di kursi sekitaran sana sambil menunggu pesanan.

Suasana kampung Cina begitu terasa. Apalagi beberapa rumah di sana masih bergaya khas Cina dan penghuninya memang beretnis Tionghoa. Beberapa ada yang sengaja memutar lagu Mandarin sehingga terasa sekali budaya Tionghoa di sekitar kawasan Pecinan ini.

Raksa dan Gayatri menyantap wedang tahu itu dengan sesekali berbicara mengenai banyak hal. Rasa wedang tahu ini sama saja ketika membeli di pedagang lainnya. Namun karena suasana khas Pecinan yang begitu kental, membuat daya tarik tersendiri dan memberi kesan berbeda ketika menikmatinya.

"Ternyata ada juga ya Mas kampung Cina di Semarang?" Gayatri kira Semarang hanya dihuni oleh beberapa kelompok masyarakat, tetapi kini ia tahu jika Semarang bukan sekedar kota yang dikenal Lawang Sewunya saja. Tetapi ada sisi lain yang unik dan memberikan kesan tersendiri daripada kota-kota lainnya.

"Ada, di sini bukan hanya kampung Jawa saja. Ada kampung Cina, kampung Arab, kampung Melayu dan bahkan ada beberapa kampung wisata lainnya juga." Walaupun Raksa tak begitu lama di Semarang, tetapi laki-laki itu paham dengan beberapa wisata dan tempat viral di sini. Hal ini tak lepas dari Hira yang selalu bercerita ketika mengunjungi tempat baru di Semarang dan Raksa hanya menjadi pendengarnya saja.

Setelah mereka puas menikmati wedang tahu, lalu mereka kembali berjalan untuk berburu kuliner lainnya. Kali ini pilihan mereka jatuh di lumpia khas Semarang. Memang kurang afdol jika berkunjung ke Semarang tetapi tak berburu lumpia.

Selain berburu lumpia, mereka juga membeli beberapa makanan seperti leker, pisang plenet, dan kopi O. Mereka langsung membeli semuanya dan mencari tempat untuk menyantap bersama.

Gayatri langsung suka dengan semua makanan di sini. Begitupun Raksa yang tak menolak sama sekali. Apalagi kopi O yang khas, membuat Gayatri gatal ingin membeli satu termos untuk stok. Namun sayangnya Raksa langsung menolaknya.

"Mas, aku mau tanya dong."

"Hmmm."

"Kamu bilang kalau kamu banyak menghabiskan waktu di Magelang ketimbang di Semarang. Terus juga waktu remajamu habis untuk pendidikan dan mengejar karir. Apa Mas menyesal?" entah mengapa Gayatri ingin bertanya seperti itu. Ia ingin bertanya pada sang suami yang lebih banyak menenggelamkan diri dalam kesengsaraan diusia muda ketimbang menikmati masa haha hihi dengan teman-temannya.

Raksa menelan kunyahan pisang plenetnya sebelum menjawab pertanyaan Gayatri. Lalu meneguk sedikit kopi O karena ia penasaran.

"Nggak. Mas sangat nggak menyesal. Justru Mas bersyukur mengambil langkah mas yang berasal dari hati terdalam. Jika mungkin dulu mas memilih haha hihi dengan teman nongkrong, mungkin mas nggak akan jadi seperti sekarang. Memang masa remaja mas habis untuk pendidikan, tetapi setidaknya mas tahu bahwa selama itulah mas banyak menemukan makna hidup dan ilmu yang sangat luas. Mas bisa merasakan kunjungan ke banyak tempat ketika SMA, terus ketika ada kegiatan taruna juga mas bisa merasakan dinginnya kota Melbourne dan indahnya kota Tokyo, Jepang. Mas juga banyak menemukan permasalahan hidup sekaligus solusinya juga. Mungkin banyak orang yang berkata bahwa seimbangkan hidup antara pendidikan dan hiburan. Namun bagi mas, dalam pendidikan itu sendiri pun sudah ada hiburan seperti mas katakan tadi yaitu banyak melakukan kunjungan ke berbagai tempat. Selain itu, mas juga bertemu dengan teman-teman yang memiliki solidaritas dan loyalitas yang sangat tinggi. Mungkin kita dianggap kaku dan dingin, namun karakter seperti itu alami terbentuk ketika mas menjalani pendidikan. Keseriusan dan ketekunan membuat kita menjadi orang yang tertata hingga terkesan kaku."

