My savior & protector : Huang...

By Adchzy

4.8K 1.3K 7.1K

Jika kamu punya seribu alasan yang membuat mu menangis, maka setidaknya kamu punya satu alasan untuk tersenyu... More

00
01 : His arrival
02 : is this the beginning
03 : Sorry?
04 : handphone
05 : taman bermain
06 : Bad luck
07 : a truth
08 : Problem
09 : Problem (2)
10 : Threat
11 : Something about 'that'
12 : For the second time
14 : Something bad happened
15 : All is over?
16 : admit

13 : Keeper of Secrets

140 32 322
By Adchzy

Happy Reading
.
.

Pukul 17 lewat 38 menit KST.

Sudah ada sejam lebih aku melukisi tembok yang ada di hadapan ku ini, mengaplikasikan berbagi macam warna cat untuk membuat sebuah objek maupun obyek.

Lukisan di hadapan ku ini baru selesai kira-kira 70  persen. Lama? yah, tentu saja. Itu karena tembok ini lumayan besar. Ah tidak, ini memang besar. Kemungkinan, lukisan ini akan di lanjutkan besok jika saja tidak selesai sampai jam 6 nanti.

Oh ya, aku tidak sendiri, Minju juga ikut melukis di tembok yang sama dengan ku. Begitu pula dengan anggota lain yang masing-masing punya partner untuk melukisi tembok lainnya.


Saat beraktivitas, tiba-tiba saja perut ku mules. Dengan memegangi perut ku seraya sedikit membungkuk, aku menoleh ke arah Minju.

“Nju, aku pergi ke wc dulu ya” ujar ku memberitahu gadis cantik itu.

Saat Minju menoleh ke arah ku, matanya tampak sedikit melebar, “eh, kamu kenapa?”

Aku menggeleng pelan, “enggak papa Nju, cuma mules doang”

Mendengar jawaban ku, wajah Minju tampak sedikit legah (?) “oh, gitu ya, aku pikir kamu ada riwayat magh, terus kambuh makanya sampai pegangin perut gitu"

Aku tertawa kecil mendengar pemikiran gadis cantik itu, “enggak kok, aku nggak ada riwayat magh. Lagian kalau aku emang punya terus kambuh, ngapain ke wc?

“eh, iya juga ya,” gadis itu terkekeh, “yaudah, mau aku temanin ke wc nya?” tawar Minju kemudian. Namun dengan cepat aku menggeleng.

“enggak usah, kayaknya aku bakal lama deh”

Minju tersenyum lembut sebelum kembali menjawab, “ya nggak papa, aku nggak keberatan juga. Udah jam segini loh, kayaknya di dalem sekolah udah nggak ada orang, emang kamu nggak takut? wc terdekat dari sini juga lumayan jauh” ujar Minju panjang lebar seraya mengidikkan bahu di bagian akhir.

Ah, dia yang mengatakannya, tapi sepertinya dia sendiri yang takut. Aku hanya tertawa kecil mendengarnya, karena aku tidak terlalu takut dengan hal-hal seperti itu.

“nggak kok, nggak. Yaudah deh, nggak jadi-jadi aku ke wc kalau ngomong terus, bye Nju” setelah mengatakan itu, tanpa mendengar jawaban dari Minju lagi, aku langsung meninggalkan gadis itu.

Melangkahkan kaki ku dengan tempo sedikit cepat, aku mulai meninggalkan taman, berjalan ke arah belakang sekolah, menuju wc terdekat.

Tanpa memperdulikan sekitar yang sudah aku lewati, aku hanya terus menghadap ke depan. Fokus dengan tujuan ku saat ini.

Di tengah perjalanan, perut berbunyi renyah, seperti sudah siap untuk mengeluarkan isinya. Aku pun mempercepat langkah kaki ku.

Begitu sampai di tujuan, aku mengeram kesal. Karena ternyata wc belakang sekolah itu sedang dalam masa perbaikan. Terlihat dari pemberitahuan kecil yang tertulis di kertas yang tertempel di tembok sebelum masuk wc.

Tanpa pikir panjang lagi, aku pergi meninggalkan wc itu. Menuju wc yang lainnya.