"Tapi kan mas kehilangan waktu bersama keluarga. Kata mama, Mas juga sekolah di SMA yang berasrama yang artinya jarang pulang dan bertemu dengan keluarga." Gayatri kembali bertanya. Selama menikah mereka juga sering bercerita satu sama lain dan berdiskusi suatu hal.

"Resiko juga. Memang berat disaat yang lain bisa bertemu dengan keluarga secara leluasa, tetapi kita justru dibatasi, disitulah tantangannya. Namun mas menjadi sadar ketika berkumpul dengan keluarga, waktu bagi Mas sendiri terasa begitu berharga. Mas jadi paham kalau keluargalah tempat hangat yang selalu mas rindukan ketika mendapat cuti atau ijin."

Gayatri tersenyum. Ia teringat masa remajanya dulu yang lebih banyak dihabiskan dengan perjuangan dan air mata. Tak ada dukungan sama sekali kecuali dari dirinya sendiri. Ia baru mendapatkan apa arti didukung ketika sudah bertemu dengan dengan Meta and the gank.

"Kenapa tanya begitu? Apa kamu menyesal dengan masa remajamu yang habis untuk perjuangan dan cita-cita?" Raksa balik bertanya. Kini ia perlahan tahu tentang kehidupan dan perjuangan istrinya itu.

Gayatri mengenggeleng di tempatnya. Suasana khas China yang begitu terasa, menambah kesyahduan di antara mereka untuk saling membisikkan kata mesra lewat pengalaman yang ada.

"Aku juga nggak menyesal Mas ketika dulu ditolak sana sini. Dianggap nggak berguna sama banyak orang juga sering. Tapi sekarang aku bangga sama diriku sendiri bahwa aku bisa menaklukan semuanya. Walaupun tak sesuai dengan espektasi, tetapi aku cukup puas dan bersyukur karena akhirnya aku bisa menggapai mimpiku yang kesekian kalinya ini terwujud. Walaupun bukan list teratas, tetapi aku tetap bahagia dengan pilihanku. Namun tak sampai itu saja, ternyata perjalanan masih panjang hingga aku menemui titik terang dengan semuanya. Walaupun sayap patah dan cidera sebelah, namun aku bersyukur setidaknya masih ada kesempatan kedua dan seterusnya."

Raksa tersenyum menguatkan. Ia tahu jika perjuangan sang istri bukanlah hal yang mudah. Istrinya sangat berjuang keras, tak peduli dengan hujatan dan cacian yang menyakitkan. Bahkan sakit hati dan duka tetap dibawa hingga titik dimana Tuhan memberikan kasih yang luar biasa sehingga Gayatri bisa merasakan apa itu hangat dalam keluarga walaupun mungkin terlambat.

Suara riuh pengunjung kawasan Pecinan itu pun tak membuat mereka kehilangan fokus dan kenyamanan dalam berbicara. Justru suasana yang berbeda inilah yang membuat Gayatri merasa momen ini sangat romantis. Momen dimana mereka bisa berbicara tanpa beban dan saling menjadi pendengar yang baik. Gayatri tak butuh dinner jutaan untuk itu. Gayatri hanya butuh kenyamanan dan kepercayaan. Tak peduli dimana itu, jika ia nyaman maka baginya itu luar biasa dan membuat dirinya bahagia.

*****

Setelah semalam menghabiskan waktu di kawasan Pecinan Semarang dan tak lupa membelikan makanan di sana untuk mama dan ayah, kini Gayatri dan Raksa meluncur ke kabupaten Semarang yaitu ke kawasan Umbul Sidomukti. Mereka berangkat dari Banyumanik,  Semarang pukul 8 lebih 15 menit pagi dan sampai di Umbul Sidomukti sekitar pukul 9 pagi.

Gayatri baru diberi tahu Raksa jika akan ke Umbul Sidomukti tadi pagi sebelum berangkat. Raksa beralasan tak memberi tahu Gayatri karena pasti perempuan itu tak tahu dengan wisata tersebut. Padahal Raksa ingin memberikan kejutan kepada istrinya itu.