💚🦊💚










Saat ini lelaki yang tengah menunda aktivitasnya itu, sedang mengedarkan pandangannya ke seluruh taman. Mencari seorang gadis yang tiba-tiba saja hilang dari tempatnya berdiri tadi.

Padahal beberapa saat lalu, ia masih melihat gadis –yang sering kali membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat itu berada di samping temannya seraya memegang kuas dan sedang sibuk melukis.

Renjun semakin mengernyitkan keningnya, kala tetap tidak menemukan seorang gadis yang sudah ia anggap sebagai gadis-nya itu.

Seorang lelaki lain yang menjadi partner Renjun untuk melukis sedikit terherankan dengan Renjun yang tidak fokus dan malah celingak-celinguk itu, “nyari apaan lo?” tanya nya kemudian.

Renjun menoleh ke Yohan dengan tatapan yang sedikit sinis, “enggak usah kepo” acuhnya.

Mendengar jawaban yang terdengar tidak bersahabat itu, membuat Yohan  mendengus, “gue cuma nanya, sensi amat  kayak cewe aja lo” ujar Yohan kemudian yang bermaksud hanya sekedar gurauan.

Namun, Renjun menganggapnya sedikit serius. Memang untuk saat ini Renjun akan menjadi sensitif setiap kali berbicara dengan Yohan. Ada sedikit unsur ketidaksukaan yang muncul pada diri Renjun terhadap lawan bicaranya saat ini.

Tentu itu ada alasannya, tepatnya beberapa puluhan menit yang lalu.

Renjun selalu melihat pemandangan yang sangat tidak mengenakan di hatinya. Yaitu Yohan, yang terlihat selalu saja berada di dekat gadis yang belakangan ini sering membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat itu.

Yohan selalu menunjukkan sikap pedulinya pada Yuna. Seperti menggulung lengan baju gadis itu agar tidak kotor terkena cat, mengikat rambut gadis itu agar tidak menganggu aktivitasnya, memberikan Yuna sebotol aqua, bahkan banyak lagi.

Memang itu hanya hal kecil, tapi yang membuat Renjun semakin tidak suka itu adalah, sebenarnya Renjun ingin melakukan semua itu. Renjun ingin menggulung lengan baju Yuna saat melihat gadis itu tidak menggulung lengan bajunya. Renjun ingin mengikatkan rambut Yuna saat melihat gadis itu terlihat kesusahan dengan rambutnya yang selalu tertiup angin. Renjun ingin memberi Yuna sebotol aqua ketika melihat gadis itu memegangi lehernya yang mungkin terasa kering. Renjun juga ingin memberikan bentuk perhatiannya pada Yuna. Tapi, selalu saja Yohan mendahuluinya.

Memilih untuk melupakan itu sejenak, Renjun memilih pergi meninggalkan lelaki yang hampir membuatnya naik tekanan itu. Lagi pula, Renjun tidak sengaja melihat Yerin yang sedang memberi kode untuk berhenti beraktivitas dari ujung taman di sana.

Tentunya karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul 6 sore. Membuat mereka harus menyudahi kegiatan itu, dan melanjutkannya esok hari.

Tapi sebelum benar-benar meninggalkan Yohan, Renjun membuka suaranya, “gue sinis sama lo bukan tanpa sebab”

Yohan tidak terlalu peduli dengan perkataan Renjun itu, tapi ketika melihat sang empunya mulai pergi menjauh, Yohan sedikit berteriak, “woi main pergi-pergi aja, beresin dulu ini cat! masa gue sendiri?!”

Renjun berbalik, “enggak usah kayak orang susah, beresin cat doang. Lagian di awal tadi lo nggak ikut nyiapin apa-apa, malah sibuk urus cewe” ujar Renjun dengan maksud untuk menyindir. Kemudian kembali melanjutkan langkahnya.

Yohan hanya diam melihat Renjun yang sekarang tengah berjalan memunggunginya itu. Sebenarnya Yohan kaget dengan perkataan Renjun, namun sejurus kemudian  ia menukikkan senyumannya. Tau maksud di balik kalimat Renjun.

“bilang aja lo cemburu gue dekat sama Yuna”






.
.
.









“astaga!”

Pekik seorang gadis yang baru selesai membereskan alat-alat yang di gunakannya untuk melukis ketika melihat seorang pria tiba-tiba berdiri di dekatnya.

Setelah mengelus dadanya, Minju mulai bersuara, “kenapa?” tanyanya pada lelaki itu.

“Yuna kemana?” tanya Renjun tanpa babibu.

“ke wc, katanya tadi perutnya mules”

Renjun mengernyitkan keningnya, “daritadi?”

“iya,” jawab Minju diiringi dengan anggukan

“terus kenapa belum balik?”

“yaa mana aku tau, tapi tadi Yuna bilang emang bakal lama”

Renjun diam sejenak, “dia pergi sendiri?”

Minju mengernyitkan keningnya, sedikit bingung dengan Renjun yang terus bertanya padanya. Apalagi kali ini lelaki itu bertanya dengan air muka yang terlihat berbeda.

“hmm, iya. Tadi aku mau nemenin, tapi katanya nggak usah. Jadi.. yaudah”

Setelah mendengar Minju mengatakan ‘iya’ barusan, Renjun kembali diam untuk sejenak, “oh, gitu ya. Makasih” ujar Renjun sedikit gusar, lalu pergi dari hadapan Minju. Rasa khawatir tiba-tiba menjalar di benaknya hanya dengan mengetahui gadis itu sedang ‘sendirian’.

Bukannya apa, Renjun hanya tiba-tiba teringat dengan surat kecil yang bertuliskan kalimat tidak mengenakan yang di temukannya di buku sang gadis.

Sebut saja Renjun lancang atau sebagainya karena telah memeriksa buku-buku milik Yuna. Tapi ia melakukannya bukan tanpa sebab.




flashback on

Jam kosong adalah jam yang di nantikan dan di senangi banyak murid, dan hal itu berlaku untuk ke empat murid kelas XI A 5 yang tengah berjalan melangkahkan kakinya menuju tempat favorit itu, kantin.

Yah, ke-empat murid itu adalah Renjun, Kun, Jaemin, dan Jeno. Entah kenapa memang belakangan ini mereka sering kali bersama-sama. Ke kantin bareng, ke perpus bareng, ke lap bareng, kemana-mana selalu ber-empat. Bedanya hanya, terkadang akan ada Winwin yang ikut join.

Saat sedang asik berngobrol kecil sambil menuruni anak tangga menuju lantai pertama, tiba-tiba Renjun menyadari sesuatu. Tepatnya saat ia iseng memeriksa saku celananya, lelaki itu sama sekali tidak menemukan benda yang selalu di bawanya, apalagi saat ingin pergi ke kantin seperti sekarang. Yah, dompetnya.

Renjun  memberhentikan langkahnya, membuat Kun yang berada di sebelahnya ikut berhenti.

“kenapa berhenti bang?”

“kalian duluan aja, dompet gue ketinggalan”

Jaemin yang mendengar perkataan Renjun itu, menyahuti, “enggak papa kali, santai aja, ntar Jeno yang bayarin”

Jeno hanya mangut-mangut mengiyakan, namun setelah ia menyerap perkataan Jaemin tadi baik-baik, ia langsung melebarkan mata dan memukul pundak temannya itu, “eh, gue terus yang lo jadiin sasaran” amuknya, sebenarnya Jeno tidak keberatan –membayar makanan Renjun nanti, hanya saja ia sedikit kesal dengan Jaemin yang selalu membawa-bawa namanya.

Renjun yang melihat interaksi itu hanya tersenyum kecil, “enggak usah, gue ambil dompet gue dulu. Kalian duluan aja, ntar gue nyusul” kata Renjun kemudian, setelah menepuk pundak Kun pelan, ia segera berbalik meninggalkan ke-tiga temannya.

Yang di tinggal hanya menganggkat bahu, meng-‘yaudah iyain aja’ keputusan Renjun itu.

Dengan langkah yang sedikit di percepat, Renjun semakin dekat dengan kelasnya. Namun, saat hendak memasuki kelas itu, Renjun memberhentikan langkahnya dengan mendadak dan langsung mundur beberapa langkah.

Berlindung di balik tembok seraya melihat seorang lelaki dengan postur tubuh yang seperti pernah di lihatnya –namun Renjun yakin itu bukan teman sekelasnya, Renjun menajamkan matanya. Gerak-gerik oknum itu terlalu mencurigakan, apalagi di kelas itu hanya ada dirinya seorang.