Kali ini Raksa mengenakan kemeja berwarna abu-abu dengan celana kain dan tak lupa topi dan kaca mata gelapnya. Sedangkan Gayatri hanya mengenakan celana baggy pans warna hitam dan kemeja berwarna biru laut yang dimasukkan ke dalam. Tak lupa mengenakan pashmina baby blue yang cukup simple.

Pertama kali menginjakkan kaki di sana adalah suguhan pemandangan alam yang begitu memukau. Jika selama ini Gayatri hanya disuguhi gedung bertingkat, sekarang ia dihadapkan dengan hamparan tumbuhan hijau yang begitu indah.

"Kalau hari libur, tempat ini sudah tak menarik karena ramai. Makanya mas cari hari kerja biar kita leluasa menikmati wisata di sini." Ujar Raksa. Memang jika hari kerja begini wisata tak begitu ramai. Hal ini tentunya menjadi momen baik bagi mereka untuk menikmati keindahan alam di sini secara leluasa.

Raksa langsung mengajak Gayatri untuk berkeliling terlebih dahulu. Sesekali mereka tertawa kecil ketika membicarakan hal lucu.

Setelah puas, Raksa menantang Gayatri untuk bermain flying fox. Gayatri tertawa karena hal ini bukan suatu hal yang sulit.

Jika orang-orang sudah menjerit takut, Gayatri justru tertawa karena menganggap Raksa mengerjainya. Namun tak ayal Gayatri tetap menikmati flying fox itu walaupun baginya kurang menantang.

Setelah puas, mereka mencoba wahana ATV dan menikmati rute yang sedikit curam. Mereka sangat senang dan menikmati berbagai wahana di sana. Setelah itu, mereka memilih ke salah satu pondok kopi yang menjadi ikonik di sana untuk tempat istirahat dan bersantai.

"Kamu seneng nggak?" tanya Raksa ketika mereka duduk dan menghadap pemandangan indah dari atas bukit.

Gayatri tersenyum lebar, "banget. Makasih ya Mas."

"Jangan berterima kasih. Seharusnya Mas bisa mengajakmu ke Bromo ataupun tempat terkenal lainnya. Tetapi karena mas mendadak tak bisa ambil cuti banyak jadinya kita cancel dulu. Mas kepengen ngajak kamu muncak kemarin, tetapi belum memungkinkan."

Gayatri mengangguk paham. "Iya nggak apa-apa, Mas. Aku sudah bahagia kok. Muncak ataupun ke Bromonya bisa kita lakukan di lain hari. Intinya aku berterima kasih karena sudah kamu ajak berlayar ke tempat-tempat unik yang sebelumnya aku nggak tahu." Raksa mengangguk sebagai jawabannya. Ia bertanggung jawab atas kebahagiaan Gayatri sehingga sebisa mungkin membuat istrinya itu bahagia.

Sambil menikmati secangkir kopi dan cemilan, mereka menikmati pemandangan alam yang begitu luar biasa. Walaupun mendung, tetapi tak mengurangi keindahan panorama gunung Ungaran yang tersaji di depan mata. Di antara keindahan alam itu, mereka saling bercerita satu sama lain. Merajut kemesraan lewat kata-kata diskusi. Bagi mereka romantis tak hanya saling menyentuh, tetapi lewat kata-kata dan senyuman lah yang membuat jalinan cinta dan kasih sayang semakin menguat. Lewat bisikan kata dan implementasi, mereka menemukan kenyamanan serta cinta yang tak lekang oleh waktu dan ruang.

.
.
.

Maaf, bukannya mau ngeprank kalian ya. Kemarin mual kan bisa jadi masuk angin, haha. Sabar, semuanya butuh waktu dan proses🌻

Continue Reading

You'll Also Like

129K 8.1K 24
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
671K 90.6K 46
#2 bestseller shining haha's book #1 baper (5/11/21) #1 doctor (7/12/21) #1 fiksiumum (5/11/21) #1 getaran (2/12/21) #4 roman (8/12/21) #10 chicklit...
897K 3.6K 9
Kocok terus sampe muncrat!!..
218K 7.5K 49
Shafea seorang wanita karir yang gila kerja tapi juga seorang ibu muda yang ingin membesarkan dan mendidik anaknya sendiri secara sempurna. Ikuti kes...