Renjun semakin menautkan alisnya kala melihat lelaki itu terus berdiri di samping bangku Yuna. Renjun berpikir, siapa dia? dan apa keperluannya disana?

Renjun hanya terus memantau lelaki itu, dan seketika Renjun sedikit risih ketika melihat lelaki itu tampak menaruh sebuah kertas ke dalam buku Yuna. Surat cinta? itu yang ada di pikiran Renjun. Ah, mungkin setelah ini ia akan memiliki saingan?

Menghempas semua pikiran yang tidak-tidak itu, Renjun langsung memundurkan kepalanya yang nyempil itu dan bergegas pergi dari sana. Karena Renjun lihat, sepertinya lelaki itu sudah ingin keluar.

Karena koridor itu tidak ada tempat sembunyi, Renjun berjongkok di tempat yang lumayan jauh dari kelas, berpura-pura sedang mengikat tali sepatunya.

Renjun pikir, lelaki itu akan menoleh ke kanan dan ke kiri setelah keluar dari kelas itu. Namun ternyata tidak, lelaki itu hanya berlalu begitu saja, bahkan ia tidak menoleh ke arah Renjun barang sekilas.

Ah, percuma saja dia berakting.

Setelah melihat lelaki itu hilang karena berbelok hendak menaiki tangga, Renjun kembali berdiri, “kelas 12 ya, mukanya nggak keliatan jelas” gumam nya.

Tanpa pikir panjang pun Renjun langsung masuk kelas, dan menuju bangkunya untuk mengambil dompet. Menoleh sekilas ke meja Yuna, tepatnya ke arah buku yang baru saja di letakkan sebuah surat(?) oleh seorang lelaki itu. Membuat Renjun sangat penasaran.

Memilih untuk memuaskan rasa penasarannya, akhirnya Renjun memutuskan untuk melihat. Di bukanya setiap lembar buku Yuna, mencari lembaran kertas kecil itu seraya melantunkan kalimat ‘maafin aku Yun,’ di dalam hati.

Renjun sedikit merasa bersalah karena memeriksa milik orang tanpa izin. Karena dia selalu di ajarkan oleh ibu untuk tidak melakukan hal seperti itu.

Setelah menemukan apa yang di carinya, Renjun langsung saja membaca tulisan yang tertulis di sana. Seketika pun Renjun kaget, meskipun baru membaca kalimat pertama.

kau mengabaikan ancaman ku? aku lihat kau sama sekali tidak risih ya?  ah, kau pasti berpikir aku hanya iseng melakukan ini. Baiklah, mulai sekarang akan ku buktikan kalau aku serius. Hanya untuk mengingatkan, lebih baik jangan pernah sendirian, karena itu akan memancing ku untuk benar-benar mencelakaimu
w.b

flashback off






Renjun memijit pangkal hidung ketika mengingat hal yang baru di ketahuinya saat jam pelajaran ke-6 di sekolah tadi.

Sebuah surat yang awalnya ia pikir adalah surat yang tersusun dengan kata-kata manis tentang perasaan itu, ternyata surat yang malah tersusun dan menunjukkan kalimat yang sangat tidak mengenakan.

Kalimat ‘kau mengabaikan ancaman ku? aku lihat kau sama sekali tidak risih ya?’ yang ada pada surat itu, yang paling membekas di pikiran Renjun. Secara tidak langsung kalimat itu mengartikan bahwa Yuna sudah beberapa kali menerima surat semacamnya.

Entah itu sudah berhari-hari atau bahkan sudah berminggu-minggu. Renjun tidak tahu, ia belum memiliki waktu –yang mungkin tepat– untuk bertanya pada gadis itu.

Saat mengetahui hal itu membuat Renjun sadar. Yuna, gadis yang selalu terlihat tenang dan ceria tanpa beban itu, ternyata menyimpan banyak rahasia.

Saat ini pun, Renjun yang kepalanya tengah di penuhi pikiran buruk itu, menghela nafasnya.




"Semoga hal buruk yang aku pikirin nggak terjadi."

.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 61.7K 65
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
198K 19.1K 71
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
80.1K 8.2K 39
Sebuah rahasia yang tidak akan pernah meninggalkanmu...
719K 57.8K 41
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...